Anda di halaman 1dari 9

PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH MELALUI

PENDEKATAN DIFERENSIASI PRODUK:

Program layanan Pembayaran Biaya Pendidikan Pesantren


Melalui Bank Syariah Sebagai Bentuk Implementasi atas
Rekomendasi OJK

Oleh:

M. Afin

Daftar Isi
BAB 1 ..................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latarbelakang Masalah.................................................................................. 1

1.2 Kerangka Konseptual .................................................................................... 2

1.2.1 Pengertian Bank Syariah ......................................................................... 2

1.2.2 Pengertian Perbankan Syariah ................................................................ 2

1.2.3 Pengertian Otoritas Jasa Keuangan (OJK).............................................. 2

1.2.4 Pengertian Diferensiasi Produk .............................................................. 3

BAB 2 ..................................................................................................................... 4

PEMBAHASAN .................................................................................................... 4

2.1 Kerangka Arah Pengembangan Perbakan Syariah Rekomendasi OJK ......... 4

2.2 Implementasi Arah Pengembangan Perbankan Syariah Sesuai Rekomendasi


Ojk ....................................................................................................................... 5

BAB 3 ..................................................................................................................... 7

KESIMPULAN ...................................................................................................... 7

SENARAI PUSTAKA ........................................................................................... 7


BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang Masalah
Menurut Kajian Transformasi Perbankan Syariah yang disusun OJK pada
tahun 2018, salah satu isu strategis yang menghambat akselerasi pengembangan
perbankan syariah adalah belum adanya diferensiasi model bisnis yang signifikan.1
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri, diferensiasi model bisnis bisa
dicapai, salah satunya, dengan menciptakan produk (layanan) baru yang
memberikan kesan unik sekaligus ciri khas dari perbankan syariah yang
membedakannya dengan perbankan konvensional.2

Absennya diferensiasi dalam perbankan syariah dapat melahirkan


penghambat lain yang juga disebutkan oleh OJK, yakni rendahnya indeks literasi
(pemahaman dan keterampilan) masyarakat tentang perbankan syariah.3 Karena
salah satu media memperkenalkan eksistensi perbankan syariah adalah adanya
produk (layanan) yang menjadi ciri khas dari perbankan syariah. Awareness
(kesadaran) masyarakat mengenai perbankan syariah merupakan potensi untuk
meningkatkan basis nasabah di segala level —yang merupakan manifestasi dari
inklusivitas perbankan syariah. Dengan begitu, tingginya tingkat literasi perbankan
syariah merupakan kunci dari inklusivitas perbankan syariah itu sendiri. Maka,
pangkal persoalannya terletak pada diferensial mode bisnis yang masih absen dalam
perbankan syariah.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), telah memberikan dorongan untuk


menciptakan produk yang memiliki ke-khas-an dan unik sebagai bentuk
diferensiasi model bisnis. Upaya itu juga termasuk bagian program dalam
meningkatkan identitas perbankan syariah yang merupakan salah satu pilar arah
pengembangan perbangkan syariah yang dirancang OJK. Akan tetapi, OJK sendiri
belum memberikan tawaran spesifik terkait bentuk produk yang unik tersebut.

1
Otoritas Jasa Keuangan, Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia 2020-2025, hlm.
viii
2
Ibid, hlm. 28.
3
Ibid, hlm. 28

1
Di sisi lain, OJK menyadari potensi besar yang dimiliki pondok pesantren
dalam mengimplementasikan arah pengembangan perbankan syariah yang
dirancangnya.4 Namun, sekali lagi, Lembaga negara independen itu belum sampai
memberikan tawaran bentuk layanan apa yang berpotensi mengikat hubungan
kemitraan dengan pondok pesantren.

Maka dari itu, mengangkat kajian ini menjadi penting untuk memberikan
tawaran yang inovatif dan kreatif terkait produk (layanan) perbankan syariah yang
berpotensi menjadi wahana kerjasama dengan pondok pesantren, sekaligus
berpotensi menjadi ciri khas yang unik dari perbankan syariah dan berkemungkinan
kecil —untuk tidak mengatakan tidak bisa— diterapkan di perbakan konvensional
sebagaimana program OJK.

Terlepas dari itu semua, menurut OJK, pengembangan perbankan syariah


salah satunya dapat ditunjang melalui riset yang implementatif, yang diharapkan
berfokus pada penemuan model bisnis yang memiliki keunikan dan sesuai dengan
kebutuhan pasar. Maka, dalam rangka itulah kajian ini dipilih.

1.2 Kerangka Konseptual


1.2.1 Pengertian Bank Syariah
Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah
(BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).5

1.2.2 Pengertian Perbankan Syariah


Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara
dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.6

1.2.3 Pengertian Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga milik negara yang
independen, yang bertugas mengawasi sektor jasa keuangan. Pendirian OJK telah

4
Ibid, hlm. 67.
5
Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah
6
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah

2
diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia Pasal 34
Ayat 1. 7

1.2.4 Pengertian Diferensiasi Produk


Menurut Philip Kotler dan Keller, produk adalah segala sesuatu yang
ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan suatu keinginan dan kebutuhan
konsumen.8 Sedangkan difrensiasi produk adalah jenis strategi kompetitif yang
digunakan untuk membedakan produk dan layanan perusahaan dengan produk dan
layanan perusahaan lain diindustri yang sama.9 Perbedaan yang ideal dalam sebuah
produk/layanan ialah yang memenuhi kriteria antara lain:

a) Penting, yakni perbedaan yang memberikan manfaat yang bernilai tinggi


bagi konsumen atau nasabah (dalam konteks perbankan);
b) Khas, yaitu perbedaan yang diberikan dengan gaya yang khas;
c) Sulit ditiru oleh pesaing.10

Sedangkan aspek-aspek yang menjadi fokus dari diferensiasi adalah:

a) Content (konten), yang berorientasi pada sebuah pertanyaan apa yang


ditawarkan?
b) Context (konteks), yang berorientasi pada pertanyaan bagaimana cara
menawarkan?
c) Infrastructure (infratsruktur), yaang terdiri fasilitas, teknologi dan Sumber
Daya Manusia (SDM).11

7
Adrian Sutedi, S.H., M.H., Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, cet. Ke-1 (Jakarta Timur: Raih
Asa Sukses, 2014), hlm. 42.
8
Wiliam J Station, Prinsip Pemasaran, vol. 1 (Jakarta: Erlangga, 1984), hlm. 222.
9
David E Richard, Manajemen (Jakarta: PT. Salemba Empat, 2013), hlm. 376.
10
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, Terj. Hendra Teguh, Ronny A Rusli, Benyamin Molan
(Jakarta: Prehallindo, 2005), hlm. 347.
11
Hermawan Kertajaya, Hermawan Kertajaya On Marketing, cet. Ke-4 (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2006), hlm. 193.

3
BAB 2

PEMBAHASAN
2.1 Kerangka Arah Pengembangan Perbakan Syariah Rekomendasi OJK
Salah satu pilar arah pengembangan perbankan syariah yang disusun
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah penguatan identitas perbankan syariah.
Sedangkan untuk menuju ke arah penguatan identitas, OJK memberikan langkah-
langkah, di antaranya ialah mengembangkan keunikan produk Bank Syariah
sebagai bentuk diferensiasi model bisnis (produk/layanan) perbankan syariah di
industri perbankan. Karena absennya diferensiasi model bisnis merupakan isu
strategis yang menghambat laju pertumbuhan perbankan syariah. Untuk
menumbuhkan kreativitas dan inovasi dalam menciptakan produk layanan yang
unik dan tidak dapat diterapkan dalam perbankan konvensional, OJK memeberikan
beberapa masukan, diantaranya ialah mendorong pengembangan produk yang dapat
memberikan nilai tambah kepada nasabah, antara lain bisa berupa produk/layanan
yang memiliki manfaat fungsional (functional benefit) sekaligus manfaat spritual
(spiritual benefit). Di samping itu, produk tersebut juga harus memenuhi kebutuhan
nasabah secara universal.

Pilar arah pengembangan perbankan syariah selanjutnya ialah sinergi


ekosistem ekonomi syariah. Salah satu bentuknya ialah besinergi dengan
kementrian dan sejumlah lembaga. Langkah yang ditawarkan OJK, salah satunya,
ialah mengoptimalkan penggunaan Bank Syariah pada semua institusi pendidikan
Islam. Di sinilah OJK menemukan potensi besar yang dimiliki pondok pesantren.
Menurut data terbaru Kementrian Agama RI, jumlah pesantren (yang terdaftar
dalam Kemenag) di seluruh Indonesia mencapai 30.464.12 Hal itu oleh OJK
dipandang sebagai jalan mulus bagi lajunya peningkatan literasi dan inklusi
perbankan syariah secara lebih merata.13

12
Direktorat Pendidikan Agama Islam. (2022). Jumlah Pondok Pesantren, Guru dan Santri Menurut
Provinsi. (https://satudata.kemenag.go.id/dataset/detail/jumlah-pondok-pesantren,-guru,-dan-
santri-menurut-provinsi)

13
Otoritas Jasa Keuangan, op.cit. hlm. 64

4
2.2 Implementasi Arah Pengembangan Perbankan Syariah Sesuai
Rekomendasi Ojk
Sebagaimana disinggung sebelumnya, bahwa dalam upaya pengembangan
perbankan syariah, OJK telah memberikan dorongan untuk menciptakan produk
yang unik sekaligus menjadi pembeda dengan perbankan konvensional. Di samping
itu, OJK juga merekomendasikan perbankan syariah untuk mengoptimalkan
penggunaan bank syariah di semua institusi pendidikan Islam, salah satunya ialah
pondok pesantren.

Implementasi dari itu semua dapat dicapai dengan menciptakan program


layanan pembayaran biaya pendidikan pesantren melalui Bank Syariah, baik
memakai kartu debit atau kartu kredit syariah (syariah card). Sebab sistem
pembayaran konvensional masih menyisakan beberapa problem.

Berdasarkan pengamatan penulis di beberapa pesantren sekaligus diskusi


penulis dengan salah satu pengurus pondok pesantren yang bertugas menangani
pembayaran santri, bahwa problem mendasar yang melatarbelakangi sebagian
santri tidak dapat melunasi pembayaran antara lain pertama, benar-benar tidak
mampu secara ekonomi. Maka, di sinilah kartu kredit syariah diharapkan
meringankan beban pembayaran dengan skema cicilan atau angsuran. Kedua,
alokasi yang kurang bijak terhadap uang untuk pembayaran yang telah disediakan
wali santri. Tegasnya ada sebagian santri yang mengalokasikan uang pembayaran
yang disediakan walinya untuk hal-hal lain di luar pembayaran. Akbatnya, tidak
dapat melunasi pembayaran di saat waktu terakhir pelunasan. Maka, program
pembayaran biaya santri melalui Bank Syariah dimungkinkan dapat menjadi solusi
atas masalah tersebut. Sebab program itu memungkinkan pembayaran dilakukan
langsung oleh pihak wali santri, tanpa melalui santri terkait. Yang artinya menutup
peluang bagi sebagian santri untuk melakukan alokasi uang yang kurang bijak.14

14
Lihat juga dalam Heru Kreshna Reza, Elektronik Payment, cet.ke-1 (Cirebon-Jawa Barat: Yayasan
Wiyata Bestari Samasta, 2017), hlm. 56.
Chazh.Id PT. Cazh Teknologi Inovasi, Kartu Santri Digital, (Banyumas: PT. Cazh Teknologi
Inovasi, t.th), hlm. 1.

5
2.3 Relevansi Program layanan Pembayaran Biaya Pesantren Melalui Bank
Syariah dengan Strategi Diferensiasi Produk
Program layanan pembayaran biaya pendidikan santri melalui Bank Syariah
dapat dipandang sebagai produk/layanan yang berpotensi menjadi ciri khas Bank
Syariah dan keunikannya, serta berkemungkinan kecil —untuk tidak mengatakan
tidak bisa— ditempuh oleh pesaing (bank konvensional). Dengan demikian,
program tersebut berpotensi membuka jalan ke arah pengembangan perbankan
syariah dengan pendekatan diferensiasi produk/layanan, atau dengan kata lain
menciptakan diding pembeda antara bank syariah dan bank konvensional.

Perbedaan yang ideal, sebagaimana disebutkan di muka, ialah yang


memenuhi beberapa kriteria, di antaranya, (a) dapat memberikan manfaat yang
tinggi bagi konsumen, dalam hal ini adalah nasabah. Manfaat program tersebut bagi
nasabah bisa berbentuk peringanan beban melalui adanya sistem kredit dengan
tagihan pembayaran cicilan, sekaligus efisiensi alokasi keuangan santri; dan (b)
sulit ditiru oleh pesaing, dalam hal ini adalah bank konvensional. Program
pelayanan pembayaran pendidikan santri, khususnya melalui kartu kredit, akan sulit
diterapkan oleh bank konvensional mengingat pesantren merupakan pendidikan
keislaman, yang tentunya sangat menghindari sistem kredit konvensional dengan
sistem bunga. Sedangkan sistem kredit dalam Bank Syariah tidak mengenakan
sistem bunga, sebagaimana yang diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN) Nomor 54/DSN-MUI/X/2006 Tentang Syariah Card.15

(1) Program pelayanan pembayaran santri (content) (2) dengan penawaran


berupa sistem pembayaran cicilan (context) (3) melalui kartu kredit (Infrastructure)
merupakan tiga aspek yang menjadi fokus dari strategi diferensiasi. Dengan begitu,
program itu merupakan bentuk dari diferensiasi produk/layanan sebagaimana
idealnya, yang mengintegrasikan tiga aspek tersebut, yakni konten, konteks dan
infrastruktur dalam menciptakan produk yang khas, unik dan sulit diterapkan oleh
pesaing (Bank Konvensional).

15
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI Nomor 54 Tahun 2006 Tentang Syariah Card

6
BAB 3

KESIMPULAN
Dari rangkaian pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagaimana berikut:

a) Program pelayanan pembayaran biaya pendidikan pesantren melalui bank


syariah dapat dijadikan opsi dalam upaya pengembangan perbankan
syariah, sekaligus bentuk implementasi dari program OJK;
b) Program tersebut merupakan salah satu bentuk strategi diferensiasi
produk/layanan dalam perbankan syariah di industri perbankan

SENARAI PUSTAKA
Buku

Chazh.Id PT. Cazh Teknologi Inovasi. Tanpa Tahun. Kartu Santri Digital.
Banyumas: PT. Cazh Teknologi Inovasi.
E Richard, David. 2013. Manajemen. Jakarta: PT. Salemba Empat.
J Station, Wiliam. 1984. Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
Reza, Heru Kreshna. 2017. Elektronik Payment. Cirebon-Jawa Barat: Yayasan
Wiyata Bestari Samasta.
Kertajaya, Hermawan. 2006. Hermawan Kertajaya On Marketing. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran, Terj. Hendra Teguh, Ronny A Rusli,
Benyamin Molan. Jakarta: Prehallindo.

Otoritas Jasa Keuangan. 2020. Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah


Indonesia 2020-2025. Tanpa Kota: Tanpa Penerbit.

Sutedi, Adrian. 2014. Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan. Jakarta Timur: Raih
Asa Sukses.
Undang-Undang dan Peraturan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah
Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Tentang Syariah Card
Website

7
Direktorat Pendidikan Agama Islam. (2022). Jumlah Pondok Pesantren, Guru dan
Santri Menurut Provinsi. (https://satudata.kemenag.go.id/dataset/detail/jumlah-
pondok-pesantren,-guru,-dan-santri-menurut-provinsi)

Anda mungkin juga menyukai