Anda di halaman 1dari 3

Analisis Nilai Tambah

Analisis nilai tambah bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diterima setiap entitas
pada rantai pasok labu kuning. Pada pemetaan rantai pasok labu kuning terdapat 3 entitas sehingga
perhitungan nilai tambah berbeda. Perbedaan nilai tambah pada rantai pasok disebabkan setiap entitas
memiliki perubahan nilai yang berbeda tergantung pada input, proses, dan perlakuan yang diberikan
terhadap labu kuning sehingga berpengaruh terhadap analisis nilai tambahnya (Asrol, 2018). 3 entitas
baik petani, pengepul daan pedagang pengecer memiliki nilai tambah yang berbeda sesuai dengan
perlakuan terhadap input labu kuning. Perbedaan nilai tambah labu kuning dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Analisis nilai tambah metode hayami pada labu kuning
Nilai
No Variabel
Petani Pengepul Pengecer
Output, Input dan Harga
1 Ouput (kg) 40.000 40.000 3000
2 Input bahan baku (kg) 2 2 2
3 Input tenaga kerja (HOK) 2 2 1
Faktor konversi (Kg output/kg bahan
4 20.000 20.000 1.500
baku)
5 Koefisien tenaga kerja (HOK/Kg) 1 1 0,50

6 Harga Ouput(IDR/Kg) Rp 3.000 Rp 5.000 Rp 10.000


Rata-Rata upah tenaga kerja
7 Rp 180.000 Rp 180.000 Rp 75.000
(IDR/HOK/Kg)
Pendapatan dan Keuntungan
8 Harga bahan baku (Rp/Kg) Rp 82.000 Rp 85.000 Rp 90.000
9 Sumbangan input lain (Rp/Kg) Rp. 2.075.000 Rp.0 Rp.0
10 Nilai output (Rp/Kg) Rp. 60.000.000 Rp. 60.000.000 Rp.15.000.000
11.a Nilai tambah (Rp/Kg) Rp. 57.843.000 Rp. 59.915.000 Rp. 14.910.000
11.b Rasio Nilai tambah (%) 0,96% 1% 0,99%
12.a Imbalan tenaga kerja (Rp/Kg) Rp.180.000 Rp. 180.000 Rp. 37.500
12.b Bagian tenaga kerja (%) 0,31% 0,30% 0,25%
13.a Keuntungan (Rp/Kg) Rp. 57.663.000 Rp. 59.735.000 Rp. 14.872.500
13.b Tingkat keuntungan (%) 96,11% 99,56% 99,15%
Balas jasa dari Faktor-Faktor Produksi
14 Marjin (Rp/Kg) Rp. 59.918.000 Rp. 59.915.000 Rp. 14.910.000
14.a Imbalan tenaga kerja (%) 0% 0% 0%
14.b Sumbangan input lain (%) 0,03% 0% 0%
14.c Keuntungan (%) 0,96% 1% 1%

Berdasarkan Tabel 1 Perhitungan Nilai Tambah Labu Kuning Mertode Hayami di


desa Telaga Langsat Kabupaten Tanah Laut memiliki rasio nilai tambah yang berbeda karena
disebabkan data yang didapat oleh setiap entitas pada output, input bahan baku, input tenaga
kerja, harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku serta input lain yang memiliki nilai
berbeda.
a. Petani
Output pada analisis nilai tambah ini adalah labu kuning. Labu kuning di desa
Telaga Langsat Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut petani memanen labu kuning
setiap 100 hari sekali panen. Dalam pemanenannya, labu kuning dengan luas lahan 1
hektar menghasilkan 40 ton atau sama dengan 40.000 kg satu kali panen. Input bahan
baku yaitu bibit labu kuning jumlah input yang digunakan pada petani adalah 2 kg bibit
labu kuning yang didapatkan dari pembelian dipasar petani membeli bibit per bungkus
sebungkus bibit labu kuning yaitu seberat 95 g dengan harga per bungkusnya Rp.82.000.
Input tenaga kerja pada persiapan lahan, penanaman, dan pemanenan memerlukan tenaga
kerja pada persiapan lahan diperlukan 2-4 orang tenaga kerja begitupun pada penanaman
dan pemanenan. Upah tenaga kerja yaitu bayar perhari dengan rincian untuk laki-laki
Rp.100.000 dan perempuan Rp. 80.000. Harga output atau harga penjualan pada labu
kuning yaitu sebesar Rp.3.000. Input lain pada petani yaitu pupuk dan pestisida untuk
perawatan labu kuning sehingga tumbuh dengan baik menggunakan pupuk mutiara 16
sebanyak 1 sak atau sama dengan 50 kg dengan harga sebesar Rp.1.000.000, Urea
sebanyak 50 kg dengan harga Rp.1.000.000 dan untuk hama yang menyerang ketika
proses pertumbuhan dengan menggunakan pestisida yang harganya Rp.75.000 satu botol.
b. Pengepul
Labu kuning yang diambil pengepul ke petani di desa Telaga Langsat Kecamatan
Pelaihari Kabupaten Tanah Laut sebanyak 40.000 kg. Input yang digunakan pada analisis
nilai tambah ini adalah labu kuning. Hasil analisis dengan metode Hayami, jumlah input
yang digunakan pada pengepul adalah 2 kg. Bibit labu kuning didapatkan dari pembelian
dipasar oleh petani. Input tenaga kerja pada analisis nilai tambah ini adalah dihitung dari
semua pekerja yang berperan dalam proses pengangkutan dan penjualan labu kuning ke
pengecer-pengecer. Pada proses pengangkutan penjualan labu kuning diperlukan 2 orang
tenaga kerja denggan waktu kerja 7-8 jam/hari. Berdasarkan perhitungan analisis nilai
tambah pada tabel 1, faktor konversi didapatkan dari hasil pembagian input bahan baku
dan output. Dan hasil dari faktor konversi dari labu kuning adalah sebesar 20.000 kg.
Koefisien tenaga kerja adalah hasil pembagian dari input tenaga kerja dan input bahan
baku. Maka diperoleh nilai koefisien tenaga kerja sebesar 1, artinya untuk proses
pengangkutan dan penjualan labu kuning hanya dibutuhkan 1 orang pekerja karena
proses pengangkutan dan penjualan labu kuning masih bisa dilakukan dengan 1 orang
pekerja. Harga output labu kuning yang dijual pengepul ke pengecer sebesar Rp
5.000/kg. Harga output yang dijual pengecer ditentukan oleh harga pasar dan tergantung
ukuran dari labu kuning tersebut. Upah rata-rata tenaga kerja pada analisis nilai tambah
ini adalah Rp 180.000. Input lain pada analisis nilai tambah ini adalah Rp 0, karena
pengepul tidak memerlukan pestisida dan pupuk seperti petani.
c. Pengecer
Pengecer menghasilkan output berupa labu kuning yang dibeli di pengepul atau
petani. Output pengecer labu kuning yaitu sebanyak 3000 kg. Input yang digunakan pada
analisis nilai tambah ini adalah labu kuning yang diperoleh dari pengepul. Hasil analisis
dengan metode Hayami, jumlah input yang digunakan pada pengepul adalah 2 kg. Bibit
labu kuning didapatkan dari pembelian dipasar oleh petani. Input tenaga kerja pada
analisis nilai tambah ini adalah supir pengangkut labu kuning yang siap untuk dijual oleh
pengecer ke pasar (konsumen), tenaga kerja yang diperlukan hanya ada 1 orang.
Berdasarkan perhitungan analisis nilai tambah pada tabel 1, faktor konversi didapatkan
dari hasil pembagian input bahan baku dan output. Dan hasil dari faktor konversi dari
labu kuning adalah sebesar 1.500 kg. Harga output labu kuning yang dijual pengecer ke
konsumen sebesar Rp 10.000/kg. Harga output yang dijual pengecer ditentukan oleh
ukuran dari labu kuning tersebut. Upah rata-rata tenaga kerja pada analisis nilai tambah
ini adalah Rp 75.000. Input lain pada analisis nilai tambah ini adalah Rp 0, karena
pengecer tidak memerlukan pestisida dan pupuk seperti petani.
Rasio nilai tambah yang berbeda karena disebabkan oleh faktor perlakuan yang
berbeda. Rasio nilai tambah pada entitas petani yaitu sebesar 0,96% dengan nilai Rp.
57.843.000 , pengepul sebesar 1% dengan nilai Rp. 59.915.000 dan pedagang pengecer
0,99% dengan nilai Rp. 14.910.000. Pengepul memiliki rasio nilai tambah paling besar
dibandingkan petani dan pedagang pengecer. Menurut Yoesti dan Lestari (2019) besarnya
nilai tambah ditentukan oleh besarnya nilai output, harga bahan baku dan harga input lain.
Dapat dilihat pada tabel 1 nilai output, harga bahan baku, dan input lain setiap entitas
memiliki nilai yang berbeda sehingga mempengaruhi hasil analisis rasio nilai tambah. Faktor
perlakuan pada setiap entitas pun juga berbeda. Proses pertumbuhan labu kuning dari proses
pertumbuhan sampai panen perlu perawatan labu kuning bisa mengalami kegagalan panen
karena disebabkan oleh faktor cuaca seperti panas ketimuran dan ketika gerhana matahari dan
bulan banyaknya hama juga mempengaruhi dalam keberhasilan panen. Adanya hama yang
ada pada tanaman labu kuning dapat mengakibatkan buah labu kuning membusuk dan rusak
sehingga hasil panen menjadi sedikit dan petani menggalami kerugian (Lina dkk., 2017).
Pengepul melakukan pensortiran pada labu kuning yang memiliki mutu baik dan yang
kurang baik yang dilihat dari segi fisiknya. Labu kuning mengalami kerusakan ketika labu
kuning kulitnya berwarna kehitaman dan sedikit lembek (Permatasari.A,2023). Mengetahui
labu kuning memiliki kualitas yang baik dengan cara memeriksa kulit labu yang kulitnya
keras dan permukaannya halus, warna labu kuning yang tidak kehitaman, labu kuning yang
masih bertangkai dan jika ingin mengetahui labu kuning yang matang dengan cara diketuk
permukaan kulitnya, labu kuning yang matang cenderung memiliki suara ketukan yang agak
bergema (Lyliana.L,2021).
Pedagang pengecer juga melakukan pensortiran pada labu kuning dengan memilah
produk yang mutunya baik dengan produk yang mulai mengalami penurunan mutu. Seperti
kerusakan mekanis pada labu kuning. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kualitas terbaik
sesuai kebutuhan konsumen. Menurut Amalia dkk. (2018) Kerusakan mekanis perlu
dipertimbangkan di berbagai aktivitas rantai pasokan, karena dapat menjadi titik awal
kerusakan lainnya, seperti kerusakan kimia dan mikrobiologis.
Pada tabel 1 setiap entitas memiliki tingkat keuntungan yang berbeda. Petani memliki
keuntungan sebesar 96,11%, pengepul 99,56%, dan pedagang pengecer 99,15%. Keuntungan
yang paling besar yaitu pada pengepul dengan keuntungan sebesar 99,56%. Berdasarkan hasil
keuntungan yang diperoleh pemasaran yang paling baik pemasaran pengepul ke pengecer
karena harga jual produk relatif lebih tinggi sehingga keuntungan yang diperoleh juga lebih
tinggi (Bubun dkk., 2018).

Anda mungkin juga menyukai