Anda di halaman 1dari 2

PENDAPATAN REGIONAL

a. Defenisi Pendapatan Regional

Pendapatan regional merujuk pada jumlah pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat di
suatu wilayah tertentu. Tingkat pendapatan dapat dihitung dari total pendapatan keseluruhan
wilayah atau rata-rata pendapatan per individu dalam wilayah tersebut. Ketika menganalisis atau
membahas pembangunan regional, penting untuk memperhatikan tingkat pendapatan masyarakat
di wilayah tersebut karena pendapatan merupakan salah satu indikator utama pembangunan.
Selain pendapatan, parameter lain seperti penciptaan lapangan kerja dan distribusi pendapatan
juga penting untuk dipertimbangkan karena keterkaitannya dengan peningkatan pendapatan
masyarakat di wilayah tersebut. Alat ukur dan metode yang digunakan untuk menilai tingkat
pendapatan masyarakat perlu dipahami dengan baik. Nilai tambah ini mencerminkan tingkat
kesejahteraan masyarakat setempat, dengan asumsi bahwa seluruh pendapatan tersebut dinikmati
oleh masyarakat setempat.

Pendapatan regional juga didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang dan jasa-
jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah selama satu tahun
(Sukino, 1985). Sedangkan menurut Tarigan (2004), Pendapatan regional adalah tingkat
pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total
pendapatan wilayah maupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam
menghitung pendapatan regional hanya dipakai konsep Domestik, yang berarti seluruh nilai
tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan kegiatan
usahanya disuatu wilayah (baikkabupaten maupun provinsi) dihitung dan dimasukkan ke produk
wilayah tersebut tanpa memperhatikan kepemilikkan faktor-faktor produksi tersebut, dengan kata
lain PDRB menunjukkkan gambaran "Product Originated".

b. Konsep Nilai Tambah

Dalam diskusi mengenai pendapatan dan pertumbuhan regional, penting untuk


memahami konsep nilai tambah. Salah satu kesalahan umum adalah menganggap pendapatan
regional sama dengan nilai produksi di wilayah tersebut. Sebenarnya, nilai produksi tidak identik
dengan nilai tambah karena dalam nilai produksi terdapat biaya antara, seperti biaya pembelian
bahan baku atau impor, yang telah dihitung sebagai produksi di wilayah lain.
Nilai tambah, di sisi lain, adalah selisih antara harga jual barang dan harga beli bahan
baku serta jasa yang digunakan untuk menghasilkan barang tersebut. Menghitung nilai produksi
sebagai pendapatan regional dapat menyebabkan perhitungan ganda (double-counting).
Misalnya, ketika seorang tukang kue menjual kue dengan harga tertentu, nilai produksi tersebut
seharusnya dikurangi dengan biaya bahan baku yang telah dihitung dalam sektor lain.

Sebagai contoh sederhana, seorang petani yang menanam jagung harus mengeluarkan
biaya sebagai berikut:

No. Jenis Kegiatan Pengeluaran


1 Membeli bibit 25kg @Rp. 8.000,00 Rp. 200.000,00
2 Menyewa traktor untuk lahan 1 Ha Rp. 300.000,00
3 Tenaga kerja yang digaji 50 hk @Rp. 8.000,00 Rp. 400.000,00
4 Pupuk 250 kg @Tp. 2.000,00 Rp. 500.000,00
5 Pestisida 10 liter @Rp. 50.000.00 Rp. 500.000,00
6 Sewa mesin pipil Rp. 500.000,00
Total Pengeluaran Rp. 2.400.000,00
Hasil Produksi 5.000 kg @Rp. 1000,00 Rp. 5.000.000,00
Keuntungan Rp. 2.600.000,00

Dari contoh diatas baya antaranya adalah bibit, pupuk, dan pestisida sebesar Rp.
1.200.000,00 sehingga nilai tambah dari kegiatan tersebut adalah Rp. 5.000.000,00- Rp.
1.200.000,00 = Rp. 3.800.000,00. Ini adalah bagian yang bias dinikmati masyarakat setempat
seandainya seluruh faktor-faktor produksi itu dimiliki oleh masyarakat setempat dengan catatan
dari penghasilan tersebut masih perlu dikurangkan biaya penyusutan dan pajak yang mungkin
ditagih pemerintah. Nilai tambah dalam hal ini adalah selisih antara harga jual jagung dengan
total biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk memproduksi jagung tersebut.

c. Jenis-Jenis Pendapatan Regional

Anda mungkin juga menyukai