Anda di halaman 1dari 16

PENDAPATAN REGIONAL

Oleh

AFDHALUDDIN PULUNGAN
( 201808024 )

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS GRAHA NUSANTARA
2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan


atas Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat dan
sekalian umatnya yang bertakwa. Atas berkat rahmat serta inayah Allah
jugalah penulis telah dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul :“PENDAPATAN REGIONAL ”. Adapun penyusunan makalah
ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi
Regional,Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak


menutup kemungkinan apabila masih terdapat kesalahan dan
kekurangan.Dengan lapang dada penulis menerima saran dan kritiknya
demi untuk menambah wawasan.Semoga karya ilmiah ini mendatangkan
manfaat bagi penulis khususnya dan bagi rekan-rekan semua pada
umumnya. Amin

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

2
A. Latar Belakang

Tujuan dari kebijakan ekonomi adalah menciptakan kemakmuran. Salah satu


ukuran kemakmuran terpenting adalah pendapatan. Kemakmuran tercipta karena
ada kegiatan yang menghasilkan pendapatan. Ada juga pendapatan dari harta,
tetapi harta adalah akumulasi dari kegiatan sebelumnya.

Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada


wilayah analisis . tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah
maupun pendapatan rata-rata wilayah tersebut. Menganalisis suatu region atau
membicarakan pembangunan regional tidak mungkin terlepas dari membahas
tingkat pendapatan masyarakat diwilayah tersebut. Ada beberapa parameter yang
bisa digunakan untuk mengukur adanya pembangunan wilayah. Salah satu
parameter terpenting adalah meningkatnya pendapatan masyarakat. Parameter
lain, seperti meningkatkan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan juga sangat
terkait dengan peningkatan pendapatan masyarakat diwilayah tersebut, yaitu yang
dimaksud adalah pendapatan rata-rata msyarakat, untuk itu perlu mengetahui alat
ukur dan metode yang dipakai untuk menetapkan besarnya tingkat pendapatan
masyarakat.nilai tambah inilah yang mengukur tingkat kemakmuran masyarakat
setempat dengan asumsi seluruh pendapatan itu dinikmati masyarakat setempat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dan definisi nilai tambah/ pendapatan regional?
2. Seperti apa metode perhitungan pendapatan regional?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep dan Pengertian Nilai Tambah


Dalam membicarakan pendapatan dan pertumbuhan regional, sangat perlu
diketahui tentang konsep/ arti nilai tambah. Kesalahan yang biasa terjadi adalah
apabila orang menganggap bahwa pendapatan regional adalah identik dengan nilai
produksi yang dihasilkan diwilayah tersebut. Sebenarnya nilai produksi tidak
sama dengan nilai tambah karena dalam nilai produksi terdapat biaya antara
(intermediante cost), yaitu biaya pembelian / biaya perolehan dari sektor lain yang
telah dihitung sebagai produksi atau berasal dari impor (dihitung sebagai nilai
produksi di Negara pengekspor). 1
Menghitung nilai produksi sebagai pendapatan regional bisa mengakibatkan
perhitungan ganda (double-counting). Misalnya seorang tukang kue menghasilkan
100 buah kue per hari yang di jualnya dengan harga @300,00 sehingga nilai
penjualannya/ nilai produksinya adalah Rp. 30.000,00. Padahal untuk
menghasilkan kue tersebut dia terpaksa membeli berbagai jenis input seperti
tepung beras, gula, kelapa, vanili, minyak goreng, dan bahan bakar. Bahan-bahan
yang digunakan tersebut telah dihitung di sector lain. Misalnya, beras deihitung
disektor pertanian dan disektor industri penggilingan beras menjadi tepung, gula
telah dihitung di sektor pertanian dan minyak goreng di sektor industri. Jika bahan
baku yang digunakan diimpor dari Negara lain, berarti nilai bahan baku itu telah
dihitung sebagai pendapatan diwilayah lain. Bahan-bahan yang berasal dari sektor
lain disebut “ biaya antara” . bibit termasuk biaya antara karena nilai produksinya
telah dihitung pada periode sebelumnya. Dengan demikian, dalam nilai produksi,
telah terdapat nilai produksi dari sektor/ kegiatan lain dan ini menimbulkan
perhitungan ganda (double-counting) apabila tidak dikurangkan.
Dalam menghitung nilai tambah suatu sektor, biaya antara harus dikeluarkan
atau dikurangkan dari nilai jual produksi pada lokasi tempat produksi. Nilai
tambah inilah yang menggambarkan tingkat kemampuan menghasilkan
pendapatan diwilayah tersebut.
1
Robinson Tarigan, ekonomi regional ; teori dan aplikasi,edisi revisi, Jakarta : Bumi
Aksara,2014, hal.13-14

4
Nilai tambah bruto terdiri dari :
a. Upah dan gaji
b. Laba atau keuntungan
c. Sewa tanah
d. Bunga uang
e. Penyusutan
f. Pajak tidak langsung neto

B. Contoh Perhitungan Nilai Tambah

Berikut adalah contoh perhitungan nilai tambah yang sangat sederhana


Misalnya, seorang petani mengolah sebidang tanah seluas 1 hektar yang ditanam
jagung. Untuk memproduksi jagung, petani tersebut mengeluarkan biaya
sebagai berikut:
1. Membeli bibit 25 kg @Rp. 8.000,00 =Rp. 200.000,00
2. Menyewa traktor untuk lahan 1 ha =Rp. 300.000,00
3. Tenaga kerja yang digaji 50 hk @Rp.8.000,00 =Rp. 400.000,00
4. Pupuk 250 kg @Rp. 2.000,00 =Rp. 500.000,00
5. Pestisida 10 liter @Rp. 50.000,00 =Rp. 500.000,00
6. Sewa mesin pipil =Rp. 500.000,00
Total pengeluaran Rp.2.400.000,00
Hasil produksi 5.000 kg @Rp. 1000,00 Rp.5.000.000,00
Keuntungan Rp.2.600.000,00

Dari contoh diatas biaya antaranya adalah bibit, pupuk, dan pestisida sebesar
Rp.1.200.000,00 sehingga nilai tambah dari kegiatan tersebut adalah Rp.
5.000.000,00- Rp.1.200.000,00 = Rp. 3.800.000,00. Ini adalah bagian yang bisa
dinikmati masyarakat setempat seandainya seluruh faktor-faktor produksi itu
dimiliki oleh masyarakat setempat dengan catatan dari penghasilan tersebut

5
masih perlu dikurangkan biaya penyusutan dan pajak yang mungkin ditagih
pemerintah.2

C. Berbagai Konsep dan Definisi

Berbagai konsep dan definisi yang biasa dipakai dalam membicarakan


pendapatan regional/ nilai tambah yaitu sebagai berikut :
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
a. PDRB atas harga berlaku
PDRB atas harga berlaku adalah jumlah ni;lai produksi atau
pendapatan atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga yang
berlaku pada tahun yang bersangkutan.
b. PDRB atas dasar konstan
PDRB atas harga konstan adalah jumlah nilai produksi atau
pendapatan atau pengeluaran yang dinilai atas dasar harga tetap (harga
pada tahun dasar) yang digunakan selama satu tahun.
c. Produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar
PDRB atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai tambah bruto (gross
value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian diwilayah
itu. Yang dimaksud dengan nilai tambah bruto adalah nilai produksi
(output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Nilai tambah
bruto mecakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah,gaji,
bunga, sewa tanah, dan keuntungan ), penyusutan, dan pajak tidak
langsung neto. Jadi, dengan menghitung nilai tambah bruto dari masing-
masing sektor dan menjumlahkannya, akan menghasilkan produk
domestik regional bruto atas harga pasar.3

2. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas harga pasar


Produk domestik regioanal neto atas dasar harga pasar dikurangi
penyusutan. Penyusutan yang dimaksud adalah nilai susut (aus) atau
pengurangan nilai barang-barang modal ( mesin-mesin, peralatan, kendaraan dan
2
Ibid, hal.16
3
Pengertian-definisi.blogspot.com/2011/10/istilah-istilah dalam produk domestik
regional bruto.html. diakses pada hari selasa 26 mei 2015 jam 18:45.

6
lainnya) karena barang modal tersebut terpakai dalam proses produksi atau
karena faktor waktu

3. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas dasar biaya faktor


PDRN atas biaya faktor adalah PDRN atas dasar biaya harga pasar
dikurangi pajak tak langsung neto. pajak tidak langsung meliputi pajak
penjualan, bea ekspor, biaya cukai, dan pajak lain-lain, kecuali pajak pendapatan
dan pajak perseroan. Pajak tidak langsung dari unit-unit produksi dibebankan
kepada pembeli sehingga harga akan otomatis dinaikan oleh produsen itu
sendiri. Berlawanan dengan pajak tidak langsung yang berakibat menaikan harga
barang, subsidi yang diberikan pemerintah kepada unit-unit produksi terutama
kepada unit-unit produksi yang dianggap penting untuk memenuhi kebutuhan
kepada masyarakat luas, akan menurunkan harga pasar. Dengan demikian,pajak
tidak langsung dan subsidi mempunyai pengaruh yang berlawanan terhadap
harga barang dan jasa (output produksi).

4. Pendapatan regional
Pendapatan regional neto adalah produk domestik regional neto atas dasar
biaya faktor dikurangi aliran dana yang mengalir keluar ditambah aliran dana
yang mengalir masuk. Produk domestik regional neto atas dasar biaya faktor,
merupakan jumlah dari pendapatan berupa upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan
keuntungan yang timbul, atau merupakan pendapatan yang berasal dari kegiatan
diwilayah tersebut. Akan tetapi pendapatan yang dihasilkan tersebut, tidak
seluruhnya menjadi pendapatan penduduk daerah lain, misalnya suatu
perusahaan yang modalnya dimiliki oleh orang luar, tetapi perusahaan tadi
beroperasi di daerah tersebut. Dengan sendirinya keuntungan perusahaan itu
sebagian akan menjadi milik orang luar, yaitu milik orang yang mempunyai
modal. Sebaliknya jika ada penduduk daerah menanamkan modal diluar daerah
makan sebagian keuntungan perusahaan akan mengalir kedaerah tersebut.

5. Pendapatan perorangan dan pendapatan yang siap dibelanjakan

7
Pendapatan perorangan merupakan pendapatan yang diterima oleh rumah
tangga. Ternyata tidak seluruh pendapatan regional diterima oleh rumah tangga,
pajak pendapatan perusahaan diterima oleh pemerintah, keuntungan yang tidak
dibagikan ditahan diperusahaan-perusahaan dan dana jaminan sosial dibayar
kepada instansi yang berwenang. Akan tetapi sebaliknya , rumah tangga masih
mnerima tambahan berupantransfer payment. Baik dari pemerintah maupun
perusahaan dan bunga netto atas utang pemerintah maupun perusahaan dan
bunga neto atas utang pemerintah apabila pendapatan perorangan dikurangi
dengan pajak yang langsung dibebankan kepada rumah tangga dan hibah yang
diberikan oleh rumah tangga, hasilnya merupakan pendapatan yang siap
dibelanjakan (disposable income).

6. Pendapatan regional atas dasar harga konstan


Harga konstan artinya harga produk didasarkan atas harga pada tahun
tertentu. Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk
penetuan harga konstan. Jadi, kenaikan pendapatan hanya disebabkan oleh
meningkatnya jumlah fisik produksi karena harga dianggap tetap/konstan. Akan
tetapi, pada sektor jasa yang tidak memiliki unit produksi, nilai produksi
dinyatakan dalam harga jual.

7. Pendapatan perkapita
Pendapatan perkapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah
penduduk didaerah tersebut untuk tahun yang sama. Angka yang digunakan
semestinya adalah total pendapatan regional dibagi jumlah penduduk. Akan
tetapi, angka ini sering kali tidak diperoleh sehingga diganti dengan total PDRB
atas dasar harga pasar dibagi dengan jumlah penduduk. Angka pendapatan
perkapita dapat dinyatakan dalam harga berlaku maupun dalam harga konstan 4
tergantung pada kebutuhan.

D. Metode perhitungan pendapatan retgional

4
Op cit, hal.28-20

8
Metode perhitungan pendapatan regional pada tahap pertama dapat dibagi
dalam dua metode, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode
langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data daerah atau data asli
yang menggambarkan kondisi daerah dan digali dari sumber data yang ada di
daerah itu sendiri. Hal ini berbeda dengan metode tidak langsung yang
menggunakan data dari sumber nasional yang dialokasikan kemasing-masing
daerah.
1. Metode langsung dapat dilakukan dengan menggunakan 3 macam cara,
yaitu :
a. Pendekatan produksi
Pendekatan produksi adalah penghitungan nilai tambah barang dan
jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan/ sektor ekonomi dengan cara
mengurangkan biaya antara dari total nilai produksi bruto sector atau
subsektor tersebut. Pendekatan ini banyak digunakan untuk
memperkirakan nilai tambah dari sektor/ kegiatan yang produksinya
berbentuk fisik/ barang, seperti pertanian, pertambangan, dan industri
sebagainya. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output)
dan nilai biaya antara( intermediate cost), yaitu bahan baku/ penolong dari
luar yang dipakai dalam proses produksi . sektor jasa yang menerima
pembayaran atas jasa yang diberikannya (sesuai dengan harga pasar),
masih bisa dihitung dengan pendekatan produksi. Akan tetapi, akan leih
muda apabila dihitung dengan pendekatan pendapatan.

b. Pendekatan pendapatan

Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan


ekonomi diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa yang
diterima faktor produksi, yaitu upah dan gaji surplus usaha, penyusutan,
dan pajak tidak langsung neto. metode pendekatan pendapatan banyak
dipakai pada sektor jasa, tetapi tidak dibayar setara harga pasar, misalnya
sektor pemerintahan.

9
c. Pendekatan pengeluaran
Pendapatan dari segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai
penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi didalam negeri. jika
dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan/ produksi barang dan
jasa itu digunakan untuk :
(a) Konsumsi rumah tangga
(b) Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung
(c) Konsumsi pemerintah
(d) Pembentukan modal tetap bruto (investasi)
(e) Perubahan stok, dan
(f) Ekspor neto

Ekspor neto adalah total ekspor dikurangi total impor. Total penyediaan
(total barang dan jasa yang tersedia) didalam negeri saja maka total konsumsi
harus dikurangi dengan nilai impor kemudian ditambah dengan nilai ekspor.
Sebenarnya pendekatan pengeluaran juga menghitung juga apa yang
diproduksi diwilayah tersebut tetapi hanya yang menjadi konsumsi atau
penggunaan akhir. Berbeda dengan pendekatan produksi, pendekatan
pengeluran tidak menimbulkan perhitungan ganda karena apa yang telah di
konsumsi seseorang atau lembaga sebagai konsumsi akhir tidak akan dapat
lagi dikonsumsi orang atau lembaga lain.

2. Metode tidak langsung


Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk
domestic bruto dari wilayah yang lebih luas kemasing-masing bagian
wilayah, misalnya mengalokasikan PDB Indonesia kesetiap provinsi
dengan menggunakan alokator tertentu, alokator yang digunakan yaitu :
a. Nilai produksi bruto atau neto setiap sector/ subsector, pada
wilayah yang dialokasikan
b. Jumlah produksi pisik
c. Tenaga kerja
d. Penduduk, dan
e. Alokator tridak langsung lainnya.

1
0
Dengan menggunakan salah satu atau kombinasi dari beberapa
alokator dapat diperhitungkan persentase bagian masing-masing provinsi
terhadap nilai tambah setiap sektor dan subsektor.

E. Ketidakmerataan Pendapatan Regional


Secara regional atau antarwilayah , berlangsung pula ketidak merataan
distribusi pendapatan antar lapisan masyarakat. Bukan hanya itu bahkan
diwilayah-wilayah di Indonesia bahkan terdapat ketidak merataan tingkat
pendapatan itu sendiri. Jadi, dalam perspektif antar wilayah, ketidak
merataan terjadi baik dalam hal tingkat pendapatan masyarakat antar
wilayah yang satu dengan yang lain. Maupun dalam hal distribusi
pendapatan dikalangan penduduk masing-masing wilayah (region).5

TABEL 1.1 koefisien gini di Pulau Jawa dan Luar Jawa Daerah Pedesaan
dan Daerah Perkotaan, pada Tahun 1976- 1984 (dihitung berdasarkan data
pendapatan)

wilayah dan
1976 1978 1984
daerah 1982
pulau jawa 0,505 0,521 0,447 0,435
daerah perdesaan 0,479 0,483 0,411 0,380
daerah perkotaan 0,445 0,487 0,394 0,418
luar jawa 0,461 0,425 0,464 0,389
derah perdesaan 0,456 0,437 0,460 0,356
daerah perkotaan 0,402 0,360 0,365 0,391

Dalam perbandingan antara Pulau Jawa dan Luar Jawa, secara umum
ditribusi pendapatan dikalangan lapisan-lapisan masyarakat di luar Jawa lebih
baik dari pada di Jawa, namun demikian, distribusi itu sendiri semakin membaik
5
Dumairy, Perekonomian Indonesia, Jakarta: Erlangga,1996, hal.59

1
1
dikedua wilayah. Dalam perspektif perbandingan antar daerah dimasing-masing
wilayah, terdapat kecendrungan yang sama dikedua wilayah. Pada tahun1976,
baik di Jawa maupun diluar Jawa .

Distribusi pendapatan diderah perdesaaan lebih timpang dari pada diaerah


perkotaan.akan tetapi pada tahun 1984, distribusi pendapatan orang-orang desa di
kedua wilayah ini menjadi lebih merata dibandingkan distribusi pendapatan
orang-orang kotanya.

Dalam hal tingkat pendapatannya sendiri , terdapat perbedaan yang cukup


mencolok diantara wilayah-wilayah ditanah Air perbandingannya dapat dilakukan
melalui angka-angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita antar
propinsi. PDRB perkapita sangat tidak merata, merentang dari yang terendah
sebesar Rp. 431 ribu per tahun (Timor Timur) hingga yang tertinggi sebesar
Rp.6,33 juta per tahun(Kalimantan Timur). Angka ini adalah data tahun 1991
menurut perhitungan nominal berdasarkan harga yang berlaku, sebagaimana
diperlihatkan oleh table 1.2 polanya tidak berbeda jika dihitung secara riil
berdasarkan harga konstan tahun 1983 pola dat tahun 1991 ini juga tak berbeda
banyak dengan pola data tahun 1986 . 12 propinsi yang tercantum didalam table
ini bertanda bintang (*) maksudnya perhitungan PDRB mereka termasuk nilai
tambah dari minyak bumi dan hasil-hasilnya. Perhitungan PDRB propinsi-
propinsi selebihnya tidak demikian karena memang tidak menghasilkan minyak
bumi.6

TABEL 1.2 PDRB per Kapita Menurut Harga Berlaku dan Harga Konstan, pada
tahun 1986 dan 1991(dalam ribuan rupia)

Tahun Tahun
Propinsi 1988 1991
HB HK-83 HB HK-83
Daerah Istimewa
1.712
Aceh* 1930 2228 1689
Sumatra Utara* 551 440 1173 616
Sumatra Barat 495 381 932 484
Riau* 2.732 2660 4445 2597

6
Ibid, hal 60

1
2
Jambi* 407 336 755 429
Sumatra Selatan* 838 772 1410 802
Bengkulu 458 339 779 411
Lampung 335 260 597 330
DKI Jakarta 1.702 1364 3112 1757
Jawa Barat* 495 426 1026 535
Jawa Tengah* 423 348 906 453
Di Yogyakarta 408 311 754 391
Jawa Timur* 510 415 1043 549
Kalimantan Barat 475 387 990 513
Kalimantan Tengah 627 498 1142 589
Kalimantan
526
Selatan* 432 1040 556
Kalimantan Timur* 3.537 3419 6333 3205
Sulawesi Utara 378 315 685 413
Sulawesi Tengah 353 277 630 365
Sulawesi Selatan 405 327 750 434
Sulawesi Tenggara 366 321 707 434
Bali 641 436 1251 620
Nusa tenggara
250
Barat 204 461 258
Nusa Tenggara
243
Timur 193 404 227
Maluku* 445 367 941 495
Irian Jaya* 769 588 1349 707
Timor Timur 202 151 431 303
INDONESIA 623 523 1254 679

Di antara 27 propinsi di tanah air, per tahun 1991 hanya ada 6 propinsi yang
PDRB per kapitanya lebih besar dari pada PDB per kapita Indonesia. Angka PDB
per kapita Indonesia di sini termasuk minyak bumi dan hasil-hasilnaya. Keenam
propinsi dimaksud adalah daerah Istimewa Aceh, Riau, Sumatra Selatan, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta ,Kalimantan Timur, dan Irian Jaya. Berarti keenam
propinsi inilah yang pendapatan perkapita penduduknya lebih tinggi dari pada
pendapatan perkapita rata-rata Indonesia . tidak semua propinsi menghasilkan
minyak bumi memiliki PDRB perkapita lebih besar dari pada PDB per kapita. Di
lain pihak, diantara enam propinsi yang pendapatan perkapitanya lebih besar dari
pada pendapatan perkapita Indonesia, ada yang tidak menghasilkan minyak bumi
yaitu DKI Jakarta.

1
3
Lebih besarnya pendapatan perkapita penduduk Jakarta dari pada penduduk
Indonesia sebagai keseluruhan, meskipun propinsi ini tidak menghasilkan minyak
bumi sehingga dimaklum Jakarta merupakan Ibukota Negara. Wilayah ini bukan
saja pusat pemerintahan, tapi sekaligus juga menjadi pusat perekonomian.
Kegiatan ekonomi Indonesia bertumpu disini. Oleh karena tumpuan itu sudah
berlebihan sehingga menyebabkan wilayah-wilayah lain menjadi kurang
berkembang. Dari fakta ini cukup diketahui bahwa selama ini berlangsung ketidak
merataan aktivitas ekonomi atau kegiatan pembangunan antar wilayah ditanah air.
Fakta ini semakin terbukti apabila dilihat dari fakta-fakta lain.

Kembali ke table 1.2 kita perhatikan data tahun 1986 menurut harga berlaku,
PDRB perkapita Bali, propinsi yang juga tidak menghasilkan minyak bumi, lebih
besar dari pada PDB perkapita Indonesia. Artinya propinsi ini dalam
perbandingan antar waktu antara tahun 1983 dan tahun 1986, ternyata tidak
menghasilkan kenaikan produksi riil. Kenaikan PDRB propinsi ini lebih
disebabkan kenaikan harga-harga . dengan kata lain, laju inflasi propinsi ini pada
tahun 1986 lebih cepat dari pada laju inflasi Indonesia sebagai keseluruhan.

1
4
BAB III

KESIMPULAN

1. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat


pada wilayah analisis
2. Nilai tambah bruto terdiri dari :
g. Upah dan gaji
h. Laba atau keuntungan
i. Sewa tanah
j. Bunga uang
k. Penyusutan
3. Berbagai konsep dan definisi yang biasa dipakai dalam membicarakan
pendapatan regional/ nilai tambah yaitu sebagai berikut :
a. Produk Domestik Regional bruto (PDB)
b. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas harga pasar
c. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas dasar biaya faktor
d. Pendapatan regional
e. Pendapatan perorangan dan pendapatan yang siap dibelanjakan
f. Pendapatan regional atas dasar harga konstan
g. Pendapatan perkapita
4. Metode perhitungan pendapatan retgional ada dua,diantaranya yaitu:
a. Metode langsung
b. Metode tidak langsung

1
5
DAFTAR PUSTAKA

Tarigan Robinson,2014. Ekonomi Regional ;teori dan aplikasi.


jakarta; Bumi Aksara
Pengertian-definisi.blogspot.com/2011/10/istilah-istilah dalam produk
domestik regional bruto.html.
Dumairy,1996. Perekonomian Indonesia, Jakarta: Erlangga

1
6

Anda mungkin juga menyukai