Oleh
AFDHALUDDIN PULUNGAN
( 201808024 )
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS GRAHA NUSANTARA
2020/2021
1
KATA PENGANTAR
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
2
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dan definisi nilai tambah/ pendapatan regional?
2. Seperti apa metode perhitungan pendapatan regional?
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Nilai tambah bruto terdiri dari :
a. Upah dan gaji
b. Laba atau keuntungan
c. Sewa tanah
d. Bunga uang
e. Penyusutan
f. Pajak tidak langsung neto
Dari contoh diatas biaya antaranya adalah bibit, pupuk, dan pestisida sebesar
Rp.1.200.000,00 sehingga nilai tambah dari kegiatan tersebut adalah Rp.
5.000.000,00- Rp.1.200.000,00 = Rp. 3.800.000,00. Ini adalah bagian yang bisa
dinikmati masyarakat setempat seandainya seluruh faktor-faktor produksi itu
dimiliki oleh masyarakat setempat dengan catatan dari penghasilan tersebut
5
masih perlu dikurangkan biaya penyusutan dan pajak yang mungkin ditagih
pemerintah.2
6
lainnya) karena barang modal tersebut terpakai dalam proses produksi atau
karena faktor waktu
4. Pendapatan regional
Pendapatan regional neto adalah produk domestik regional neto atas dasar
biaya faktor dikurangi aliran dana yang mengalir keluar ditambah aliran dana
yang mengalir masuk. Produk domestik regional neto atas dasar biaya faktor,
merupakan jumlah dari pendapatan berupa upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan
keuntungan yang timbul, atau merupakan pendapatan yang berasal dari kegiatan
diwilayah tersebut. Akan tetapi pendapatan yang dihasilkan tersebut, tidak
seluruhnya menjadi pendapatan penduduk daerah lain, misalnya suatu
perusahaan yang modalnya dimiliki oleh orang luar, tetapi perusahaan tadi
beroperasi di daerah tersebut. Dengan sendirinya keuntungan perusahaan itu
sebagian akan menjadi milik orang luar, yaitu milik orang yang mempunyai
modal. Sebaliknya jika ada penduduk daerah menanamkan modal diluar daerah
makan sebagian keuntungan perusahaan akan mengalir kedaerah tersebut.
7
Pendapatan perorangan merupakan pendapatan yang diterima oleh rumah
tangga. Ternyata tidak seluruh pendapatan regional diterima oleh rumah tangga,
pajak pendapatan perusahaan diterima oleh pemerintah, keuntungan yang tidak
dibagikan ditahan diperusahaan-perusahaan dan dana jaminan sosial dibayar
kepada instansi yang berwenang. Akan tetapi sebaliknya , rumah tangga masih
mnerima tambahan berupantransfer payment. Baik dari pemerintah maupun
perusahaan dan bunga netto atas utang pemerintah maupun perusahaan dan
bunga neto atas utang pemerintah apabila pendapatan perorangan dikurangi
dengan pajak yang langsung dibebankan kepada rumah tangga dan hibah yang
diberikan oleh rumah tangga, hasilnya merupakan pendapatan yang siap
dibelanjakan (disposable income).
7. Pendapatan perkapita
Pendapatan perkapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah
penduduk didaerah tersebut untuk tahun yang sama. Angka yang digunakan
semestinya adalah total pendapatan regional dibagi jumlah penduduk. Akan
tetapi, angka ini sering kali tidak diperoleh sehingga diganti dengan total PDRB
atas dasar harga pasar dibagi dengan jumlah penduduk. Angka pendapatan
perkapita dapat dinyatakan dalam harga berlaku maupun dalam harga konstan 4
tergantung pada kebutuhan.
4
Op cit, hal.28-20
8
Metode perhitungan pendapatan regional pada tahap pertama dapat dibagi
dalam dua metode, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode
langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data daerah atau data asli
yang menggambarkan kondisi daerah dan digali dari sumber data yang ada di
daerah itu sendiri. Hal ini berbeda dengan metode tidak langsung yang
menggunakan data dari sumber nasional yang dialokasikan kemasing-masing
daerah.
1. Metode langsung dapat dilakukan dengan menggunakan 3 macam cara,
yaitu :
a. Pendekatan produksi
Pendekatan produksi adalah penghitungan nilai tambah barang dan
jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan/ sektor ekonomi dengan cara
mengurangkan biaya antara dari total nilai produksi bruto sector atau
subsektor tersebut. Pendekatan ini banyak digunakan untuk
memperkirakan nilai tambah dari sektor/ kegiatan yang produksinya
berbentuk fisik/ barang, seperti pertanian, pertambangan, dan industri
sebagainya. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output)
dan nilai biaya antara( intermediate cost), yaitu bahan baku/ penolong dari
luar yang dipakai dalam proses produksi . sektor jasa yang menerima
pembayaran atas jasa yang diberikannya (sesuai dengan harga pasar),
masih bisa dihitung dengan pendekatan produksi. Akan tetapi, akan leih
muda apabila dihitung dengan pendekatan pendapatan.
b. Pendekatan pendapatan
9
c. Pendekatan pengeluaran
Pendapatan dari segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai
penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi didalam negeri. jika
dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan/ produksi barang dan
jasa itu digunakan untuk :
(a) Konsumsi rumah tangga
(b) Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung
(c) Konsumsi pemerintah
(d) Pembentukan modal tetap bruto (investasi)
(e) Perubahan stok, dan
(f) Ekspor neto
Ekspor neto adalah total ekspor dikurangi total impor. Total penyediaan
(total barang dan jasa yang tersedia) didalam negeri saja maka total konsumsi
harus dikurangi dengan nilai impor kemudian ditambah dengan nilai ekspor.
Sebenarnya pendekatan pengeluaran juga menghitung juga apa yang
diproduksi diwilayah tersebut tetapi hanya yang menjadi konsumsi atau
penggunaan akhir. Berbeda dengan pendekatan produksi, pendekatan
pengeluran tidak menimbulkan perhitungan ganda karena apa yang telah di
konsumsi seseorang atau lembaga sebagai konsumsi akhir tidak akan dapat
lagi dikonsumsi orang atau lembaga lain.
1
0
Dengan menggunakan salah satu atau kombinasi dari beberapa
alokator dapat diperhitungkan persentase bagian masing-masing provinsi
terhadap nilai tambah setiap sektor dan subsektor.
TABEL 1.1 koefisien gini di Pulau Jawa dan Luar Jawa Daerah Pedesaan
dan Daerah Perkotaan, pada Tahun 1976- 1984 (dihitung berdasarkan data
pendapatan)
wilayah dan
1976 1978 1984
daerah 1982
pulau jawa 0,505 0,521 0,447 0,435
daerah perdesaan 0,479 0,483 0,411 0,380
daerah perkotaan 0,445 0,487 0,394 0,418
luar jawa 0,461 0,425 0,464 0,389
derah perdesaan 0,456 0,437 0,460 0,356
daerah perkotaan 0,402 0,360 0,365 0,391
Dalam perbandingan antara Pulau Jawa dan Luar Jawa, secara umum
ditribusi pendapatan dikalangan lapisan-lapisan masyarakat di luar Jawa lebih
baik dari pada di Jawa, namun demikian, distribusi itu sendiri semakin membaik
5
Dumairy, Perekonomian Indonesia, Jakarta: Erlangga,1996, hal.59
1
1
dikedua wilayah. Dalam perspektif perbandingan antar daerah dimasing-masing
wilayah, terdapat kecendrungan yang sama dikedua wilayah. Pada tahun1976,
baik di Jawa maupun diluar Jawa .
TABEL 1.2 PDRB per Kapita Menurut Harga Berlaku dan Harga Konstan, pada
tahun 1986 dan 1991(dalam ribuan rupia)
Tahun Tahun
Propinsi 1988 1991
HB HK-83 HB HK-83
Daerah Istimewa
1.712
Aceh* 1930 2228 1689
Sumatra Utara* 551 440 1173 616
Sumatra Barat 495 381 932 484
Riau* 2.732 2660 4445 2597
6
Ibid, hal 60
1
2
Jambi* 407 336 755 429
Sumatra Selatan* 838 772 1410 802
Bengkulu 458 339 779 411
Lampung 335 260 597 330
DKI Jakarta 1.702 1364 3112 1757
Jawa Barat* 495 426 1026 535
Jawa Tengah* 423 348 906 453
Di Yogyakarta 408 311 754 391
Jawa Timur* 510 415 1043 549
Kalimantan Barat 475 387 990 513
Kalimantan Tengah 627 498 1142 589
Kalimantan
526
Selatan* 432 1040 556
Kalimantan Timur* 3.537 3419 6333 3205
Sulawesi Utara 378 315 685 413
Sulawesi Tengah 353 277 630 365
Sulawesi Selatan 405 327 750 434
Sulawesi Tenggara 366 321 707 434
Bali 641 436 1251 620
Nusa tenggara
250
Barat 204 461 258
Nusa Tenggara
243
Timur 193 404 227
Maluku* 445 367 941 495
Irian Jaya* 769 588 1349 707
Timor Timur 202 151 431 303
INDONESIA 623 523 1254 679
Di antara 27 propinsi di tanah air, per tahun 1991 hanya ada 6 propinsi yang
PDRB per kapitanya lebih besar dari pada PDB per kapita Indonesia. Angka PDB
per kapita Indonesia di sini termasuk minyak bumi dan hasil-hasilnaya. Keenam
propinsi dimaksud adalah daerah Istimewa Aceh, Riau, Sumatra Selatan, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta ,Kalimantan Timur, dan Irian Jaya. Berarti keenam
propinsi inilah yang pendapatan perkapita penduduknya lebih tinggi dari pada
pendapatan perkapita rata-rata Indonesia . tidak semua propinsi menghasilkan
minyak bumi memiliki PDRB perkapita lebih besar dari pada PDB per kapita. Di
lain pihak, diantara enam propinsi yang pendapatan perkapitanya lebih besar dari
pada pendapatan perkapita Indonesia, ada yang tidak menghasilkan minyak bumi
yaitu DKI Jakarta.
1
3
Lebih besarnya pendapatan perkapita penduduk Jakarta dari pada penduduk
Indonesia sebagai keseluruhan, meskipun propinsi ini tidak menghasilkan minyak
bumi sehingga dimaklum Jakarta merupakan Ibukota Negara. Wilayah ini bukan
saja pusat pemerintahan, tapi sekaligus juga menjadi pusat perekonomian.
Kegiatan ekonomi Indonesia bertumpu disini. Oleh karena tumpuan itu sudah
berlebihan sehingga menyebabkan wilayah-wilayah lain menjadi kurang
berkembang. Dari fakta ini cukup diketahui bahwa selama ini berlangsung ketidak
merataan aktivitas ekonomi atau kegiatan pembangunan antar wilayah ditanah air.
Fakta ini semakin terbukti apabila dilihat dari fakta-fakta lain.
Kembali ke table 1.2 kita perhatikan data tahun 1986 menurut harga berlaku,
PDRB perkapita Bali, propinsi yang juga tidak menghasilkan minyak bumi, lebih
besar dari pada PDB perkapita Indonesia. Artinya propinsi ini dalam
perbandingan antar waktu antara tahun 1983 dan tahun 1986, ternyata tidak
menghasilkan kenaikan produksi riil. Kenaikan PDRB propinsi ini lebih
disebabkan kenaikan harga-harga . dengan kata lain, laju inflasi propinsi ini pada
tahun 1986 lebih cepat dari pada laju inflasi Indonesia sebagai keseluruhan.
1
4
BAB III
KESIMPULAN
1
5
DAFTAR PUSTAKA
1
6