Khutbah I
َو ِبَفْض ِلِه َتَتَن َّز ُل اْلَخ ْي َر اُت، اْلَح ْم ُد ِهلِل اَّلِذ ْي ِبِنْع َم ِتِه َت ِتُّم الَّصاِلَح اُت
َأْش َه ُد َأْن اَل. َو ِبَت ْو ِفْي ِقِه َتَت َح َّقُق اْلَم َقاِص ُد َو اْلَغ اَي اُت، َو اْلَبَر َك اُت
ِإَل َه ِإاَّل ُهللا َو ْح َدُه اَل َش ِر ْي َك َل ُه َو َأْش َه ُد َأَّن ُم َح َّم ًد ا َع ْب ُد ُه
اللهم َص ِّل َو َس ِّلْم َو َب اِر ْك َع َلى ُم َح َّم ٍد.َو َر ُسْو ُلُه اَل َن ِبَّي َب ْع َدُه
َفَي ا آُّي َه ا، َأَّما َب ْع ُد. َو َع َلى آِلِه َو َص ْح ِبِه الُم َج اِهِد ْي َن الَّط اِه ِر ْي َن
الَح اِض ُرْو َن ُأْو ِص ْي ُك ْم َو ِإَّي اَي ِبَت ْق َو ى ِهللا َو َط اَع ِت ِه َلَع َّلُك ْم
َي ا َأُّي َه ا اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَّتُقوا َهَّللا َح َّق ُتَقاِت ِه َو اَل َت ُم وُتَّن. ُتْف ِلُحْو َن
َفَقْد َقاَل. َو َتَز َّو ُد وا َفِإَّن َخ ْي َر الَّز اِد الَّتْق َو ى، ِإاَّل َو َأْنُتْم ُمْس ِلُموَن
، ُهللا َت َع اَلى ِفي ِك َت اِبِه اْلَك ِر ْي ِم َأُعْو ُذ ِباِهلل ِم َن الَّش ْي َط اِن الَّر ِجْي ِم
ا َأُّي َه ا اَّل ِذ ْي َن آَم ُن وا ُك ِتَب َع َلْي ُك ُم: ِبْس ِم ِهللا الَّر ْح َم ِن الَّر ِحْي ِم
الِّص َي اُم َك َم ا ُك ِتَب َع َلى اَّلِذ ْي َن ِم ْن َقْب ِلُك ْم َلَع َّلُك ْم َت َّتُقوَن
Jamaah shalat Jumat rahimakumullâh,
Pada kesempatan yang berbahagia ini selaku khotib saya mengajak kepada diri sendiri
dan kepada para jamaah sholat jumat masjid Al Huda yang Mulia ini, untuk senantiasa
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT, karena hanya taqwalah
bekal terbaik manusia ketika kelak menghadap sang khalik. Salam dan sholawat
semoga selalu tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW kepada keluarganya, para
sahabatnya dan juga umatnya termasuk didalamnya kita semua yang ada di Masjid
mulia ini.
Dalam beberapa hari kedepan, kita akan dipertemukan lagi dengan bulan ramadhan
Insyaa Allah....yang menurut keputusan majlis tarjih dan tajdid PP Muhammadiyah
jatuh pada hari sabtu pon tanggal 2 April 2022.
Itualah kalimat yang sering di ucapkan Rosululloh SAW apabila datang bulan romadhon.
Para sahabat bertanya, “ Siapakah orang yang mensucukan itu, wahai Rosullloh? Beliau
menjawab “ Orang yang mensucikan itu adalah bulan Romadhon, Dia mensucikan kita
dari dossa dan Maksiat “.
Para ulama sepakat bahwa Ramadhan adalah bulan paling mulia dalam Islam. Di
dalamnya terhampar rahmat, pengampunan, dan jaminan pembebasan dari api neraka
bagi yang sungguh-sungguh mengisi bulan suci tersebut. Keistimewaan Ramadhan
tercermin dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari:
ُك ُّل َعَم ِل اْب ِن آَد َم َلُه ِإَّال الَّصْو َم َفِإَّن ُه ِلي َو َأَن ا َأْج ِز ي ِبِه
Artinya: “Semua amal manusia adalah miliknya, kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah
milik-Ku dan Aku ( Allah ) yang akan memberikan balasannya.”
Penegasan Allah—yang menisbatkan puasa sebagai milik-Nya dan Dia sendiri yang akan
mengganjarnya—merupakan penanda betapa spesialnya bulan Ramadhan. Ada
hubungan langsung, sangat intim, antara Ramadhan dan Allah. Sehingga, manusia
yang serius menapaki Ramadhan akan benar-benar menjadi pribadi yang mulia.
Karena istimewanya Ramadhan, tak heran bila sejak memasuki bulan Rajab, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam sudah menampakkan kerinduannya dalam lantunan doa:
Dalam doa tersebut, Nabi Muhammad tak hanya meminta berkah bulan Rajab dan
Sya’ban tapi juga memohon panjang umur agar bisa berjumpa dengan bulan
Ramadhan. Artinya, Ramadhan bagi beliau adalah momen utama yang ditunggu-
tungguh. Bahkan, Rasulullah melakukan persiapan khusus di bulan Sya’ban antara lain
dengan memperbanyak puasa.
Mengingat pentingnya bulan Ramadhan, hal pertama perlu kita tinjau adalah
persiapkan rohani kita. Apakah kita sudah menata niat yang baik untuk menyambut
bulan suci ini? Kegembiraan yang terpancar atas datangnya bulan ini apakah sekadar
karena ada peluang keuntungan duniawi, mencari pahala, atau yang lebih mendalam
dari itu semua: ridha Allah?
Kita tahu, Ramadhan tidak semata bulan ibadah. Dalam kehidupan masyarakat, pada
momen tersebut juga beriringan perubahan aktivitas sosial dan kebutuhan ekonomi.
Bagi para pedagang dan pengusaha jasa, Ramadhan bisa jadi adalah berkah materi
karena meningkatnya omzet mereka. Momen jelang lebaran, juga kesempatan bagi
para pekerja untuk mendapatkan tunjangan hari raya. Pasar-pasar kian ramai, volume
belanja masyarakat meningkat, dan seterusnya.
Dalam situasi seperti ini, sejauh mana hati kita tetap fokus pada kesucian Ramadhan
tanpa tenggelam terlalu jauh ke dalam kesibukan yang melalaikan? Seberapa sanggup
kita menjernihkan niat bahwa bekerja sebagai bagian dari ibadah; meningkatkan ibadah
tanpa rasa ujub dan pamer; gemar membantu orang lain tanpa berharap imbalan
(ikhlas)?
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalm kitab al-Ghuniyah menganjurkan agar umat Islam
menyambut bulan Ramadhan dengan menyucikan diri dari dosa dan bertobat dari
kesalahan-kesalahan yang telah lampau. Imbauan Syekh Abdul Qadir ini amat relevan.
Sebab, jika hendak bertemu kawan saja seseorang merasa perlu untuk tampil bersih
dan berdandan rapi, apalagi bila yang dijumpai ini adalah hari-hari yang penuh
keistimewaan sebulan penuh.
Persiapan rohani ini penting supaya amal kita selama bulan puasa berjalan lancar dan
berkah. Lancar, karena kita secara mental sudah siap sedia, baik menunaikan segenap
ibadah wajib dan sunnah maupun menghadang godaan-godaan yang bakal
menghadang. Berkah, sebab puasa kita mengandung manfaat kebaikan, baik pada diri
kita sendiri maupun orang lain. Jangan sampai kita termasuk orang-orang tekun
berpuasa tapi mendapat kritik dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Artinya: “Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari
puasanya selain rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad)
Demikian khutbah singkat siang hari ini yang bisa saya sampaikan semoga ada
manfaatnya, kurang dan lebihnya mohon dimaafkan.
Barokallohu li walakum fil Qur’anil adziem wanafa’ngani wa iyakum bima fihi minal ayati
wa dzikril hakim wa taqobal minni wa minkum tila watahu inahu huwal ghofuru rohiim.
Khutbah II