Anda di halaman 1dari 16

Machine Translated by Google

Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Indonesia (IJIIS)


Jil. 6 Nomor 1 (2023)

Analisis Alasan Iran Melakukan Normalisasi Diplomatik


Hubungan dengan Arab Saudi pada tahun 2023

Ana Aprillia* & Haryo Prasodjo


Universitas Muhammadiyah Malang, Indonesia
*anaaprillia@umm.ac.id

Info Artikel
Dikirim : 14 April 2023 DOI: 10.20885/ijiis.vol6.iss1.art3
Diterima : 25 Agustus 2023
Diterbitkan : 25 September 2023

Abstrak
Hubungan Arab Saudi dan Iran yang memanas dalam beberapa tahun terakhir akhirnya
terungkap. Normalisasi hubungan kedua negara tidak lepas dari bantuan Tiongkok
yang merupakan pihak ketiga dalam proses peningkatan hubungan keduanya.

Keduanya mulai saling meningkatkan hubungan dengan membuka hubungan


diplomatik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan Iran membuka hubungan
diplomatik dengan Arab Saudi. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan
teknik pengumpulan data studi kepustakaan melalui platform Google Scholar dan
Publish and Perish. Penulis menemukan beberapa alasan Iran membuka kembali
hubungan diplomatiknya dengan negara-negara Arab: (1) tekanan internasional seperti
sanksi ekonomi Amerika, (2) kepentingan ekonomi dengan membuka kedutaan besar
di kedua negara, (3) stabilitas pasca normalisasi. hubungan tersebut, khususnya dalam
isu Sunni-Syiah dan pembentukan hegemoni Timur Tengah, (4) peran Tiongkok, (5)
kecenderungan Arab Saudi ke Tiongkok dibandingkan AS, dan (6) kegagalan Arab
Saudi dalam perang Yaman.

Kata Kunci : Iran, Arab Saudi, Hubungan Diplomatik.

PERKENALAN
Iran dan Arab Saudi merupakan dua negara yang bercita-cita mendominasi hegemoni

Timur Tengah (Duad, Othman, Idris. 2018). Mereka terus bersaing dan

memperluas pengaruhnya terhadap negara-negara Arab lainnya dengan ideologi berbeda, menciptakan

Ini adalah artikel Akses Terbuka yang didistribusikan di bawah ketentuan Lisensi Creative Commons Attribution-
ShareAlike 4.0 International (CC BY-SA 4.0) (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).
CATATAN PENERBIT: Universitas Islam Indonesia bersikap netral terhadap klaim yurisdiksi dalam peta yang
dipublikasikan dan afiliasi institusi.
Machine Translated by Google

| 56 | Aprillia & Prasodjo

sebuah blok di Timur Tengah. Kedua negara juga mempunyai posisi berbeda di bidang ini

dinamika Timur Tengah. Pada masa Arab Spring, Iran cenderung mendukung

kelompok yang berseberangan, sedangkan Arab Saudi menjadi pihak yang mempertahankan status quo.

Hal ini terlihat dari berbagai konflik yang terjadi di Timur Tengah, seperti yang terjadi di Timur Tengah

Suriah, Yaman, dan Tunisia. Iran dengan antusias menyambut pergantian rezim

di dalam negeri seiring rezim baru akan membangkitkan penyebaran Islam

revolusioner dan menjadi momentum kekalahan bagi Amerika Serikat.

Hubungan diplomatik antara Arab Saudi dan Iran retak ketika

Pemerintah Riyadh memutuskan untuk mengeksekusi ulama Syiah di Arab Saudi, yakni

Sheikh Nimr al Nimr pada Januari 2017 yang didakwa menelpon Saudi

masyarakat untuk menentang Monarki Arab Saudi (Keynoush, 2016). Orang-orang dari

Iran yang mayoritas beragama Syiah tidak bisa menerima hal tersebut dan melancarkan serangan terhadapnya

kedutaan Arab Saudi di Teheran. Serangan itu mengakibatkan penarikan

duta besar Arab Saudi dan diplomat di Iran.

Sebelumnya, Arab Saudi dan Iran juga berselisih dalam Perang Suriah

(Mustahyun, 2017). Konflik Suriah mengawali konflik berkepanjangan bagi keduanya

siapa yang pro dan siapa yang kontra terhadap rezim tersebut. Arab Saudi menjadi satu

negara-negara yang mendukung jatuhnya rezim Bashar al-Assad dan melanjutkannya

menuduh Iran berperan aktif membantu Bashar dengan menyediakan persenjataan

kepada pemerintah Suriah dan mengirimkan bantuan dari Lebanon. Hal itu membuat Arab Saudi

melawan Iran dengan memaksimalkan potensinya. Di sisi lain, Iran juga menuduh

bahwa tindakan banyak orang tersebut menimbulkan demonstrasi di Suriah yang berujung pada perlawanan

gerakan. Suriah dan Iran memberikan narasi anti-Barat dan menjelaskannya

posisi dalam menanggapi revolusi Suriah. Menyusul konflik antara

Arab Saudi dan Iran pada tahun 2017, banyak negara yang berusaha mendamaikan kedua negara tersebut.

hubungan, seperti Indonesia, Swiss, dan Tiongkok (Fauzi, 2017). Namun, itu

adalah Tiongkok yang berhasil melakukan intervensi. Arab Saudi dan Iran akhirnya sepakat untuk kembali

menjalin hubungan diplomatik dan membuka kembali kedutaan mereka dalam waktu dua bulan.

(CNBN Indonesia, 2023).

https://journal.uii.ac.id/IJIIS | e-ISSN: 2615-5184 p-ISSN: 2597-9698


Machine Translated by Google

Analisis Alasan Iran Melakukan Normalisasi Diplomatik | 57 |

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mempelajari hubungan antara Saudi

Arab dan Iran. Pertama, Arsyad melakukan pemetaan konflik untuk menganalisis situasi

antara kedua negara (Arsyad, 2022). Hasil pemetaan konflik

menggambarkan pengaruh konflik terhadap kondisi politik dan ekonomi di

Timur Tengah. Penelitian ini juga menunjukkan adanya pihak ketiga yang ikut serta dalam pemicuan

konflik yang sedang berlangsung yaitu Amerika Serikat dan Rusia dimana negaranya

mempunyai kepentingan yang sama yaitu menguasai politik dan perekonomian Tengah

negara-negara Timur.

Kajian Abdul Halim Daud, Zarina Othman, dan Nor Azizan Idris

mengkaji hubungan Iran dengan Arab Saudi, pemahaman Sunni-Syiah dan caranya

pola geopolitik di kawasan Timur Tengah (Duad, Othman, Idris. 2018).

Daud dkk. mengklaim bahwa Revolusi Iran dan gagasan Sunni-Syiah mengubah

hubungan geopolitik yang ada di kawasan Timur Tengah. Perubahan yang terjadi

Akibat Revolusi Iran adalah keretakan hubungan antar Arab Saudi

dan Iran yang akhirnya melahirkan aliansi negara-negara yang pro-Iran dan

pro-Arab Saudi. Pergeseran pemahaman Sunni-Syiah juga menjadi a

faktor penyebab konflik di kawasan Timur Tengah seperti yang ditunjukkan pada

Konflik Yaman, serangan Saddam Hussein tahun 1980-1988, dan konflik Suriah.

Kajian lain yang dilakukan M. Nasser Rafsanjani membahas kemungkinan bahwa Saudi

Arab akan melanjutkan hubungan diplomatik dengan Iran dengan mencoba merasionalisasikannya

(Rafsanjani, 2022). Penelitian mengungkapkan bahwa normalisasi Arab Saudi - Iran

hubungan dapat terjadi dalam jangka panjang. Keterlibatan pihak ketiga sangat mendesak

perlu melakukan normalisasi, termasuk keterlibatan Swiss sebagai a

mewakili kepentingan Arab di Iran, khususnya dalam menangani urusan konsuler dan

membangun kembali hubungan formal, mediasi Irak untuk Arab Saudi dan Iran, dan

kedua negara dapat membuat pernyataan setuju untuk bekerja sama dan menjaga perdamaian.

Fitroh Mucharom menjelaskan upaya Iran untuk meningkatkan modalitas kekuatannya di dunia

kawasan Timur Tengah dengan mengembangkan program nuklir dan memperkuatnya

militer dan teknologi (Mucharom, 2014). Dengan ini, Iran bisa menjadi

https://journal.uii.ac.id/IJIIS | e-ISSN: 2615-5184 p-ISSN: 2597-9698


Machine Translated by Google

| 58 | Aprillia & Prasodjo

negara merdeka dengan memanfaatkan tenaga nuklir untuk menyuplai energi di bidang militer

bidang. Perkembangan tenaga nuklir ternyata menimbulkan permasalahan baru

pada akhirnya memaksa Iran menghadapi sanksi ekonomi yang dijatuhkan Amerika Serikat

di Iran.

Umam menjelaskan pengaruh perkembangan politik pada ketiganya

negara-negara yang dapat mempengaruhi stabilitas kawasan Timur Tengah (Mustahyun,

2017). Selain itu, penelitian ini juga menjelaskan dinamika politik yang terjadi

antara Arab Saudi, Iran, dan Israel untuk meningkatkan pengaruh politik mereka

negara-negara di kawasan Timur Tengah. Aktor-aktor lain juga ikut serta dalam perjuangan

untuk pengaruh di kawasan Timur Tengah, menyebabkan ketidakstabilan regional.

Sebuah studi oleh Ali Mohsenifar, Morteza Dousti, Fateme Zare, dan Gábor Géczi

menyelidiki motivasi politik di balik tindakan Arab Saudi dan Iran

keputusan untuk tidak mengadakan pertandingan sepak bola antar tim nasional masing-masing

(Mohsenifar, 2022). Mohsenifar dkk. menyatakan itu mengikuti Kedutaan Besar Saudi

serangan di Teheran dan Masyhad (Januari 2016) dan eksekusi Sheikh Nimr,

seorang syekh Syiah yang menentang pemerintah Saudi, ketegangan meningkat di antara keduanya

Teheran dan Riyadh. Untuk menyelesaikan masalah Saudi-Iran, diplomasi publik bisa dilakukan

juga menyelesaikan krisis yang disebabkan oleh hubungan mereka dan menjadi langkah pertama untuk mencapainya

elit dan politisi kedua negara untuk berbicara satu sama lain.

Kajian ini fokus pada alasan Iran melakukan normalisasi hubungan diplomatik

dengan Arab Saudi pada tahun 2023. Dengan melihat beberapa aspek yaitu nasional,

regional, dan internasional, ditemukan bahwa alasan Iran menormalisasi diplomasi

hubungan dengan Arab Saudi adalah kepentingan ekonomi Iran untuk meningkat dan stabil

perekonomian di dalam negeri. Kajian ini juga menemukan adanya potensi

stabilitas di kawasan Timur Tengah dengan normalisasi hubungan diplomatik dengan Iran

Arab Saudi. Dengan tekanan yang disebabkan oleh sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh

Amerika Serikat, Iran harus mencari sekutu yang kuat untuk mengamankan posisi dan nasionalnya

stabilitas perekonomian.

https://journal.uii.ac.id/IJIIS | e-ISSN: 2615-5184 p-ISSN: 2597-9698


Machine Translated by Google

Analisis Alasan Iran Melakukan Normalisasi Diplomatik | 59 |

METODE
Penelitian ini terutama bertujuan untuk mendeskripsikan permasalahan atau fenomena yang dibahas

secara terperinci. Untuk itu penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pustaka

teknik pengumpulan data penelitian melalui Google Scholar dan Publish and Perish

platform. Data dalam penelitian juga diperoleh dari online lainnya

platform, seperti jurnal, tesis, dan berita yang dianggap relevan

digunakan sebagai landasan dalam melakukan penelitian.

KERANGKA KONSEPTUAL
Analisis kebijakan luar negeri dengan Sistem Internasional dan Politik Luar Negeri

Teori ini menjelaskan bahwa perilaku suatu negara yang mengeluarkan kebijakan luar negerinya adalah

dipengaruhi oleh sistem internasional (Hudson & Day, 2020). Internasional

sistem itu sendiri tidak memiliki badan pengatur nyata yang memiliki kapasitas untuk menegakkannya

kepatuhan negara. Namun negara bergerak berdasarkan fenomena internasional.

Sistem internasional membentuk sebuah konsep dimana negara-negara kecil harus mencari jalan keluarnya

untuk melindungi diri dari kekuatan besar dengan membentuk aliansi atau koalisi dengan

negara-negara lain. Teori tersebut menjawab pertanyaan tentang bagaimana kebijakan luar negeri dibuat.

Negara yang berbeda mungkin memberikan tanggapan yang berbeda-beda mengenai tanggapan internasional

sistem. Namun, hal ini dapat menciptakan pengelompokan negara-negara yang memiliki prinsip-prinsip yang sama

perilaku kebijakan luar negeri. Pendekatannya adalah dua sistem dunia nyata dan a

sistem hipotetis yang umumnya menunjukkan bahwa variabel tingkat sistem adalah

dikecualikan secara kontrafaktual.

Pendekatan dua sistem di dunia nyata berhubungan dengan keseimbangan kaum pemberontak

sistem dan sistem bipolar. Sistem menunjukkan bahwa aturan keseimbangan menunjukkan a

sistem yang mengharuskan beberapa aktor untuk dapat mengeluarkan kebijakan sebagai berikut. Pertama, itu

negara memilih untuk meningkatkan kemampuan dan bernegosiasi dibandingkan berperang.

Kedua, berjuang daripada gagal meningkatkan kemampuan. Ketiga, negara berhenti

berjuang daripada kehilangan aktor-aktor pentingnya. Keempat, negara yang memulai

koalisi yang berlawanan dan mengambil posisi dominan dalam sistem internasional.

https://journal.uii.ac.id/IJIIS | e-ISSN: 2615-5184 p-ISSN: 2597-9698


Machine Translated by Google

| 60 | Aprillia & Prasodjo

Kelima, adanya peraturan yang membatasi negara untuk berinteraksi dengan supranasional

organisasi. Yang terakhir, sebuah peraturan memperbolehkan aktor kunci yang kalah untuk mempekerjakan orang tersebut

sistem sebagai peran atau tindakan yang dapat diterima pada carry aktor sebelumnya (Kaplan, 2005).

Dalam hal ini, negara-negara akan bertindak sesuai dengan kepentingan nasionalnya dan berubah seiring berjalannya waktu.

Kecenderungan perilaku negara diyakini muncul dalam sistem yang dipersepsikan

memiliki banyak keuntungan. Dalam hal ini, Iran memilih untuk meningkatkan kemampuannya dengan cara

membuka hubungan diplomatik dengan Arab Saudi karena Iran mempertimbangkan fakta tersebut

bahwa Arab Saudi merupakan faktor penting di Timur Tengah dan hal ini akan menghasilkan dampaknya

manfaat ekonomi di masa depan. Selain itu, tekanan internasional memaksa Iran untuk melakukan hal tersebut

melindungi diri dengan membentuk koalisi untuk mengamankan posisinya.

HASIL DAN DISKUSI


Tekanan Internasional akibat sanksi ekonomi Amerika Serikat

Ketika Iran melaksanakan program pengembangan tenaga nuklir pada tahun 1980an,

Negara-negara Barat mencurigai Iran akan mengembangkannya menjadi nuklir

senjata (Abdillah, 2019). Oleh karena itu, pemerintah Iran menanggapinya dengan mengklaim

bahwa program pengembangan nuklir pemerintah ditujukan untuk tujuan sipil.

Namun kecurigaan negara-negara Barat diperkuat pada tahun 2002 oleh sebuah

pernyataan resmi bahwa Iran telah mengendalikan peredaran bahan bakar nuklir di

penambangan, penggilingan, konversi, dan pengayaan uranium. Iran juga memiliki 20.000

sentrifugal uranium yang dapat digunakan untuk memproduksi senjata nuklir.

Dengan terungkapnya fakta tersebut, Amerika Serikat, Eropa, dan PBB

menganggap Iran sebagai ancaman terhadap keamanan global. Akibatnya, Iran mendapat keuntungan ekonomi

sanksi dari ketiga pihak melalui embargo dan pembatasan

individu, perusahaan, bank, dan institusi militer. Sanksi ekonomi tersebut bertujuan untuk memberikan tekanan

pada Iran dalam negosiasi terkait pengembangan nuklirnya

dan tujuan (Irawan, 2021).

Pada tahun 2015, setelah 15 tahun terkena sanksi ekonomi, lima anggota tetap

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), bersama dengan Iran dan Jerman,

https://journal.uii.ac.id/IJIIS | e-ISSN: 2615-5184 p-ISSN: 2597-9698


Machine Translated by Google

Analisis Alasan Iran Melakukan Normalisasi Diplomatik | 61 |

menandatangani JCPOA (Rencana Aksi Komprehensif Bersama) (Islamic Republic News

Agensi, 2015). Perjanjian tersebut dibuat pada masa pemerintahan

Barack Obama dan Hasan Rouhani. Perjanjian tersebut adalah untuk memastikan bahwa dalam waktu 10

bertahun-tahun pengembangan nuklir di Iran dilakukan dengan tujuan perdamaian. Itu

Perjanjian tersebut juga memuat lima poin utama, antara lain tingkat pengayaan uranium,

kapasitas uranium, stok uranium, stok plutonium, dan pengawasan (Joyner,

2016). Selain itu, Iran harus mengurangi aktivitas pengembangan nuklirnya pada tingkat tertentu

yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu, Amerika Serikat setuju untuk menangguhkan sebagian besar perjanjian tersebut

sanksi ekonominya.

Namun, hanya dalam waktu tiga tahun, pemerintah Amerika Serikat menarik diri dari perjanjian tersebut

perjanjian tersebut (Angelia, 2021). Selain menarik diri dari perjanjian, pihak

Amerika Serikat juga berhenti menangguhkan sanksi ekonomi yang ditentukan dalam perjanjian tersebut

JCPOA. Keputusan Amerika Serikat untuk menarik diri dari perjanjian tersebut didasarkan pada hal tersebut

atas klaim bahwa JCPOA gagal mewujudkan program non-nuklir Iran karena

sifat sementara JCPOA. JCPOA diyakini hanya menunda-nunda

Ambisi Iran untuk memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di dunia. Amerika Serikat

pemerintah menginginkan kesepakatan nuklir baru yang lebih komprehensif (Krismayanti, 2023).

Penarikan tersebut tentu saja meningkatkan ketegangan antara Amerika Serikat

dan Iran, termasuk serangan kapal tanker di Teluk Oman pada Mei-Juni 2019 hingga

penembakan drone AS di wilayah Iran (Diasih, 2022). Dengan represif Iran

tindakannya, Amerika Serikat terus memperketat sanksi ekonominya dengan memberlakukan

sanksi ekstrateritorial dengan memblokir ekspor minyak Iran. Sanksi ini adalah

dimaksudkan untuk memberikan tekanan maksimum pada ekspor minyak Iran. Sanksinya

alhasil berhasil membuat perekonomian Iran anjlok drastis pada 2018-2019

Amerika Serikat mengancam pelanggannya yang berdagang minyak dengan Iran (CNBC

Indonesia, 2019). Puncaknya pada tanggal 3 Januari 2020, ketika Amerika Serikat

melancarkan serangan udara yang menewaskan Panglima Tertinggi Iran, Qassem Soleimani

(Abdul & Karam, 2020).

https://journal.uii.ac.id/IJIIS | e-ISSN: 2615-5184 p-ISSN: 2597-9698


Machine Translated by Google

| 62 | Aprillia & Prasodjo

Tekanan internasional, terutama di bidang perekonomian, telah sangat merugikan Iran

(Rahmadanti, 2021). Sanksi ekonomi yang dijatuhkan Amerika Serikat menghambat

Perdagangan minyak Iran di pasar internasional dan mempengaruhi mata uangnya. Lain

tekanannya adalah isolasi politik yang disebabkan oleh pengembangan dan dukungan nuklirnya

untuk kelompok teroris. Tindakan tersebut membuat banyak negara Barat mengkritik Iran.

Oleh karena itu, Iran perlu menjalin kemitraan strategis dengan negara lain, salah satunya

Arab Saudi, untuk bertahan dalam kondisi saat ini. Tekanan internasional telah terjadi

membuat Iran menyusun strategi citra dan posisinya. Dengan membuka hubungan diplomatik dengan

Arab Saudi, Iran akan mendapatkan citra yang baik, terutama karena Saudi

Arab juga merupakan sekutu Amerika Serikat. Dalam hal ini, Iran bisa mendapatkan keuntungan

dari aliansi. Arab Saudi mungkin membuka jalan bagi Iran untuk mempromosikan perdagangan minyak

dan mendapatkan kepercayaan dari negara-negara Barat.

Kepentingan Ekonomi Iran dalam Normalisasi Hubungan


Diplomatik dengan Arab Saudi
Iran merupakan negara agraris dengan sumber daya alam yang melimpah, khususnya di

cadangan minyak dan gas alam. Selain itu, Iran juga memiliki uranium yang melimpah

material, sehingga memudahkan pengadaan energi nuklir dalam skala besar. Namun,

sanksi ekonomi yang dikenakan oleh Amerika Serikat telah mempersulit hal ini

mengekspor minyak dan gas alam, terutama karena sentimen negara-negara Barat

mengenai teknologi nuklir Iran. Meskipun Iran menyatakan bahwa nuklir

Pembangunan dilakukan untuk menyuplai listrik nasionalnya, Barat

negara-negara masih ragu.

IMF melaporkan pada tahun 2019 bahwa perekonomian Iran mengalami penurunan sebesar 10% dibandingkan tahun lalu

2017. Akibatnya, Iran mengalami inflasi yang parah dan jumlah yang kritis

pengangguran. IMF menunjukkan Iran mengalami inflasi sebesar 35,7% yang

meningkatkan harga barang konsumsi secara drastis (DW, 2019). Orang Iran

pemerintah sedang berusaha meningkatkan perekonomiannya dengan menormalisasi hubungan dengan Saudi

Arab. Dalam hal ekspor minyak bumi, Iran menjalin kerja sama dengan Arab Saudi

bekerja sama dalam mengekspor minyak dengan keuntungan yang wajar. Dengan adanya beberapa

https://journal.uii.ac.id/IJIIS | e-ISSN: 2615-5184 p-ISSN: 2597-9698


Machine Translated by Google

Analisis Alasan Iran Melakukan Normalisasi Diplomatik | 63 |

perang dan konflik di dunia, pasokan minyak berkurang dan menyebabkan harga minyak

melonjak (VOA Indonesia, 2022).

Selain minyak dan gas, Iran bisa mendapatkan keuntungan dari ladang lain, seperti

pertanian, pariwisata, dan manufaktur. Di bidang pertanian, Iran menderita akibat

penurunan mata uangnya yang mencegah negara lain mengimpor dari Iran. Untuk

Misalnya, Jepang dan Korea Selatan menolak usulan Iran untuk mengimpor

produk pertanian (DW, 2020). Oleh karena itu, Iran perlu meningkatkan hubungan dan

kerjasama dengan tetangga terdekatnya untuk mencapai tujuannya. Iran yang terkenal

produk pertanian, seperti gandum dan beras, akan sangat bermanfaat bagi masyarakat Arab

bergantung pada produk kurma dan kopi (Ilmu Demografi, 2018).

Normalisasi hubungan diplomatik antara Iran dan Arab Saudi

berarti pembatasan perjalanan antar negara. Di masa lalu, penghentian

Hubungan kedua negara menyebabkan warga Arab Saudi tidak langsung

akses transportasi. Hal itu disebabkan oleh keputusan Iran yang menonaktifkan jalur darat. Oleh

ketika hubungan diplomatik membaik, akan ada potensi kerja sama,

khususnya pada layanan haji antara Iran dan Arab Saudi (Rafsanjani, 2022).

Stabilitas Regional Timur Tengah Pasca Normalisasi Iran-Saudi


Hubungan Arab

Beberapa konflik yang terjadi di Timur Tengah umumnya melibatkan

baik Iran maupun Arab Saudi. Seperti dalam konflik Suriah, Iran juga terlibat dalam konflik tersebut

Konflik keduanya telah berlangsung sejak tahun 1982. Selain itu, keterlibatan Iran merupakan upaya

untuk bertahan dari isolasi yang dilakukan negara-negara Arab (Tjandra, 2018).

Konflik Suriah disebabkan oleh pemberontakan melawan pemerintahan Bashar

al-Assad. Ketidakpuasan masyarakat berujung pada protes dan demonstrasi besar-besaran

akibat dari sistem pemerintahan yang otoriter. Pemerintahan Bashar al-Assad telah melakukannya

menyebabkan masalah sosial, ekonomi, dan politik ketika pemerintah bertindak

sewenang-wenang dalam kasus-kasus seperti korupsi dan penindasan (Nurrochim, 2021). Selain itu,

konflik yang sulit diselesaikan karena melibatkan dua pandangan Islam yang berbeda,

yaitu Sunni dan Syiah. Salah satu buktinya adalah dukungan Saudi

https://journal.uii.ac.id/IJIIS | e-ISSN: 2615-5184 p-ISSN: 2597-9698


Machine Translated by Google

| 64 | Aprillia & Prasodjo

Arab menjadi oposisi mewakili negara mazhab Sunni. Sebaliknya,

Iran mendukung pemerintahan Bashar al-Assad dengan gerakan Hizbullah,

yang merupakan gerakan Syiah (Fahham & Kataatmaja, 2014).

Konflik tersebut dengan cepat berubah menjadi perang saudara yang melibatkan pemerintah Suriah

menggunakan senjata dan senjata kimia untuk melawan para pengunjuk rasa. Ini diklaim banyak orang

korban baik dari penegak hukum maupun pengunjuk rasa. Kekerasan yang dilakukan oleh

Pemerintah Suriah mendapat kritik dari berbagai pemimpin negara dan hak asasi manusia

aktivis yang menuntut perang segera dihentikan (Nurrochim, 2021).

Konflik yang melibatkan dua aliran pemikiran berbeda mengakibatkan Saudi

Arab dan Iran mempunyai pandangan politik yang berbeda. Dari pihak Iran, militernya

penasihat yang disebut Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) yang membuat

Militer pemerintah Suriah lebih kuat. Di sisi lain, Arab Saudi mengirimkannya

bantuan dalam hal pendanaan dan bantuan logistik militer yang ditujukan kepada oposisi

kelompok (Maulana, 2018). Kedua negara ini mempunyai sisi yang berbeda

tujuan serupa, untuk mengatur pengaruh sekolah yang mereka anut. Arab Saudi mencobanya

melarang kekuasaan Iran yang berbasis Syiah; sebaliknya, Iran memblokir ekspansi

Kekuatan berbasis Sunni di Arab Saudi.

Konflik lain yang melibatkan Iran dan Arab Saudi adalah konflik Yaman. Itu

Konflik tersebut merupakan dampak dari eskalasi gerakan protes terhadap kebijakan tersebut

penghapusan subsidi bahan bakar oleh pemerintah Yaman pada tahun 2014 (Kamaliya, 2020).

Konflik tersebut melibatkan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi dan pemerintahannya

melawan kelompok Syiah Houthi. Ketegangan meningkat ketika kelompok Syiah Houthi

berhasil menduduki ibu kota Yaman; hal itu akhirnya memicu antusiasme

kelompok tersebut menduduki wilayah lain, seperti provinsi Ibb dan pelabuhan Hodeida

pada bulan Oktober 2014. Serangan kelompok Houthi terus meluas hingga mereka

berhasil menduduki istana presiden.

Dalam konflik tersebut, Iran membantu kelompok Houthi karena mereka menganut agama yang sama

keyakinan. Iran memasok senjata dan bantuan militer lainnya kepada Houthi (tempo.co,

2019). Hal inilah yang kemudian membuat Abd-Rabb Mansour Hadi meminta bantuan Saudi

https://journal.uii.ac.id/IJIIS | e-ISSN: 2615-5184 p-ISSN: 2597-9698


Machine Translated by Google

Analisis Alasan Iran Melakukan Normalisasi Diplomatik | 65 |

Arab, untuk meredakan konflik. Arab Saudi melihat Houthi sebagai ancaman serius terhadap negaranya

Pemerintah Yaman dan keamanan nasionalnya. Selain itu, mereka juga percaya akan hal itu

kelompok Houthi, dengan bantuan Iran, akan menggulingkan Sunni yang sah

pemerintah dan menggantinya dengan pemerintahan berbasis Syiah. Jadi, Arab Saudi

terus mendukung pemerintahan Abd-Rabb Mansour Hadi sebagai pemerintahan yang sah

pemimpin di Yaman (Herlianto, 2022).

Keterlibatan Iran dan Arab Saudi telah membuat Yaman dan Suriah terpuruk

konflik sulit diselesaikan karena Iran dan Arab Saudi sama-sama mengambil keuntungan

pihak-pihak yang bertikai untuk mencapai kepentingan nasional. Konflik-konflik yang terjadi

Awalnya persoalan dalam negeri, berubah menjadi persoalan daerah. Konflik juga berakhir

hingga menciptakan ketidakstabilan regional yang merugikan negara-negara lain di Timur Tengah.

Normalisasi hubungan diplomatik antara Iran dan Arab Saudi mungkin saja terjadi

menciptakan stabilitas di antara negara-negara Timur Tengah. Hal ini terutama disebabkan oleh Iran

komitmen untuk menghentikan bantuan persenjataan kepada Kelompok Houthi. (republika.co.id,

2023) Oleh karena itu, ini merupakan langkah pasti menuju rekonsiliasi berbagai konflik

melibatkan Iran dan Arab Saudi untuk mencapai perdamaian di kawasan. Lebih-lebih lagi,

perdamaian kemungkinan besar akan terjadi dalam konflik Suriah dan Lebanon.

KESIMPULAN
Iran dan Arab Saudi memiliki pengaruh besar di kawasan Timur Tengah.

Hubungan diplomatik antara Arab Saudi dan Iran melemah ketika pemerintahannya

dari Riyadh memutuskan untuk mengeksekusi Syekh Nimr al Nimr, seorang tokoh Syiah terkemuka, di

Arab Saudi pada Januari 2017. Al Nimr didakwa memprovokasi masyarakat Saudi

untuk menentang monarki Arab Saudi. Hal ini membuat masyarakat Iran—kebanyakan Syiah

pengikutnya, menyerang kedutaan Arab Saudi di Teheran. Konflik Suriah

menandai dimulainya konflik berkepanjangan antar faksi yang menginginkannya

menggulingkan rezim dan mereka yang pro rezim. Dalam hal ini, Saudi

Arab secara terbuka menentang langkah Iran dengan memaksimalkan dukungannya kepada kelompok pemberontak.

Pasca konflik Arab Saudi dan Iran pada tahun 2017, beberapa negara mencobanya

https://journal.uii.ac.id/IJIIS | e-ISSN: 2615-5184 p-ISSN: 2597-9698


Machine Translated by Google

| 66 | Aprillia & Prasodjo

untuk mendamaikan hubungan mereka, misalnya Indonesia, Swiss, dan Tiongkok. Dalam

Pada akhirnya, Tiongkok berhasil menjadi penengah kedua negara tersebut.

Setelah 15 tahun sanksi ekonomi dijatuhkan terhadap Iran, lima sanksi tersebut bersifat permanen

anggota Dewan Keamanan PBB (DK PBB) bersama Iran dan Jerman

menandatangani JCPOA (Rencana Aksi Komprehensif Bersama). Perjanjian tersebut bertujuan untuk

memastikan bahwa dalam waktu 10 tahun pengembangan nuklir di Iran dapat dilakukan dengan

tujuan perdamaian. Selain menarik diri dari perjanjian tersebut, Amerika Serikat

juga menolak mencabut sanksi ekonomi yang ditentukan dalam JCPOA. Amerika

Pemerintah negara bagian menginginkan perjanjian nuklir baru yang lebih komprehensif dengan Iran. Itu

Kemunduran Amerika Serikat meningkatkan ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran,

termasuk serangan kapal tanker di Teluk Oman pada Mei-Juni 2019 terhadap AS

penembakan drone oleh otoritas Iran. Dengan tindakan represif Iran, Amerika

Negara-negara terus memperketat sanksi ekonominya dengan menerapkan sanksi ekstrateritorial

sanksi. AS memblokir ekspor minyak Iran yang merupakan ekspor terbesar Iran

komoditas.

Iran perlu mencari solusi untuk menghadapi berbagai sanksi ekonomi

dikenakan padanya. Kekuatan ekonomi Arab Saudi, khususnya produk minyak mentah,

adalah alasan utama Iran membuka kembali hubungan diplomatiknya dengan Arab Saudi.

Iran membutuhkan mitra untuk mendapatkan stabilitas ekonomi di tengah tekanan internasional.

Arab Saudi sebagai negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia memegang peranan penting dalam hal ini

Timur Tengah. Selain cadangan minyak dan gas, Iran bisa meningkatkan pendapatannya

dari kerja sama di bidang pertanian, pariwisata, dan industri manufaktur. Iran

juga perlu adanya kerjasama di bidang pendidikan, dalam hal pertukaran pelajar yang akan dilakukan

meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam pengembangan tenaga nuklir.

Beberapa konflik yang terjadi di Timur Tengah umumnya melibatkan

Iran dan Arab Saudi. Iran berdiri di belakang pemerintahan al-Assad; Sementara itu,

Arab Saudi memberikan pendanaan dan bantuan militer kepada kelompok oposisi.

Konflik Suriah terjadi karena adanya pemberontakan melawan rezim Bashar al-Assad

pemerintah. Ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan Bashar al-Assad berakhir

https://journal.uii.ac.id/IJIIS | e-ISSN: 2615-5184 p-ISSN: 2597-9698


Machine Translated by Google

Analisis Alasan Iran Melakukan Normalisasi Diplomatik | 67 |

dalam protes besar-besaran dan menuntut pemerintahan yang lebih demokratis. Konflik

dengan cepat berubah menjadi perang saudara di mana pemerintah Suriah menggunakan bahan kimia tersebut

senjata melawan pengunjuk rasa. Hal ini dikritik habis-habisan oleh banyak pemimpin negara dan

aktivis hak asasi manusia.

Contoh lain dari intervensi Iran dan Arab Saudi adalah Yaman

konflik. Konflik terjadi antara pemerintahan Yaman yang dipimpin oleh

Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi dan pemberontak Syiah Houthi. disediakan Iran

senjata dan bantuan militer kepada pemberontak Houthi. Hal itu kemudian dilakukan Abd-Rabb

Mansour Hadi meminta bantuan sekutunya, Arab Saudi, untuk menyelesaikan masalah tersebut

konflik. Baik Iran maupun Arab Saudi menjadi pemicu konflik Yaman dan Suriah

menjadi lebih rumit karena negara-negara ini memanfaatkan pihak-pihak yang berkonflik

untuk mencapai kepentingan mereka.

REFERENSI

Abdillah, MF (2019). Kebijakan Amerika Serikat Terhadap Iran Pasca Mundurnya Amerika Serikat
Dari Joint Comprehensive Plan Of Action (Jcpoa).
Universitas Komputer Indonesia. https://elibrary.unikom.ac.id/id/
eprint/1929/

Abdul, Q., & Karam, Z. (2020, 2 Januari). AS membunuh jenderal paling kuat Iran dalam serangan
udara di Bagdad. Berita AP. https://apnews.com/article/ap-top-news-tehran-international-
news-iraq-ali-khamenei-5597ff0f046a67805cc233d5933a53ed

Angelia, T. (2021). Konflik Amerika Serikat dan Iran Studi Kasus: Keluarnya Amerika Serikat Dari
Perjanjian JCPOA. Jurnal Ilmu Hubungan Internasional LINO, 1(2), 103-110. https://
ojs.unsulbar.ac.id/index.php/lino/article/download/841/646/

Arsyad, H. (2022). Pemetaan Konflik Panjang Arab Saudi dan Iran. Jurnal Kolaborasi Konflik,
4(2), 1001-106. https://jurnal.unpad.ac.id/jkrk/article/view/37265/18780
Resolusi

CNBC Indonesia. (2019, 30 April). Risiko Dalam Efek Sanksi AS Terhadap CNBC Indonesia.
Iran?
https://www.cnbcindonesia.com/news/20190430105659-4-
69631/seberapa-dalam-efek-sanksi-as-terhadap-iran

https://journal.uii.ac.id/IJIIS | e-ISSN: 2615-5184 p-ISSN: 2597-9698


Machine Translated by Google

| 68 | Aprillia & Prasodjo

CNBC Indonesia. (2023, 11 Maret). Terungkap! Ada China Dibalik Rujuknya Indonesia. &
Iran Arab Saudi. CNBC
https://www.cnbcindonesia.com/news/20230311195859-4-
420887/terungkap-ada-china-dibalik-rujuknya-iran-arab-saudi

Daud, AH, Othman, Z., & Idris, NA (2018, Juli). Hubungan Iran - Arab Saudi dan Kestabilan
Rantau Timur Tengah. Jebat: Jurnal Sejarah, Politik & Studi Strategis Malaysia,
45(1), 147-176. http://journalarticle.ukm.my/13370/1/26049-78138-1-SM.pdf

Hari, BS, & Hudson, VM (2019). Analisis Kebijakan Luar Negeri: Klasik dan
Teori Kontemporer. Penerbit Rowman & Littlefield.

Diaasih, CVP (2022). Strategi Iran Menghadapi Sanksi Ekonomi Amerika Serikat Pada
Tahun 2010 – 2020. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. https://etd.umy.ac.id/
id/eprint/33462/

DW. (2019, 25 Oktober). Ekonomi Iran Merosot Tajam di Bawah Sanksi AS –


DW – 25.10.2019. DW. https://www.dw.com/id/ekonomi-iran-merosot-tajam-di-
bawah-sanksi-as/a-50969322

DW. (2020, 31 Juli). Mata Uang Tidak Laku, Iran mendukung Impor Bahan Pangan – DW
– 31.07.2020. DW. https://www.dw.com/id/mata-uang-tidak-laku-iran-kesulitan-
impor-bahan-pangan/a-54391886

Fahham, AM, & Kataatmaja, AM (2014). Konflik Suriah: Akar Masalah dan Dampaknya.
Jurnal Politik, 5(1), 37-60. https://jurnal.dpr.go.id/
index.php/politica/article/view/332

Fauzi, GA (2017). Keterlibatan Indonesia Dalam Pra Mediasi Arab Saudi dan Iran Tahun
2016. EJournal Ilmu Hubungan Internasional, 5(4), 1195-
https://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-1210.
konten/unggahan/2017/10/eJournal%20gian%20angga%20fauzi%20(10-
17-06-07-34-17).pdf

Herlianto, MK (2022). Peran Arab Saudi dan Iran Pada Konflik Di Yaman Yang
Menyebabkan Krisis Kemanusiaan Pada Tahun 2018. Universitas Nasional. http://
repositori.unas.ac.id/5440/

Ilmu Demografi. (2018, 23 Januari). Perekonomian Arab Saudi dan Penjelasannya


IlmuGeografi.com. - IlmuGeografi.com -.
https://ilmugeografi.com/ilmu-sosial/perekonomian-arab-saudi

https://journal.uii.ac.id/IJIIS | e-ISSN: 2615-5184 p-ISSN: 2597-9698


Machine Translated by Google

Analisis Alasan Iran Melakukan Normalisasi Diplomatik | 69 |

Irawan, D. (2021). Dinamika Keamanan Kawasan Timur Tengah dalam Persingan


Kekuatan Iran dan Amerika Serikat. Jurnal Dauliyah, 6(2), 221-248. https://

ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/dauliyah/article/view/6593

Kantor Berita Republik Islam. (2015, 18 Oktober). UE secara resmi mengumumkan


hari adopsi JCPOA pada tanggal 18 Oktober. IRNA Bahasa Inggris. https://
en.irna.ir/news/81804426/EU-officially-announces-October-18-
hari adopsi JCPOA

Joyner, D. (2016). Program Nuklir Iran dan Hukum Internasional: Dari Konfrontasi
hingga Kesepakatan. Pers Universitas Oxford.

Kamaliya, I. (2020). Kompleksitas Keterlibatan Aktor Eksternal Dalam Konflik Malang.


Yaman. Universitas muhammadiyah
https://eprints.umm.ac.id/68220/

Kaplan, MA (2005). Sistem dan Proses dalam Politik Internasional. ECPR. https://
books.google.co.id/books?id=lNObDHjGi_oC&printsec=frontco
ver&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=satu halaman&q&f=false

Keynoush, B. (2016). Arab Saudi dan Iran: Teman atau Musuh? Palgrave Macmillan.
https://link.springer.com/book/10.1007/978-1-137-58939-2

Krismayanti, RV (2023). Keluarnya Amerika Serikat dari Kesepakatan Rencana Aksi


Komprehensif Bersama (JCPOA) pada Masa Pemerintahan Universitas
Donald Jember. https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/112228?
Truf.
show=full

Maulana, MS (2018). Persaingan Kekuatan Arab Saudi (Sunni) dan Iran (Syiah) Pada
Konflik Kontemporer (Suriah dan Yaman). Jurnal Gama 2(2), Societa,
101-109. http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=1780485&

val=18969&title=Persaingan%20Kekuatan%20Saudi%20Arabia%20Su
nni%20Dan%20Iran%20Syiah%20Pada%20Kasus%20Konflik%20Kon
temporer%20Suriah%20Dan%20Yaman

Mucharom, F. (2014). Peningkatan Modalitas Power Iran di Kawasan Timur Tengah.


dariMuhammadiyah Universitas
Malang.
https://eprints.umm.ac.id/25689/

Mustahyun. (2017). Rivalitas Arab Saudi Dan Iran Di Timur Tengah Pada Arab Spring
Suriah Tahun 2011-2016. Jurnal Dunia Islam dan Politik, 1(1).

https://journal.uii.ac.id/IJIIS | e-ISSN: 2615-5184 p-ISSN: 2597-9698


Machine Translated by Google

| 70 | Aprillia & Prasodjo

Nurrochim, AN (21). Kepentingan Geopolitik Iran Dalam Konflik Di Suriah Tahun 2016-2020.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 3-5. https://etd.umy.ac.id/id/eprint/3992/

Rafsanjani, MN (2022). Potensi Normalisasi Hubungan Diplomatik Arab Saudi Dan Iran Tahun
2016-2020. EJurnal Ilmu Hubungan Internasional, 10(2). https://ejournal.hi.fisip-
unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2022/08/eJournal-

%20M.%20Nasser%20Rafsanjani%20(1502045034)%20(08-19-22-03-
23-45).pdf

Rahmadanti S, A. (2021). Efektivitas Penerapan Sanksi Ekstrateritorial Amerika Serikat Terhadap


Sektor Minyak Iran Pada Tahun 2018-2019. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/60604

Republika. (2023, 17 Maret). Perdamaian di Yaman Makin Dekat? Republika.id. https://


www.republika.id/posts/38612/perdamaian-di-yaman-makin-dekat

Republika.co.id. (2023, 17 Maret). Perdamaian di Yaman Makin Dekat?


Republika.id. https://www.republika.id/posts/38612/perdamaian-di-yaman-makin-dekat

TEMPO.CO. (2019, 21 Mei). Iran Membantu Houthi, Hadapi Arab Saudi di Yaman. Fokus. https://
fokus.tempo.co/read/1207728/iran-membantu-houthi-hadapi-arab-saudi-di-yaman

Tjandra, FL (2018). Respon Iran dalam menangani ancaman kepentingan nasionalnya terkait
konflik di Suriah 2011-2017. Universitas Katolik Parahyangan. https://repository.unpar.ac.id/
handle/123456789/8371

Umam, K. (2022). Rivalitas Arab Saudi, Iran, dan Israel di Kawasan Timur Tengah.
Populika, 10(02), 1-10. https://www.ejournal.widyamataram.ac.id/
index.php/populika/article/vi
baru/509
VOA Indonesia. (2022, 10 Mei). Presiden Iran: Ekspor Minyak Naik Dua Kali Lipat Dibanding VOA
Indonesia. Agustus 2021.
https://www.voaindonesia.com/a/presiden-iran-ekspor-minyak-naik-dua-kali-lipat-
dibanding-agustus-2021/6564925.html

https://journal.uii.ac.id/IJIIS | e-ISSN: 2615-5184 p-ISSN: 2597-9698

Anda mungkin juga menyukai