Anda di halaman 1dari 62

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengaturan Malpraktek Kedokteran Dalam Hukum Pidana Indonesia.
Suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak tertentu di mana tindakan
hukum tersebut bertentangan dengan undang-undang dan rasa aman publik atau
merugikan orang lain, maka bentuk tindakan tersebut masuk ke dalam kategori
hukum pidana, begitu juga halnya di dalam tindakan medik yang dilakukan oleh
dokter maupun para pengemban profesi kesehatan yang lain di mana tindakan-
tindakan yang diambil di dalamnya pasti akan berpengaruh terhadap orang lain
bahkan terkadang sangat vital akibatnya terhadap orang lain tersebut, hal ini
dikarenakan baik dokter dan pengemban profesi kesehatan yang lain apa yang
mereka lakukan di dalam pekerjaan mereka berkaitan langsung dengan kesehatan
bahkan nyawa seseorang. Di dalam hukum publik atau hukum pidana dikenal asas
legalitas, yakni nullum delictum nula poena sine praevia lege poenali
sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Asas ini menyatakan tidak
dapat dipidananya seseorang kecuali atas perbuatan yang dirumuskan dalam suatu
aturan perundang-undangan yang telah ada terlebih dahulu. Asas ini begitu
penting peranannya agar para penegak hukum tidak berlaku sewenang-wenang
dalam melakukan penegakan hukum. Tindakan atau perbuatan yang dilakukan
oleh seseorang dapat dikatakan bahwa orang tersebut telah melakukan tindak
pidana atau tidak, harus diketahui secara pasti apakah ada peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan
oleh orang tersebut. Dalam dunia kedokteran, kita tentu tidak bisa menyatakan
bahwa seorang dokter telah melakukan suatu bentuk malpraktek medik sehingga
harus dijatuhi pidana. Dipastikan secara jelas terlebih dahulu mengenai tindakan
apa saja yang telah dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya, lalu apakah
tindakan tersebut telah sesuai dengan prosedur yang harus dijalankan dalam
kondisi tersebut (artinya kondisi yang sedang diderita oleh pasien), kemudian
apabila pasien menderita luka akibat tindakan yang telah dilakukan oleh dokter
atau penyakit yang ia derita tidak kunjung sembuh perlu dilihat secara rinci dan
jelas mengenai apakah hal tersebut terjadi sebagai akibat dari tindakan yang
commit to user

40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya. Para pengemban profesi kesehatan


memang menjadi sangat rentan terhadap sorotan dan kritikan dari berbagai pihak
ketika terjadi kesalahan dan kelalaian yang mereka lakukan, karena sekali lagi
memang para pengemban profesi kesehatan berkaitan langsung terhadap
kesehatan bahkan nyawa seseorang. Namun perlu diingat di dalam dunia
kedokteran juga terdapat resiko melekat. Di dalam hukum kedokteran, seorang
dokter ataupun dokter ahli bedah tidak selalu harus berhasil dalam setiap tindakan
yang dilakukan dan tidak selalu harus bertanggung jawab terhadap setiap kejadian
yang mungkin terjadi dalam pemberian terapi. Hanya disyaratkan bahwa ia harus
mempunyai pengetahuan dan kepandaian yang setaraf dengan sesama teman
sejawatnya dan bertindak hati-hati secara wajar dalam menerapkan ilmu dan
kepandaiannya. Apakah ia dalam suatu kasus telah bertindak demikian atau tidak
adalah persoalan hakim dan saksi ahli, karena adanya kelalaian harus dibuktikan
dengan jelas. (J. Guwandi, 2005:144).

1. Indikasi Malpraktek Kedokteran Di Dalam Undang-Undang


Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik kedokteran.
Di dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran bentuk-bentuk tindak malpraktek kedokteran yang
diatur antara lain:
a. Menjalankan praktik kedokteran atau kedokteran gigi tanpa
memiliki Surat Tanda Registrasi (STR). Surat Tanda Registrasi
(STR) adalah bukti tertulis yang diterbitkan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia kepada dokter dan dokter gigi yang telah
diregistrasi. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 75. Kewajiban untuk
memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) juga diatur dalam Pasal 29
ayat (1) dan (2) dan dalam Pasal 31 ayat (1), di dalam kedua pasal
tersebut dijelaskan bahwa Surat Tanda Registrasi (SRT) wajib
dimiliki oleh dokter atau dokter gigi baik dokter atau dokter gigi
tersebut adalah warga negara Indonesia maupun warga negara
asing. Perihal Surat Tanda Registrasi (STR), melalui Putusan
commit to user

41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-V/2007 mengenai pengujian


Undang-Undang nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh dr Anny Isfandyarie
Sarwono, Sp.An. S.H., dr. Pranawa SP.PD., Prof. Dr. R.M. Padmo
Santjojo, dr. Bambang Tutoko, dr. Chamim, dr. Rama Tjandra,
SP.OG., H. Chanada Achsani, S.H. terdapat perubahan terhadap
ketentuan sanksi yang ada. Sanksi semula berupa pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah), diganti menjadi sanksi pidana
penjara yang dihapuskan. Sehingga terhadap dokter atau dokter
gigi yang menjalankan praktik kedokteran tanpa memiliki Surat
Tanda Registrasi (STR), saat ini hanya diancam dengan pidana
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
b. Menjalankan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik.
Surat izin praktik merupakan bukti tertulis yang diberikan
pemerintah kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan
praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan, yang diterbitkan
oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat
praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan. Ketentuan
ini diatur di dalam Pasal 76. Syarat untuk diterbitkannya surat izin
praktik bagi dokter atau dokter gigi berdasarkan Pasal 38 adalah
memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) yang masih berlaku,
mempunyai tempat praktik, dan memiliki rekomendasi dari
organisasi profesi. Perihal Surat Izin Praktik, melalui Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-V/2007 mengenai pengujian
Undang-Undang nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, terdapat perubahan terhadap ketentuan
sanksi yang ada. Sanksi semula berupa pidana penjara paling lama
3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00
commit to user

42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(seratus juta rupiah), diganti menjadi hanya dijuatuhi dengan


pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah), artinya terhadap dokter atau dokter gigi yang menjalankan
praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik diancam
dengan sanksi pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
c. Tidak memasang papan nama praktik kedokteran, contohnya
seorang dokter gigi yang membuka praktik di sebuah apotek,
namun di bagian depan apotek tersebut tidak ada papan nama yang
memberikan informasi bahwa dokter gigi tersebut membuka
praktik di apotek tersebut. Tindakan ini diatur di dalam Pasal 79
huruf a. Kewajiban untuk memasang papan nama praktik
kedokteran juga tertuang di dalam Pasal 41 ayat (1). Perihal
pemasangan papan nama praktik kedokteran, melalui Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-V/2007 mengenai pengujian
Undang-Undang nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, terdapat perubahan terhadap ketentuan
sanksi yang ada. Sanksi semula berupa pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah), diganti menjadi hanya pidana denda
paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), artinya
terhadap dokter atau dokter gigi yang tidak memasang papan nama
praktik kedokteran diancam dengan pidana denda paling banyak
Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
d. Tidak membuat rekam medis. Rekam medis merupakan suatu
berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien. Ketentuan ini diatur dalam
Pasal 79 huruf b. Untuk mendapatkan isi dari rekam medis adalah
hak pasien seperti yang tertuang dalam Pasal 52 huruf e.
commit to user

43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Keberadaan rekam medis ini sangat penting untuk tindakan medis


lanjutan yang akan dilakukan kepada pasien, karena dengan rekam
medis ini bisa diperoleh informasi tentang tindakan medis yang
pernah diberikan kepada pasien, jika terjadi kesalahan yang
dilakukan oleh dokter dalam melakukan tindakan medis juga bisa
terekam dalam rekam medis tersebut. Kewajiban untuk membuat
rekam medis juga diatur di dalam Pasal 46 ayat (1).
e. Tidak memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.
Standar profesi merupakan batasan kemampuan (knowledge, skill
and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh
seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya
pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi
profesi. Standar prosedur operasional adalah suatu perangkat
instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan
suatu proses kerja rutin tertentu. Standar prosedur operasional
memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan
konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan
fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan
berdasarkan standar profesi. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 79
huruf c. Pemberian pelayanan medis sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien
sendiri merupakan kewajiban dokter atau dokter gigi dalam
menjalankan praktik kedokteran, sesuai dengan ketentuan Pasal 51
huruf a.
f. Tidak merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila
tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.
Seperti yang diatur dalam Pasal 79 huruf c. Tindakan ini berkaitan
erat dengan kewajiban seorang dokter atau dokter gigi dalam
memberikan pelayanan medis seperti yang telah dijelaskan diatas,
commit to user

44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ketika seorang dokter atau dokter gigi tidak mampu melakukan


suatu pemeriksaan atau pengobatan maka untuk tetap menjamin
pasien mendapatkan pelayan medis sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien ia
harus merujuk ke dokter atau dokter gigi lain yang lebih memiliki
kemampuan. Tindakan ini merupakan kewajiban seorang dokter
atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran sesuai
dengan Pasal 51 huruf b.
g. Membuka rahasia mengenai segala sesuatu yang diketahuinya
tentang pasien bahkan terhadap pasien yang telah meninggal dunia.
Seperti yang diatur dalam Pasal 79 huruf c. Menjaga rahasia pasien
sendiri merupakan kewajiban seorang dokter atau dokter gigi
sesuai yang tertuang dalam Pasal 51 huruf c.
h. Tidak memberikan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang
bertugas dan mampu untuk melakukannya. Sesuai yang diatur
dalam Pasal 79 huruf c. Tindakan ini tidak sesuai dengan hakikat
dari tenaga kesehatan yaitu untuk memberikan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Memberikan pertolongan darurat pada
hakikatnya merupakan kewajiban bagi seorang dokter atau dokter
gigi sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 51 huruf d.
i. Tidak menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan
ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Seperti yang diatur dalam
Pasal 79 huruf c. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi pada
hakikatnya adalah kewajiban yang melekat pada setiap dokter atau
dokter gigi seperti yang tertuang dalam Pasal 51 huruf e. Tindakan
ini bertujuan untuk tetap menjamin agar dokter atau dokter gigi
tetap dapat memberikan pelayanan medis yang maksimal kepada
pasien. Perihal dokter atau dokter gigi yang tidak menambah ilmu
pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
commit to user

45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kedokteran gigi, melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor


4/PUU-V/2007 mengenai pengujian Undang-Undang nomor 29
Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran terhadap Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat perubahan
terhadap ketentuan sanksi yang ada. Sanksi semula berupa pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), diganti menjadi pidana
denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah),
artinya terhadap dokter atau dokter gigi yang tidak menambah ilmu
pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi diancam dengan pidana denda paling banyak Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

2. Indikasi Malpraktek Kedokteran Di Dalam Undang-Undang


Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan bentuk-bentuk tindak malpraktek kedokteran yang diatur
antara lain:

a. Tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang


dalam keadaan gawat darurat. Pertolongan pertama tersebut di
dalam Pasal 190 wajib diberikan oleh pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau
pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan. Namun tidak
dijelaskan lebih rinci mengenai apa indikator yang bisa dilihat
untuk menetapkan bahwa seseorang dalam keadaan gawat darurat.
Secara tersirat dalam Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 85 ayat (1) hanya
dikatakan bahwa keadaan darurat merupakan keadaan medis yang
dialami pasien yang kemungkinan akan mengakibatkan kecacatan
atau pertolongan medis dalam kondisi pada bencana.

commit to user

46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Menjalankan bentuk praktik pelayanan kesehatan tradisional


dengan alat dan teknologi tanpa izin dari lembaga kesehatan yang
berwenang. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 191. Alat dan
teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan tradisional
tersebut harus dapat ditanggungjawabkan manfaat dan
keamanannya, tidak bertentangan dengan norma agama dan
kebudayaan masyarakat, seperti yang diatur dalam Pasal 60.
Ketentuan dalam Pasal 191 ini bertujuan agar pelayanan medis
yang diterima oleh pasien dalam hal pelayanan kesehatan
tradisional dapat diterima secara maksimal, agar alat dan teknologi
yang digunakan dapat dikendalikan dan diawasi sehingga justru
tidak mendatangkan kerugian-kerugian bagi pasien.
c. Melakukan tindakan bedah plastik dan rekonstruksi untuk tujuan
mengubah identitas seseorang. Ketentuan ini diatur dalam Pasal
193. Tindakan bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu, karenanya tenaga kesehatan tersebut harus
patuh pada hal yang dilarang dalam melakukan bedah plastik dan
rekonstruksi jika hal ini diabaikan maka tenaga kesehatan tersebut
jelas telah melakukan malpraktek medis. Hal yang dilarang
tersebut antara lain bahwa bedah plastik dan rekonstruksi tidak
boleh bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat
dan tidak ditujukan untuk mengubah identitas, seperti yang
dijelaskan di dalam Pasal 69.
d. Melakukan tindakan aborsi, ketentuan ini diatur dalam Pasal 194.
Namun terdapat beberapa hal yang dapat mengesampingkan
larangan terhadap tindakan aborsi tersebut, yaitu:
1) Mengancam nyawa ibu dan / atau janin.
2) Kehamilan akibat perkosaan.
Tindakan untuk mengesampingkan larangan aborsi hanya dapat
dilakukan setelah melalui konseling dan/ atau penasehatan pra
commit to user

47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang


dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang, seperti
yang diatur dalam Pasal 75. Selain itu juga harus memenuhi syarat-
syarat yang ditetapkan dalam Pasal 76, sebagai berikut:
1) Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu;
2) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
keterampilan dan kewenangan dan memiliki sertifikat yang
ditetapkan oleh menteri;
3) Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
4) Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
5) Dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan yang
memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pengeturan mengenai tindakan aborsi yang begitu ketat dan sangat
limitatif disebabkan karena tindakan ini berkaitan langsung dengan
menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga pemerintah menjamin
untuk menghindarkan pasien dari tindakan aborsi yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab yaitu aborsi
yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan
yang bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
tidak profesional, tanpa mengikuti standar profesi dan pelayanan
yang berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan
materi dari pada indikasi medis, serta bertentangan dengan norma
agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti yang
diatur di dalam Pasal 77.
e. Memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/ atau alat
kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/ atau persyaratan
keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu. Ketentuan ini
diatur dalam Pasal 196. Tindakan ini akan sangat membahayakan
keselamatan dan kesehatan pasien, dengan tindakan tersebut berarti
dokter atau dokter gigi yang melakukannya akan
mengesampingkan aspek keselamatan dan keamanan diri pasien.
commit to user

48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penggunaan sediaan farmasi atau alat kesehatan yang tidak


memenuhi standar dan syarat keamanan mengindikasikan bahwa
dokter atau dokter gigi telah menjalankan praktik kedokterannya
tidak sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional, serta kebutuhan medis pasien. Contohnya seorang
dokter yang dijanjikan oleh pihak pemasok sediaan farmasi tertentu
akan mendapatkan bonus ketika penjualan produk farmasi yang ia
pasok habis, memberikan obat tersebut kepada pasiennya namun
ternyata obat tersebut tidak memenuhi standar atau persyaratan
keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu. Sehingga
mengakibatkan pasien tersebut tidak kunjung sembuh dari sakitnya
bahkan sakit yang ia derita bertambah parah.

3. Indikasi Malpraktek Kedokteran Di Dalam Kitab Undang-


Undang Hukum Pidana Indonesia.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia
secara garis besar bentuk-bentuk malpraktek kedokteran diatur di
dalam hal-hal berikut:
a. Pelanggaran kewajiban dokter atau dokter gigi.
Dalam hal pelanggaran terhadap kewajiban yang
seharusnya dijalankan oleh dokter atau dokter gigi pasal yang dapat
dikenakan antara lain:
1) Menempatkan dan membiarkan seseorang dalam keadaan
sengsara, yang diatur dalam Pasal 304
Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan
seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang
berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi
kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
Ketentuan dalam pasal tersebut akan dikatakan sebagai
bentuk malpraktek medik ketika unsur barang siapa dalam
pasal tersebut adalah pihak yang bertindak dalam kualitasnya
commit to user

49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sebagai pengemban profesi tenaga kesehatan. Pasal tersebut


juga mengatur bahwa menurut hukum yang berlaku baginya
atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan,
perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, di dalam dunia
kedokteran dikenal adanya transaksi terapeutik atau bisa
disebut sebagai kontrak medik, dengan adanya hal tersebut
maka akan menimbulkan kewajiban untuk memenuhi suatu
prestasi, yang dalam dunia kedokteran prestasi tersebut adalah
unutuk memberikan pelayanan medis yang baik.
2) Tidak memberikan pertolongan kepada orang yang sedang
menghadapi maut, yang diatur dalam Pasal 531
Barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang
sedang menghadapi maut tidak memberi pertolongan yang
dapat diberikan padanya tanpa selayaknya menimbulkan
bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam, jika kemudian
orang itu meninggal, dengan pidana kurungan paling lama tiga
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
Ketentuan dalam pasal ini dikatakan sebagai bentuk
malpraktek medik ketika unsur barang siapa dalam pasal
tersebut adalah pihak yang bertindak dalam kualitasnya sebagai
pengemban profesi tenaga kesehatan. Pasal ini mewajibkan
para pengemban profesi tenaga kesehatan untuk memberikan
pertolongan kepada orang yang sedang menghadapi maut
pertolongan ini harus dilakukan sesuai dengan standar profesi,
standar prosedur operasional, serta kebutuhan medis pasien
tersebut, tanpa mengakibatkan bahaya bagi pasien maupun
tenaga kesehatan yang memberikan pertolongan tersebut,
contohnya seorang dokter yang memberikan pertolongan
kepada korban kecelakaan yang mengalami pendarahan pada
bagian kepala, namun karena dokter tersebut merasa gugup
akibat tergesa-gesa pendarahan pada korban justru semakin
parah. Tindakan inilah yang dilarang, karena membahayakan
commit to user

50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pasien dengan pendarahan yang semakin parah dan dokter itu


sendiri dengan tindakannya yang tidak sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional yang membuat dokter
tersebut bisa didakwa dengan melakukan malpraktek medik.
3) Kewajiban untuk menyimpan rahasia jabatannya, yang diatur
dalam Pasal 322
1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib
disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang
sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda
paling banyak sembilan ribu rupiah.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka
perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang
itu.

Ketentuan dalam pasal ini dikatakan sebagai bentuk


malpraktek medik ketika unsur barang siapa dalam pasal
tersebut adalah pihak yang bertindak dalam kualitasnya sebagai
pengemban profesi tenaga kesehatan. Dalam pasal ini tenaga
kesehatan dilarang untuk membuka rahasia yang wajib
disimpannya, dokter atau dokter gigi sebagai pengemban
profesi tenaga kesehatan juga memiliki kewajiban untuk
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien,
bahkan ketika pasien itu telah meninggal dunia, seperti yang
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran Pasal 51 huruf c.

b. Kejahatan terhadap kesusilaan.


Dalam kesusilaan dikenal adanya istilah moral, ethics, dan
decent. Moral dapat diterjemahkan dengan moril atau kesopanan,
ethics dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah kesusilaan,
sedangkan decent diterjemahkan dengan kepatuhan. (Marpaung,
1996:2). Dalam kenyataan sehari-hari, kesusilaan lebih cenderung
diartikan sebagai kelakuan yang benar atau yang salah berkaitan
dengan aspek seksual. Namun di dalam Kitab Undang-Undang
commit to user

51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hukum Pidana Indonesia ketentuan yang mengatur tentang


Kejahatan Kesusilaan dalam Bab XIV tidak hanya terkait dengan
perbuatan seksual saja, tetapi juga memasukkan perbuatan yang
tidak terkait dengan seksual, misalnya perbuatan mengemis,
penyiksaan binatang, minum minuman keras dan juga judi.
Sehingga menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia
kesusilaan dilihat sebagai bentuk tindakan atau perbuatan yang
berkaitan dengan hal-hal moral dan etika dalam pengertian yang
lebih luas yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal tentang pelanggaran kesusilaan yang dapat
dituduhkan oleh pihak pasien atau keluarganya terhadap seorang
dokter yaitu:
1) Perbuatan cabul yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang
yang dipercayakan kepadanya, diatur dalam Pasal 294
a) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya,
tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawannya yang
belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang
pemeliharaanya, pendidikan atau penjagaannya diannya
yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
b) Diancam dengan pidana yang sama:
(1) pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang
yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan
orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan
kepadanya,
(2) pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau
pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat
pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa
atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul
dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.
Di dalam pasal tersebut diatur bahwa seorang
pengemban profesi tenaga kesehatan dilarang melakukan
tindakan-tindakan berupa perbuatan cabul terhadap orang yang
dipercayakan kepadanya. Dalam hal ini adalah kepada pasien
yang dipercayakan kepadanya untuk mendapatkan kesembuhan
dari sakit yang ia derita. Marpaung (1996:64) menjelaskan
commit to user

52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang dimaksud dengan perbuatan cabul adalah segala bentuk


perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain
yang keji dan semuanya dalam lingkungan nafsu birahi
kelamin. Berkaitan dengan tindakan tersebut di dalam
Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor
17/KKI/Per/VII/2006 Bab 3 huruf s disebutkan bahwa tindakan
seorang dokter berupa melakukan pelecehan seksual, tindakan
intimidasi, atau tindakan kekerasan terhadap pasien di tempat
praktik merupakan bentuk pelanggaran disiplin dokter,
sehingga tindakan tersebut dikatakan sebagai bentuk
malpraktek etik sebagai bagian dari malpraktek kedokteran,
karena arti kata malpraktek (berasal dari kata mala dan praktik)
sendiri ialah celaka yang diakibatkan dalam pelaksanaan
pekerjaan. Terhadap bentuk malpraktek etik tersebut bisa
diajukan pengaduan secara tertulis kepada Ketua Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia yang selanjutnya
akan memutus kasus pelanggaran disiplin dokter tersebut,
namun berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran Pasal 66 ayat (3) disebutkan
bahwa dengan adanya pengaduan yang ditujukan kepada ketua
MKDKI tersebut tidak menghilangkan hak setiap orang untuk
melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang
berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke
Pengadilan.
c. Kejahatan terhadap pemalsuan.
1) Pemalsuan akta autentik, yang diatur dalam Pasal 266.
a) Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke
dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang
kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai
akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan
kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan
kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun;
commit to user

53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan


sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang
isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar
dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat
menimbulkan kerugian.
Ketentuan dalam pasal ini dikatakan sebagai bentuk
malpraktek medik ketika unsur barang siapa dalam pasal
tersebut adalah pihak yang bertindak dalam kualitasnya sebagai
pengemban profesi tenaga kesehatan. Dalam unsur menyuruh
memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik
contohnya adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang dokter
dalam upaya pemalsuan surat keterangan lahir.
2) Pembuatan surat keterangan palsu, diatur dalam Pasal 267.
a) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat
keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit,
kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun
b) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk
memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau
untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana penjara paling
lama delapan tahun enam bulan.
c) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan
sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah
isinya sesuai dengan kebenaran.
Unsur subyektif dalam pasal ini sudah jelas yaitu
seorang dokter. Walaupun di dalam ayat (1) dan ayat (2) hanya
berlaku bagi orang yang berkualitas pribadi sebagai dokter,
namun orang-orang yang tidak memiliki kualitas pribadi
sebagai dokter masih dapat terlibat sebagai pelaku penganjur
(uitlokken), pelaku peserta (medeplegen), dan pelaku pembantu
(medeplichtigen). Memberikan surat keterangan dalam pasal ini
berarti membuat surat keterangan dan kemudian menyerahkan
surat keterangan tersebut kepada orang lain. Rumusan di dalam
pasal ini dapat terpenuhi, jika unsur sengaja terpenuhi, dalam
unsur ini sengaja berarti adanya kehendak yang disadari oleh
pelaku untuk melakukan suatu bentuk tindakan tertentu.
Seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja
commit to user

54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

harus memenuhi rumusan willens yang berarti haruslah


menghendaki apa yang ia perbuat dan memenuhi unsur wettens
yang berarti harus mengetahui akibat dari apa yang ia perbuat.
Karena bisa saja terjadi dokter salah dalam menentukan
diagnosa, sehingga terjadi kesalahan pula dalam menerbitkan
surat keterangan yang dibuatnya. Untuk dapat dinyatakan
bahwa perbuatan dokter merupakan kesengajaan harus
dibuktikan bahwa palsunya keterangan dalam surat merupakan
perbuatan yang dikehendaki, disadari dan dituju oleh dokter
tersebut. Sehingga dokter tersebut memang benar-benar
menghendaki perbuatan membuat palsu atau memalsu surat
dan mengetahui bahwa keterangan yang diberikannya dalam
surat itu adalah bertentangan dengan yang sebenarnya artinya
bertentangan dengan keadaan sebenarnya yang diderita atau
dirasakan oleh pasien. Dalam ketentuan ayat (2) terdapat unsur
dengan maksud, artinya tindakan seorang dokter yang dengan
sengaja membuat surat keterangan palsu dilakukan untuk
memenuhi kehendak yang ingin didapatkan oleh pelaku, yaitu
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Unsur
dengan maksud dalam pasal ini menjadi motif untuk
dilakukakannya perbuatan tersebut. Dalam ketentuan ayat (2)
dijelaskan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke
dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ.
d. Kejahatan terhadap tubuh dan nyawa.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kejahatan
terhadap tubuh dan nyawa sebagai akibat dari malpraktek medik
secara garis besar terbagi dalam hal berikut:
1) Kejahatan terhadap tubuh dan nyawa karena kesengajaan.
a) Euthanasia, diatur dalam Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan
orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan
commit to user

55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling


lama dua belas tahun.
Ketentuan dalam pasal ini dikatakan sebagai bentuk
malpraktek medik ketika unsur barang siapa dalam pasal
tersebut adalah pihak yang bertindak dalam kualitasnya
sebagai pengemban profesi tenaga kesehatan. Dalam pasal
tersebut yang dimaksud dengan permintaan adalah suatu
pernyataan kehendak yang ditujukan pada orang lain, agar
orang lain itu melakukan perbuatan tertentu bagi
kepentingan orang yang meminta. Orang yang diminta,
dalam keadaan bebas untuk bisa memutuskan kehendaknya
untuk mengabulkan atau menolak permintaan orang yang
meminta. Contohnya adalah untuk tindakan yang dilakukan
oleh dokter yang mengabulkan permintaan pasiennya untuk
mengakhiri hidupnya karena penyakit yang terus menerus
ia derita.

b) Membujuk orang lain untuk bunuh diri, diatur dalam


Pasal 345.
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh
diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi
sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi
bunuh diri.
Ketentuan dalam pasal ini dikatakan sebagai
bentuk malpraktek medik ketika unsur barang siapa
dalam pasal tersebut adalah pihak yang bertindak dalam
kualitasnya sebagai pengemban profesi tenaga kesehatan.
Dalam pasal ini unsur dengan sengaja mendorong orang
lain untuk bunuh diri berarti orang tersebut yang memiliki
keinginan agar orang itu mengakhiri hidupnya, ketika
tindakan ini dilakukan oleh seorang dokter jelas akan
bertolak belakang dengan kewajibannya untuk
memberikan pelayanan medis secara maksimal kepada
commit to user

56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pasiennya. Contohnya adalah tindakan dokter yang


menganjurkan untuk menghentikan tindakan medis yang
dilakukan kepada pasiennya untuk penyakit yang ia derita
dengan tujuan agar si pasien menuruti anjurannya
tersebut, padahal tindakan medis tersebut sangat
diperlukan untuk proses penyembuhan penyakit yang ia
derita.

c) Aborsi (pengguguran kandungan), diatur di dalam Pasal


349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun
melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348,
maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat
ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Unsur seorang dokter, bidan atau juru obat dalam
pasal tersebut sudah jelas mengindikasikan bahwa
tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk
malpraktek kedokteran, karena pihak-pihak tersebut
merupakan pengemban profesi tenaga kesehatan. Untuk
dapat memahami pasal ini dengan jelas, perlu dilihat
ketentuan dalam Pasal 346 yang mengatur tindakan
seorang wanita yang dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain
untuk melakukan tindakan tersebut, Pasal 347 yang
mengatur tindakan aborsi tanpa sepengetahuan wanita
yang mengandung, yang mengakibatkan wanita yang
mengandung tersebut meninggal., dan Pasal 348 yang
mengatur tindakan aborsi yang dilakukan dengan
persetujuan wanita yang mengandung, yang
mengakibatkan wanita yang mengandung meninggal
dunia.
commit to user

57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Di dalam Pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah


Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi,
terdapat 2 indikasi yang memperbolehkan dilakukannya
tindakan aborsi yaitu indikasi kedaruratan medis dan
kehamilan akibat perkosaan. Yang dimaksud dengan
istilah kedaruratan medis adalah kehamilan yang dapat
mengancam keselamatan nyawa dari ibu dan/ atau
kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin,
termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau
cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar
kandungan. Unsur dalam pasal tersebut menegaskan
bahwa aborsi pada hakikatnya dilarang untuk dilakukan,
namun terdapat 2 (dua) indikasi yang dapat
mengesampingkan larangan tersebut, sehingga alasan
diperbolehkannya dilakukan tindakan aborsi sangat
limitatif terhadap 2 (dua) indikasi tersebut.
2) Kejahatan terhadap tubuh dan nyawa karena kelalaian.
a) Kealpaan atau kelalaian yang mengakibatkan orang lain
meninggal, diatur dalam Pasal 359.
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya)
menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling
lama satu tahun.
Ketentuan dalam pasal ini dikatakan sebagai bentuk
malpraktek medik ketika unsur barang siapa dalam pasal ini
adalah pengemban profesi tenaga kesehatan. Unsur
kelalaian dalam pasal ini dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana biasanya disebut juga dengan kesalahan,
kurang hati-hati, culpa, atau kealpaan. Culpa mencakup
kurang cermat berpikir, kurang pengetahuan, atau bertindak
kurang terarah. Culpa berarti tidak atau kurang menduga
commit to user

58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

secara nyata terlebih dahulu kemungkinan munculnya


akibat fatal dari tindakan orang tersebut. (Jan Remmelink,
2003:177). Unsur kealpaan atau kelalaian dalam pasal ini
menandakan bahwa dokter atau dokter gigi tidak
memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional serta sesuai dengan
kebutuhan medis pasien. Akibatnya pasien yang ia tangani
meninggal dunia. Contohnya seorang dokter yang
melakukan prosedur operasi caesar, karena kealpaan yang
ia lakukan mengakibatkan tertinggalnya perlengkapan yang
dipakai dalam operasi tersebut di dalam perut korban,
akibatnya korban mengalami pendarahan hingga akhirnya
meninggal dunia.
b) kealpaan atau kelalaian yang mengakibatkan orang lain
mendapat luka-luka berat, diatur dalam Pasal 360.
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya)
menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya)
menyebahkan orang lain luka-luka sedemikian rupa
sehingga timhul penyakit atau halangan menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan
atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus
rupiah.
Ketentuan dalam pasal tersebut dapat dikatakan
sebagai bentuk malpraktek medik ketika unsur barang siapa
dalam pasal tersebut adalah pengemban profesi tenaga
kesehatan. Bentuk kealpaan atau culpa yang dimaksud
dalam pasal tersebut adalah culpa lata atau culpa berat
yang merupakan kelalaian yang nyata atau sembrono,
bentuk culpa lata masih dibagi menjadi dua, yaitu
onbewuste culpa (kealpaan / kelalaian yang tidak disadari)
commit to user

59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang merupakan sikap batin yang tercela dan sangat


berbahaya, karena pelaku sama sekali tidak menyadari di
dalam batinnya kalau perbuatan yang akan dilakukannya
dapat menimbulkan akibat yang dilarang oleh Undang-
Undang. Padahal seharusnya ia memikirkan kemungkinan
terjadinya akibat yang melanggar larangan Undang-Undang
tersebut. Bentuk yang kedua adalah bewuste culpa
(kealpaan / kelalaian yang disadari) merupakan bentuk
kesalahan yang terletak pada sikap batin pelaku yang
seharusnya berusaha menghindari akibat yang seharusnya
berusaha menghindari akibat yang terlarang yang sudah
diketahuinya atau disadarinya terlebih dahulu sebelum ia
melakukan perbuatan. Unsur kealpaan atau kesalahannya
dalam pasal ini menandakan bahwa dokter atau dokter gigi
tidak memenuhi kewajibannya untuk memberikan
pelayanan medis sesuai dengan standar profesi, standar
prosedur operasional, serta kebutuhan medis pasien. Unsur
luka-luka berat dalam pasal ini dijelaskan dalam Pasal 90
yaitu:
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi
harapan akan sembuh sama sekali, atau yang
menimbulkan bahaya maut;
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan
tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
(3) Kehilangan salah satu pancaindera;
(4) Mendapat cacat berat;
(5) Menderita sakit lumpuh;
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu
lebih;
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

commit to user

60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c) Kealpaan atau kelalaian yang dilakukan oleh seseorang


dalam menjalankan suatu jabatan atau profesi atau juga
mata pencariannya, diatur dalam Pasal 361. Dalam Pasal ini
unsur subyektifnya bersifat limitatif yaitu jika kejahatan
yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam
menjalankan suatu jabatan atau pencarian, misalkan
dilakukan oleh pengemban profesi tenaga kesehatan.
Karena tindak kealpaan atau kelalaian ini dilakukan oleh
orang yang dalam kualitasnya sebagai pengemban profesi
tenaga kesehatan maka tindakan tersebut dikatakan sebagai
bentuk malprakek medik. Adapun bentuk kealpaan atau
kelalaian dalam pasal ini berarti pelaku melakukan suatu
bentuk tindakan yang tidak sesuai dengan standar profesi
atau standar prosedur operasional yang sudah ditetapkan
sehingga mendatangkan kerugian bagi korban.

4. Indikasi Malpraktek Kedokteran Di Dalam Peraturan Pemerintah


Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan terdapat satu pasal yang mengatur mengenai bentuk malpraktik
kedokteran, yaitu:
a. Melakukan upaya kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi tenaga
kesehatan yang bersangkutan, sesuai yang diatur dalam Pasal 35. Tindakan
ini akan berakibat serius terhadap kesehatan pasien yang ditangani oleh
tenaga kesehatan tersebut. Karena bertindak tidak sesuai dengan standar
profesi tenaga kesehatan, berarti memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien dibawah kelayakan yang seharusnya ia dapatkan. Hal ini dapat
memunculkan akibat-akibat yang tidak diinginkan, seperti muncul luka
baru pada pasien.
b. Tidak menghormati hak pasien, tidak mampu menjaga kerahasiaan
identitas dan kesehatan pribadi pasien, tidak memberikan infomasi yang
commit to user

61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan kepada


pasien, tidak meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan
terhadap pasien, serta tidak membuat dan menjaga rekam medis pasien,
sesuai yang diatur dalam Pasal 35. Kelima hal tersebut pada hakikatnya
merupakan kewajiban yang harus diemban oleh setiap tenaga kesehatan
seperti yang tertuang dalam Pasal 22 ayat (1).

commit to user

62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Analisis Perkara Malpraktek Kedokteran di Banda Aceh dalam Kasus


Malpraktek Kedokteran yang Dilakukan Oleh dr. Taufik Wahyudi
Mahady, Sp.OG Pada Tahun 2007 di Rumah Sakit Kesdam Iskandar
Muda Tingkat III Banda Aceh.
1. Kasus Posisi
Pada hari Minggu tanggal 19 Agustus 2007, sekira pukul 21.00
WIB, atau setidak - tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Agustus 2007
atau setidak- tidaknya pada suatu waktu di tahun 2007, bertempat di
Rumah Sakit Kesdam Iskandar Muda Tingkat III Banda Aceh, atau
setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah
hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh, dr. Taufik Wahyudi Mahady,
Sp.OG bersama tim operasi yang terdiri dari dr. Taufik Wahyudi Mahady,
Sp.OG selaku Operator, dr. Fahrul Jamal selaku Dokter Anestesi (Bius),
M. Daud Hamdani selaku Penata Anestesi, Lettu CKM Deni Sumarsana
selaku Asisten Anestesi, Martini selaku Asisten Operator dan Yuni
Ernawati selaku Instrumen, telah melakukan Operasi Caesar terhadap Rita
Yanti Binti (Alm) Jamal. Karena kesalahan yang dilakukan dr. Taufik
Wahyudi Mahady, Sp.OG selaku Operator menyebabkan korban Rita
Yanti Binti (Alm) Jamal luka berat.
Bahwa pada waktu dan tempat tersebut di atas, sebelum dilakukan
operasi, dr. Taufik Wahyudi Mahady, Sp.OG selaku operator tidak
memerintahkan Yuni Ernawati selaku Instrumen untuk melakukan
penghitungan terhadap alat yang digunakan termasuk kain kasa yang
digunakan sebelum dan sesudah operasi. Bahwa sewaktu sebelum
memulai menutup dinding perut, dr . Taufik Wahyudi Mahady, Sp.OG
seharusnya menanyakan kepada Yuni Ernawati selaku Instrumen dan
Martini selaku Asisten Operator apakah alat yang digunakan telah lengkap
termasuk kain kasa yang digunakan apa telah sama jumlahnya saat
sebelum digunakan dan saat setelah digunakan. dr . Taufik Wahyudi Mahady,
Sp.OG juga seharusnya melihat dengan teliti kembali ke dalam rongga
perut apakah ada yang tertinggal di dalam perut, kemudian setelah
commit to user

63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dinyatakan tidak ada yang tertinggal baru dapat dilakukan penjahitan,


namun hal tersebut tidak dilakukan.

Karena kelalaian dalam tindakan operasi tersebut kain kasa steril


berukuran 20 X 10 cm tertinggal diperut korban. Sehingga korban
mengalami luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit
sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya
sementara, hal ini berdasarkan atas Surat Keterangan Medis Nomor:
04/MR/I/2009 yang dibuat dan di tandatangani oleh dr. M. Andalas,
Sp.OG yaitu dokter pada Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum
Dr. Zainoel Abidin. Perbuatan dr. Taufik Wahyudi Mahady, Sp.OG tersebut
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 360 ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Jo Pasal 361 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.

2. Identitas Terdakwa
Nama : dr. TAUFIK WAHYUDI MAHADY, Sp.OG
Bin DR. RUSLI MAHADY
Tempat lahir : Banda Aceh
Umur / tanggal lahir : 35 Tahun / 01 Maret 1973
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Jl. Tunjung No. E 24 Sektor Timur Darussalam
Banda Aceh
Agama : Islam
Pekerjaan : Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan

3. Dakwaan Penuntut Umum


Pertama:

Bahwa ia Terdakwa dr. TAUFIK WAHYUDI, Sp.OG Bin DR.


RUSLI MAHADY pada hari Minggu tanggal 19 Agustus 2007, sekira

commit to user

64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pukul 21.00 WIB, atau setidak - tidaknya pada suatu waktu dalam bulan
Agustus 2007 atau setidak - tidaknya pada suatu waktu di tahun 2007,
bertempat di Rumah Sakit Kesdam Iskandar Muda Tingkat III Banda
Aceh, atau setidak - tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk
dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh, karena kesalahannya
menyebabkan korban Rita Yanti Binti (Alm) Jamal luka berat, perbuatan
tersebut di lakukan Terdakwa dengan cara - cara sebagai berikut:
Bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Agustus 2007, sekira pukul
20.00 WIB, korban yang sedang mengandung 9 (sembilan) bulan bersama
dengan suaminya datang ke Rumah Sakit Kesdam Iskandar Muda Tingkat
III Banda Aceh sebagai pasien rujukan bidan desa yang akan melakukan
persalinan. Oleh karena kondisi korban dalam keadaan gawat janin, maka
Terdakwa sebagai dokter spesialis kandungan yang bertugas di Rumah
Sakit Kesdam Iskandar Muda Tingkat III Banda Aceh mengambil
tindakan untuk dilakukan Operasi Caesar terhadap proses persalinan
terhadap korban. Tim Operasi yang terlibat dalam Operasi Caesar tersebut
adalah Terdakwa selaku Operator, dr. Fahrul Jamal selaku Dokter Anestesi
(Bius), M. Daud Hamdani selaku Penata Anestesi, Lettu CKM Deni
Sumarsana selaku Asisten Anestesi, Martini selaku Asisten Operator dan
Yuni Ernawati selaku Instrumen;
Bahwa sebelum dilakukan operasi, Terdakwa selaku operator tidak
menyuruh Instrumen untuk melakukan penghit ungan terhadap alat yang
digunakan termasuk kain kasa yang digunakan sebelum dan sesudah
operasi;
Bahwa kemudian sekira pukul 21.00 WIB, korban dimasukkan ke
dalam kamar operasi dan dimulai dengan dilakukan pembiusan di daerah
punggung bawah korban yang dilakukan oleh dr. Fahrul Jamal dengan
memasukkan jarum spinal (anestesi lokal), setelah tindakan selesai luka
tusukan di tutup dengan kain kasa steril dan korban ditidurkan. Lalu
Hartini selaku Asisten membersihkan medan operasi bagian luar dengan
desinfektan (cairan betadine), meletakkan kain duk kecil dan di klem
commit to user

65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dengan duk klem, di pasang dengan duk besar selanjutnya bekas betadine
diberikan alkohol dikeringkan dengan kain kasa, kemudian di pasang tali
suction. Setelah itu Terdakwa selaku Operator Operasi Caesar terhadap
korban, langsung menyayat perut korban sampai jaringan keras pada perut
(fasia), lalu Terdakwa memotong fasia dengan gunting jaringan,
memasukkan pingset ke dalam otot dan menarik ototnya. Kemudian
Terdakwa meminta arteri klam kepada Asisten dan memerintahkan
Asisten untuk menjempit Peritoneum (jaringan di atas rahim), kemudian
Terdakwa meminta gunting jaringan untuk menggunting Peritoneum.
Setelah itu Terdakwa menyayat rahim korban dan mengambil bayinya,
lalu menjepit tali pusat bayi dan memotong tali pusat bayi dan bayi
diserahkan kepada bidan. Kemudian Terdakwa mengeluarkan plasenta
dari rahim korban dan membersihkan darah pada rahim dengan selang
suction, lalu Terdakwa meminta kain kasa yang dijepit dengan oval
(demper) kepada asisten untuk membersihkan rahim dan setelah
digunakan kain kasa tersebut langsung dibuang ke tempat sampah,
sehingga tidak dapat di lakukan penghitungan kembali terhadap kain kasa
yang telah digunakan. Setelah itu Terdakwa meminta benang jahit beserta
pinset kepada Instrumen dan Terdakwa menjahit rahim, kemudian
menjahit Perotoneum (jaringan di atas rahim) lalu menjepit fasia (jaringan
keras) dan menjahit subkutis (lemak di bawah kulit) kemudian dijahit kulit
luar;
Bahwa sewaktu sebelum memulai menutup dinding perut,
Terdakwa seharusnya menanyakan kepada Instrumen dan Asisten apakah
alat yang digunakan telah lengkap termasuk kain kasa yang digunakan apa
telah sama jumlahnya saat sebelum digunakan dan saat setelah digunakan.
Terdakwa juga seharusnya melihat dengan teliti kembali ke dalam rongga
perut apakah ada yang tertinggal di dalam perut, kemudian setelah
dinyatakan tidak ada yang tertinggal baru dapat dilakukan penjahitan,
namun hal tersebut tidak Terdakwa lakukan;

commit to user

66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kepada korban bahwa bengkak tersebut akibat pembekuan darah di


dalam perut, sehingga korban hanya diberi resep obat salep. Akan tetapi
setelah diolesi salep, bengkak pada jahitan bukan membaik akan tetapi
semakin bernanah sehingga korban semakin merasakan sakit terus
menerus;
Kemudian pada bulan Agustus 2008, karena luka pada bekas
jahitan operasi tidak sembuh - sembuh, korban kembali ke tempat praktek
Terdakwa dan menanyakan penyebab luka tersebut dan Terdakwa
mengatakan karena alergi pada benang jahit, padahal dari hasil USG
Terdakwa dapat melihat adanya benda asing yang terdapat dalam perut
korban akibat operasi Caesar yang dilakukan oleh Terdakwa, akan tetapi
hal tersebut tidak diungkapkan oleh Terdakwa kepada korban selaku
pasien. Kemudian Terdakwa hanya menyarankan untuk dioperasi kembali
apabila korban masih merasakan sakit tetapi Terdakwa tidak langsung
mengambil tindakan walaupun korban masih merasakan sakit terus
menerus;
Setelah itu pada tanggal 06 Desember 2008, karena sakit pada
bekas jahitan korban tidak sembuh-sembuh, korban melakukan
pemeriksaan ke Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin dan berkonsultasi
dengan dr. Radjudin, Sp.OG dan dari pemeriksaan di temukan adanya
benda asing di dalam perut korban akibat Operasi Caesar yang dilakukan
Terdakwa. Kemudian karena sakit pada bekas jahitan korban semakin
parah, korban langsung berkonsultasi dengan dr. Andalas, Sp.OG dan dari
pemeriksaan dr. Andalas Sp.Og sementara disimpulkan adanya infeksi
(fistula) pada bekas operasi Caesar yang dilakukan oleh Terdakwa.
Kemudian dr. Andalas, Sp.OG merencanakan operasi ulang terhadap
korban dengan tujuan mencari penyebab infeksi (fistula);
Pada tanggal 21 Desember 2008, sekira pukul 13.00 WIB,
bertempat di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin, dr. Andalas, Sp.OG
melakukan operasi ulang terhadap korban. Dengan cara membuang
jaringan busuk pada bekas operasi yang lama. Kemudian dr. Andalas,
commit to user

67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sp.OG mencari asal infeksi ternyata ada hubungan dari kulit ke dalam
dinding perut;
Lalu membuka dinding perut dan melakukan eksplorasi dan saat
dibuka pada lapisan dalam dinding ke arah infeksi terdapat 1 (satu) benda
putih ke abu-abuan sangat bau kemudian ditarik dengan menggunakan
pinset, ternyata benda tersebut adalah kain kasa sepanjang lebih kurang 20
x 10 cm. Kemudian di lanjutkan dengan melihat jaringan sekitarnya,
ternyata terjadi perlengketan hebat antara uterus, omentum/usus dan
adneksa kiri dan kanan, setelah perlengketan berhasil dilepaskan, di
temukan perlengketan berat antara kandung kemih (kencing) dengan
segmen bawah rahim (tempat sayatan operasi caesar) dengan otot perut,
ditemukan perlengketan segmen bawah rahim luka operasi lama dengan
kandung kencing (dugaan infeksi lama) dan dicoba untuk dilepaskan untuk
membuat korban tidak merasa nyeri setelah operasi, setelah tidak ada
pendarahan lagi dan kain kasa yang tertinggal telah diangkat (diambil),
lalu dilakukan penutupan luka operasi dan operasi di tutup selapis demi
selapis;
Akibat perbuatan Terdakwa, korban mengalami luka sebagaimana
Surat Keterangan Medis Nomor: 04/MR/I/2009 yang dibuat dan
ditandatangani oleh dr. M. Andalas, Sp.OG yaitu dokter pada Badan
Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin, pada
tanggal 27 Januari 2009, dari hasil pemeriksaan ditemukan:
a. Tampak bekas operasi Seksio Caesar ia dengan insisi Pfannensteil (di
bawah lipatan perut dengan ukuran panjang 20 cm, dengan sebagian
besar berparut;
b. Tampak 2 (dua) lubang (fistel) di kiri dan kanan luka, dengan ukuran
panjang 1 cm, lebar 1 cm, kedalaman 3 cm;
c. Tampak nanah pada luka mengeluarkan secret / cairan berbau aktif.
d. Tampak bagian luka kiri dan kanan ada terlihat otot (selaput dalam)
yang timbul keluar;

commit to user

68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana


dalam Pasal 360 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jo
Pasal 361 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
Atau :
Kedua:

Bahwa ia Terdakwa dr. TAUFIK WAHYUDI, Sp.OG Bin DR.


RUSLI MAHADY pada hari Minggu tanggal 19 Agustus 2007, sekira
pukul 21.00 Wib, atau setidak- tidaknya pada suatu waktu dalam bulan
Agustus 2007 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu di tahun 2007,
bertempat di Rumah Sakit Kesdam Iskandar Muda Tingkat III Banda
Aceh, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam
daerah hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh karena kesalahannya
menyebabkan korban Rita Yanti Binti (Alm) Jamal luka sedemikian rupa
sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan
jabatannya atau pekerjaannya sementara, perbuatan tersebut dilakukan
Terdakwa dengan cara- cara sebagai berikut:

Bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Agustus 2007, sekira pukul


20.00 WIB, korban yang sedang mengandung 9 (sembilan) bulan bersama
dengan suaminya datang ke Rumah Sakit Kesdam Iskandar Muda Tingkat
III Banda Aceh sebagai pasien rujukan bidan desa yang akan melakukan
persalinan. Oleh karena kondisi korban dalam keadaan gawat janin, maka
Terdakwa sebagai dokter spesialis kandungan yang bertugas di Rumah
Sakit Kesdam Iskandar Muda Tingkat III Banda Aceh mengambil
tindakan untuk dilakukan Operasi Caesar terhadap proses persalinan
terhadap korban. Tim Operasi yang terlibat dalam Operasi Caesar tersebut
adalah Terdakwa selaku Operator, dr. Fahrul Jamal selaku Dokter Anestesi
(Bius), M. Daud Hamdani selaku Penata Anestesi, Lettu CKM Deni
Sumarsana selaku Asisten Anestesi, Hartini selaku Asisten Operator dan
Yuni Ermawati selaku Instrumen;

commit to user

69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Bahwa sebelum dilakukan operasi, Terdakwa selaku operator tidak


menyuruh Instrumen untuk melakukan penghitungan terhadap alat yang
digunakan termasuk kain kasa yang digunakan sebelum dan sesudah
operasi;
Bahwa kemudian sekira pukul 21.00 WIB, korban dimasukkan ke
dalam kamar operasi dan dimulai dengan dilakukan pembiusan di daerah
punggung bawah korban yang dilakukan oleh dr. Fahrul Jamal dengan
memasukkan jarum spinal (anestesi lokal), setelah tindakan selesai luka
tusukan ditutup dengan kain kasa steril dan korban di tidurkan. Lalu
Hartini selaku Asisten membersihkan medan operasi bagian luar dengan
desinfektan (cairan betadine), meletakkan kain duk kecil dan dik lem
dengan duk klem, dipasang dengan duk besar selanjutnya bekas betadine
diberikan alkohol dikeringkan dengan kain kasa, kemudian dipasang tali
suction. Setelah itu Terdakwa selaku Operator Operasi Caesar terhadap
korban, langsung menyayat perut korban sampai jaringan keras pada perut
(fasia), lalu Terdakwa memotong fasia dengan gunting jaringan,
memasukkan pingset ke dalam otot dan menarik ototnya;
Kemudian Terdakwa meminta arteri klam kepada Asisten dan
memerintahkan Asisten untuk menjempit Peritoneum (jaringan di atas
rahim), kemudian Terdakwa meminta gunting jaringan untuk menggunting
Peritoneum. Setelah itu Terdakwa menyayat rahim korban dan mengambil
bayinya, lalu menjepit tali pusat bayi dan memotong tali pusat bayi dan
bayi diserahkan kepada bidan. Kemudian Terdakwa mengeluarkan
plasenta dan rahim korban dan membersihkan darah pada rahim dengan
selang suction, lalu Terdakwa meminta kain kasa yang di jepit dengan oval
(demper) kepada asisten untuk membersihkan rahim dan setelah
digunakan kain kasa tersebut langsung dibuang ke tempat sampah,
sehingga tidak dapat dilakukan penghitungan kembali terhadap kain kasa
yang telah digunakan. Setelah itu Terdakwa meminta benang jahit beserta
pinset kepada Instrumen dan Terdakwa menjahit rahim, kemudian
menjahit Perotoneum (jaringan di atas rahim) lalu menjepit fasia (jaringan
commit to user

70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

keras) dan menjahit subkutis (lemak di bawah kulit) kemudian di jahit


kulit luar;
Bahwa sewaktu sebelum memulai menutup dinding perut,
Terdakwa seharusnya menanyakan kepada Instrumen dan Asisten apakah
alat yang digunakan telah lengkap termasuk kain kasa yang digunakan apa
telah sama jumlahnya saat sebelum digunakan dan saat setelah digunakan.
Terdakwa juga seharusnya melihat dengan teliti kembali ke dalam rongga
perut apakah ada yang tertinggal di dalam perut, kemudian setelah
dinyatakan tidak ada yang tertinggal baru dapat dilakukan penjahitan,
namun hal tersebut tidak Terdakwa lakukan;
Kemudian pada bulan April 2008, setelah lebih kurang 8 (delapan)
bulan operasi Caesar yang dilakukan Terdakwa, jahitan pada bekas operasi
korban membengkak, lalu korban kontrol ke tempat praktek Terdakwa dan
setelah di chek melalui USG, Terdakwa menerangkan kepada korban
bahwa bengkak tersebut akibat pembekuan darah di dalam perut, sehingga
korban hanya diberi resep obat salep. Akan tetapi setelah diolesi salep,
bengkak pada jahitan bukan membaik akan tetapi semakin bernanah
sehingga korban semakin merasakan sakit terus menerus;
Kemudian pada bulan Agustus 2008, karena luka pada bekas
jahitan operasi tidak sembuh- sembuh, korban kembali kontrol ke tempat
praktek Terdakwa dan menanyakan penyebab luka tersebut dan Terdakwa
mengatakan karena alergi pada benang jahit, padahal dari hasil USG
Terdakwa dapat melihat adanya benda asing yang terdapat dalam perut
korban akibat operasi Caesar yang dilakukan oleh Terdakwa, akan tetapi
hal tersebut tidak diungkapkan oleh Terdakwa kepada korban selaku
pasien. Kemudian Terdakwa hanya menyarankan untuk dioperasi kembali
apabila korban masih merasakan sakit, tetapi Terdakwa tidak langsung
mengambil tindakan walaupun korban masih merasakan sakit terus
menerus;
Setelah itu pada tanggal 06 Desember 2008, karena sakit pada
bekas jahitan korban tidak sembuh- sembuh, korban melakukan
commit to user

71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pemeriksaan ke Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin dan berkonsultasi


dengan dr. Radjudin, Sp.OG dan dari pemeriksaan di temukan adanya
benda asing di dalam perut korban akibat Operasi Caesar yang dilakukan
Terdakwa. Kemudian karena sakit pada bekas jahitan korban semakin
parah, korban langsung berkonsultasi dengan dr. Andalas, Sp.OG dan dari
pemeriksaan dr. Andalas, Sp.Og sementara disimpulkan adanya infeksi
(fistula) pada bekas operasi Caesar yang dilakukan oleh Terdakwa.
Kemudian dr. Andalas, Sp.OG merencanakan operasi ulang terhadap
korban dengan tujuan mencari penyebab infeksi (fistula);
Pada tanggal 21 Desember 2008, sekira pukul 13.00 WIB,
bertempat di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin, dr. Andalas, Sp.OG
melakukan operasi ulang terhadap korban. Dengan cara membuang
jaringan busuk pada bekas operasi yang lama. Kemudian dr. Andalas,
Sp.OG mencari asal infeksi ternyata ada hubungan dari kulit ke dalam
dinding perut, lalu membuka dinding perut dan melakukan eksplorasi dan
saat dibuka pada lapisan dalam dinding ke arah infeksi terdapat 1 (satu)
benda putih ke abu - abuan sangat bau kemudian ditarik dengan
menggunakan pinset, ternyata benda tersebut adalah kain kasa sepanjang
lebih kurang 20 x 10 cm. Kemudian di lanjutkan dengan melihat jaringan
sekitarnya, ternyata terjadi perlengketan hebat antara uterus,
omentum/usus dan adneksa kiri dan kanan, setelah perlengketan berhasil
dilepaskan, di temukan perlengketan berat antara kandung kemih
(kencing) dengan segmen bawah rahim (tempat sayatan operasi Caesar)
dengan otot perut, di temukan perlengketan segmen bawah rahim luka
operasi lama dengan kandung kencing (dugaan infeksi lama) dan dicoba
untuk dilepaskan untuk membuat korban tidak merasa nyeri setelah
operasi, setelah tidak ada pendarahan lagi dan kain kasa yang tertinggal
telah diangkat (diambil), lalu dilakukan penutupan luka operasi dan
operasi ditutup selapis demi selapis;
Akibat perbuatan Terdakwa, korban mengalami luka sebagaimana
Surat Keterangan Medis Nomor: 04/MR/ I/2009 yang dibuat dan
commit to user

72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ditandatangani oleh dr. M. Andalas, Sp.OG yaitu dokter pada Badan


Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin, pada
tanggal 27 Januari 2009, dari hasil pemeriksaan ditemukan:
a. Tampak bekas operasi Seksio Caesar ia dengan insisi Pfannensteil
(dibawah lipatan perut) dengan ukuran panjang 20 cm, dengan
sebagian besar berparut;
b. Tampak 2 (dua) lubang (fistel) di kiri dan kanan luka, dengan ukuran
panjang 1 cm, lebar 1 cm, kedalaman 3 cm;
c. Tampak nanah pada luka mengeluarkan secret / cairan berbau aktif;
d. Tampak bagian luka kiri dan kanan nada terlihat otot (selaput dalam)
yang timbul keluar;
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam Pasal 360 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jo Pasal
361 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Berdasarkan dakwaan penuntut umum tersebut peneliti
menyimpulkan bahwa penuntut umum kurang cermat dalam menerapkan
peraturan hukum terhadap terdakwa. Kelalaian yang dilakukan oleh
terdakwa bukan merupakan bentuk kelalaian dalam pidana umum
melainkan bentuk kelalaian medik, sebab terdakwa bertindak dalam
kualitasnya sebagai dokter, kelalaian yang terdakwa lakukan menjadi
indikasi telah terjadinya malpraktek medik. Asas Lex Specialis Derogat
Legi Generali mengatur bahwa peraturan hukum yang bersifat khusus (lex
specialis) akan mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex
generalis), seharusnya penuntut umum mencermati keberadaan peraturan
hukum khusus berkaitan dengan kasus terdakwa. Terdakwa seharusnya
dijerat ketentuan di dalam Pasal 79 huruf c Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran yang mengatur bahwa dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau
dokter gigi yang tidak memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.
commit to user

73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Ketentuan dalam pasal ini terpenuhi dengan kelalaian yang dilakukan oleh
terdakwa, kelalaian tersebut menjadi bukti bahwa terdakwa tidak
memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi, standar
prosedur operasional dan kebutuhan medis pasien.
Terdakwa juga bisa dijerat ketentuan Pasal 58 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengatur bahwa
Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian
akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya. Ketentuan dalam pasal ini terpenuhi dengan bukti Surat
Keterangan Medis Nomor: 04/MR/I/2009 yang dibuat dan ditandatangani
oleh dr. M. Andalas, Sp.OG yaitu dokter pada Badan Pelayanan Kesehatan
Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin, pada tanggal 27 Januari 2009,
dari hasil pemeriksaan ditemukan:
e. Tampak bekas operasi Seksio Caesar ia dengan insisi Pfannensteil (di
bawah lipatan perut dengan ukuran panjang 20 cm, dengan sebagian
besar berparut;
f. Tampak 2 (dua) lubang (fistel) di kiri dan kanan luka, dengan ukuran
panjang 1 cm, lebar 1 cm, kedalaman 3 cm;
g. Tampak nanah pada luka mengeluarkan secret / cairan berbau aktif.
h. Tampak bagian luka kiri dan kanan ada terlihat otot (selaput dalam)
yang timbul keluar.
Surat Keterangan Medis tersebut menjadi bukti yang tidak
terbantahkan bahwa akibat kelalaian yang dilakukan oleh terdakwa,
korban mengalami kerugian berupa luka berat yang mengakibatkan korban
tidak bisa menjalankan aktifitasnya untuk sementara waktu.

4. Tuntutan
Penuntut umum dalam perkara ini membacakan tuntutannya pada
tanggal tanggal 30 Juni 2009 di Persidangan yang pada pokoknya

commit to user

74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini agar


memutus sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa dr. Taufik Wahyudi Mahady, Sp.OG Bin DR.
Rusli Mahady terbukti bersalah melakukan tindak pidana
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 360 Ayat (2)
KUHPidana Jo Pasal 361 KUHPidana;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dr. Taufik Wahyudi
Mahady, Sp.OG Bin DR Rusli Mahady berupa pidana penjara
selama 6 (enam) bulan dikurangi selama Terdakwa berada dalam
tahanan;
3. Menyatakan barang bukti berupa:
a. 1 (satu) potong kain kassa berukuran lebih kurang 10 x 20 cm
yang sangat bau;
b. Di rampas untuk dimusnahkan ;
4. Menetapkan agar Terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara
sebesar Rp. 2.000, - (dua ribu rupiah);

5. Putusan dan Pertimbangan Hakim


Dalam perkara yang telah penulis telaah ini, terhadap putusan
hakim pada tingkat pertama telah dilakukan upaya hukum sampai pada
tingkat kasasi dengan rincian amar putusan sebagai berikut:

a. Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh No.


109/Pid.B/2006/PN.BNA. tanggal 10 Agustus 2009.
1) Menyatakan Terdakwa dr. TAUFIK WAHYUDI MAHADY,
Sp.OG Bin DR. RUSLI MAHADY tersebut di atas telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
"Karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka sedemikian
rupa sehingga berhalangan melakukan pekerjaan untuk sementara
waktu yang di lakukan dalam melakukan suatu jabatan atau
pekerjaan";

commit to user

75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut oleh karena itu


dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan;
3) Menetapkan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali jika
dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim karena
Terdakwa terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana lain
sebelum berakhirnya masa percobaan selama 10 (sepuluh) bulan;
4) Menetapkan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan tersebut
apabila Terdakwa menjalani pidana tersebut;
5) Menetapkan barang bukti berupa: 1 (satu) potong kain kassa
berukuran lebih kurang 10 X 20 cm dirampas untuk dimusnahkan;
6) Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp
2.000, - (dua ribu rupiah);
Dengan pertimbangan hakim sebagi berikut:
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta - fakta persidangan
tersebut di atas, Majelis Hakim akan mempertimbangkan dakwaan
Jaksa Penuntut Umum yang menjadi dasar pemeriksaan perkara ini,
apakah perbuatan yang dilakukan oleh para Terdakwa sesuai dengan
apa yang didakwakan kepada para Terdakwa.
Menimbang, bahwa dakwaan Jaksa Penuntut umum yaitu
perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana
menurut Pasal 360 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jo
Pasal 361 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Menimbang, bahwa unsur - unsur yang termuat dalam
Dakwaan Pasal 360 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jo
Pasal 361 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah sebagai
berikut:
1) Barang siapa;
2) Karena kesalahannya (kealpaannya);

commit to user

76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3) Menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga


timhul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian selama waktu tertentu;
4) Dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian.

Unsur barang siapa;


Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan unsur Barang siapa
adalah Setiap orang sebagai Subjek Hukum yang didakwa melakukan
tindak pidana dan terhadap orang tersebut dapat dimintakan
pertanggung jawaban pidana atas perbuatannya.
Menimbang, bahwa dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum
mengajukan para Terdakwa bernama dr. Taufik Wahyudi Mahady,
Sp.OG Bin DR. Rusli Mahady, sebagaimana identitasnya dalam surat
dakwaan Jaksa Penuntut Umum setelah diidentifikasi oleh Majelis
Hakim, benar para Terdakwa orangnya, sehingga tidak ada Error In
Subjekto , dan selama persidangan para Terdakwa mampu menjawab
pertanyaan Majelis hakim dengan baik sehingga Majelis menilai para
Terdakwa mampu bertanggung jawab secara pidana, dengan demikian
unsur ini telah terpenuhi ;

Unsur karena kesalahannya (kealpaannya);


Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum bahwa Terdakwa
bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Agustus 2007, sekira pukul 20.00
WIB, korban yang sedang mengandung 9 (sembilan) bulan bersama
dengan suaminya datang ke Rumah Sakit Kesdam Iskandar Muda
Tingkat III Banda Aceh sebagai pasien rujukan bidan desa yang akan
melakukan persalinan. Oleh karena kondisi korban dalam keadaan
gawat janin, maka Terdakwa sebagai dokter spesialis kandungan yang
bertugas di Rumah Sakit Kesdam Iskandar Muda Tingkat III Banda
Aceh mengambil tindakan untuk dilakukan Operasi Caesar terhadap
proses persalinan terhadap korban. Tim Operasi yang terlibat dalam
commit to user

77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Operasi Caesar tersebut adalah Terdakwa selaku Operator, dr. Fahrul


Jamal selaku Dokter Anestesi (Bius), M. Daud Hamdani selaku Penata
Anestesi, Lettu CKM Deni Sumarsana selaku Asisten Anestesi,
Martini selaku Asisten Operator dan Yuni Ernawati selaku Instrumen;
Menimbang, Bahwa sebelum dilakukan operasi, Terdakwa
selaku operator tidak menyuruh Instrumen untuk melakukan
penghitungan terhadap alat yang digunakan termasuk kain kasa yang
digunakan sebelum dan sesudah operasi;
Menimbang, Bahwa sewaktu sebelum memulai menutup
dinding perut, Terdakwa seharusnya menanyakan kepada Instrumen
dan Asisten apakah alat yang digunakan telah lengkap termasuk kain
kasa yang digunakan apa telah sama jumlahnya saat sebelum
digunakan dan saat setelah digunakan. Terdakwa juga seharusnya
melihat dengan teliti kembali ke dalam rongga perut apakah ada yang
tertinggal di dalam perut, kemudian setelah dinyatakan tidak ada yang
tertinggal baru dapat dilakukan penjahitan, namun hal tersebut tidak
Terdakwa lakukan;
Menimbang, Bahwa pada bulan Agustus 2008, karena luka
pada bekas jahitan operasi tidak sembuh - sembuh, korban kembali ke
tempat praktek Terdakwa dan menanyakan penyebab luka tersebut dan
Terdakwa mengatakan karena alergi pada benang jahit, padahal dari
hasil USG Terdakwa dapat melihat adanya benda asing yang terdapat
dalam perut korban akibat operasi Caesar yang dilakukan oleh
Terdakwa;
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut
diatas menurut hemat Majelis, unsur tersebut terpenuhi atas perbuatan
Terdakwa.

Unsur Menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga


timhul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian selama waktu tertentu;
commit to user

78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Menimbang, bahwa pada tanggal 06 Desember 2008, karena


sakit pada bekas jahitan korban tidak sembuh-sembuh, korban
melakukan pemeriksaan ke Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin dan
berkonsultasi dengan dr. Radjudin, Sp.OG dan dari pemeriksaan di
temukan adanya benda asing di dalam perut korban akibat Operasi
Caesar yang dilakukan Terdakwa. Kemudian karena sakit pada bekas
jahitan korban semakin parah, korban langsung berkonsultasi dengan
dr. Andalas, Sp.OG dan dari pemeriksaan dr. Andalas Sp.Og
sementara disimpulkan adanya infeksi (fistula) pada bekas operasi
Caesar yang dilakukan oleh Terdakwa. Kemudian dr. Andalas, Sp.OG
merencanakan operasi ulang terhadap korban dengan tujuan mencari
penyebab infeksi (fistula);
Menimbang, bahwa pada tanggal 21 Desember 2008, sekira
pukul 13.00 WIB, bertempat di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin,
dr. Andalas, Sp.OG melakukan operasi ulang terhadap korban. Dengan
cara membuang jaringan busuk pada bekas operasi yang lama.
Kemudian dr. Andalas, Sp.OG mencari asal infeksi ternyata ada
hubungan dari kulit ke dalam dinding perut;
Menimbang, bahwa berdasarkan Surat Keterangan Medis
Nomor: 04/MR/I/ 2009 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. M.
Andalas, Sp.OG yaitu dokter pada Badan Pelayanan Kesehatan Rumah
Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin, pada tanggal 27 Januari 2009, dari
hasil pemeriksaan ditemukan:
a. Tampak bekas operasi Seksio Caesar ia dengan insisi Pfannensteil
(di bawah lipatan perut dengan ukuran panjang 20 cm, dengan
sebagian besar berparut;
b. Tampak 2 (dua) lubang (fistel) di kiri dan kanan luka, dengan
ukuran panjang 1 cm, lebar 1 cm, kedalaman 3 cm;

c. Tampak nanah pada luka mengeluarkan secret / cairan berbau


aktif.

commit to user

79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d. Tampak bagian luka kiri dan kanan ada terlihat otot (selaput
dalam) yang timbul keluar;
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut
diatas menurut hemat Majelis, unsur tersebut terpenuhi.
Unsur dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian;
Menimbang, bahwa Terdakwa dalam melakukan tindakan
operasi Seksio Caesar adalah sebagai dokter spesialis kandungan yang
bertugas di Rumah Sakit Kesdam Iskandar Muda Tingkat III Banda
Aceh, maka unsur tersebut terpenuhi.
Berdasarkan pertimbangan hakim tersebut peneliti memberikan
analisis sebagai berikut. Dalam unsur karena kealpaannya, dalam kasus
ini bentuk kelalaian atau kealpaan yang dilakukan oleh terdakwa
merupakan bentuk culpa lata atau culpa berat yang merupakan
kelalaian yang nyata atau sembrono. Bentuk culpa lata masih dibagi
menjadi dua, yaitu onbewuste culpa (kealpaan / kelalaian yang tidak
disadari) yang merupakan sikap batin yang tercela dan sangat
berbahaya, karena pelaku sama sekali tidak menyadari di dalam
batinnya kalau perbuatan yang akan dilakukannya dapat menimbulkan
akibat yang dilarang oleh Undang-Undang. Padahal seharusnya ia
memikirkan kemungkinan terjadinya akibat yang melanggar larangan
Undang-Undang tersebut. Bentuk yang kedua adalah bewuste culpa
(kealpaan / kelalaian yang disadari) merupakan bentuk kesalahan yang
terletak pada sikap batin pelaku yang seharusnya berusaha
menghindari akibat yang seharusnya berusaha menghindari akibat
yang terlarang yang sudah diketahuinya atau disadarinya terlebih
dahulu sebelum ia melakukan perbuatan, bentuk culpa lata inilah yang
dilakukan oleh terdakwa, tindakan yang dilakukannya dengan tidak
melakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap peralatan dan
perlengkapan yang digunakan dalam operasi caesar, serta tidak
melakukan pengecekan secara teliti terlebih dahulu sebelum
melakukan penutupan luka sayatan pada perut korban dengan
commit to user

80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

melakukan penjahitan, terdakwa sadar di dalam batinnya jika


perbuatannya mungkin akan menimbulkan akibat yang dilarang oleh
Undang-Undang tetapi terdakwa yakin kalau akibat tersebut tidak akan
timbul. Jan Remmelink dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana
Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting Dari Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Belanda Dan Padanannya Dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Indonesia (2003:179) mengatakan bahwa
syarat untuk penjatuhan pidana dalam delik culpa adalah sekedar
kecerobohan serius yang cukup, ketidakhati-hatian besar yang cukup,
bukan bentuk culpa levis (kelalaian ringan), melainkan culpa lata
(kelalaian yang kentara / besar).
Menurut peneliti tindakan yang dilakukan oleh terdakwa juga
bisa dikenakan pidana sesuai yang diatur di dalam Pasal 79 huruf c
Undang-Undang Praktek Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004. Pasal 79
huruf c mengatur bahwa dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e. Dalam Pasal 51 huruf a diatur
bahwa dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan medis sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta
kebutuhan medis pasien. Dalam kasus ini terdakwa jelas tidak
memenuhi kewajibannya untuk memberikan pelayanan medis sesuai
dengan standar profesi dengan kealpaan yang dilakukannya dalam
melakukan tindakan operasi caesar. Mengenai bentuk kealpaan yang
dilakukan oleh terdakwa seperti yang telah dijelaskan diatas menjadi
unsur utama untuk menyatakan bahwa tindakan yang dialakukan oleh
terdakwa tidak sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional yang seharusnya dijalankan oleh terdakwa selama

commit to user

81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menjalankan tindak operasi caesar terhadap proses persalinan korban,


sehingga unsur-unsur dalam Pasal ini terpenuhi.
Tindakan malpraktek medik yang dilakukan oleh terdakwa juga
diatur di dalam ketentuan Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Kesehatan
Nomor 36 Tahun 2009, yang mengatur bahwa setiap orang berhak
menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat
kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
Bentuk kerugian yang diderita oleh korban dalam kasus ini jelas
seperti yang tertera di dalam Surat Keterangan Medis Nomor:
04/MR/I/ 2009 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. M. Andalas,
Sp.OG seperti yang telah diuraikan diatas.
Terdakwa juga bisa dikenakan ketentuan Pasal 304 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal tersebut mengatur barang siapa
dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam
keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau
karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau
pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah. Dalam kasus ini unsur barang siapa dengan
sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan
sengsara terdapat dalam dakwaan jaksa / penuntut umum dimana
korban yang karena luka pada bekas jahitan operasi tidak membaik,
kembali ke tempat praktek Terdakwa dan menanyakan penyebab luka
tersebut dan Terdakwa mengatakan karena alergi pada benang jahit,
padahal dari hasil USG yang dilakukan, Terdakwa dapat melihat
adanya benda asing yang terdapat dalam perut korban akibat operasi
Caesar yang dilakukan oleh Terdakwa, akan tetapi hal tersebut tidak
diungkapkan oleh Terdakwa kepada korban selaku pasien. Kemudian
Terdakwa hanya menyarankan untuk dioperasi kembali apabila korban
masih merasakan sakit tetapi Terdakwa tidak langsung mengambil
commit to user

82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tindakan walaupun korban masih merasakan sakit terus menerus.


Sehingga unsur barang siapa dengan sengaja menempatkan atau
membiarkan seorang dalam keadaan sengsara terpenuhi. Perbuatan
terdakwa ini juga melanggar hak-hak pasien seperti yang diatur di
dalam Pasal 8 Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009,
dimana Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data
kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah
maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan. Seharusnya
terdakwa memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada pasien
mengenai penyebab kenapa bekas luka operasi korban tidak kunjung
membaik, lalu memberikan informasi secara jelas mengenai tindakan
medis apa yang paling tepat untuk mengatasi luka yang diderita
korban, bukan hanya membiarkan korban menderita terhadap luka-
luka tersebut dan memberikan informasi yang sangat terbatas kepada
korban mengenai luka yang sebenarnya ia derita. Mengenai hak pasien
untuk mendapatkan informasi secara lengkap tentang tindakan medis
dan hak untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
juga diatur di dalam Pasal 52 Undang-Undang nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran. Berkaitan dengan informasi yang
berkaitan dengan tindakan medis dalam Undang-Undang ini dijelaskan
lebih rinci dalam Pasal 45 ayat (3), informasi mengenai tindakan medis
itu sekurang-kurangnya mencakup diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif tindakan lain
dan resikonya, resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. Unsur padahal menurut
hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib
memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu,
terpenuhi karena dalam kasus ini terdakwa bertindak dalam
kualitasnya sebagai dokter spesialis kebidanan dan kandungan di
Rumah Sakit Kesdam Iskandar Muda Tingkat III Banda Aceh karena
itu kepada korban sebagai pasien terdakwa, ia memiliki kewajiban
commit to user

83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

untuk memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan


standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien, terdakwa
juga memiliki kewajiban untuk menghormati dan memenuhi hak yang
seharusnya diterima oleh korban sebagai pasien seperti yang dijelaskan
diatas. Karena terdakwa tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya
tersebut unsur-unsur di dalam Pasal 304 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana ini terpenuhi.
Berdasarkan pertimbangan hakim tersebut peneliti
menyimpulkan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh No.
109/Pid.B/2006/PN.BNA. sudah tepat, karena hakim sudah memutus
berdasarkan pada apa yang dituntut oleh Penuntut Umum, asas ultra
petita mengatur larangan seorang hakim untuk memutus melebihi apa
yang dituntut (petitum). Namun dalam asas Lex Specialis Derogat Legi
Generali diatur bahwa peraturan hukum yang bersifat khusus (Lex
Specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (Lex
Generalis). Dalam kasus ini seharusnya terhadap terdakwa, penuntut
umum menuntut terdakwa dengan peraturan hukum khusus, yaitu
seperti yang diatur di dalam Pasal 79 huruf c Undang-Undang Nomor
29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, dan Pasal 58 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan).

b. Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh


No.181/PID/2009/PT.BNA. tanggal 07 Desember 2009.
1) Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum dan
Terdakwa;
2) Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh
No.109/Pid.B/2009/ PN.BNA, tanggal 10 Agutus 2009 Yang
dimintakan banding;
MENGADILI SENDIRI:
1) Menyatakan bahwa Terdakwa dr. Taufik Wahyudi, Sp.OG bin DR.
Rusli Mahady yang tersebut atas tidak terbukti secara sah dan
commit to user

84
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

meyakinkan bersalah melanggar Pasal 360 ayat (1) jo Pasal 361 (2)
KUHPidana, sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum
pada kedua dakwaan tersebut;
2) Membebaskan ia Terdakwa oleh karena itu dari kedua dakwaan
tersebut;
3) Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan kedudukan harkat
serta martabatnya;
4) Menetapkan barang bukti berupa: 1 (satu) kain kasa berukuran 10
X 20 cm, tetap terlampir dalam berkas perkara;
5) Menetapkan Terdakwa tetap berada di luar tahanan;
6) Membebankan biaya perkara di dua tingkat peradilan kepada
Negara;

Dasar pertimbangan hakim adalah sebagai berikut:


Menimbang, pertimbangan Majelis Hakim mengenai
instrument evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan di rumah
sakit yang di terbitkan oleh Departemen Kesehatan RI Direktorat
Keperawatan dan Keteknisian Medik Jakarta 2005, dari uraian tersebut
ternyata yang bertanggung jawab terhadap kain kasa sebelum dan
sesudahnya di kamar operasi adalah perawat bagian instrument bukan
dokternya;
Menimbang, Bahwa berdasarkan fakta - fakta persidangan,
menurut keterangan ahli menyatakan bahwa yang bertanggung jawab
penuh terhadap operasi Caesar yang dilakukan adalah Ahli Kebidanan
(dokter), termasuk memerintahkan Assisten dan Instrumen untuk
melakukan pengecekan terhadap kesiapan alat - alat operasi;
Menimbang, bahwa Bahwa alat - alat dan kain kasa yang
digunakan pada saat operasi Caesar harus dilakukan penghitungan
terlebih dahulu oleh instrumen dan dilaporkan ke Operator atau
operator yang mengecek ke instrument apakah telah dilakukan
penghitungan atau belum;
commit to user

85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim


kasus tertinggalnya kain kasa pada operasi Caesar sebagaimana
dikaitkan pada beberapa surat kabar di Banda Aceh adalah bukan
kasus malpraktek tapi suatu kekhilafan (resiko medik) di mana
sehubungan dengan kasus tersebut ketua POGI cabang Banda Aceh
merekomendasikan terhadap Terdakwa adalah melakukan pengawasan
selama 6 (enam) bulan untuk izin praktek selanjutnya, di mana POGI
sebagai wadahnya Terdakwa hanya mengenakan sanksi administrasi
terhadap anggotanya, bukan ancaman pidana, sehingga dari uraian -
uraian pertimbangan di atas Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
berpendapat unsur barang siapa dalam kasus ini tidak dapat
dipertanggung jawabkan pada Terdakwa maka unsur barang siapa
tidak terpenuhi / terbukti dikenakan kepada Terdakwa;
Berdasarkan pertimbangan hakim tersebut, Pertimbangan hakim
yang perlu dikritisi adalah dalam pertimbangan hakim mengenai
instrument evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan di rumah sakit
yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medis Jakarta 2005, yang
menyatakan bahwa ternyata yang bertanggung jawab terhadap kain kasa
sebelum dan sesudahnya di kamar operasi adalah perawat bagian
instrument bukan dokternya. Namun berdasarkan fakta-fakta persidangan
menurut keterangan ahli dikatakan bahwa yang bertanggung jawab penuh
terhadap operasi Caesar yang dilakukan adalah Ahli Kebidanan (dokter),
termasuk memerintahkan Assisten dan Instrumen untuk melakukan
pengecekan terhadap kesiapan alat - alat operasi. Bahwa alat - alat dan
kain kasa yang digunakan pada saat operasi Caesar harus dilakukan
penghitungan terlebih dahulu oleh instrumen dan dilaporkan ke operator
atau operator yang mengecek ke instrument apakah telah dilakukan
penghitungan atau belum. Dalam kasus ini terdakwa tidak melakukan atau
memerintahkan untuk melakukan kepada instrumen untuk mengecek
secara teliti terhadap peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan
commit to user

86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dalam operasi caesar terhadap korban, pengecekan terhadap kelengkapan


peralatan dan perlengkapan yang digunakan seharusnya dilakukan
sebanyak tiga kali, yaitu sebelum operasi dilakukan, sebelum menutup
luka sayatan pada perut korban, dan setelah operasi selesai dilakukan.
Karena hal ini tidak dilakukan oleh terdakwa jelas bahwa terdakwa selaku
operator dalam operas caesar tersebut telah melakukan kealpaan /
kelalaian.

Pertimbangan hakim berikutnya yang perlu dikritisi yaitu dalam


pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa kasus tertinggalnya kain
kasa pada operasi Caesar sebagaimana dikaitkan pada beberapa surat
kabar di Banda Aceh adalah bukan kasus malpraktek medik melainkan
suatu kekhilafan (resiko medik), sehingga Majelis Hakim berpendapat
unsur barang siapa dalam kasus ini tidak dapat dipertanggung jawabkan
pada terdakwa. Pertimbangan hakim tersebut menurut peneliti kurang
tepat. Pengertian resiko medik tidak dirumuskan secara eksplisit dalam
peraturan perundang-undangan, namun secara tersirat disebutkan dalam
pernyataan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) tentang informed consent dalam
lampiran SKB IDI No. 319/P/BA/88 butir 33 yang berbunyi: "setiap
tindakan medis yang mengandung resiko cukup besar mengharuskan
adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pasien, setelah
sebelumnya pasien itu memperoleh informasi yang akurat tentang
perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta resiko yang berkaitan
dengannya". Sehingga dapat dikatakan bahwa di dalam tindakan medik
ada kemungkinan (resiko) yang dapat terjadi yang mungkin tidak sesuai
dengan harapan pasien, ketidaktahuan pasien terhadap resiko yang
dihadapinya dapat mengakibatkan diajukannya tuntutan ke pengadilan
oleh pasien tersebut. Bahwa di dalam tindakan medis ada tindakan yang
mengandung resiko tinggi yang dapat memberikan akibat bagi
keselamatan jiwa pasien. Karena disadari akan adanya resiko medis yang
melekat pada tindakan medis yang dilakukan pada pasien, dokter sebagai

commit to user

87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pengemban profesi tenaga kesehatan diwajibkan untuk memberikan


pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien hal ini tertuang di dalam Pasal
51 huruf a Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran. Anny Isfandyarie di dalam bukunya Malpraktek dan Resiko
Medik dalam Kajian Hukum Pidana (2005:43) menyimpulkan untuk
dikatakan agar akibat yang timbul pada pasien setelah dilakukannya
tindakan medis terhadap pasien merupakan bentuk resiko medis yang
melekat pada tindakan medis tersebut harus memenuhi dua syarat berikut:
a. Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan telah
sesuai dengan standar profesi dan melakukannya dengan
menghormati hak-hak pasien.
b. Tidak ditemukan adanya kesalahan atau kelalaian yang
ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK).
Dalam kasus ini berdasarkan uraian dakwaan yang ada, tindakan
yang dilakukan oleh terdakwa karena kelalaiannya tidak melakukan
prosedur yang seharusnya dijalankan dalam melakukan operasi caesar,
serta tidak menghormati hak pasien dengan tidak memberikan informasi
tindakan medis secara lengkap berkaitan dengan rasa sakit yang terus
menerus dirasakan oleh korban pada luka bekas operasi caesar yang
dilakukan oleh terdakwa, padahal setelah melakukan USG terhadap
korban terdakwa mengetahui terdapat benda asing yang ada di perut
korban namun terdakwa hanya menyatakan bahwa rasa sakit yang
dirasakan oleh korban hanya dikarenakan alergi pada benang jahit.
Sehingga terhadap tindakan yang dilakukan oleh terdakwa tidak bisa
dikatakan bahwa luka berat yang diderita oleh korban dikarenakan resiko
medis, melainkan karena kealpaan yang dilakukan oleh terdakwa.
Menurut penulis putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh
No.181/PID/2009/PT.BNA. tidak tepat. Tindakan yang dilakukan oleh
terdakwa jelas merupakan bentuk kelalaian yang menyebabkan terjadinya
malpraktek medik, kelalaian tersebut berupa sebelum dilakukan operasi
commit to user

88
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

terdakwa selaku operator tidak memerintahkan instrumen untuk


melakukan penghitungan terhadap alat yang akan digunakan selama
operasi, sebelum memulai menutup dinding perut, terdakwa selaku
operator seharusnya menanyakan kepada instrumen dan asisten apakah
alat yang digunakan telah lengkap termasuk kain kasa yang digunakan apa
telah sama jumlahnya saat sebelum digunakan dan saat setelah digunakan,
terdakwa selaku operator seharusnya melihat dengan teliti kembali ke
dalam rongga perut apakah ada yang tertinggal di dalam perut korban,
kemudian setelah dinyatakan tidak ada yang tertinggal baru dapat
dilakukan penjahitan untuk menutup luka, terdakwa tidak memberikan
informasi secara jelas kepada korban mengenai sebab luka pada bekas
jahitan operasi yang tidak kunjung sembuh, padahal melalui hasil USG
yang dilakukan terdakwa terhadap korban, terdakwa dapat melihat adanya
benda asing di dalam perut korban, Terdakwa tidak memberikan
pertolongan yang seharusnya diberikan kepada korban setelah terdakwa
melihat keberadaan benda asing di dalam perut korban melalui hasil USG,
atau terdakwa juga tidak memberikan rujukan kepada korban untuk
memeriksakan perihal hal tersebut kepada dokter spesialis kandungan lain.
Tindakan yang dilakukan oleh terdakwa tersebut bertentangan dengan
kewajiban seorang dokter sesuai yang diatur di dalam Pasal 51 Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, pelanggaran
terhadap kewajiban yang seharusnya diemban oleh terdakwa berarti
terdakwa telah melakukan praktek buruk, sehingga indikasi terjadinya
malpraktek medik tidak terbantahkan dan bukan merupakan suatu akibat
dari resiko medik.

c. Putusan Mahkamah Agung No. 455 K/Pid/2010. tanggal 07 April


2011.

MENGADILI:
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Jaksa
/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Banda Aceh tersebut;
commit to user

89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh No.


181/Pid/2009/ PT.BNA. tanggal 7 Desember 2009 yang membatalkan
putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh No. 109/Pid
.B/2009/PN.BNA. tanggal 10 Agustus 2009;

MENGADILI SENDIRI
1) Menyatakan Terdakwa dr . Taufik Wahyudi Mahady, Sp.OG Bin
DR. Rusli Mahady terbukti bersalah melakukan tindak pidana
"karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka sedemikian
rupa sehingga berhalangan melakukan pekerjaan untuk sementara
waktu, yang dilakukan dalam melakukan suatu jabatan atau
pekerjaan";
2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dr . Taufik Wahyudi
Mahady, Sp.OG Bin DR. Rusli Mahady berupa pidana penjara
selama 6 (enam) bulan;
3) Menetapkan lamanya Terdakwa berada dalam tahanan,
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4) Menyatakan barang bukti berupa:
a. 1 (satu ) potong kain kassa berukuran leb ih kurang 10 x 20 cm
yang sangat bau;
b. Di rampas untuk dimusnahkan ;
5) Menghukum Termohon Kasasi / Terdakwa tersebut untuk
membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan dan dalam
tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima
ratus rupiah);
Dengan pertimbangan Hakim sebagai berikut:
Mengingat akan akta tentang permohonan kasasi
No.109/Pid.B/2009/ PN.BNA. yang dibuat oleh Panitera pada
Pengadilan Negeri Banda Aceh yang menerangkan, bahwa pada
tanggal 28 Desember 2009 Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan

commit to user

90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Negeri Banda Aceh telah mengajukan permohonan kasasi terhadap


putusan Pengadilan Tinggi tersebut;

Memperhatikan memori kasasi bertanggal 11 Januari 2010 dari


Jaksa / Penuntut Umum sebagai Pemohon Kasasi yang diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Banda Aceh pada tanggal 11 Januari
2010;

Membaca surat - surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Tinggi tersebut telah


diberitahukan kepada Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum pada
Kejaksaan Negeri Banda Aceh pada tanggal 16 Desember 2009 dan
Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum mengajukan permohonan
kasasi pada tanggal 28 Desember 2009 serta memori kasasinya telah
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Banda Aceh pada tanggal
11 Januari 2010 dengan demikian permohonan kasasi beserta dengan
alasan - alasannya telah diajukan dalam tenggang waktu dan dengan
cara menurut undang - undang;
Menimbang, bahwa Pasal 244 KUHAP (Kitab Undang -
Undang Hukum Acara Pidana) menentukan bahwa terhadap putusan
perkara pidana yang diberi kan pada tingkat terakhir oleh pengadilan
lain selain daripada Mahkamah Agung, Terdakwa atau Penuntut
Umum dapat mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung
kecuali terhadap putusan bebas;
Menimbang, bahwa akan tetapi Mahkamah Agung berpendapat
bahwa selaku badan peradilan tertinggi yang mempunyai tugas untuk
membina dan menjaga agar semua hukum dan undang - undang di
seluruh wilayah Negara di terapkan secara tepat dan adil, Mahkamah
Agung wajib memeriksa apabila ada pihak yang mengajukan
permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan bawahannya yang

commit to user

91
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

membebaskan Terdakwa, yaitu guna menentukan sudah tepat dan


adilkah putusan pengadilan bawahannya itu;
Menimbang, bahwa namun demikian sesuai yurisprudensi yang
sudah ada apabila ternyata putusan pengadilan yang membebaskan
Terdakwa itu merupakan pembebasan murni sifatnya, maka sesuai
ketentuan Pasal 244 KUHAP (Kitab Undang - Undang Hukum Acara
Pidana) tersebut, permohonan kasasi tersebut harus dinyatakan tidak
dapat diterima;
Menimbang, bahwa sebaliknya apabila pembebasan itu
didasarkan pada penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana
yang dimuat dalam surat dakwaan dan bukan didasarkan pada tidak
terbuktimya suatu unsur perbuatan yang didakwakan, atau apabila
pembebasan itu sebenarnya adalah merupakan putusan lepas dari
segala tuntutan hukum, atau apabila dalam menjatuhkan putusan itu
pengadilan telah melampaui batas kewenangannya (meskipun hal ini
tidak diajukan sebagai alasan kasasi), Mahkamah Agung atas dasar
pendapatnya bahwa pembebasan itu bukan merupakan pembebasan
yang murni harus menerima permohonan kasasi tersebut;
Menimbang, bahwa alasan - alasan yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum pada pokoknya adalah
sebagai berikut:
1. Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim halaman 17 alinea ke 1
disebutkan bahwa surat bukti T-17 adalah mengenai instrument
evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan di rumah sakit
yang di terbitkan oleh Departemen Kesehatan RI Direktorat
Keperawatan dan Keteknisian Medik Jakarta 2005, dari uraian
tersebut ternyata yang bertanggung jawab terhadap kain kasa
sebelum dan sesudahnya di kamar operasi adalah perawat bagian
instrument bukan dokternya;
Bahwa berdasarkan fakta - fakta persidangan, menurut keterangan
ahli menyatakan bahwa yang bertanggung jawab penuh terhadap
commit to user

92
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

operasi Caesar yang dilakukan adalah Ahli Kebidanan (dokter),


termasuk memerintahkan Assisten dan Instrumen untuk melakukan
pengecekan terhadap kesiapan alat - alat operasi;

Bahwa alat - alat dan kain kasa yang digunakan pada saat operasi
Caesar harus dilakukan penghitungan terlebih dahulu oleh
instrumen dan dilaporkan ke Operator atau operator yang
mengecek ke instrument apakah telah dilakukan penghitungan atau
belum;
2. Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim pada halaman 16 alinea
ke-2, disebutkan bahwa dari surat bukti bertanda T-16 kasus
tertinggalnya kain kasa pada operasi Caesar sebagaimana dikaitkan
pada beberapa surat kabar di Banda Aceh adalah bukan kasus
malpraktek tapi suatu kekhilafan (resiko medik) di mana
sehubungan dengan kasus tersebut ketua POGI cabang Banda Aceh
merekomendasikan terhadap Terdakwa adalah melakukan
pengawasan selama 6 (enam) bulan untuk izin praktek selanjutnya,
di mana POGI sebagai wadahnya Terdakwa hanya mengenakan
sanksi administrasi terhadap anggotanya, bukan ancaman pidana,
sehingga dari uraian - uraian pertimbangan di atas Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi berpendapat unsur barang siapa dalam kasus ini
tidak dapat dipertanggung jawabkan pada Terdakwa maka unsur
barang siapa tidak terpenuhi / terbukti dikenakan kepada
Terdakwa;
Bahwa organisasi profesi POGI hanya menjatuhkan sanksi
adminstrasi, bukan lembaga peradilan dan tidak diberikan tugas atau
kewenangan memeriksa dan memutus perkara pidana;
Bahwa dalam Pasal 64 Undang - Undang Nomor 29 Tahun
2004 dijelaskan bahwa yang menjadi tugas dari Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia:

commit to user

93
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus


pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan dan;
b. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran
disiplin dokter atau dokter gigi;

Bahwa rumusan Pasal 64 Undang - Undang Nomor 29 Tahun


2004 tersebut, telah membatasi ruang lingkup tugas Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia yaitu sebatas memeriksa
dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi,
bukan perkara pidana yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi.
Bahwa kasus pelanggaran disiplin diperiksa dan diputuskan
oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia setelah
adanya pengaduan dari setiap orang (termasuk korporasi / badan) yang
mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau
dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran (Pasal 66 ayat (1)
UU No. 29 Tahun 2004);
Bahwa keberadaaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia berdasarkan Undang - Undang Nomor 29 Tahun 2004
bertugas hanya memeriksa dan memutus kasus pelanggaran disiplin
dokter atau dokter gigi dan tidak diberikan tugas atas kewenangan
memeriksa dan memutus perkara pidana, bahkan keberadaan Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia tidak menghilangkan hak
setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada
pihak yang berwenang, hal ini diatur dengan tegas dalam Pasal 66 ayat
(3) Undang - Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, yaitu: "Pengaduan sebagaimana diatur dalam ayat (1) dan
ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan
adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan / atau
menggugat kerugian perdata ke pengadilan";
Bahwa perbuatan pidana yang didakwakan terhadap Terdakwa
berupa kesalahan (kealpaan) dari Terdakwa yang menyebabkan korban

commit to user

94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

luka berat atau menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan
jabatannya atau pekerjaannya sementara dan telah ada perbuatan nyata
yang dilakukan oleh Terdakwa serta telah ada akibat nyata yang
dialami oleh korban, sehingga bukan mengenai kode etik kedokteran
yang dilanggar oleh Terdakwa atau penegakan disiplin kedokteran
terhadap Terdakwa, kemudian di dalam BAB X Ketentuan Pidana
Undang - Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
tidak diatur mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa;
Kemudian Pengadilan Tinggi Banda Aceh telah melampaui
batas wewenangnya, sebagaimana disebutkan di dalam putusan
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi halaman 1 baris ke- 1 yang
menyatakan bahwa Terdakwa dr. TAUFIK WAHYUDI, Sp.OG Bin
DR. RUSLI MAHADY yang tersebut atas tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melanggar Pasal 360 ayat (1) Jo Pasal 361 (2)
KUHPidana, sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum
pada kedua dakwaan tersebut;
Bahwa Terdakwa diajukan ke persidangan dengan dakwaan:

Pertama : Melanggar Pasal 360 ayat (1) KUHPidana Jo Pasal 361


KUH Pidana.
Kedua : Melanggar Pasal 360 ayat (2) KUHPidana Jo Pasal 361
KUH Pidana.
Bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak pernah mendakwakan
Terdakwa dengan Pasal 360 ayat (1) Jo Pasal 361 (2) KUHPidana,
sebagaimana putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi;
Menimbang, bahwa terhadap alasan - alasan tersebut Mahkamah
Agung berpendapat:
1. Bahwa alasan - alasan kasasi Jaksa Penuntut Umum dapat
dibenarkan. Jaksa Penuntut Umum dapat membuktikan bahwa
bebasnya Terdakwa bukan bebas murni. Judex facti / Pengadilan
Tinggi telah salah menerapkan hukumnya menyatakan hal tersebut

commit to user

95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kewenangan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran berdasarkan


Pasal 29 / 2004 padahal pelanggaran disiplin tidak menghilangkan
hak setiap orang melepaskan tindak pidana tersebut sebagaimana
disebut Pasal 66 (3) Undang - Undang 29 / 2004. Terdakwa pada
bulan Agustus 2008 melihat ada benda asing terdapat dalam perut
korban akibat operasi caesar, tetapi tidak diungkap Terdakwa
kepada korban tidak melakukan tindak operasi kembali. Korban
baru tahu setelah ke RSU Zainoel Abidin pada bulan Desember
2008. Dr . Andalas SP.OG menyimpulkan ada infeksi bekas
operasi dan dioperasi kembali dengan membuka jaringan pada
bekas operasi yang busuk bekas operasi lama yaitu terdapat benda
putih lalu ditusuk dengan pinset, ternyata kain kasa 20 X 10 cm
terjadi perlengketan hebat dalam uterus kiri kanan korban. Positif
ada kain kasa tertinggal ketika dioperasi Terdakwa pertama dan
Terdakwa tidak bertanggung jawab dikatakan korban alergi jahitan.
Dengan demikian Terdakwa telah melakukan kelalaian ketika
operasi caesar dan dipersalahkan kepada Terdakwa;
2. Bahwa judex facti salah dalam menerapkan hukum;
3. Bahwa benar pada tanggal 21 Desember 2008, setelah dilakukan
operasi ulang terhadap saksi RITA yang dilakukan oleh dr.
Andalas, SP.OG, diketemukan kain kassa sepanjang lebih dari 20
X 10 cm dalam keadaan masih utuh tertinggal dalam perut pasien
RITA yang menyebabkan luka infeksi sehingga luka bekas operasi
caesar tidak sembuh;
Menimbang, bahwa dalam musyawarah Hakim Agung pada
tanggal 7 April 2011, terdapat perbedaan pendapat (Dissenting
Opinion) dari Ketua Majelis yang memeriksa dan memutus perkara ini
yaitu H. Mansur Kartayasa, SH. MH. berpendapat bahwa alasan -
alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan dengan pertimbangan
sebagai berikut:

commit to user

96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a. Bahwa judex facti tidak salah menerapkan hukum karena putusan


judex facti yang membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan
telah didasarkan atas pertimbangan dan alasan - alasan hukum
yang benar. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum bahwa Terdakwa
karena kelalaiannya telah mengakibatkan pasien yaitu RITA
YANTI binti JAMAL yang dilakukan operasi caesar menderita
luka dinyatakan tidak terbukti karena telah sesuai fakta - fakta
hukum sebagai berikut:
1) Luka yang dialami korban / saksi adalah akibat operasi caesar
yang dilakukan atas keinginan dan persetujuan saksi dan suami
saksi sendiri dan operasi caesar sendiri telah berhasil dan
selamat demikian pula bayi yang bersangkutan;
2) Tertinggalnya kain kasa dalam perut korban bukan kelalaian
dalam pengertian pidana tapi merupakan kelalaian medik
karena tindakan operasi tidak dilakukan oleh Terdakwa sendiri
selaku dokter bedah tapi dilakukan oleh sebuah Tim yang
terdiri dari dokter anastesi, Penata Anestesi, Asisten Anestesi
dan instrumen / perawat;
3) Kepada Terdakwa seharusnya didakwa melanggar Pasal 79
huruf c jo Pasal 51 a Undang - Undang 29 tahun 2004 tentang
Praktek Kedokteran yaitu Dokter yang tidak memberikan
pelayanan medik sesuai standar profesi dan prosedur
operasional, namun karena tidak didakwakan Jaksa Penuntut
Umum maka kepada Terdakwa tidak dapat dinyatakan bersalah
atas tindak pidana tidak yang didakwakan;

b. Bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak dapat membuktikan putusan


judex facti bebas tidak murni sehingga berdasarkan pertimbangan -
pertimbangan tersebut kasasi Jaksa Penuntut Umum harus
dinyatakan tidak dapat di terima dan harus ditolak;
Usul: Tolak Kasasi;
commit to user

97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Menimbang, bahwa oleh karena terjadi perbedaan pendapat


(Dissenting Opinion), maka sesuai Pasal 30 ayat 3 Undang- Undang
No. 5 tahun 2004, Majelis setelah bermusyawarah diambil keputusan
dengan suara terbanyak, yaitu mengabulkan permohonan kasasi yang
diajukan oleh Pemohon Kasasi Jaksa Penuntut Umum tersebut;

Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana Mahkamah Agung


akan mempertimbangkan hal - hal yang memberatkan dan yang
meringankan;

Hal - hal yang memberatkan:


1. Perbuatan Terdakwa menyebabkan korban RITA YANTI binti
(alm) JAMAL luka sehingga tidak dapat menjalankan
pekerjaannya sementara;
2. Terdakwa telah lalai dalam melaksanakan tugasnya selaku dokter
spesialis kebidanan dan kandungan;
Hal - hal yang meringankan:
1. Terdakwa bersikap sopan di persidangan;
2. Antara pihak Terdakwa dengan pihak korban telah terjadi
perdamaian;
3. Terdakwa belum pernah dihukum;

Menimbang, bahwa berdasarkan alasan - alasan yang diuraikan


di atas Mahkamah Agung berpendapat, bahwa putusan Pengadilan
Pengadilan Tinggi Banda Aceh No. 181/Pid/2009/PT.BNA. tanggal 7
Desember 2009 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Banda
Aceh No. 109/Pid.B/2009/ PN.BNA, tanggal 10 Agustus 2009 tidak
dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan
Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut, seperti
tertera di bawah ini;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi Jaksa /
Penuntut Umum dikabulkan dan Terdakwa dinyatakan bersalah serta
commit to user

98
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dijatuhi pidana, maka biaya perkara pada semua tingkat peradilan


dibebankan kepada Terdakwa;
Memperhatikan Undang - Undang No. 48 Tahun 2009,
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 dan Undang- Undang No. 14
Tahun 1985, sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang No.
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang - Undang No. 3
Tahun 2009 serta peraturan perundang - undangan lain yang
bersangkutan.
Berdasarkan pertimbangan hakim tersebut peneliti memberikan
analisis yang fokusnya ada di dalam perbedaan pendapat (Dissenting
Opinion) dari Ketua Majelis yang memeriksa dan memutus perkara ini
yaitu H. Mansur Kartayasa, SH.MH. yang berpendapat bahwa alasan -
alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan. Karena terjadi perbedaan
pendapat (Dissenting Opinion), maka sesuai Pasal 30 ayat 3 Undang-
Undang Nomor 5 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Majelis setelah
bermusyawarah diambil keputusan dengan suara terbanyak, yaitu
mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi
Jaksa Penuntut Umum tersebut. Pendapat yang disampaikan oleh
Ketua Majelis yang memeriksa dan memutus perkara ini yaitu H.
Mansur Kartayasa, SH.MH. bahwa Terdakwa karena kelalaiannya
telah mengakibatkan pasien yaitu RITA YANTI binti JAMAL
menderita luka yang disebabkan operasi caesar yang dilakukan oleh
terdakwa dinyatakan tidak terbukti karena luka yang dialami korban /
saksi adalah akibat operasi caesar yang dilakukan atas keinginan dan
persetujuan saksi dan suami saksi sendiri dan operasi caesar sendiri
telah berhasil dan selamat demikian pula bayi yang bersangkutan,
dalam kasus ini seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk
setiap tindakan medis yang mengandung resiko medik cukup besar
berkaitan dengan keselamatan jiwa pasien diharuskan adanya
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pasien setelah
commit to user

99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sebelumnya pasien mendapatkan informasi yang jelas tentang perlunya


tindakan medis yang bersangkutan serta resiko yang berkaitan
dengannya. Namun luka yang diderita oleh korban bukanlah akibat
resiko medik sebagai akibat operasi caesar yang dilakukan oleh
terdakwa, melainkan dikarenakan kealpaan atau kelalaian terdakwa
dalam melakukan prosedur operasi caesar yang seharusnya dijalankan.
H. Mansur Kartayasa, SH.MH juga berpendapat bahwa tertinggalnya
kain kasa dalam perut korban bukan kelalaian dalam pengertian pidana
tapi merupakan kelalaian medik karena tindakan operasi tidak
dilakukan oleh Terdakwa sendiri selaku dokter bedah tapi dilakukan
oleh sebuah Tim yang terdiri dari dokter anastesi, Penata Anestesi,
Asisten Anestesi dan instrumen / perawat. Tindakan yang dilakukan
oleh terdakwa jelas telah memenuhi unsur-unsur dalam ketentuan
Pasal 360 ayat (2) juncto Pasal 361 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana seperti yang telah dijabarkan diatas, terdakwa selaku operator
dalam operasi caesar memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk
melakukan pengecakan terhadap seluruh peralatan dan perlengkapan
yang digunakan selama operasi dilakukan atau memerintahkan dan
bertanya kepada instrumen apakah pengecekan tersebut telah
dilakukan atau belum. Karena kelalaian terdakwa kewajiban dan
tanggung jawab tersebut tidak dilakukan yang mengakibatkan korban
menderita luka berat karena keberadaan benda asing berupa kain kasa
berukuran 20 X 10 cm yang tertinggal diperut korban. Sehingga
peneliti tidak sependapat dengan pendapat Ketua Majelis yang
memeriksa dan memutus perkara ini yaitu H. Mansur Kartayasa,
SH.MH tersebut.
Berdasarkan pertimbangan hakim yang pada akhirnya
mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Jaksa
/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Banda Aceh, peneliti
menyimpulkan bahwa putusan Mahkamah Agung Nomor
455/K/Pid/2010 sudah tepat. Majelis hakim sudah tepat dalam
commit to user

100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mempertimbangkan bahwa keadaan yang diderita oleh pasien


merupakan akibat terjadinya tindak malpraktek medik yang dilakukan
oleh terdakwa. Kelalaian yang dilakukan oleh terdakwa dalam hukum
kedokteran tidak hanya dilihat dari akibat yang ditimbulkannya tetapi
juga dilihat klausul penyebabnya, apakah tindakan medik yang
dilakukan oleh terdakwa benar-benar dengan usaha yang bersungguh-
sungguh atau tidak. Barang bukti berupa kain kasa berukuran 20 x 10
cm yang tertinggal di dalam perut korban merupakan klausul yang tak
terbantahkan dalam hukum kedokteran, keberadaan benda asing
berupa kain kasa tersebut di dalam perut korban secara jelas
mengindikasikan bahwa tindakan medik yang dilakukan kepada
korban tidak sesuai dengan standar profesi, standar prosedur
operasional, dan kebutuhan medis pasien.

commit to user

101

Anda mungkin juga menyukai