Anda di halaman 1dari 7

Publisitas dan Hub Media itu kerjaannya 2, yaitu 1)produksi publikasi positif partai sebanyak-banyaknya

utk mengisi media internal dan mengirimkannya media eksternal. 2. Membangun hun positif antara PKS
dgn pemilik dan insan media.

Sementara media baru menghandle hal2 terkait media baru atau media sosial. Jadi, twitter, fanpage fb,
instagram resmi struktur diurus oleh departemen ini.

Notulensi Rakor Perdana Humas

Waktu : Sabtu, 12 Desember 2015

Tempat : Setia HK

Waktu : 13.00 – 15.00 WIB.

Present : Afriadi, Sunarno, Rosidin, Wawan R, Udin S

Izin : Ojah R

Brainstorming :

1. Manajemen Komunikasi Internal Partai


2. Manajemen Komunikasi eksternal : pengelolaan Isu-isu
3. Target ke depan website PKS Kuningan bisa go Nasional seperti Piyungan
4. Publikasikan setiap kegiatan yang dilaksanakan DPD
5. Humas memiliki database (No. HP) kader dan masyarakat yang terjaring program PKS seperti BSM
6. Segala bentuk reputasi dan citra Partai menjadi tanggungjawab Humas
7. Humas adalah lembaga strategis yang ikut menentukan kebijakan partai
8. Humas sekarang bukan hanya ngirim undangan, jilid koran, ngirim berita ke wartawan, sekarang
humas 2.0 (humas jilid 2/ penjelasan terlampir)
9. Membentuk komunitas-komunitas eksternal seperti komunitas fotografer, komunitas video yang
berafiliasi kepada Humas

10. memiliki web site Toko Online loikal yang menampung produk-produk kader

11. Memiliki Media Center sebagai tempat koordinasi, produksi dan pers conference kegiatan DPD

12. Memiliki studio sebagai tempat pengambilan Foto, Ceramah, Talkshow dan lain-lain

13. mangga dilanjut bila masih ada ....


Struktur Bidang Humas DPD PKS Kuningan

Ketua : Afriadi Murwanto

Sekretaris : Wawan Romliansyah

1.Bagian Publikasi dan Hubungan Media : Udin Safrudin

2. Bagian Komunikasi Internal : Rosidin

3. Bagian Media Baru : Sunarno, Ojah Rojanah

Berikut Garapan Humas dan pembagian Jobdesnya :

1. Pengelolaan Wartawan : Konpres, Ngirim Tulisan, (1)

2. Pengelelolaan Sosmed : FB, Twitter, instagram , WA, BBM(Sekr dan 3)

3. Pengelolaan WebSite (3)

4. Pengelolaan dokumentasi Foto (2)

5. Pengelolaan Video : PKSTV Kuningan (1)

6. Desain Grafis ; Produksi Grafis-grafis (sekr)

7. Pengelolaan Mading (3)

8. Taklimat (2)

9. Spanduk, Baliho (sekr)

10. Menjalin komunikasi dengan pemerintahan daerah dan ormas

Tahapan Produksi sampai Publish :

1. Content (Isi, materi)

2. Desain grafis (Mengolah conten menjadi Visual (gambar Meme, Video) )

3. Upload Tim Media (publish ke media internal dan media eksternal)

Bahan content Inputnya bisa diperoleh dari person yang ditunjukk Humas di :

1. DPRa/DPC/Cada > Ketua DPC dan Sekretaris Cada

2. Aleg > Aleg dan Staf Fraksi


3. Struktur DPD

4. Bidang > Sekretaris Bidang


PR 2.0 : Mengadaptasi Perubahan Konsumen di Era Social Media

PR 2.0 : MENGADAPTASI PERUBAHAN KONSUMEN

DI ERA SOCIAL MEDIA

Munculnya teknologi web 2.0 telah melahirkan revolusi di bidang internet. Semula informasi dari
website berjalan searah, tapi sekarang semua orang bisa menjadi kreator konten di internet dengan
berkembangnya layanan seperti blog dan situs jaringan sosial. Majalah Information Week (09/2007)
menjelaskan “Web 2.0 is all the Web sites out there that get their value from the actions of users”. Jadi
inti dari sebuah web 2.0 adalah keterlibatan user dan kecanggihan web tersebut dalam kolaborasi,
interaksi dan melayani user. Contohnya adalah usaha pembaca dalam berkomentar dan trackbacks di
blog. Dari sisi web, adalah adanya RSS di dalam Blog dimana semua informasi Blog dimungkinkan dapat
diadaptasi.

Implikasi dari Web 2.0 adalah lahirnya Social Media atau Media Sosial yang kini telah menjadi bagian
yang tak terpisahkan dalam perkembangan teknologi internet. Beragam aplikasi internet berbasiskan
media sosial kian marak dan mampu menyihir para pengguna internet di seluruh dunia. Dengan media
sosial, setiap individu dapat saling berbagi cerita dan informasi dengan menggabungkan teknologi
berupa tulisan, gambar, video maupun audio.

Jika dulu suatu produk informasi hanya bisa dipublikasikan oleh produsen saja, maka kini setiap individu
bisa mempublikasikan informasinya sendiri atau dikenal dengan istilah User Generated Content (UCG).
Setiap individu juga bisa langsung memberikan tanggapan atau komentar atas informasi yang dia
peroleh dari media sosial. Hal ini membuat interaksi sosial antara satu individu dengan individu lain
menjadi lebih cepat dan juga lebih murah.

Social media sejatinya adalah sebuah bentuk budaya yang dinamakan dengan budaya partisipasi. Tanpa
adanya partisipasi dari pengguna, sebuah situs jejaring social belum pantas disebut sebagai social media
walaupun situs tersebut dilengkapi fasilitas user generated content / consumer generated media.
Mengapa demikian? Karena social media sangat menekankan pada aspek conversation, yang akan
menentukan tinggi atau rendahnya budaya partisipasi yang terbentuk dalam social media tersebut. Blog,
Social Networking, Social Blog, Forum, Micro-Blogging, apapun bentuknya apabila tidak memiliki budaya
partisipasi yang memadai maka, social media tersebut akan menemui kegagalan.
Menurut data tersebut, yang dikutip VIVAnews , diketahui Indonesia merupakan negara dengan jumlah
Facebook terbesar kedua setelah Turki di Benua Asia, yakni sebesar 5.949.740 pengguna. Sementara
Turki, yang menduduki peringkat keempat di dunia, memiliki 10.926.180 pengguna per Selasa, 16 Juni
2009 pukul 17.00 WIB. Sementara itu, berdasarkan data dari Google Trend, pengunjung Twitter rata-
rata per hari lebih dari 200 ribu orang (unique visitor). Sementara, forum diskusi Kaskus.us yang sering
disebut sebagai situs komunitas terbesar di Indonesia yang memiliki anggota lebih dari sejuta orang.
Namun, jumlah itu dikalahkan oleh pengunjung Twitter asal Indonesia. Data ini juga ditunjang oleh
sejumlah perusahaan riset. comScore, misalnya, seperti ditulis TechCrunh mengatakan pengguna Twitter
di Indonesia November 2009 lalu mencapai 1,4 juta orang. Adapun, pengguna Twitter global mencapai
60 juta orang.

Fenomena Social media secara fundamental mengubah cara perusahaan berkomunikasi. Maraknya
Facebook, Twitter, Plurk, blog, wiki, youtube dan lainnya memaksa perusahaan meningkatkan cara
komunikasi yang semula satu arah dan dua arah menjadi segala arah. Di tengah maraknya fenomena itu,
praktisi PR masa kini harus menghadapi publisher baru. Mereka adalah para blogger, para facebookers,
para friensdters, para plukers serta pemilik akun di Web 2.0 lainnya. Mereka adalah para konsumen.
Internet memang telah mengubah posisi konsumen di mata perusahaan.

Di era Internet Web 2.0, konsumen melemparkan kekecewaan dengan menulis blog atau mem-posting-
nya di berbagai milis serta social networking. Internet membuka banyak kanal untuk memprotes
produsen. Di era ini, konsumen bebas menyampaikan pendapat dan melakukan percakapan secara
horisontal satu sama lain di dunia maya, yang dikenal dengan era Web 2.0.

Namun sayangnya, Profesional PR masih lamban mengadaptasi perubahan konsumen di era digital ini,
terutama yang didorong maraknya Web 2.0, para praktisi PR di Indonesia masih berkutat di Public
Relations 1.0 -sebuah strategi PR yang menempatkan middle man, yakni para jurnalis, sebagai
penyampai pesan-. Padahal, sesuai dengan konsep 2.0, PR 2.0 memanfaatkan web – web 2.0 untuk
mencapai lebih jauh, lebih efektif dan tentunya juga lebih efesien dari segi biaya. PR 2.0 adalah definisi
ulang dari kegiatan PR akibat pengaruh teknologi berbasis web dan multimedia. Jadi, PR 2.0 bukan lagi
sekadar mengelola jurnalis, tetapi juga mengelola konsumen yang mampu menjadi publisher di dunia
maya. Posisi konsumen kini sudah naik pangkat. Mereka tidak lagi sekadar konsumen, tapi juga
publisher dan influencer.

Dengan demikian, yang harus disadari oleh setiap praktisi PR bahwa era sudah berubah. Penyampai
pesan bukan lagi hanya media mainstream, baik televisi, cetak, radio maupun online. Semenjak blog
mudah dibuat, forum online bertebaran dan social media bertumbuhan, setiap pengguna Internet bisa
menjadi penyampai pesan. Mereka yang biasanya hanya menonton televisi membaca koran/majalah,
medengarkan radio, browsing di Internet, kini juga bisa membuat blog, membuat akun di Facebook atau
Friendster, dan menuliskan pesan apa saja yang mereka suka atau inginkan. Jika mereka tidak suka
dengan pengalamannya mengonsumsi sebuah produk, mereka dengan mudah menulisnya di blog, di
Facebook, dan menyebarkannya di forum atau milis. Mereka tidak perlu bersusah payah mengirim surat
pembaca ke media cetak yang entah kapan dimuatnya.

Sebagai implikasi dari era Web 2.0 Pada era ini konsumen lebih sibuk berkomunikasi dan berbincang
mengenai produk dan perusahaan dengan sama konsumen. Komunikasi horizontal terjadi. Namun
Sayang komunikasi ini nyaris tidak melibatkan perusahaan. Inilah Inilah yang menyebabkan perusahaan
gagap untuk berkomunkasi dan mendapatkan feedback dari pelanggannya. Survei yang dilakukan DEI
Worldwide mengenai dampak social media terhadap perilaku belanja menunjukkan bahwa, 62%
mengatakan informasi produk yang didapatkannya melalui percakapannya di social media lebih bernilai
ketimbang informasi yang diterima dari iklan. Sementara itu, Survei yang dilakukan Forester Reseach
tahun 2007 bahkan sudah meletakkan blogger sebagai influencer kedua setelah teman/keluarga dalam
hal memutuskan konsumen membeli barang.

Bagi perusahaan yang terbiasa dengan produk siap pakai, perubahan ini relatif mudah diantisipasi,
bahkan bisa dimanfaatkan sebagai peluang emas. Dell Computer misalnya, meluncurkan situs Dell’s
Ideastorm yang mempersilahkan pelanggan untuk menyampaikan apapun produk yang mereka inginkan
di masa mendatang. Salah satu hasilnya adalah Linux Box, yang jelas-jelas mencederai hubungan jangka
panjang Dell dengan Microsoft yang selama ini menjadi mitra penting di sisi operating system.

Meski demikian, ada cara PR untuk mengurangi risiko gagal komunikasi dan pemasaran di social media.
Pertama, lihatlah perubahan konsumen ini secara strategis terlebih dulu sehingga dapat digali potensi-
potensinya baik untuk pengembangan produk maupun customer relations. Kedua, perusahaan
mengantisipasi perubahan ini secara strategis, bukan sekadar melaksanakan program marketing dan
public relations di social media, tetapi juga membangun organisasi yang siap mengeksekusinya. Sangat
layak jika saat ini perusahaan besar memiliki manager baru di bidang social media. Ketiga: perkuat riset
di bidang social media agar betul-betul memahami perilaku social media sehingga mampu membangun
strategi yang tepat.

Dengan demikian, Untuk mengadaptasi perubahan konsumen di era social media. Sudah seharusnya
bagi Praktisi PR lebih kreatif untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak yang merugikan
perusahaan. Lalu apa yang sebaiknya harus dilakukan seorang PR?
Jika sebelumnya para humas lebih banyak bersentuhan dengan media (melalui strategi Media
Relations), dengan pemerintah (melalui Goverment Relations) dan sedikit bersentuhan dengan
konsumen melalui Marketing PR, maka kini mereka harus bersentuhan langsung dengan publik dan
konsumen di dunia maya.

Konsumen yang bergabung di social media tidak butuh bahasa yang manis dan formal ala siaran pers.
Yang mereka butuhkan adalah juru bicara perusahaan yang mengerti kebutuhan mereka dan sekaligus
merespon keluhan mereka secepat mungkin. Konsumen juga butuh seorang praktisi PR yang bisa
berinteraksi langsung dengan mereka dan melakukan percakapan. Tentu saja, ini bukan pekerjaan
mudah. Apalagi praktisi PR itu wajib “berbicara” sesuai brand personality yang diwakilinya.

Jadi, PR 2.0 bukan lagi sekadar mengelola jurnalis, tetapi juga mengelola konsumen yang mampu
menjadi publisher di dunia maya. Praktisi PR pada akhirnya harus update dengan teknologi terbaru.
Mereka harus terus mengikuti perkembangan teknologi. Bila sekarang sedang tren Twitter, maka
mereka harus terjun ke dalamnya biar mengerti bagaimana sebenarnya Twitter itu. Apa yang bisa
dilakukan, aplikasi apa saja yang ada di Twitter yang bisa mendukung pekerjaan mereka.

Selain itu, Praktisi PR juga wajib adaptif terhadap perkembangan media social seperti Facebook, twitter
dan media social lainnya diantaranya memahami apa beda Profile Page, Fans Page, Groups, dan Causes
di Facebook, termasuk memantau perkembangan yang sangat pesat. Fans Page Facebook misalnya,
terus menerus mengalami perubahan dan perbaikan yang bermanfaat untuk komunikasi merek. Pada
saat yang sama praktisi PR juga perlu memahami aplikasi Facebook yang juga berkembang sangat cepat.
Dengan memahami teknologi ini, praktisi PR diharapkan memahami implikasi aplikasi baru tersebut
terhadap perusahaan dan merek yang ditangani. Selain itu, pemahaman user behavior lokal mutlak
diperlukan untuk membangun strategi Public Relation di dunia maya dengan target konsumen
Indonesia. Dengan demikian, secara praktis hal tersebut membuat kerja praktisi PR masa kini mengalami
perubahan yang sangat luar biasa. PR masa kini bukan hanya harus cerdas berhubungan dengan
influencer, termasuk media, tetapi juga dituntut untuk fasih berhubungan langsung dengan konsumen.
Dan kita semua paham, karakter konsumen maya sudah pasti tidak sama dengan karakter jurnalis,
media atau industri media, atau karakter medium dan influencer lain.

Anda mungkin juga menyukai