Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH TEOLOGI PERJANJIAN LAMA

“Kajian Hermeneutik Terhadap Larangan Makan Darah dan

Implementasinya Terhadap Karya Penebusan Kristus di


Zaman Sekarang”

OLEH:
YUDIT PARA’PAK
2020164645
D TEOLOGI

SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN NEGERI (STAKN) TORAJA


TAHUN AJARAN 2019
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Di Indonesia terdapat banyak agama. Dan dalam satu agama tersebut


masih terdapat banyak aliran, contohnya agama Kristen. Dalam agama
Kristen terdapat banyak aliran, di antaranya: aliran Protestan, aliran
Pantekosta, aliran Karismatik dan sebagainya. Aliran dalam agama Kristen ini
memiliki banyak perbedaan pemahaman. Contohnya perbedaan pemahaman
antara aliran Protestan dan aliran Pantekosta mengenai memakan darah. Ada
yang pro dan ada yang kontra terhadap hal tersebut. Pantekosta mengikuti
tradisi Yahudi yang terdapat dalam Perjanjian Lama mengenai larangan
memakan darah. Bagi pemahaman mereka, darah merupakan nyawa yang
hanya dipersembahkan kepada Tuhan dan siapa pun yang memakannya
menimbulkan dosa terhadap dirinya sendiri. Namun, bagi aliran Protestan
memakan darah bukanlah merupakan suatu dosa dan bukan suatu kekejian
bagi Allah. Adapun teks yang membahas tentang larangan makan darah
terdapat dalam Kitab Imamat.
Menurut Kamus Alkitab, di dalam Perjanjian Lama “darah” dalam
pemikiran Ibrani adalah tempat pusat “kehidupan” atau bahkan diidentikkan
dengan pusat kehidupan itu sendiri. Karena itu, darah merupakan sesuatu
yang sangat memiliki peranan penting dalam persembahan “korban” yang
dalam masyarakat Ibrani dangat fundamental. Para imam dikuduskan
dengan dara yang dipercikkan ke atas mezbah penebus dosa dan juga darah
dipercikkan kepada seluruh umat Israel untuk menegakkan perjanjian
dengan Tuhan.1 Ketika di dalam Perjanjian Lama, manusia mengusahakan
keselamatannya melalui kurban persembahan dari darah hewan sehingga
Tuhan melarang bangsa Israel untuk makan darah, lalu bagaimana dengan
kehidupan sekarang? Manusia telah ditebus dosanya dan keselamatannya
dijamin dalam Yesus Kristus, namun masih ada orang yang percaya kepada
1
Kamus Alkitab
Yesus menetapkan larangan untuk memakan darah. Apakah dalam
kehidupan sekarang larangan memakan darah dalam Perjanjian Lama masih
berlaku dan masih masih merupakan suatu kebinasaan bagi umat manusia?
Berdasarkan latar belakang di atas, maka melalui makalah ini penulis
tertarik menyusun kerangka pikir tentang larangan memakan darah dengan
judul “Kajian Hermeneutik Terhadap Larangan Makan Darah dan
Implementasinya Terhadap Karya Penebusan Kristus di Zaman Sekarang”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana kajian hermeneutik terhadap larangan makan darah dan
implementasinya terhadap karya penebusan kristus di zaman
sekarang?
C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana kajian hermeneutik terhadap larangan
makan darah dan implementasinya terhadap karya penebusan kristus
di zaman sekarang.

BAB II
ISI
A. Latar Belakang Kitab
Menurut Pdt. Dr. Robert M. Paterson, dalam bukunya: Kitab Imamat,
Kitab Imamat merupakan suatu Kitab yang tidak berdiri sendiri. Kitab
ini berhubungan dengan kitab-kitab lain dalam Pentateukh. Meskipun
Kitab ini terdiri dari hukum-hukum dan peraturan-peraturan, tetapi
sesungguhnya merupakan sebgaian dari riwayat besar yang mulai
dari penciptaan langit serta bumi dan berakhir dengan kematian
Musa. Kitab Imamat ini melanjutkan riwayat dalam Kitab Keluaran. 2
Artinya ketetapan-ketetapan Allah dalam Kitab Keluaran masih
berlanjut dalam Kitab Imamat.
Dalam beberapa bahasa di daratan Eropa, kitab ini disebut
Leviticus, yang diambil dari bahasa Latin Liber Leviticus dari bahasa
Yunani (To). Imamat berarti berhubungan dengan para imam atau
orang Lewi. Dalam bahasa Ibrani, kitab ketiga dari Taurat ini disebut
wayiqra yang artinya adalah (maka dipanggil-Nya atau Ia memanggil).
Kata ini merupakan kalimat pertama dalam Kitab Imamat.3
Mengenai pengarangnya, ada sumber yang mengatakan bahwa
seluruh Kitab Imamat berasal dari sumber P, jadi ditulis pada masa
pembuangan di Babylon dan sesudahnya. Akan tetapi mungkin fasal
17-26 (yaitu hukum-hukum kesucian) agaknya sedikit kuno,
barangkali berasal dari nabi Yehezkiel, jadi kira-kira pada awal
pembuangan di Babylon. Di samping itu ada juga unsur-unsur yang
kuno sekali, yang barangkali berasal dari masa Musa. 4 Kemudian
tujuan dari Kitab Imamat adalah menyediakan suatu pedoman bagi
penyembahan kepada Tuhan, dan untuk memberikan petunjuk-

2
Pdt. Dr. Robert M. Paterson, Kitab Imamat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), hal. 5
3
Purwanto, Ani Teguh. “Arti Korban Menurut Kitab Imamat.” Journal Kerusso 2.2 (2017): 8-14
4
Dr. J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), hal.
53
petunjuk kepada para imam mengenai seluk-beluk penyembahan
tersebut.5

B. Analisis Teks
a. Imamat 3:17 (Korban Keselamatan) “Inilah suatu ketetapan untuk
selamanya bagi kamu turun-temurun di segala tempat
kediamanmu: janganlah sekali-kali kamu makan lemak dan
darah.”6
b. Imamat 7:26-27 (Korban Keselamatan) “Demikian juga janganlah
kamu memakan darah apa pun di segala tempat kediamanmu, baik
darah burung-burung atapun darah hewan. Setiap orang yang
memakan darah apa pun, nyawa orang itu haruslah dilenyapkan
dari antara bangsanya.”7
c. Imamat 17:11-12 “Karena nyawa makhluk ada di dalam darahnya
dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah
untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu, karena darah
mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa. Itulah
sebabnya aku berfirman kepada orang Israel: Seorang pun di
antaramu janganlah makan darah. Demikian juga orang asing yang
tinggal di tengah-tengahmu tidak boleh makan darah.”8

C. Kajian Hermeneutik
Kata (dam dibaca dawn) dalam bahasa Ibrani adalah kata
benda maskulin tunggal yang umumnya diterjemahkan “blood” yang
dalam bahasa Indonesia diterjemahkan “darah” menunjukkan sebagai
objek yang dilarang oleh Allah untuk dimakan oleh semua orang yang
tinggal di Israel baik bangsa Israel maupun orang asing. Karena nyawa

5
Joseph P. Free & oleh Howard F. Vos, Arkeologi dan Sejarah Alkitab, (Malang: Gandum Mas,
2011), hal. 143
6
LAI
7
Ibid
8
Ibid
makhluk ada di dalam darahnya dan karena nyawa dimiliki oleh
Allah.9 Dalam Kejadian 9:4-6 darah disamakan dengan nyawa dan
menuntut pertanggungjawaban ketika tercurah. Dalam artian bahwa
darah dilambangkan sebagai kehidupan, dan kalau diperluas, sebagai
sarana penebus kehidupan. Darah adalah persembahan bagi Tuhan
dan hal ini menyangkut dengan hubungan langsung seseorang dengan
Allah.10 Darah dilambangkan sebagai kehidupan yang sangat erat
kaitannya dengan Allah karena Allah adalah Sang pemberi hidup.
Napas dan darah masing-masing adalah gambaran simbolis
yang efektif tentang hidup itu sendiri. Istilah harfiahnya adalah
metonimia yang merujuk kepada sebuah kiasan di mana sebagian
mewakili keseluruhan. Identifikasi darah dan nyawa dilihat ketika
darah itu tercurah dari hewan maka nyawanya hilang. Nyawa adalah
sesuatu yang berharga karena milik Allah sendiri. 11 Karena itu tidak
ada orang yang diizinkan untuk makan darah.
Dari buku Handbook to the Bible, darah dimaknai sebagai
kurban persembahan. Menurut kebanyakan pakar Perjanjian Lama,
kurban persembahan diartikan sebagai pemberian. Artinya orang
yang member persembahan kurban memperoleh nyawa/hidup, yaitu
darah binatang atau kurban tersebut dan mempersembahkannya
kepada Allah dapat menyalurkan hidup yang baru ke dalam
hubungannya dengan Allah.12 Dalam buku “The WYCLIFE Bible
Commentary” kata Ibrani dari korban keselamatan yaitu zebah
shelamim yang mungkin lebih baik diterjemahkan menjadi “kurban
kesatuan atau kelengkapan”. Kelengkapan artinya hubungan atau
persekutuan yang erat antara Allah dan manusia. 13 Membawa suatu

9
Wijaya, H. Penafsiran Imamat 17:10-16 Hengki Wijaya (Peter Wijaya)
10
William Dyrnes, Tema-Tema Dalam Teologi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2013), hal.
80-81
11
Gery Edward Schnittjer, The Torah Story, (Malang: Gandum Mas, 2015), hal. 362
12
Dra. Ny. Yap Wei Fong, dkk, Handbook to the Bible, (Bandung: Kalam Hidup, 2004), hal.200
13
Charles F. Pfeiffer & Everett F. Harrison, The Wyclife Bible Commentary, (Malang: Gandum Mas,
1962), hal. 256
persembahan atau korban menunjukkan suatu korban atau
pemberian dengan mana seseorang mendapat jalan masuk kepada
Allah. Hal ini merupakan kebiasaan universal yang berlaku di Timur.
Tak seorang pun diizinkan mendekati seorang yang lebih tinggi tanpa
suatu hadiah atau pemberian, dan persembahan yang dibawa itu
disebut “korban” yang secara benar berarti korban yang
mempersiapkan jalan atau korban jalan masuk.14 Melalui kurban
keselamatan, hubungan antara Allah dan manusia yang retak karena
pelanggaran manusia dapat dipulihkan.
Ada beberapa alasan dalam larangan makan darah ini, yang
pertama ialah darah adalah cairan yang menyalurkan kehidupan
melalui tubuh sehingga mewakili kehidupan atau nyawa (nepesh).
Kemudian alasan yang kedua yaitu pencurahan darah merupakan alat
pendamaian dari dosa yang dilaksanakan dengan mengurbankan
hewan dan mempersembahkan nyawa hewan itu sebagai pengganti
nyawa manusia. Darah dari semua hewan disembelih harus
dicurahkan di atas tanah dan tidak boleh dimakan. 15 Darah diartikan
sebagai persembahan yang dilukiskan dengan gambaran pendamaian.
Dalam buku Handbook to the Bible darah juga dikenal sebagai
alat untuk mengadakan pendamaian yaitu penghapusan dosa. Kata
“pendamaian” diterjemahkan sebagai alat untuk membayar harga
atau harga tebusan. Jadi darah “menutupi (seperti tabir)” orang yang
berdosa. Darah juga merupakan “pendamaian perantara dengan
nyawa”. “Dengan perantara” merupakan terjemahan dari kata Ibrani
yang bisa dipakai untuk mengemukakan harga atau ongkos. Sehingga
dengan adanya perantara dengan nyawa berarti membayar dengan
nyawa.16 Dengan kata lain “darah” berarti kematian, pemusnahan
nyawa atau kehidupan. Dalam persembahan kurban, nyawa
14
Purwanto, Ani Teguh. “Arti Korban Menurut Kitab Imamat.” Journal Kerusso 2.2 (2017): 8-14
15
Charles F. Pfeiffer & Everett F. Harrison, The Wyclife Bible Commentary, (Malang: Gandum Mas,
1962), hal. 282
16
Dra. Ny. Yap Wei Fong, dkk, Handbook to the Bible, (Bandung: Kalam Hidup, 2004), hal.200
dimusnahkan. Darah yang mengalir merupakan simbol dan bukti
bahwa nyawa telah diambil sebagai pembayaran dosa-dosa orang
yang bersalah dan sebagai pengganti bagi nyawanya sendiri yang
ternodai dosa.17

D. Implementasinya Terhadap Pengorbanan Yesus Kristus Dalam


Kehidupan Sekarang
Menurut W.S. Lasor dalam bukunya “Pengantar Perjanjian
Lama 1” mengatakan bahwa darah ditekankan dalam seluruh
peraturan mengenai kurban. Di sini lambang kurban darah harus
dipahami. Hal ini merupakan inti iman Kristen baik dalam
pengurbanan Kristus di atas kayu salib maupun dalam lambang-
lambang Perjamuan Kudus. Kematian kurban dilambangkan sebagai
kematian orang yang berdosa karena hukum atas dosa ialah kematian
melalui penumpahan darah.18
Persembahan hewan sebagai kurban menyatakan prinsip itu.
Namun, kenyataan yang sepenuhnya telah terjadi dalam peristiwa
kematian Yesus Kristus. Dalam Perjanjian Lama, Allah memberikan
gambaran kepada bangsa Israel mengenai penumpahan darah Yesus
kelak, yaitu kematiannya yang menggantikan kurban-kurban lain,
untuk dosa manusia, yang benar menggantikan yang tidak benar,
sekali untuk selama-lamanya.19 Ketika Yesus datang sebagai kurban
penebus dosa manusia, maka manusia tidak lagi mengerjakan
keselamatannya sendiri karena keselamatan telah diperoleh dari
pengurbanan Yesus Kristus.
Seperti kasih Allah yang masih relevan hingga saat ini, maka
Kitab Imamat pun masih relevan sampai sekarang. Persekutuan dapat
dinikmati, Allah menghendaki kekudusan dan dosa diselesaikan

17
Ibid
18
W. S. Lasor, Pengantar Perjanjian Lama 1”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), hal. 219
19
Dra. Ny. Yap Wei Fong, dkk, Handbook to the Bible, (Bandung: Kalam Hidup, 2004), hal.200
dengan cara yang berkenan kepada-Nya. Namun, kurban-kurban
simbolis tidak perlu lagi karena Kristus telah mewujudkannya.20
Larangan tentang makan darah sampai saat ini masih
dilakukan yaitu tidak minum darah atau makan binatang yang belum
diolah. Sebagai orang Kristen yang telah ditebus melalui darah Yesus
Kristus, tentulah memandang larangan makan darah tidak relevan lagi
karena karena telah dibayar oleh pengorbanan Yesus Kristus. Dan
sebagai orang orang yang telah ditebus, orang Kristen harus taat pada
firman-Nya seperti yang dilakukan oleh orang Israel dahulu. 21 Seperti
yang dikatakan Yesus dalam Matius 15:11 “Dengar dan camkanlah:
bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan
yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.”22 Jadi
kesimpulannya, keselamatan orang Kristen bukan tergantung dari apa
yang ia makan atau minum, karena keselamatan bersumber pada
Yesus Kristus.
Dan menurut buku Umat Bertanya, Romo Pid Menjawab,
larangan makan darah timbul karena menurut Perjanjian lama darah
merupakan nyawa makhluk hidup dan nyawa merupakan milik
Tuhan. Hal ini didasarkan pada paham Perjanjian Lama yang belum
sempurna, baik tentang hewan maupun tentang Allah yang sering
digambarkan terlalu mirip dengan manusia. Menurut buku ini,
Perjanjian Baru memiliki pandangan yang lain mengenai hal ini.
Makanan dan minuman adalah hal yang netral yang tidak menjamin
kedekatan Allah dengan manusia. Dalam 1 Kor 8:8 makanan tidak
membawa kita lebih dekat kepada Allah. Menurutnya, larangan para
Rasul kepada orang-orang di Antiokhia untuk memakan darah itu
karena situasi dan kondisi tertentu.23

20
. S. Lasor, Pengantar Perjanjian Lama 1”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), hal. 228-229
21
Wijaya, H. Penafsiran Imamat 17:10-16 Hengki Wijaya (Peter Wijaya)
22
LAI
23
F. Hartono, SJ., Rubik Konsultrasi Iman 1: Umat Bertanya, Romo Pid Menajwab, (Yogyakarta:
KANISIUS, 2000), hal. 76
Jadi dalam Kitab Imamat itu, darah dilambangkan sebagai
korban persembahan agar hubungan Allah dengan manusia tetap baik
dan seluruh korban itu menunjuk pada satu korban yaitu Yesus
Kristus yang menghapus dosa manusia untuk selama-lamanya. Dan
larangan darah yang dimaksudkan adalah darah yang belum diolah,
jadi darah yang sudah diolah boleh untuk dimakan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kamus Alkitab
2. Paterson, Pdt. Dr. Robert M. 2008. Kitab Imamat. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
3. Ani Teguh, Purwanto. “Arti Korban Menurut Kitab Imamat.” Journal Kerusso 2.2
(2017): 8-14
4. Blommendaal, Dr. J. 2005. Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
5. LAI
6. Free, Joseph P. & oleh Howard F. Vos. 2011. Arkeologi dan Sejarah Alkitab. Malang:
Gandum Mas.
7. Wijaya, H. Penafsiran Imamat 17:10-16 Hengki Wijaya (Peter Wijaya)
8. Dyrnes, William. 2013. Tema-Tema Dalam Teologi Perjanjian Lama. Malang:
Gandum Mas.
9. Schnittjer, Gery Edward. 2015. The Torah Story. Malang: Gandum Mas.
10. Fong, Dra. Ny. Yap Wei, dkk. 2004. Handbook to the Bible. Bandung: Kalam Hidup.
11. Pfeiffer, Charles F. & Everett F. Harrison. 1962. The Wyclife Bible Commentary.
Malang: Gandum Mas.
12. Lasor, W. S. 2008. Pengantar Perjanjian Lama 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
13. SJ., F. Hartono. 2000. Rubik Konsultrasi Iman 1: Umat Bertanya, Romo Pid
Menajwab. Yogyakarta: KANISIUS.

Anda mungkin juga menyukai