Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum
dengan judul LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VEGETASI GULMA dengan
tepat waktu. Laporan praktikum ini dibuat sebagai salah satu tugas mata kuliah
Teknologi Perlindungan Tanaman (Gulma) pada semester tiga program studi
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Dalam laporan praktikum
ini dipaparkan mengenai penyusunan vegetasi dari suatu formasi tumbuh-tumbuhan
serta mencari gambaran keadaan lapangan mengenai gulma. Selain itu, analisa ini dapat
mempermudah kita dalam mempertimbangkan cara pengendalian/pemberantasan gulma
yang harus dilakukan sehubungan dengan keadaan vegetasi yang telah disurvey/analisa
dan diharapkan dapat menambah wawasan bagi para pembaca khususnya bagi saya
sebagai penulis.
Saya menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berkenan
memfasilitasi dan memberi koreksi serta saran untuk terselesaikannya laporan
praktikum ini. Meskipun saya berharap isi dari laporan praktikum ini bebas dari
kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar laporan praktikum ini dapat lebih
baik lagi penyusunannya. Semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca.
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I PENDAHULUAN
3
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui penyusunan vegetasi dari suatu formasi tumbuh-tumbuhan
serta mencari gambaran keadaan lapangan mengenai gulma. Selain itu, analisa ini dapat
mempermudah kita dalam mempertimbangkan cara pengendalian/pemberantasan gulma
yang harus dilakukan sehubungan dengan keadaan vegetasi yang telah disurvey/analisa.
4
sangat penting yang umumnya diukur dari suatu tipe komunitas tumbuhan yaitu
kerapatan (denstity), frekuensi, dan cover (kelindungan) (Irwanto, 2010).
c. Sampling bertingkat
Sampling bertingkat diperlukan apabila vegetasi terdiri dari beberapa blok atau
stadium yang berbeda-beda fisionominya.
Area dibagi-bagi dalam stadium yang fisionominya sama.
5
Pada setiap statum dilakukan sampling acak seperti uraian di atas.
Bertujuan untuk memperoleh nilai variabilitas pada petak contoh dalam
stratum.
6
parameter kuantitatif vegetasi yang sangat penting yang umumnya diukur dari suatu tipe
komunitas tumbuhan yaitu:
1. Kerarapatan (density)
Kerapatan adalah jumlah individu suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan
tertentu, misalnya 100 individu/ha. Dalam mengukur kerapatan biasanya muncul suatu
masalah sehubungan dengan efek tepi (side effect) dan life form (bentuk tumbuhan).
Untuk mengukur kerapatan pohon atau bentuk vegetasi lainnya yang mempunyai batang
yang mudah dibedakan antara satu dengan lainnya umumnya tidak menimbulkan
kesukaran yang berarti. Tetapi, bagi tumbuhan yang menjalar dengan tunas pada buku-
bukunya dan berhizoma (berakar rimpang) akan timbul suatu kesukaran dalam
perhitungan individunya. Untuk mengatasi hal ini, maka kita harus membuat suatu
kriteria tersendiri tentang pengertian individu dari tipe tumbuhan tersebut.
Masalah lain yang harus diatasi adalah efek tepi dari kuadrat sehubungan dengan
keberadaan sebagian suatu jenis tumbuhan yang berada di tepi kuadrat, sehingga kita
harus memutuskan apakah jenis tumbuhan tersebut dianggap berada dalam kuadrat atau
di luar kuadrat. Untuk mengatasi hal ini biasanya digunakan perjanjian bahwa bila >
50% dari bagian tumbuhan tersebut berada dalam kuadrat, maka dianggap tumbuhan
tersebut berada dalam kuadrat dan tentunya harus dihitung pengukuran kerapatannya.
2. Frekuensi
Frekuensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana
ditemukannya jenis tersebut dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya frekuensi
dinyatakan dalam besaran persentase. Misalnya jenis Avicennia marina (api-api)
ditemukan dalam 50 petak contoh dari 100 petak contoh yang dibuat, sehingga
frekuensi jenis api-api tersebut adalah 50/100 x 100% = 50%. Jadi dalam penentuan
frekuensi ini tidak ada counting, tetapi hanya suatu perisalahan mengenai keberadaan
suatu jenis saja.
3. Cover (Kelindungan)
Kelindungan adalah proporsi permukaan tanah yang ditutupi oleh proyeksi tajuk
tumbuhan. Oleh karena itu, kelindungan selalu dinyatakan dalam satuan persen.
Misalnya, jenis Rhizophora apiculata (bakau) mempunyai proyeksi tajuk seluas 10 mZ
dalam suatu petak contoh seluas 100 m-, maka kelindungan jenis bakau tersebut adalah
10/100 x 100% = 10%. Jumlah total kelindungan semua jenis tumbuhan dalam suatu
7
komunitas tumbuhan mungkin lebih dari 100%, karena sering proyeksi tajuk dari satu
tumbuhan dengan tumbuhan lainnya bertumpang tindih (overlapping). Sebagai
pengganti dari luasan areal tajuk, kelindungan bisa juga mengimplikasikan proyeksi
basal area pada suatu luasan permukaan tanah. Untuk mengukur/menduga luasan tajuk
dari vegetasi lapisan pohon, biasanya dilakukan dengan menggunakan proyeksi tajuk
dari pohon tersebut terhadap permukaan tanah dan luasannya diukur dengan planimeter
atau sistem dotgrid dengan kertas grafik.
Selain kerapatan, frekuensi, dan kelindungan (termasuk pengukuran diameter),
parameter kuantitatif lainnya yang biasa diukur adalah tinggi potion dan biomassa.
Dalam hal ini pengukuran tinggi pohon dalam penelitian ekologi hutan biasanya
dilakukan terhadap tinggi total dan tinggi bebas cabang. Tinggi total pohon adalah suatu
jarak linier antara permukaan tanah dengan titik tajuk (suatu titik tempat cabang
pertama berada). Pengukuran tinggi pohon di lapangan dapat dilakukan dengan
Hypsometer, Abney level, Haga altimeter, Blume-Leigg Altimeter, dan Suunto
Clinometer (Sativa, 2015).
Sedangkan biomassa dapat diukur dalam bentuk volume kayu seperti halnya
dalam kegiatan inventarisasi hutan atau bisa juga melalui pemanenan individu vegetasi,
besarnya dinyatakan dalam berat basah, berat kering atau gram kalori (ash free dry
weight) per satuan luas areal tertentu. Beberapa kriteria struktural berbentuk
pertumbuhan juga dapat diukur yaitu ukuran daun, tebal kulit, dan lain-lain. Begitu pula
halnya dengan parameter produktivitas seperti produksi serasah, produksi biji, riap
tahunan diameter batang, dan lain-lain, serta parameter yang menggunakan tumbuhan
secara fungsional seperti ketahanan daun, reproduksi vegetasi, dan toleransi naungan.
Parameter vegetasi lain yang juga cukup penting diketahui adalah parameter
fisiologi seperti kecepatan transpirasi, kecepatan asimilasi bersih, keseimbangan air
dalam tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain. Selain itu ada saw parameter vegetasi yang
sangat penting dalam kaitannya dengan kelindungan dan produktivitas yaitu leaf area
index (indeks luasan daun). Indeks luasan daun ini merupakan perbandingan antara total
luasan daun dari suatu jenis pohon atau suatu tegakan dalam satuan luas tertentu,
dengan luasan permukaan tanah tertentu, misalnya LAI (leaf area index) dari jenis
bakau dalam zona Bruguiera adalah 0,2 ha/ha atau misalnya LAI dari tegakan hutan
8
mangrove di Karawang adalah 3,9 ha/ha. Dalam hal ini hanya salah satu permukaan
daun yang diukur untuk mendapatkan LAI.
Dalam penelitian ekologi hutan, biasanya para peneliti ingin mengetahui jenis
vegetasi dominan yang memberikan ciri utama terhadap fisiognomi suatu komunitas
hutan. Secara kuantitatif, jenis vegetasi yang dominan dalam suatu komunitas ini dapat
diketahui dengan mengukur dominansi dari vegetasi tersebut. Ukuran dominansi ini
dapat dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu:
Biomassa dan volume dimana jenis tumbuhan yang dominan akan mempunyai
biomassa dan volume lebih besar dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya;
Kelindungan (cover) dan luas basal area;
Indeks Nilai Penting (INP). Biasanya indeks ini dihitung dengan menjumlahkan
nilai Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), dan Dominansi Relatif
(DR). Tetapi, untuk vegetasi yang besaran, parameter dominansinya tidak diukur
(misal, dalam kasus pengukuran tingkat semai), maka INP bisa diperoleh dengan
menjumlahkan KR dan FR saja; dan
SDR (Summed Dominance Ratio) atau perbandingan nilai penting. Besaran ini
diperoleh dengan cara membagi indeks nilai penting dengan jumlah macam
parameter yang digunakan.
Dalam ilmu ekologi kuantitatif, pengukuran/pendugaan parameter-parameter
vegetasi di atas biasa dilakukan oleh para peneliti. Tetapi, untuk tujuan deskripsi
vegetasi biasanya hanya nilai kerapatan. Sedangkan dalam bidang inventarisasi hutan,
ada satu parameter vegetasi lagi yang lazim digunakan yaitu volume pohon berdiri per
satuan unit luas tertentu.
10
rendah karena memudahkan dalam perluasan dan lebih telilti dalam penggunaan tali
yang dipusatkan pada titik tengah.
Pada praktikum ini bentuk yang digunakan adalah bentuk persegi panjang.
berikut adalah denah plot yang dibuat
11
7. Setiap kali luas plot yang dibuat dua kali lipat dari plot sebelumnya setiap kali pula
dicatat nama spesies barunya. Lakukan hal ini sampai didapat 5 plot (atau tidak
ditemukan spesies yang baru).
8. Setelah semua spesies dicatat, susunlah sedemikian rupa, sehingga dari hasil
pencatatan tersebut akan diperoleh suatu kurva.
9. Jika telah didapatkan daftar jumlah spesies yang ada di lapangan dibuat sebuah kurva
luas plot minimum.
10. Pada kurva tersebut dibuat garis singgung tepat dimana kurva tersebut garisnya
mulai membelok. Garis singgung tadi menyinggung sumbu X, ternyata titik potong
yang ada pada sumbu X menunjukkan X m2. Jadi luas plot minimum untuk areal
yang akan dianalisa vegetasi gulmanya adalah X m2, namun dari luasan ini
penganalisaan tidak boleh dalam satu tempat saja melainkan harus tersebar di
seluruh lapangan. Untuk itu itu kita sebaiknya harus membuat plot-plot kecil yang
luasnya 0,5 m 0,5 m = 0,25 m2. Jadi jumlah plot yang harus kita buat di lapangan
tersebut adalah X m2 / 0,25 m2 = Xi buah plot.
11. Setelah selesai membuat plot-plot tersebut (Xi) buah plot), barulah kita melakukan
pencatatan spesies (nama dan jumlah individunya) gulma yang ada di tiap plot kecil
tadi (Xi).
12
3.2.3 Dasar Teori
Konsep dan metode yang digunakan dalam menganalisa vegetasi gulma sangat
bervariasi tergantung pada keadaan vegetasi dan tujuan dari dilakukan analisa vegetasi
tersebut. Ada beberapa tujuan dari analisa vegetasi seperti mempelajari tingkat suksesi
dan evaluasi pengendalian gulma.
Analisa vegetasi yang bertujuan untuk mengevaluasi pengendalian gulma
memberikan informasi tentang perubahan flora (shifting) akibat metode pengendalian
tertentu. Evaluasi efektifitas herbisida, serta evaluasi pengendalian herba tahunan.
Data yang didapatkan dari analisa vegetasi dibagi kedalam dua jenis. Yaitu data
kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif menunjukkan bagaimana suatu jenis gulma
tersebar dan berkelompok. Sedangkan data kuantitatif menyatakan jumlah, ukuran, berat
basah/berat kering suatu jenis gulma dan luas daerah yang ditumbuhinya (Anonim,
2009).
Metode yang digunakan :
Terdapat empat metode yang umumnya digunkan yaitu Metode estimasi visual,
metode kuadrat, metode garis dan metode titik. Pada praktikum ini metode yag
digunakan adalah metode Titik. Metode titik merupakan variasi dari metode Kuadrat,
menggunakan alat berupa kerangka yang mempunyai deretan jarum-jarum cocok untuk
vegetasi yang rendah, rapat dan membentuk anyaman yang tidak jelas batasnya.
13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan dan pencatatan analisis vegetasi yang ada pada luas plot
minimum tersebut dicatat dalam bentuk tabel (Tabel 1), kemudian kurva luas plot
minimum dapat dibuat dari hasil tersebut (Gambar 2). Penghitungan jumlah individu
menggunakan kuadran untuk menentukan parameter-parameter kuantitatif dicatat dalam
bentuk tabel (Tabel 2).
Plot/Kotak
No. Nama Spesies
I II III IV V VI
1. Imperata cylindrica
2. Digitaria ciliaris
3. Axonopus compressus
4. Paspalum conjugatum
5. Brachiaria mutica
6. Starchytarpheta indica
7. Panicum maximum
8. Oxalis corniculata
9. Cyperus kyllingia
10. Aeschynomene indica
11. Elephantopus spicatus
12. Oxlis barrelieri
14
13. Ageratum conyzoides
14. Thunbergia alata
15. Eupatorium odoratum
16. Synedrella nodiflora
17. Alternanthera philoxeroides
18. Mikania micrantha
Tabel 1. Hasil Pengamatan Analisa Vegetasi Gulma per plot - Metode Kuadrat
Berdasarkan hasil pengamatan didapati hasil bahwa vegetasi gulma pada setiap
plot masih rendah. Hal ini dikarenakan setiap jenis gulma hanya terdapat pada satu plot.
Mulai dari plot 1 sampai 6 tidak ada jenis gulma yang teridentifikasi sama. Selain itu
pada plot no 5 tidak didapati vegetasi gulma.
Selanjutnya dari kurva tersebut dibuat kurva yang terdapat pada lampiran. Pada
kurva tersebut dibuat garis lurus yang menyinggung kurva saat membelok. Garis
singgung tersebut memotong atau menyinggung kurva di satu titik kemudian dari titik
tersebut ditarik garis tegak lurus memotong sumbu x. Karena apabila pada garis
singgung ditarik garis tegak lurus yang memotong pada sumbu x, maka garis singgung
tersebut akan memotong tepat pada sumbu x=2. Maka luas plot minimum untuk analisa
vegetasi gulma yaitu 2m2.
Luas plot minimum dipergunakan untuk mengetahui banyaknya pelemparan
kuadran untuk menganalisa jumlah individu spesies. Kuadran yang dipergunakan
berukuran 0.5 m x 0.5 m. Maka untuk mengetahui banyaknya lemparan, digunakan
rumus yaitu:
22
= = = 8
0,5 0,5
Banyaknya lemparan ditentukan dengan membagi luas plot minimum dengan
luas kuadran yang dipergunakan, yaitu: (2m2)/(0.25m2) = 8.
Berdasarkan kurva dan penghitungan, jadi banyaknya pelemparan kuadran yang
dilakukan untuk analisis vegetasi jumlah individu spesies gulma adalah delapan kali
pelemparan.
15
Tabel 2. Jumlah Individu Derah Hasil Pelemparan
Daerah Pelemparan
No Nama Spesies
I II III IV V VI VII VIII Total
1 Elephantopus spicatus 7 1 - - 5 12 3 6 34
2 Setaria palmifolia 28 7 6 5 - - - - 46
3 Cyperus halpan 4 1 1 - - - - - 6
4 Ageratum conyzoides 1 - - - - - - - 1
5 Mimosa pudica - 2 3 2 3 - - 4 14
6 Panicum refens - 1 - - - - - - 1
7 Drymaria villosa - - 2 - - - - - 2
8 Axonopus compressus - - 2 - - 10 8 6 26
9 Conyza sumatrensis - - 1 - - - - - 1
10 Tridax procumbens - - 4 - - - - - 4
11 Imperata cylindrica - - - - 17 5 3 - 25
12 Cynodon dactylon - - - - - 2 - - 2
13 Synedrella nodiflora - - - - - - - 4 4
TOTAL 166
Hasil praktikum ini menunjukan penyebaran gulma dari suatu lahan. Hasil
analisis vegetasi dari lemparan pertama menunjukan terdapat 4 gulma yang tumbuh
pada kotak lempar. Namun yang mendominasi adalah spesies Setaria palmifolia. Hasil
analisis vegetasi dari lemparan kedua menunjukan terdapat 5 gulma yang tumbuh pada
kotak lempar. Namun yang mendominasi adalah spesies Setaria palmifolia. Hasil
analisis vegetasi dari lemparan ketiga menunjukan terdapat 7 gulma yang tumbuh pada
kotak lempar. Namun yang mendominasi adalah spesies Setaria palmifolia. Hasil
analisis vegetasi dari lemparan keempat menunjukan terdapat 2 gulma yang tumbuh
pada kotak lempar. Namun yang mendominasi adalah spesies Setaria palmifolia. Hasil
analisis vegetasi dari lemparan kelima menunjukan terdapat 3 gulma yang tumbuh pada
kotak lempar. Namun yang mendominasi adalah spesies Imperata cylindrica. Hasil
analisis vegetasi dari lemparan keenam menunjukan terdapat 4 gulma yang tumbuh
pada kotak lempar. Namun yang mendominasi adalah spesies Elephantopus spicatus.
Hasil analisis vegetasi dari lemparan ketujuh menunjukan terdapat 3 gulma yang
16
tumbuh pada kotak lempar. Namun yang mendominasi adalah spesies Axonopus
compressus. Hasil analisis vegetasi dari lemparan kedelapan menunjukan terdapat 4
gulma yang tumbuh pada kotak lempar. Namun yang mendominasi adalah spesies
Elephantopus spicatus dan Axonopus compressus dengan persentase sebarannya yang
sama.
Data-data pada Tabel 2. di atas menunjukkan jumlah individu gulma hasil dari
daerah pelemparan menggunakan kuadran yang digunakan untuk menghitung beberapa
parameter kuantitatif. Parameter kuantitatif tersebut diantaranya terdiri atas kerapatan
yang menunjukkan jumlah individu suatu jenis gulma pada tiap petak, frekuensi adalah
berapa jumlah petak yang diambil sebagai contoh yang memuat jenis tersebut, dan
dominansi menunjukkan kemampuan bersaing satu jenis gulma dengan jenis gulma
lainnya dalam satu areal. Selain parameter kuantatif, juga untuk menghitung IV
(Importance Value), yaitu jumlah nilai nisbi dari parameter-parameter yang kita
gunakan, dan SDR (Summed Dominance Ratio), merupakan nilai rata-rata nisbi sesuai
dengan parameter yang kita gunakan dari masing-masing spesies. Nilai-nilai yang
didapatkan menunjukkan banyaknya spesies gulma pada luas plot minimum yang
mewakili areal yang ditentukan. Hasil dari nilai penghitungan ditunjukkan pada Tabel 3.
Untuk melakukan perhitungan terhadap vegetasi gulma, maka dapat diketahui
dengan menggunakan rumus:
Tabel 3. Hasil perhitungan parameter kuantitatif, IV, dan SDR pada tiap spesies gulma.
Kerapatan Frekuensi Dominasi IV SDR
No Nama Spesies Nisbi Nisbi Nisbi (%) (%)
Mutlak (%) Mutlak (%) Mutlak (%)
1 Elephantopus spicatus 4.25 20.48 0.75 18.75 5.67 10.95 50.18 16.72
2 Setaria palmifolia 5.75 27.71 0.50 12.50 11.50 22.20 62.41 20.80
3 Cyperus halpan 0.75 3.61 0.375 9.375 2.00 3.86 16.845 5.615
4 Ageratum conyzoides 0.125 0.60 0.125 3.125 1.00 1.93 5.655 1.89
5 Mimosa pudica 1.75 8.44 0.625 15.625 2.80 5.40 29.465 9.822
6 Panicum refens 0.125 0.60 0.125 3.125 1.00 1.93 5.655 1.89
7 Drymaria villosa 0.25 1.20 0.125 3.125 2.00 3.86 8.185 2.728
8 Axonopus compressus 3.25 15.67 0.50 12.50 6.50 12.55 40.72 13.57
9 Conyza sumatrensis 0.125 0.60 0.125 3.125 1.00 1.93 5.655 1.89
10 Tridax procumbens 0.50 2.41 0.125 3.125 4.00 7.72 13.255 4.418
11 Imperata cylindrica 3.125 15.07 0.375 9.375 8.33 16.09 40.535 13.511
12 Cynodon dactylon 0.25 1.20 0.125 3.125 2.00 3.86 8.185 2.728
13 Synedrella nodiflora 0.50 2.41 0.125 3.125 4.00 7.72 13.255 4.418
Total 20.75 100 4.00 100 51.80 100 300 100
18
Keterangan : M = Mutlak
N = Nisbi
IV = Importance Value
SDR = Summed Dominancie Ratio
19
Analisis vegetasi suatu lahan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
sebaran berbagai spesies gulma dalam suatu area melalui pengamatan langsung.
Analisis vegetasi dilakukan dengan metode kuantifikasi. Hasil yang diperoleh terdapat
13 spesies gulma yang akan diteliti. Analisa vegetasi juga bertujuan untuk mengetahui
gulma apa saja yang tumbuh dan mana yang paling dominan. Setelah diketahui gulma
dominan dan tidak, kita dapat mengetahui cara pengendalian gulma yang tepat, efektif,
dan efisien. Pengendalian gulma Setaria palmifolia dapat dilakukan secara kimiawi
dengan pemberian Assault 100 AS amazapir 100 g/l, Girdamn 300/100 AS iso
Proplamina glisofat 300 g/l 2,4 D amina 100 g/l (Riadi, 2011).
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan analisa vegetasi gulma dengan metode kuadrat
dapat disimpulkan bahwa diketahinya cara-cara analisis vegetasi gulma dengan
membuat plot contoh berbentuk persegi panjang. Dari 6 pot contoh ditemukan 18
spesies gulma. Dari setiap spesies gulma tersebut didapatkan hasil bahwa vegetasi
gulma pada setiap plot masih rendah. Hal ini dikarenakan setiap jenis gulma hanya
terdapat pada satu plot. Mulai dari plot 1 sampai 6 tidak ada jenis gulma yang
teridentifikasi sama. Selain itu pada plot no 5 tidak didapati vegetasi gulma.
Berdasarkan hasil pengamatan analisa vegetasi gulma dengan metode titik dapat
disimpulkan bahwa dapat dilihat dari Tabel 3. bahwa spesies gulma yang sangat
mendominasi areal vegetasi yang diuji adalah Setaria palmifolia dengan nilai SDR
sebesar 20.80%, sedangkan gulma dengan tingkat dominasi yang paling rendah yaitu
Ageratum conyzoides, Panicum refens, dan Conyza sumatrensis dengan nilai SDR
masing-masing sebesar 1.89%. Persentase SDR yang besar pada Setaria palmifolia
menunjukan bahwa gulma ini sangat adaptif terhadap lingkungan yang ada dibandingkan
dengan gulma lainnya.
Mengetahui spesies gulma yang mendominasi pada suatu areal vegetasi, maka
dapat ditentukan cara pengendalian yang dilakukan. Gulma dengan tingkat dominasi
20
yang rendah (populasi gulma masih berada di bawah batas ambang ekonomi) tidak
mengganggu pertumbuhan tanaman lain sehingga tindakan pengendalian tidak perlu
dilakukan dengan intensif, sedangkan jika populasi gulma berada di atas batas ambang
ekonomi (tingkat dominansi sangat tinggi) maka dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman lain dengan melakukan kompetisi sehingga tindakan pengendalian perlu
dilakukan secara intensif.
Pengendalian yang dapat dilakukan untuk populasi Setaria palmifolia ini adalah
dengan pengendalian gulma secara kimiawi dengan pemberian Assault 100 AS
amazapir 100 g/l, Girdamn 300/100 AS iso Proplamina glisofat 300 g/l 2,4 D amina 100
g/l.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Penuntun Praktikum Ilmu Gulma. Tim Pembimbing Praktikum Gulma
Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram.
Guntoro, dwi, dkk. 2010. Penuntun Praktikum Pengendalian Gulma. Bogor. IPB.
Irwanto. 2010. Analisis Vegetasi Parameter Kuantitatif. Tersedia online:
https://www.irwanto. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2016.
Kusmana. 1997. Metode Survei Vegetasi. Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
Riadi, Muh., dkk. 2011. Mata Kuliah: Herbisida dan Aplikasinya. Bahan Ajar 2011:
Fakultas Pertanian Universitas Hasanudin. Makassar.
Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi
Tumbuhan. Malang: JICA.
Sastroutomo, SS.1990. Ekologi Gulma. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sativa, A.N. 2015. Analisis Vegetasi. Tersedia Online:
https://www.scribd.com/doc/264607928/Laporan-Analisis-Vegetasi. Diakses
pada tanggal 28 Oktober 2016.
Sebayang, H. T., 2005. Gulma dan Pengendaliannya Pada Tanaman Padi. Unit
Penerbitan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
21
Setiadi, D. 1984. Inventarisasi Vegetasi Tumbuhan Bawah dalam Hubungannya dengan
Pendugaan Sifat Habitat Bonita Tanah di Daerah Hutan Jati Cikampek, KPH
Purwakarta, Jawa Barat. Bogor: Bagian Ekologi, Departemen Botani,
Fakultas Pertanian IPB.
Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung. ITB.
Tjitrosoedirdjo, S., H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo., 1984. Pengelolaan Gulma
di Perkebunan. PT Gramedia, Jakarta.
Widaryanto, Eko. 2009. Diktat Kuliah Teknik Pengendalian Gulma. Universitas
Brawijaya. Malang.
22