Anda di halaman 1dari 27

DORMANSI BIJI

LAPORAN
OLEH:

JULIAN ALEKSANDROS SARAGIH


220301057
AGROTEKNOLOGI-2

LABORATORIUM FISIOLOGI
TUMBUHAN PROGRAM STUDI
AGROTEKNOLOGI FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA 2023
DORMANSI BIJI

LAPORAN
OLEH:

JULIAN ALEKSANDROS SARAGIH


220301057
AGROTEKNOLOGI-2

Laporan sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikum


di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Program Studi Agroteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

LABORATORIUM FISIOLOGI
TUMBUHAN PROGRAM STUDI
AGROTEKNOLOGI FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA 2023
Nama : Julian Aleksandros
Saragih NIM220301057
Judul : Dormansi Biji
Kelas : Agroteknologi-
2

Menggetahui
Dosen Penaggung
Jawab

(Ir.Meiriani.MP)
NIP:196505181992032001
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

semua karunia dan rahmat yang limpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan

dengan baik penyusunan laporan dengan judul “Dormansi Biji” ini meskipun

dengan cara yang sangat sederhana.

Harapan penulis untuk laporan ini semoga bisa menjadi bahan informasi

yang bermanfaat atau bisa menjadi salah satu bahan rujukan maupun panduan

bagi para pembaca semua. Selain itu, dapat memberikan pengetahuan, wawasan

dan pengalaman yang baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih kepada Ir. Meiriani, MP selaku dosen mata kuliah fisiologi tumbuhan serta

abang dan kakak asisten fisiologi tumbuhan yang telah membantu dalam

menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan ini. Oleh

sebab itu, dengan penuh kerendahan hati, saya berharap kepada para pembaca bisa

memberikan saran dan masukan yang membina demi memperbaiki makalah ini

lebih baik lagi kedepannya. Terima kasih.

Medan, April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DATAR ISI..........................................................................................................................ii
PENDAHULUAN................................................................................................................1
Latar Belakang.............................................................................................................1
Tujuan Percobaan........................................................................................................3
Kegunaan Penulisan....................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................4
Botani Pinang..............................................................................................................4
Syarat Tumbuh............................................................................................................7
Iklim............................................................................................................................7
Tanah..........................................................................................................................7
Botani Jarak Pagar......................................................................................................8
Syarat Tumbuh..........................................................................................................10
Iklim..........................................................................................................................10
Tanah........................................................................................................................10
Dormansi Biji............................................................................................................11
BAHAN DAN METODE..................................................................................................13
Tempat dan Waktu Percobaan...................................................................................13
Bahan dan Alat..........................................................................................................13
Prosedur Percobaan....................................................................................................13
HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................................................15
Hasil..........................................................................................................................15
Pembahasan..............................................................................................................15
KESIMPULAN..................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tumbuhan adalah organisme eukariota multiseluler yang tergolong ke dalam

kerajaan Plantae. Biji merupakan bagian terpenting dalam tumbuhan. Biji bisa disebut

tumbuhan embrio yang tertutup oleh lapisan pelindung dibagian luar. Berdasarkan

keadaannya biji pada tumbuhan diklasifikasikan menjadi dua, yakni tumbuhan berbiji

tertutup (angiospermae) dan tumbuhan berbiji terbuka (gymnospermae) (Fauziah,

2020). Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif.

Perbanyakan tanaman secara generatif dilakukan melalui biji yang mengalami

penyerbukan alami dengan bantuan angin atau serangga. Keunggulan dari perbanyakan

tanaman secara generatif yaitu tanaman memiliki sistem perakaran yang kuat dan

kokoh, lebih mudah diperbanyak, dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

kekurangannya yaitu seperti penanaman dilakukan pada saat musimnya, keturunan

yang dihasilkan kemungkinan tidak sama dengan induknya, persentase berkecambah

yang rendah dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berkecambah dan waktu

untuk berbuah yang lebih lama (Mercy dan Tanawani, 2016).

Biji merupakan struktur reproduksi tumbuhan berbunga yang berisi embrio dan

cadangan makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman

muda. Biji terdiri dari tiga bagian utama, yaitu kulit biji (testa), embrio, dan endosperm.

Biji merupakan struktur penting dalam siklus hidup tumbuhan dan juga memiliki peran

penting dalam pertanian dan industri pangan. Contohnya biji padi merupakan sumber

utama karbohidrat bagi manusia di berbagai negara, sementara biji kedelai mengandung

protein yang sangat tinggi dan digunakan sebagai bahan baku makanan dan

minuman ( Sunoto et al., 2017).


2

Dormansi adalah kondisi fisiologis pada biji, tunas, atau organ tumbuhan

lainnya yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan normal bahkan dalam

kondisi lingkungan yang sesuai. Dormansi terjadi sebagai respons alami tumbuhan

terhadap situasi lingkungannya yang tidak sesuai dengan kebutuhan biji, seperti suhu

yang tidak sesuai dan lain sebagainya. Dormansi membantu tumbuhan bertahan dalam

situasi lingkungan yang tidak sesuai dengan kebutuhannya. Dengan kata lain dormansi

memastikan bahwa tumbuhan hanya akan tumbuh di lingkungan yang sesuai dengan

kebutuhan tumbuhan, sehingga dapat mengoptimalkan peluang keberhasilan dalam

pertumbuhan dan reproduksi (Suyadi dan Azrianingsih, 2018).

Dormansi benih/biji adalah suatu keadaan benih yang matang dan layak, namun

benih tersebut tidak berkecambah walaupun dalam kondisi pertumbuhan yang

menguntungkan. Dormansi benih juga merupakan mekanisme adaptif yang

mempengaruhi kemungkinan kelangsungan hidup suatu spesies tumbuhan. Tingkat

dormansi benih pada kondisi di alam biasanya berputar sepanjang tahun, sehingga

benih memiliki potensi mengalami perkecambahan pada awal musim pertumbuhan.

Tipe dormansi terbagi menjadi dua yaitu dormansi primer dan dormansi sekunder.

Dormansi benih yang terjadi setelah embrio berkembang dan masih berada pada

tanaman induk disebut sebagai dormansi primer. Sedangkan dormansi sekunder dapat

dialami oleh benih yang tidak dorman, misalnya lingkungan yang

dibutuhkan untuk proses perkecambahan (Chahtane et al. 2017).

Penyebab dan mekanisme dormansi merupakan hal yang sangat penting

diketahui untuk dapat menentukan cara pematahan dormansi yang tepat sehingga benih

dapat berkecambah dengan cepat dan seragam. Ada beberapa penyebab dormansi pada

biji yaitu faktor internal dan eksternal. Penyebab dormansi eksternal yaitu berasal

dari lingkungan tempat biji berada, sedangkan faktor internal yaitu yang berasal dari

biji itu
3

sendiri. Salah satu faktor internal dari biji yaitu kulit biji yang keras yang menyebabkan

imbibisi atau masuknya air ke dalam biji sulit terjadi. Masa dormansi tersebut dapat

dipatahkan dengan skarifikasi mekanik maupun kimiawi (Tripratama, 2017).

Metode pematahan dormansi untuk mempercepat visibilitas benih dapat

dilakukan baik secara fisik dan kimia. Secara fisik dapat dilakukan dengan

penggosokan/pengamplasan benih, pemotongan dan penusukan benih. Sedangkan

secara kimia dapat dilakukan dengan perendaman air, kNO3 (kalium nitrat), HSO4

(asam sulfat), dan HCL (asam klorida). Perlakuan fisik/skarifikasi mekanik pada

umumnya hanya dilakukan terhadap benih yang memiliki kulit yanag keras dan tebal

yang menghambat proses imbibisi benih. Karena perlakuan fisik mempunyai tujuan

untuk membuka celah tempat keluar masuknya air dan

oksigen untuk perkecambahan (Hasudungan et al., 2014).

Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengenal beberapa tipe-tipe

dormansi dan untuk mengetahui pengaruh kulit biji yang keras terhadap perkecambahan.

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat dapat mengikuti

praktikum di laboratorium fisiologi tumbuhan program studi Agroteknologi Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai salah satu bahan informasi bagi

pihak yang membutuhkan.


4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Pinang (Areca catechu L.)

Pinang (Areca catechu L.) (bahasa Inggris: Betel palm) adalah salah satu jenis

tumbuhan monokotil yang tergolong palem-paleman. Pohon pinang masuk ke dalam

famili Arecaceae pada ordo Arecales. Pohon ini merupakan salah satu tanaman dengan nilai

ekonomi dan potensi yang cukup tinggi. Tanaman yang memiliki batang lurus dan ramping

ini memiliki banyak sekali manfaat dan umum dikenal sebagai tanaman obat. Pemanfaatan

tanaman pinang selain untuk ekspor ke Tiongkok dan beberapa negara Asia Selatan, di

beberapa daerah Sumatra dan Kalimantan dimanfaatkan untuk acara seremonial seperti

ramuan sirih pinang untuk upacara adat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini

telah mengubah pola pemanfaatan tanaman pinang seperti untuk keperluan farmasi dan

industri, sementara India dan Tiongkok saat ini telah mengolah pinang

menjadi permen (Lestari, 2022).

Tanaman pinang diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae, Divisi

:Permatophyte, Kelas : Monocotyledonae, Ordo : Arecale, Family : Arecaceae, Genus : Areca,

Spesies : Areca catechu L. (Pasaribu,2018).

Biji pinang memiliki bentuk bulat telur atau oval dengan ujung runcing. Ukuran biji

pinang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Secara umum, ukurannya berkisar antara 1,5 cm

hingga 3,5 cm. Biji pinang memiliki warna coklat kehitaman pada kulit luar dan putih pada

bagian dalamnya, kulit luar biji pinang berupa lapisan tipis yang keras dan bersisik, kulit

dalam biji pinang berupa lapisan tipis yang lunak dan mudah terkelupas. Embrio biji pinang

terletak di bagian dalam dan berbentuk bulat, embrio ini memiliki warna putih atau krem dan

berfungsi sebagai tempat pertumbuhan dan perkembangan calon tanaman. Endosperma biji

pinang merupakan lapisan yang menutupi embrio dan berfungsi sebagai cadangan makanan
5

untuk calon tanaman. Endosperma biji pinang berwarna putih dan bersifat keras serta

sedikit lunak. (Martini, 2015).

Bentuk daun pinang melengkung seperti perisai dengan ujung tumpul atau runcing.

Ukuran daun pinang bervariasi menurut spesiesnya, namun biasanya ukurannya bervariasi

antara panjang 50-150 cm dan lebar 30-70 cm. Setiap tanaman pinang memiliki beberapa

daun yang tumbuh dari pangkal tanaman. Warna daun sirih bervariasi tergantung spesiesnya,

tetapi biasanya hijau keabu-abuan atau hijau kekuningan. Daun pinang tumbuh pada batang

yang panjang dan ramping yang tingginya bervariasi dari 3 hingga 20 meter tergantung

spesiesnya. Daun Pinang terdiri dari batang, pangkal daun, tepi daun (margin) dan bagian

utama daun (helaian daun). Bagian tepi daun sirih biasanya bergerigi, sedangkan bagian

utama daun biasanya berbentuk lonjong atau lonjong dengan permukaan halus mengkilat.

Semua karakteristik ini memainkan peran penting dalam mengidentifikasi tanaman dan

spesies pinang yang berbeda (Esa et al., 2013).

Bentuk batang pinang adalah ramping, silindris, dan tingginya bervariasi menurut

spesiesnya, batang pinang biasanya berukuran lebih besar pada pangkalnya dan pangkalnya

lebih membulat. Batang pinang terdiri dari lapisan jaringan yang berbeda seperti kulit kayu,

xylem dan floem. Xylem adalah lapisan jaringan yang mengangkut air dan mineral dari akar

ke daun, sedangkan floem adalah lapisan jaringan yang mengangkut hasil fotosintesis daun

ke bagian tumbuhan yang lainnya. Permukaan pinang cukup kasar dan kasar saat disentuh,

berwarna abu-abu kecokelatan dan hijau pada ujungnya. Morfologi batang pinang sangat

penting dalam identifikasi dan pengolahan tanaman serta mempengaruhi kualitas buah

pinang yang dihasilkan (Pari dan Mulatsih, 2018).

Akar tanaman pinang berbentuk serabut, dengan banyak cabang dan rambut halus

menyebar di sepanjang permukaannya. Ukurannya bervariasi menurut spesiesnya, namun

biasanya panjangnya 1-2 meter. Akar pinang terdiri dari beberapa lapisan jaringan termasuk
6

epidermis, korteks, endodermis dan silinder pusat. Epidermis adalah lapisan akar terluar,

yang melindungi akar dari kerusakan dan membantu menyerap air dan nutrisi dari tanah.

Cangkang terletak di antara epidermis dan endoderm, sedangkan endoderm membatasi akses

air dan nutrisi ke silinder pusat. Silinder tengah adalah lapisan paling dalam dari akar, yang

mengangkut air dan nutrisi ke bagian atas tanaman. Permukaan akar tanaman pinang halus

dan licin saat disentuh dan berwarna putih kekuningan. Selain itu, akar pinang juga dapat

menghasilkan tunas baru dari pangkal akar yang kemudian berkembang

menjadi akar baru (Zareen et al., 2014).

Bunga pinang memiliki morfologi yang relatif kecil, bulat atau silindris, berukuran

3– 5 cm dan warnanya bervariasi dari hijau, kuning, merah hingga jingga tergantung

spesiesnya. Struktur bunga pinang terdiri dari putik, benang sari dan mahkota bunga. Corolla

berbentuk tabung dengan satu ujung terbuka dan memiliki 6 kelopak. Benang sari adalah

bagian dari bunga yang menghasilkan serbuk sari, yang dibawa ke bunga oleh serangga

penyerbuk. Putik adalah bagian bunga yang mengandung ovarium yang menghasilkan biji.

Selain itu, bunga pinang juga memiliki kelopak yang terdiri dari tiga helai daun yang

melindungi bunga saat masih kuncup. Bunga pinang bersifat uniseksual, artinya terdapat

bunga jantan dan betina pada pohon yang sama. Bunga pinang diserbuki oleh serangga

seperti lebah, yang membawa serbuk sari dari benang sari bunga jantan ke putik bunga

betina (Hadi, 2016).

Buah pinang memiliki bentuk bulat seperti bola atau tabung dan ukurannya berkisar

antara 3-5 cm pada panjang dan diameternya 2-3 cm. Buah pinang berwarna hijau muda,

hijau tua, hingga kuning ketika sudah matang. Kulit buahnya cukup tebal dan keras dengan

sisik- sisik berbentuk segitiga dan tumpul pada bagian yang menutupi embrionya. Di dalam

kulit buah, terdapat serat-serat halus yang terdiri dari selulosa dan lignin serta biji

pinang. Biji

pinang berbentuk oval dengan kulit biji yang tipis dan keras, ukurannya sekitar 2-3 cm, dan
7

terbungkus oleh lapisan biji atau endokarp berwarna coklat kehitaman. Buah pinang memiliki

rasa yang khas yang sedikit pahit (Lamtiugina, 2021).

Syarat Tumbuh

Iklim
Tanaman pinang merupakan salah satu tanaman yang cocok ditanaman pada kawasan

yang memiliki iklim tropis dan subtropis. Dengan intensitas bulan basah 3 sampai 6 bulan

setiap tahunnya, dan bulan kering selama 4 hingga 8 bulan per tahunnya. Kemudian tanaman

pinang juga memerlukan penyinaran matahari yang cukup yaitu dengan intensitas

penyinaran selama 6 hingga 8 jam dalam setiap harinya. (Elfianis, 2020).

Tanaman pinang dapat tumbuh dengan baik pada curah hujan yang berkisar antara

1500- 2000 mm per tahun dengan jumlah hari hujan 100-150 hari per tahun. Hal ini karena

pinang dapat tumbuh dan berbuah maksimal jika kebutuhan airnya dan kelembabannya

memenuhi. Dibandingkan dengan daerah yamg beriklim subtropis, pinang lebih bagus

pertumbuhannya di daerah tropis (Oskar, 2020).

Tanaman pinang sangat cocok dibudidayakan di indonesia, terutama di daerah

Sumatera Utara, Aceh, dan Pekan Baru. Hal ini karena indonesia memiliki suhu udara yang

cocok untuk pertumbuhan tanaman pinang, dimana pinang akan tumbuh dengan baik pada

suhu antara 200-300 C (Sasongko, 2020).

Tanah
Tanaman pinang (Areca catechu L.) dapat tumbuh disegala jenis tanah, akan tetapi

tanah yang baik untuk pengembangan atau budidaya pinang adalah tanah yang beaerasi baik,

solum tanah dalam tanpa lapisan cadas, jenis tanah yang dikehendaki yaitu laterit, lempung

merah dan alluvial, dimana pada jenis tanah ini perakaran tanaman oinang dapat

berkembang dengan baik. (Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, 2013).

Tanaman pinang dapat tumbuh dengan baik pada ph tanah pada rentang 4-8, namun

yang disarankan pada ph 5,5-7. Hal ini karena tingkat adaptasi pinang yang cukup tinggi,
8

sehingga dapat tumbuh dalam rentang ph dari tanah yang massam hingga tanah basa. Untuk

mencapai ph yang diinginkan, dapat dilakukan upaya peningkatan ph pada tanah masam,

yaitu dengan cara menambahkan kapur pada lahan yang akan

digunakan (Bangun et al., 2018).

Pinang dapat tumbuh pada ketinggian 0–1000 m dpl. Namun idealnya tanaman

pinang ditanam pada ketinggian di bawah 600 meter di atas permukaan laut. Dikarenakan

tanaman pinang dapat tumbuh dengan baik pada suhu 200-300 c maka apabila ketinggian

sudah diatas 1000 (suhu udara sudah terlalu dingin), maka tanaman pinang tidak akan

tumbuh dengan baik. Begitupula pada tempat yang terlalu panas ( >300), maka pinang juga

akan terhambat pertumbuhannya (Lidar dan Lestari, 2021).

Botani Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) dalam taksonomi dapat diklasifikasikan

sebagai berikut ; Klasifikasi Kingdom: Plantae, Subkingdom: Tracheobionta, Super Divisi:,

Spermatophyta, Divisi: Magnoliophyta, Kelas: Magnoliopsida, Sub Kelas: Rosidae, Ordo:

Euphorbiales, Famili: Euphorbiaceae, Genus: Jatropha, Spesies:

Jatropha curcas (Anonimus, 2018)

Daun jarak pagar cukup besar, panjang helai daun 6 – 16 cm dan lebar 5–

15 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur dengan pangkal berbentuk jantung. Bunga jarak

pagar muncul pada saat tanaman mulai berumur 3 – 4 bulan. Pembungaan umumnya

terbentuk pada saat musim kemarau, namun pada musim hujan bunga juga dapat muncul.

Bunga muncul secara terminal dari percabangan. Bunga terdiri dari bunga jantan dan bunga

betina yang terletak pada setiap malai. Bunga betina bertangkai tebal dan berambut

seperti sarang laba–laba dan ukurannya lebih besar dari bunga jantan (Nurcholis, 2015).
9

Batang yang dimiliki oleh tanaman jarak ini memiliki bentuk yang berupa silindris.

Jika batang ini terluka maka ini akan menimbulkan getah. Perlu diketahui bahwa pada batang

jarak memiliki fungsi sebagai sistem percabangan untuk mendukung perluasan pada bidang

fotosintesis. Hal ini merupakan suatu tranportasi utama udara, air dan bahan organik yang

sebagai fotosintat serta unsur hara (Rita, 2022).

Banga tanaman jarak pagar adalah banga majemuk berbentuk malu berwarna kuning

kehijauan, berkelamin tunggal, dan berumah satu Bungs betina 4-5 kali lebih banyak dari

bunga jantan. Bunga jantan maupun bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan

yang tumbuh di ujung batang ata ketiak daun. Bunganya mempunyai 5 kelopak berbennik

bulat selur dengan panjang kurang lebih 4 mm. Hemang sari mengumpul pada pangkal dan

berwarna kuning Bunganya mempunyai 5 mahkota berwarna keunguan Setiap tandan

tendapat lebih dari 15 bungs Jarak termasuk tanaman monoecious (Prihandana, 2015).

Biji yang dimiliki oleh tanaman jarak ini memiliki bentuk yang oval lonjong dan

disertai dengan warna coklat agak kehitaman. Untuk ukuran dari biji tanaman jarak ini

terdapat ukuran panjang yang mencapai 2 cm dengan ketebalan bisa mencapai 1 cm dan

disertai oleh berat yang berkisar 0,4 hingga mencapai 0,6 gram disetiap bijinya (Rita, 2022).

Buah jarak pagar banyak dihasilkan pada musim kering, sekitar 2–3 bulan setelah

pemupukan. Buah jarak tersusun dalam tandan buah kurang lebih berjumlah 10

buah/tandan. Buah jarak yang telah matang akan pecah sesuai ruang dalam buah. Dalam

setiap buah jarak terdapat 3 biji. Biji yang tua berbentuk panjang dengan ukuran 18 mm

dan lebar 7–11 mm. Biji jarak memiliki cangkang biji yang tipis. Matang buah jarak ditandai

dengan perubahan warna buah dari hijau menjadi kuning (Asbani, 2019).

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) termasuk tanaman berumah satu atau monoecious,

artinya alat kelamin jantan dan betina berada pada satu tanaman. Berdasarkan alat kelamin

pada bunga, terdapat dua tipe yaitu tanaman uni-seksual dan andromonoecious. Secara

umum,
1

kedua tipe ini memiliki morfologi organ seperti akar, batang, daun dan buah yang

hampir sama. Perbedaan yang jelas terdapat pada bunganya, tanaman uniseksual

menghasilkan bunga jantan dan betina sedangkan andromonoecious menghasilkan bunga

jantan dan hermaprodit (Asbani, 2019).

Syarat

Tumbuh Iklim

Pertumbuhan jarak pagar sangat cepat. Waktu paling baik untuk menanam jarak pagar

ialah pada musim panas atau sebelum musim hujan. Tanaman jarak pagar dapat tumbuh di

dataran rendah sampai ketinggian sekitar 500 m di atas permukaan laut Tanaman ini dapat

tumbuh pada curah hujan 300-2.380 mm/tahun dengan suhu lebih dari 20°C. Oleh karena itu,

tanaman ini tumbuh baik di lahan kering yang beriklim kering (Valya, 2015).

Kisaran suhu yang sesuai untuk bertanam jarak adalah 20-26 °C. Pada daerah dengan

suhu terlalu tinggi (di atas 35 °C) atau terlalu rendah (di bawah 15 °C) akan menghambat

pertumbuhan serta mengurangi kadar minyak dalam biji dan mengubah komposisinya. Sulu

rendah dan kelembaban tinggi atau hujan pada saat pembungaan dan pembuahan dapat

menurunkan produksi (Hambali, 2017).

Tanah

Tanaman jarak merupakan tanaman tropis dan subtropis yang akan tumbuh dengan

baik bila ditanam pada tempat dengan ketinggian 0-1700 m di atas permukaan laut. Bahkan

tanaman jarak masih dapat tumbuh apabila ditanam pada tempat dengan ketinggian 2750 m

di atas permukaan laut (Rita, 2022).

Tanaman jarak pagar tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 500 m di atas

permukaan laut (dpl). Tanaman ini dapat tumbuh pada curah hujan 200-1500 mm/tahun

dengan curah hujan optimum 625 mm tahun. Tanaman jarak pagar dapat tumbuh pada

berbagai jenis tanah, antara lain di tanah berbatu, tanah berpasir tanah liat, babkan di tarah

yang kurang subur.


1

Tanah gembur sangat. disukai taman jarak pagar sehingga pertumbuhannya kurang baik jika

ditanam di tanah yang padal (Syah, 2016).

Pada tanaman jarak, suhu yang akan membuat tanaman jarak berkembang secara

optimal berkisar antara 11-38°C. Tanaman jarak tidak tahan terhadap suhu yang sangat

dingin sehingga tanaman ini pun takkan sensitif terhadap panjang hari. Tanaman jarak

merupakan tanaman yang dapat beradaptasi pada kondisi kering (Rita, 2022).

Dormansi Biji

Dormansi biji adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme hidup

atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak mendukung pertumbuhan

normal. Biji yang mengalami dormansi ditandai oleh rendahnya / tidak adanya proses

imbibisi air, proses respirasi tertekan / terhambat, rendahnya proses mobilisasi cadangan

makanan, dan rendahnya proses metabolisme cadangan makanan. Dormansi pada biji dapat

disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari embrio atau bahkan

kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Banyak benih tanaman yang menunjukkan perilaku

ini sehingga jika tidak dipahami oleh pembudidaya makan penanaman benih secara normal

tidak menghasilkanperkecambahan atau sedikit perkecambahan (Agurahe et al., 2019).

Dormansi biji adalah kondisi ketidakmampuan biji untuk berkecambah meskipun

telah ditempatkan dalam kondisi yang optimal, seperti kelembapan dan suhu yang tepat.

Beberapa jenis dormansi biji yang umum ditemukan, yaitu dormansi fisiologis, dormansi

mekanis, dormansi lingkungan, dan dormansi embrio. Dormansi fisiologis terjadi karena

adanya mekanisme biokimia di dalam biji yang menghambat perkecambahan, sedangkan

dormansi

mekanis terjadi karena adanya lapisan keras atau tebal pada luar biji yang menghalangi air

dan udara masuk ke dalam biji. Dormansi lingkungan terjadi karena kondisi lingkungan

yang tidak mendukung perkecambahan biji, sedangkan dormansi embrio terjadi karena

embrio dalam biji


1

belum cukup matang untuk dapat berkecambah. Dalam mengatasi dormansi biji, petani dan

peneliti dapat melakukan perlakuan khusus, seperti skarifikasi mekanik atau skarifikasi

kimia, yang membantu menghancurkan atau meleapisan pelindung biji yang keras atau tebal,

atau memperbaiki kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkecambahan

biji. Dengan mengetahui jenis dormansi biji yang terjadi, dapat membantu para petani dan

peneliti menentukan perlakuan yang tepat untuk merangsang

perkecambahan biji tersebut (Diniyati dan Istiqomah, 2021).

Skarifikasi adalah upaya yang dilakukan untuk mematahkan dormansi pada biji.

Skarifikasi dibedakan menjadi 2 yaitu skarifikasi mekanik dan skarifikasi kimia. Skarifikasi

mekanik adalah metode pematahan dormansi biji yang melibatkan tindakan pemecahan atau

pengikisan lapisan pelindung biji secara mekanik. Hal ini dilakukan untuk membuka atau

melonggarkan lapisan keras atau tebal yang melindungi biji dan menghalangi air dan udara

masuk ke dalamnya. Metode skarifikasi mekanik biasanya dilakukan pada biji-bijian yang

memiliki lapisan pelindung biji yang keras dan tebal, seperti biji kacang-kacangan, biji

pohon- pohonan, atau biji-bijian sukulen. Sedangkan Skarifikasi kimia adalah metode

pematahan dormansi biji yang melibatkan penggunaan bahan kimia untuk membantu

menghancurkan atau melembutkan lapisan pelindung biji yang keras atau tebal sehingga

memudahkan proses perkecambahan biji (Widyastuti dan Darusman, 2018).


1

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Fisiolgi Tumbuhan Program Studi

Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada 4 Mei 2023,

dengan ketinggian tempat 25 mdpl.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu biji pinang (Areca catechu

L.) yang sudah dikupas (sudah tua dan bewarna orange), biji jarak pagar (Jatropha curcas

L.) dan aquades. Biji pinang dan biji jarak digunakan sebagai objek yang diuji, dan aquades

digunakan untuk merendam sampel biji sebelum diberi perlakuan skarifikasi.

Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu kertas pasir halus (berfungsi

untuk membuka/melukai kulit biji yang keras), pasir steril (berfungsi sebagai media

perkecambahan biji), label (befungsi meberi penanda perlakuan yang berbeda pada bak), bak

perkecambahan (digunakan sebagai tempat pasir) dan alat tulis (digunakan untuk mencatat

segala perlakuan dan waktu pada percobaan).

Prosedur Percobaan

1. Disiapkan biji pinang (Areca catechu L.) dan biji jarak pagar (Jatropha curcas L.)

masing-masing 9 biji.

2. Kemudian semua biji tersebut direndam didalam aquades selama kurang lebih 60

menit.

3. Kemudian diberikan perlakuan skarifikasi 900 dari embrio pada 3 masing-masing biji,

skarifikasi 1800 dari embrio juga pada 3 masing-masing biji, dan 3 masing-masing

biji lainnya tidak diberi perlakuan.

4. Disediakan media perkecambahan, yakni bak yang sudah diisi oleh pasir steril.

5. Bak pasir dibagi atas 6 daerah bidang dan diberi pembatas


14

6. Masing-masing daerah diisi oleh 3 biji dengan perlakuan yang sama, kemudian diberi

label agar mudah di identifikasi.

7. Setelah biji ditanam semua, lalu disiram dengan air secara merata hingga tak terlihat

permukaan pasir yang kering. Perlakuan ini diulangi dikala media tumbuh terlihat

kering atau sedang mengering.

8. Bak kecambah diamati setiap hari, dan dicatat setiap perubahan yang terjadi pada biji

selama satu minggu.


1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Komoditi: Pinang (Arecha catechu L.)


Perlakuan Tanggal Tanam Tanggal Berkecambah

Kontrol (Tanpa Kikir) a. 4 Mei 2022 a. Tidak berkecambah


b. 4 Mei 2022 b. Tidak berkecambah
c. 4 Mei 2022 c. Tidak berkecambah
90˚ dari Embrio a. 4 Mei 2022 a. Tidak berkecambah
b. 4 Mei 2022 b. Tidak berkecambah
c. 4 Mei 2022 c . Tidak berkecambah
180˚ dari Embrio a. 4 Mei 2022 a. Tidak berkecambah
b. 4 Mei 2022 b. Tidak berkecambah
c. 4 Mei 2022 c. Tidak berkecambah

Komoditi : Jarak (Jatropha curcas L.)


Perlakuan Tanggal Tanam Tanggal Berkecambah

Kontrol (Tanpa Kikir) a. 4 Mei 2023 a. Tidak berkecambah


b. 4 Mei 2023 b. Tidak berkecambah
c. 4 Mei 2023 c. Tidak berkecambah
90˚ dari Embrio a. 4 Mei 2023 a. Tidak berkecambah
b. 4 Mei 2023 b. 10 Mei 2023
c. 4 Mei 2023 c. 10 Mei 2023
180˚ dari Embrio a. 4 Mei 2023 a. 9 Mei 2023
b. 4 Mei 2023 b. 9 Mei 2023
c. 4 Mei 2023 c. Tidak berkecambah

Pembahasan

Dalam percobaan terlihat bahwa sebelum dilakukan upaya pematahan dormansi

(skarifikasi), biji masih berada dalam keadaan dormansi. Dimana dormansi biji adalah suatu

keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme hidup atau bagiannya sebagai tanggapan
1

atas suatu keadaan yang tidak mendukung pertumbuhan normal. Dalam hal ini biji pinang

(Arecha catechu L.) dan biji jarak (Jatropha curcas L.) sedang mengalami masa

dormansinya dikarenakan biji belum menemukan lingkungan yang cocok untuk dia tumbuh.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Agurahe et al (2019) yang menyatakan

bahwa biji akan terus dalam keadaan dormansi apabila tidak pada lingkungan yang sesuai

dengan kebutuhan tumbuhnya.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diketahui bahwa dormansi pada suatu

biji dapat dipatahkan (dibatalkan) dengan beberapa cara, baik secara kimia maupun

mekanik. Upaya-upaya yang dilakukan untuk membatalkan dormansi biji disebut dengan

skarifikasi . Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Widyastuti dan Darusman (2018) yang menyatakan bahwa skarifikasi dibedakan

menjadi 2 yaitu skarifikasi mekanik dan skarifikasi kimia. Skarifikasi mekanik adalah

metode pematahan dormansi biji yang melibatkan tindakan pemecahan atau pengikisan

lapisan pelindung biji secara mekanik. Hal ini dilakukan untuk membuka atau melonggarkan

lapisan keras atau tebal yang melindungi biji dan menghalangi air dan udara masuk ke

dalamnya. Metode skarifikasi mekanik biasanya dilakukan pada biji-bijian yang memiliki

lapisan pelindung biji yang keras dan tebal, seperti biji kacang-kacangan, biji pohon-

pohonan, atau biji-bijian sukulen. Sedangkan Skarifikasi kimia adalah metode pematahan

dormansi biji yang melibatkan penggunaan bahan kimia untuk membantu menghancurkan

atau melembutkan lapisan pelindung biji yang keras atau tebal sehingga memudahkan proses

perkecambahan biji.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diketahui bahwa dormansi dibedakan

menjadi beberapa jenis, yakni dormansi fisiologis, dormansi mekanis, dormansi lingkungan,

dan dormansi embrio. Hal ini sesuai dengan literatur

Diniyati dan Istiqomah (2021) yang menyatakan bahwa dormansi fisiologis terjadi karena
1

adanya mekanisme biokimia di dalam biji yang menghambat perkecambahan, sedangkan

dormansi mekanis terjadi karena adanya lapisan keras atau tebal pada luar biji yang

menghalangi air dan udara masuk ke dalam biji. Dormansi lingkungan terjadi karena kondisi

lingkungan yang tidak mendukung perkecambahan biji, sedangkan dormansi embrio terjadi

karena embrio dalam biji belum cukup matang untuk dapat berkecambah. Dalam mengatasi

dormansi biji, petani dan peneliti dapat melakukan perlakuan khusus, seperti skarifikasi

mekanik atau skarifikasi kimia, yang membantu menghancurkan atau meleapisan pelindung

biji yang keras atau tebal, atau memperbaiki kondisi lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkecambahan biji. Dalam praktikum dormansi ini digunakan skarifikasi

mekanik, yaitu dengan mengikis biji dengan dua posisi yang berbeda yaitu 90 0 dari embrio

dan 1800 dari embrio. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan laju berkecambah di

masing- masing perlakuan.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa perbedaan perlakuan

skarifikasi mempengaruhi kecepatan berkecambah pada biji. Hal ini sesuai dengan literatur

Lail (2016) yang menyatakan bahwa biji yang diskarifikasi 1800 dari embrio lebih cepat

dalam perkecambahannya jika dibandingkan dengan yang 900 dari embrio dan yang tanpa

perlakuan sama sekali ( 1800>900>kontrol). Hal ini dikarenakan penyerapan air (proses

imbibisi) lebih cepat terjadi pada perlakuan 1800, hal ini dipengaruhi oleh sifat alami

tumbuhan yakni akar lebih cepat menyerap air/hara dibandingkan dengan batang. Konsep

serupa juga terjadi pada biji.

Dalam praktikum yang telah dilakukan, didapati dalam waktu 10 hari sampel biji

pinang tak kunjung berkecambah, baik di perlakuan 180 0 dari embrio, 900 dari embrio, dan

kontrol belum menunjukkan adanya pertumbuhan radikula maupun plumula. Hal ini

dikarenakan biji pinang memiliki waktu berkecambah yang cukup lama. Hal ini sesuai

dengan literatur ferry (1992) dalam Mistiani et al (2012) yang menyatakan bahwa

Perkecambahan biji
1

pinang pada umumnya berlangsung 1,5 – 2 bulan. Hal ini diduga karena biji pinang

mempunyai lapisan endocarp berupa cangkang biji yang keras sehingga menyulitkan

terjadinya proses perkecambahan


1

KESIMPULAN

1. Dormansi biji adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami

organisme hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak

mendukung pertumbuhan normal.

2. Dormansi dibedakan menjadi beberapa jenis, yakni dormansi fisiologis, dormansi

mekanis, dormansi lingkungan, dan dormansi embrio.

3. Skarifikasi dibedakan menjadi 2 yaitu skarifikasi mekanik dan skarifikasi kimia,

skarifikasi mekanik adalah metode pematahan dormansi biji yang melibatkan

tindakan pemecahan atau pengikisan lapisan pelindung biji secara mekanik.

4. Biji yang diskarifikasi 1800 dari embrio lebih cepat dalam perkecambahannya jika

dibandingkan dengan yang 900 dari embrio dan yang tanpa perlakuan sama sekali

( 1800>900>kontrol).

5. Upaya skarifikasi pada biji pinang belum terlihat hasilnya pada hari ke-10, hal ini

karena waktu berkecambah biji pinang yang cukup lama yakni 1,5-2 bulan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2018. Buku Penuntun Praktikum Teknologi Benih. UIN SUSKA Riau.
Pekanbaru. Asbani N. Amir AM, Subiyakto, 2019. Inventarisasi hama tanaman jarak pagar
Jatropha curcax
L. Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar Jatropha curca.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.
Bangun, R. P., Achmad E., Mursalin. 2018. Pemetaan Kesesuaian Lahan Tanaman Pinang
(Areca Catechu L.) Di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Jambi.
Chahtane H, Kim W, Lopez-Molina L. 2017. Primary seed dormancy: A temporally
multilayered riddle waiting to be unlocked. Journal of Experimental Botany 68: 857–
869.
Dinas Peerkebunan Jawa Barat. 2013. Budidaya Tanaman Pinang (Areca catechu L.) Untuk
Meningkatkan Pendapatan Masyarakat. Jurnal Perkebunan Jawa Barat. Bandung.
Elfianis, R. 2020. Syarat Tumbuh Tanaman Pinang (Areca catechu L.). Artikel Pertanian.
Agrotek.id.
Esa, N. M., Hadi, Y. S., & Faridah, S. 2013. Morfologi pinang (Areca catechu L.) berdasarkan
karakter fenotip. Jurnal Internasional Pertanian dan Biologi, 15(2), 292-296.
Fauziah A. 2020. Laporan Praktikum Teknologi Benih / Uji Dormansi. Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Banten.
Hadi, S. 2016. Budidaya tanaman pinang. Penebar Swadaya
Hambali. 2017. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya: Jakarta.
Hasudungan Y.P., Susilastuti D., Aditiameri. 2014. Pengaruh Skarifikasi Kimiawi Terhadap
Viabilitas Benih Tanaman Kamboja Jepang (Adenium obesum, L.). Program Studi
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Borobudur Jakarta. Jakarta.
Lamtiugina, M.R., & Romauli, E. (2021). Morfologi, struktur anatomi, dan senyawa
fitokimia buah pinang (Areca catechu L.). International Journal of Advances in
Scientific Research and Engineering, 7(6), 1-8.
Lestari R. I. 2022. Budidaya Tanaman Pinang Betara. Jurnal Pertanian Kab. Solok Selatan.
Sangir.
Lidar, S., Lestari, S. U. 2021. Pemberdayaan Kelompok Tani Wanita Seroja Kelurahan Palas
Kecamatan Rumbai Melalui Budidaya Tanaman Pinang (Arecha Catechu L.)
Varietas Betara. Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas
Lancang Kuning. Riau
Martini, E. 2015. Morfologi dan anatomi biji Areca catechu L. dari berbagai daerah di
Indonesia. Biosaintifika: Jurnal Pendidikan Biologi & Biologi, 7(1), 1-8.
Mersi, M., dan Tanawani. 2016. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi ZPT Pada Media Tanam
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Anggrek (Dendrobium sp.). Program Studi
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi.Manado.
Oskar, K. 2020. Strategi Pengembangan Komoditas Pinang Berkelanjutan Berdasarkan
Evaluasi Kesesuaian Lahan Di Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah
Selatan. Jurnal Penelitian Kehutanan. Timor Tengah Selatan.
Pari, L., & Mulatsih, E. 2018. Analisis kandungan gizi, tekstur, dan sifat organoleptik
permen karet berbahan dasar ekstrak biji pinang (Areca catechu Linn). Jurnal Pangan
dan Agroindustri, 6(3), 124-132.
Pasaribu D. 2018. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Endofit Pada Akar Pinang (areca catechu
L.). Skripsi, Fakultas Biologi Universitas Medan Area. Medan.
Prihandana dan Hendroko. 2015. Petunjuk Budi Daya Jarak Pagar. Agromedia Pustaka. Jakarta

Purnomosidhi, A. 2015. Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi Terhadap Daya


Berkecambah Benih Dan Pertumbuhan Awal Bibit Dua Varietas Padi. (Oryza Sativa
L.). Universitas Jember: Jember.
Rita Elfianis. 2022. Klasifikasi dan Morfoologi Tanaman Jarak. Jakarta.
Sasongko, T. J. 2020. Cara Menananam Pinang Agar Cepat Berbuah dan Hasilnya Maksimal.
Jurnal Perkebunan dan Peternakan. Surabaya.
Sunoto A., Rasyad A., Zuhry E. 2017. Pola Perkembangan Biji dan Perubahan Mutu Benih
Berbagai Kultivar Sorgum (Shorgum bicolor L.). Jurusan Agroteknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Riau. Vol.4. Pekanbaru.
Suyadi P., dan Azrianingsih R. 2018. Pengaruh Asam Giberelat Terhadap Persentase
Terhadap Perkecambahan Biji Karet (Havea brasiliensis muell.) yang Mengalami
Dormansi. Jurnal Ilmu Pertanian.
Syah, A.N.A., 2016, Mengenal Lebih Dekat Biodiesel Jarak Pagar. PT. Agro Media Pustaka.
Hal 107- 111. Jakarta.
Tripratama A. 2017. Laporan Fisiologi Tumbuhan Dormansi Biji Keras. Prodi Pendidikan
Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negreri (UIN)
Raden Fatah. Palembang.
Zareen, A., Khan, M. A., & Fatima, N. 2014. Potensi nutrisi dan pengobatan Areca catechu.
Penelitian Produk Alam, 28(23), 2111-2116.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai