Anda di halaman 1dari 13

Manajemen Gereja

Dewasa ini, banyak gereja yang megah, besar, mempunyai ribuan jemaat, tetapi
tidak memiliki sistem administrasi dan manajemen yang baik. Akibatnya gereja itu tidak
tertata, dan tidak bisa memaksimalkan fungsi gereja itu sebagaimana mestinya.
Gembala tidak mengenal jemaat karena tidak punya data jemaat yang jelas, dll. Itulah
sebabnya begitu pentingnya gereja membuat suatu sistem yang jelas di dalam gereja
supaya tidak kacau.
Setiap gereja baik kecil maupun besar harus mempunya sistem administrasi dan
manajemen yang jelas. karena kalau gereja mempunyai sistem yang baik dan tersusun
otomatis fungsi gereja sebagai gereja tubuh Kristus akan berjalan dengan baik sesuai
dengan arah kehendak Tuhan. Itulah sebabnya gereja harus mempunyai pemahaman
yang benar tentang pengertian administrasi dan manajemen.
Kebanyakan pendeta mempunyai pendidikan dan pengalaman manajemen yang
kurang memadai sebelum memasuki kegiatan pelayanan dan mereka menghabiskan
waktu melakukan fungsi pastoral karena dalam bidang itulah mereka terlatih.
Selanjutnya, sedikit gereja yang dapat mengumpulkan sekelompok warga jemaat yang
berpendidikan atau memiliki keterampilan menajemen.

Pada zaman modern ini, informasi sangat dibutuhkan oleh semua orang. Untuk
memenuhi kebutuhan informasi setiap orang maupun organisasi, maka makin
berkembanglah teknogi informasi. Banyak orang terbantu dan tertolong pekerjaannya
melalui penggunaan teknologi. Teknologi jika dimanfaatkan dengan baik dan benar
maka akan membawa dampak yang positif bagi perkembangan gereja Tuhan. Misalnya
dalam pemberian informasi terhadap pengolahan data-data administrasi gereja,
sehingga memudahkan pekerjaan tata usaha gereja. Oleh sebab itu seiring dengan
berjalannya waktu dan semakin berkembangnya teknologi informasi pada dewasa ini,
maka gereja mau tidak mau harus memerlukan teknologi untuk informasi tersebut.

Pengertian Manajemen
Istilah manajement (management) berasal dari kata dalam bahasa latin “manus”
yang berarti “tangan” . Dengan demikian manajemen adalah suatu tindakan
menangani, mengontrol. Dan kata ini berasal dari kata kerja “to manage”. Dalam
bahasa Indonesia dapat diartikan mengendalikan, mengontrol, menangani, atau
mengelola, membingbing kepada tujuan organisasi. Proses kegiatan pencapaian tujuan
melalui kerja sama antar manusia. Jadi dapat dirumusan tersebut mengandung
pengertian adanya hubungan timbal balik antara kegiatan dan kerjasama disatu pihak
dengan tujuan di pihak lain.

Pengertian Administrasi
Kata administrasi berasal dari kata ad dan ministro (Latin) yang berarti “melayani
atau menyelenggarakan” (Webster, 1974). Definisi administrasi adalah suatu proses
kegiatan penyelenggaraan yang dilakukan oleh seorang administrator secara teratur dan
diatur melalui perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan gereja.
Tatausaha itu merupakan suatu kegiatan pengumpulan data dan informasi dan
dilakukan pencatatan secara sistematis dalam suatu organisasi untuk menghasilkan
kumpulan keterangan yang dibutuhkan. Jadi sekarang dapat dipahami, bahwa kegiatan
tatausaha masih termasuk dalam unsur Administrasi dalam arti luas dan bukan
merupakan faktor dari administrasi.
Pengertian administrasi dalam arti luas, berasal dari bahasa Inggris
“Administration” . S.P. Siagian, yang mengatakan bahwa administrasi secara luas
adalah:
Proses kerjasama antara dua orang atau lebih berdasarkan rasionalitas tertentu untuk
mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan (S.P. Siagian, 1973) Berdasarkan hal
tersebut diatas, administrasi ialah proses penyelenggaraan kerja yang dilakukan
bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengertian administrasi secara sempit: berasal dari kata Administratie berasal dari
bahasa Belanda, yang meliputi kegiatan:catat mencatat, surat menyurat, pembukuan
ringan, ketik mengetik, agenda dsb, yang bersifat teknis ketatausahaan (clerical work).
Dengan demikian tata usaha adalah bagian kecil kegiatan dari Administrasi.
Sekalipun ada dua pengertian administrasi baik secara luas maupun sempit, namun
administrasi menurut pandangan gereja mempunyai perbedaan, seperti administrasi
menurut gereja lebih mengarah kedalam tujuan atau sasaran penyelamatan jiwa-jiwa
untuk dibawa kedalam Yesus Kristus, tentu dalam pembawaan jiwa-jiwa ini membuat
program, seperti pembinaan, pemeliharaan.

HUBUNGAN ADMINISTRASI DENGAN MANAJEMEN


Sebelum membahas lebih lanjut pengertianmanajemen, terlebih dulu peru
dijelaskan hubungan antara administrasi, manajemen,Ada yang mengatakan administras
i lebih luas daripada manajemen, dan ada pula ymengatakan sebaliknya.

A. Pendapat yang mempersamakan administrasi dengan manajemen


Ada beberapa orang yang beranggapan bahwa sesungguhnya administrasi dan
manajemen adalah sama, hanya saja istilah administrasi digunakan pada badan /
organisasi pemerintah, sedangkan istilah manajemen dipergunakan untuk organisasi
swasta. Administrator sama artinya dengan manajer, tetapi organisasi untuk
pemerintah. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan istilah manajer untuk perusahaan
swasta yaitu diantaranya manajer pemasaran, manajer pembelian dan lain-lain. Serta
kepala bagian administrasi keuangan, kepala bagian administrasi kepegawaian dan lain-
lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan antara administrasi manajemen adalah
sebagai berikut
M.E. Dimock & Dimock and Koenig : Definisinya : “Administration (or managemen
t) is a planned approach to the solving of all kinds of problems in almost every indivi
dual or group activity both public or private.” Administrasi atau manajemen adala
h suatu pendekatan yang terencana terhadap pemecahan semua macam masalah yang
kebanyakan terdapat pada setiap individu atau kelompok baik negara atau swasta
Jadi, Administrasi fungsinya tertentu untuk mengendalikan, menggerakkan,
mengembangkan dan mengarahkan organisasi, yang menjalankan administrator dan
dibantu oleh manajer dan stafnya.

B. Pendapat yang membedakan administrasi dengan manajemen

Administrasi lebih luas dari manajem Adminmistrasi adalah konsep tujuan


pengaturan dan manajemen kebijakan publik secara keseluruhan sementara subkonsep
yang akan melaksanakan semua kegiatan untuk mencapai tujuan dan kebijakan yang
telah diberikan pada tingkat administrasi. Administrasi lebih luas dari manajemen
karena manajemen sebagai salah satu unsurt dan merupakan inti dari administrasi
sebagai bersifar operasional pelaksanaan tetapi mengatur pelaksanaan tindakan oleh
sekelompok orang yang disebut "bawahan" sehingga pemerintah akan mencapai tujuan
pengelolaan.
Ordway Tead mengataka“Administration is the process and agency which is responsible f
or the determination of the aims for which an organization and its management a
re to strive … etc.” (Administrasi adalah suatu proses dan badan yang bertanggung jaw
ab terhadap penentuan tujuan, di mana organisasi dan manajemen
digariskan … dst.). Maksudnya administrasi menentukan garis besar daripada
suatu kebijakan dan pemberian pengarahan (general policies), sedangkan
manajemen adalah prosesnya, yaitu bagaimana kegiatan diatur/dilakukan agar
tujuan dapat dicapai dengan baik.
Jadi dengan melihat perbedaan dan persamaan administrasi dan manajemen di
atas, bisa disimpulkan bahwa administrasi membutuhkan manajemen, demikian juga
manajemen membutuhkan admnistrasi. Kedua-duanya saling melengkapi untuk
mencapai suatu tujuan.

SISTEM ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN PELAYANAN GEREJA


Sistem Admistrasi Gereja

Sekalipun administrasi penting untuk menjadi sarana kesuksesan penyelenggaraan


pelayanan di Gereja, namun perlu diingat bahwa administrasi bukanlah segala-galanya.
Gereja yang menjadikan administrasi sebagai tujuan utama akan menjadikan pelayanan
tersebut perlahan-lahan kehilangan kegairahan dan akhirnya akan mati. Oleh karena itu
harus ingat bahwa kerapian sistem administrasi tidak sama dengan kedewasaan rohani.
Banyak Gereja yang administrasinya rapi tapi tidak ada semangat; kehidupan rohani di
dalamnya mati. Tetapi sebaliknya ada Gereja yang administrasinya kacau tapi
semangatnya menyala-nyala.
Sistem Admistrasi & manajemen Gereja yang penting
1. Planning program kerja
Gereja perlunya membuat suatu program kerja yang dibuat sesuai dengan
keputusan rapat tentang apa yang akan menjadi tujuan untuk dikerjakan (untuk jangka
waktu tertentu). Tujuan dari program ini adalah untuk membuat gereja mempunya
fungsi, dalam artian bahwa gereja perlu mempunya visi kedepan dalam rangka kualitas
yang benar sebagai gereja Tuhan. Ada pepatah mengatakan tujuan tanpa perencanaan
sia-sia, ada pula yang mengatakan seperti kapal tanpa tujuan.

2. Peng-Organisasian
Gereja perlu ada pengaturan otoritas dan tugas sehingga pekerjaan bisa
dilaksanakan dengan tepat oleh orang yang tepat dengan cara yang bertanggungjawab.
Fungsi organisasi di dalam gereja adalah untuk mendukung antara satu dengan yang lain
dalam mewujudkan visi dan misi gereja. Contoh sederhananya bahwa kalau hanya
pemimpin yang bertanggung jawab semuanya tentu ini mustahil berjalan dengan baik.
Organisasi sangat penting, diibaratkan seperti satu biji lidi menyapu sampah-sampah,
otomatis sampah-sampah itu sulit disingkirkan, tetapi kalau lidi itu sekumpulan dang
banyak otomatis sampah tadi bisa dibersihkan. Demikian juga fungsi organisasi dalam
sebuah gereja.

3. Pengontrolan dalam administrasi


Begitu pentingnnya pengontrolan dalam administrasi. Seperti pemakaian gedung
gereja, seringkali muncul dilema dalam pemakaian gedung gereja. Untuk itu perlunya
sistem yang mantap. Seharusnya sistem dalam pemakaian gedung gereja ini sudah
diatur sedemikian rupa. Sistem akan bergerak secara otomatis ketika gedung gereja
mau dipakai. Sistem ini akan meminta inputan jam, hari, tanggal, bulan dan tahun.
Sistem ini akan menyediakan nama ruangan yang akan dipakai, nama acara. Setelah itu
sistem ini akan menyimpannya ke database dan meng-update status “reserved”
terhadap ruangan yang telah dipesan. Sehingga ketika data dimasukkan hari dan
tanggal, bulan, tahun, nama ruangan, nama acara, maka sistem akan mengecek, apakah
data-data tersebut dapat diproses atau bentrok dengan data-data sebelumnya.

4. Pendelegasian
Pembagian tugas harus dilakukan mengingat bahwa setiap orang mempunyai
keahlian/ketrampilan yang berbeda dengan orang lain.
5. Pentingnya Personel/Staf
Gereja harus ada cukup orang untuk melakukan tugas-tugas yang sudah
direncanakan, oleh karena itu perlu ada pertanggungjawaban dari masing-masing orang
yang terlibat didalamnya.
6. Pentingnya Koordinasi
Tugas-tugas yang tidak dikoordinasi dengan baik akan menyebabkan pekerjaan
yang tumpang tindih sehingga menghasilkan kerja yang tidak efektif dan efisien.
Pembelian perlu diawasi untuk memastikan bahwa pembelian-pembelian yang
dilakukan telah disetujui. Ini dapat dilakukan dengan membatasi orang-orang yang
dapat melakukan pembelian untuk gereja, sekretaris kantor, pendeta, dan seorang wali
jemaat dapat diberi tugas untuk melaksanakan pembelian tesebut.
7. Pentingnya Pelaksanaan
Seperti penjadwalan pembesukan lokal, pertama-tama, sistem ini akan berjalan
secara otomatis dengan cara sistem akan aktif untuk meminta nama jemaat yang akan
dibesuk. Ini dilakukan oleh sistim yang sudah diatur, yaitu anggota jemaat yang sudah di
training di dampingi dengan majelis atau pengurus gereja yang sudah terjadwal dalam
pembesukan ini. Kemudian sistem ini akan meminta inputan hari dan tanggal
pembesukan, oleh-oleh yang akan dibawa, seperti kalao dalam keadaan sakit, sistem ini
akan membawa gula, susu, jeruk. Juga sistem ini secara otomatis menyediakan transpot
atau mobil yang akan dipakai, serta sopir yang akan bertugas dalam pembesukan ini.

8. Pentingnya Pelaporan
Pertanggungjawaban dari setiap bagian perlu dilakukan agar dapat diketahui hasil
yang dicapai dan kegagalan-kegagalan yang terjadi sehingga dapat diusahakan
perbaikan-perbaikan yang perlu diadakan di masa yang akan datang. Contoh laporan
yang harus dilaporkan: Laporan Kelahiran jemaat yang berupa grafik disetiap periode
(Minggu, bulan dan tahun). Laporan Jadwal Pemakaian Ruang dalam Gedung Gereja.
Laporan jadwal pembesukan ke jemaat lokal. Laporan informasi data jemaat lokal
dilengkapi dengan status, jabatan, daerah asal, profesi, pendidikan, pelayanan. Laporan
informasi data-data jemaat: Majelis, pengurus, pengurus komisi. Laporan informasi
data-data karyawan gereja, seperti staf, tata usaha, koster, karyawan, satpam, sopir.
Dengan adanya laporan ini, otomatis bisa terlihat kekurangan apa yang harus
dibenahi di dalam administrasi tersebut. Tetapi seandainya tidak ada laporan, pasti
tidak tahu kekurangan dalam perlengkapan administrasi tersebut.
9. Pentingnya Budget
Memprediksi jumlah keuangan yang dibutuhkan, dan yang mampu didapatkan, dan
yang mampu dipertanggungjawabkan adalah sangat penting untuk menentukan
seberapa jauh program kerja dapat dilaksanakan supaya tidak macet di tengah jalan.

Apa itu Management Pelayanan Gereja?


Administrasi gereja adalah proses penyelenggaraan secara teratur kegiatan gereja
melalui tahap percencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan
penginjilan, pembinaan, dan pelayanan sosial.

1. Apa Tujuan (-tujuan) Gereja?

ada tiga
a. Penginjilan – memberitakan Injil, supaya semua orang mendengar, percaya, dan
menerima Injil
b. Pembinaan – orang yang sudah percaya (Kristen) bertumbuh kerohaniannya, menjadi
dewasa imannya, karakter dan sifat-sifatnya menjadi seperti Kristus
c. Pelayanan sosial (diakonia) – orang miskin yang belum atau sudah percaya perlu dibantu
agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang pokok

Bagaimana Management Pelayanan Gereja Diselenggarakan?

Management Pelayanan gereja dapat diselenggarakan dengan terlebih dahulu


memahami fungsi dan prinsip administrasi gereja

a. Fungsi Management Pelayanan Gereja


Management Pelayanan Gereja berhasil mencapai tujuan organisasi apabila seluruh
fungsi administrasi dapat diberdayakan dan dilaksanakan secara optimal. Fungsi-fungsi
administrasi pada umumnya dapat dibedakan sebagai:
A. perencanaan (planning),
B. penyusunan staf (stafing),
C. pengorganisasian (organizing),
D. pengawasan (controling),
E. pengarahan (directing),
F. penganggaran (budgeting), dan
G. pengevaluasian (evaluating) Pelaporan

b. Prinsip Management Pelayanan Gereja


Prinsip atau hal-hal yang harus menjiwai Management Pelayanan Gereja ialah:
A. Asas norma (Alkitab harus menerangi Management gereja)
B. Asas ketepatan dan kesesuaian
C. Asas fleksibilitas
D. Asas dialektik (perpaduan) pengetahuan, ketrampilan, dan seni

3. Siapa yang Menyelenggarakan Management Pelayanan Gereja?

Management Pelayanan Gereja diselenggarakan oleh semua anggota gereja dan


diorganisir oleh pemimpin gereja. Karena itu selain memiliki kompetensi (kemampuan)
rohani, pemimpin gereja perlu memiliki kompetensi (kemampuan) manajemen.

4. Aplikasi Fungsi Perencanaan


Perencanaan dapat diartikan sebagai proses atau rancangan mengenai berbagai hal
yang akan dikerjakan. Pada tahap ini pemahaman dan penguasaan rumus 5 W + 1 H
akan sangat membantu administrator dalam membuat perencanaan. Apa (what) yang
harus dikerjakan atau dicapai, kapan (when) mengerjakannya, di mana (where)
mengerjakannya, kenapa (why) mengerjakannya, siapa (who) yang mengerjakannya,
dan bagaimana mengerjakannya. Karena merupakan inti administrasi maka tujuan
(visi) harus disosialisasikan dengan baik. Satu metode yang diinstruksikan Tuhan kepada
nabi Habakuk untuk mensosialisasikan penglihatan (visi, tujuan) yang akan dicapai
terdapat dalam Habakuk 2:2. Lalu Tuhan menjawab aku demikian: “Tuliskanlah
penglihatan itu pada loh-loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya”. Dengan
demikian tujuan (visi) perlu dituliskan berbentuk “prasasti” dan dipajang pada tempat
strategis dan terbuka sehingga setiap orang yang terlibat dalam administrasi gereja
selalu mengingat dan termotivasi untuk mencapainya.

5. Bagaimana menyusun perencanaan?

a. Perencanaan dimulai dengan evaluasi


Dalam penyusunan rencana-rencana program, organisasi, rapat atau kegiatan (baru atau
yang sudah ada tetapi harus diubah), hal pertama yang harus dilakukan ialah
mengevaluasi keadaan sekarang ini dalam norma-norma Alkitab, dan dengan demikian
kita merumuskan kebutuhannya.
b. Perencanaan pada tujuan-tujuan yang jelas
Bila kita telah menentukan kebutuhan, maka kita telah menentukan tujuannya. Tujuan
merupakan pernyataan positif tentang apa yang kita harapkan terjadi bila telah
menerapkan rencana-rencana itu. Jika tujuan sudah jelas, tugas berikutnya adalah
mendeskripsikan (membuat) tujuan-tujuan atau sasaran spesifik dan konkrit.

c. Perencanaan berakhir dengan evaluasi


Setelah rencana-rencana dilaksanakan dan sebuah program baru berjalan untuk
beberapa waktu, keberhasilannya harus dievaluasi. Dalam melakukan evaluasi,
pertanyaan mendasar yang harus diajukan adalah: “Seberapa jauh kebutuhan telah
terpenuhi?”

6. Aplikasi Fungsi Budgeting (Anggaran)

Sama seperti lembaga-lembaga atau organisasi lainnya, agar gereja dapat menjalankan
program-programnya (mencapai tujuan) maka mereka perlu didukung oleh dana yang
cukup. Idealnya, dana pendukung ini didapatkan dari gereja itu sendiri, bukan dari
gereja atau pihak-pihak lain. Gereja-gereja besar yang telah mapan dan lokasinya
berada di kota biasanya tidak mempunyai masalah dengan dana. Mereka malah dapat
menyantuni gereja-gereja lain yang programnya terhambat karena tidak tersedianya
dana. Dalam kenyataannya banyak juga gereja-gereja, terutama yang lokasinya berada
di pinggiran kota dan pedesaaan sering kali terbentur oleh ketiadaan dana. Posisi gereja
berdasarkan pengadaan dananya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Sebagian Gereja relatif tidak mempunyai sumber yang memadai di bidang finansial.
Sekecil apapun dana yang diperlukan, gereja tidak dapat memenuhinya. Gereja pada
posisi ini biasanya menggantungkan harapan pada pihak lain yang dapat memberikan
santunan (sumbangan). Kalau ada pihak yang bersedia menyantuni program mereka
bisa terlaksana tetapi kalau tidak ada, program mereka relatif tidak dapat terselenggara
alias jalan di tempat.
b. Sebagian Gereja mempunyai sumber yang memadai di bidang finansial tetapi
administrator gereja tidak mampu menggalinya. Dengan posisi seperti itu gereja
setempat cenderung akan mengambil sikap menunggu dan menunggu atau malah
meniru gereja dengan posisi butir a mengharapkan dan meminta pihak lain yang akan
mengulurkan tangan untuk memfalisitasi progam mereka.
c. Ada juga Gereja mempunyai sumber yang memadai dan administrator gereja telah
berusaha menggalinya tetapi sumber itu (warga jemaat) ragu-ragu untuk mengeluarkan
dana karena “tidak beriman” atau “tidak mau tau” mengenai program gereja. Jadi,
pengalamannya tidak berbeda dengan posisi butir a dan b.
d. Selebihnya, Gereja yang mempunyai sumber yang memadai dan terbuka untuk
mendukung sepenuhnya program gereja. Gereja dengan posisi seperti ini biasanya
menjadi tumpuan harapan bagi gereja-gereja lain yang mengalami masalah pendanaan
program.
Apa yang ingin disampaikan dengan mengetengahkan fungsi anggaran ini ialah
administrasi gereja sebaiknya menggunakan asas akuntabel, tranparansi, prioritas,
mandiri, dan berkeseimbangan. Akuntabel berarti penerimaan dan penggunaan dana
dapat dipertanggungjawabakan. Transparasi berarti pengelolaan uang menggunakan
sistem terbuka. Mandiri mempunyai pengertian bahwa pendanaan program (kegiatan)
gereja setempat digali dari dirinya sendiri, tidak bergantung pada pihak lain. Prioritas
mengacu pada pemenuhan kebutuhan yang paling mendesak, sedangkan asas
berkeseimbangan mengharapkan bahwa semua program (kegiatan) mendapatkan
pendanaan yang layak.

Sistem Pemerintahan GEREJA


Sistem pemerintahan gereja, secara umum, dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar,
yaitu kongregasional (congregational), episkopal (episcopal) dan presbiterian
(prebyterian). Namun dalam prakteknya ada beberapa bentuk variasi penggabungan
dari sistem-sistem yang ada. Sehingga terkadang sulit bagi kita untuk mengidentifikasi
secara spesifik sistem apa yang diterapkan oleh suatu gereja, karena dalam beberapa
hal mereka menganut episkopal tetapi pada aspek-aspek tertentu mereka akan
menggunakan sistem yang lain. Namun demikian kita perlu memahami sistem-sistem
pokok dalam pemerintahan gereja.

A. Sistem Pemerintahan Episkopal

Nama episkopal berasal dari kata Yunani episkopos yang berarti “overseer/ penilik” (kata
ini juga diterjemahkan menjadi bishop dan uskup) dan menyatakan bahwa gereja diatur
dan dipimpin oleh (para) bishop. Bentuk konkret dari sistem pemerintahan gereja ini
agak berbeda pada beberapa gereja. Misalnya dalam gereja Methodist dan Lutheran,
gereja dipimpin oleh seorang bishop yang menjadi pemimpin tunggal atas seluruh
gereja-gereja lokal ada. Denominasi/ sinode/ gereja yang lain mempunyai bishop yang
berbeda. Struktur yang lebih kompleks terdapat dalam gereja Anglikan dan gereja
Katolik Roma. Seluruh gereja Roma Katolik dibawah pimpinan seorang Paus namun
masih memiliki sistem keuskupan dalam wilayah-wilayah tertentu.

Dalam sistem pemerintahan gereja episkopal, otoritas dan kewenangan terletak pada
bishop yang mengawasi sekelompok gereja, bukan hanya satu gereja lokal. Bishop
adalah orang yang memiliki otoritas yang untuk menahbiskan ministers atau imam
(priest). Katolik Roma mengatakan bawwa kewenangan bishop ini diperoleh melalui
suksesi apostolik dari rasul-rasul pertama. Jadi kuasa itu dilanjutkan secara estafet oleh
bishop berdasarkan Matius 16:18-19. Gereja Methodis dan Lutheran tidak mengakui
otoritas melalui suksesi apostolik seperti Katolik. Sistem suksesi apostolik muncul pada
abad kedua dan para penganutnya mengklaim dukungan alkitabiah dari posisi Yakobus
di gereja Yerusalem dan sesuai dengan pernyataan Paulus dalam suratnya kepada
Timotius dan Titus mengenai posisi dan otoritas mereka dalam mengangkat penatua.

B. Sistem Pemerintahan Kongregasional.

Sistem kongregasional ini dapat disebut sebagai sistem independent karena sistem ini
menegaskan bahwa “setiap gereja lokal adalah suatu badan lengkap, yang tidak
tergantung dengan badan lain, bahkan tidak memiliki hubungan pemerintahan dengan
gereja yang lain. Dalam sistem ini, kekuasaan gereja sepenuhnya berada pada anggota
Jemaat, yang memiliki kekuasaan untuk mengatur dirinya sendiri secara independen
dan penuh.” Otoritas pemerintahan gereja tidak terletak pada individu maupun
perwakilan individu melainkan seluruh jemaat lokal. Dua hal yang sangat ditekankan
oleh sistem pemerintahan gereja ini adalah otonomi dan demokrasi. Para pelayan gereja
(pejabat gereja) adalah jabatan fungsional untuk melayani Firman, mengajar dan
melaksanakan urusan gereja semata-mata. Apabila ada komunikasi yang dikehendaki
oleh gereja sejenis, maka mereka menyelesaikannya dengan mengadakan konsili, yang
hanya mengeluarkan “pernyataan” yang tidak mengikat satu dengan yang lainnya. Tidak
ada otoritas di luar gereja lokal, meskipun dalam satu nama gereja, yang memiliki
wewenang atau pengaruh terhadap gereja lokal tersebut sebab pemerintahan gereja
bersifat demokratis dari jemaat lokal tersebut. Sehingga setiap anggota jemaat turut
membuat keputusan dan memerintah gereja. Konsep ini lahir dari pernyataan Alkitab
yang mengatakan bahwa setiap orang percaya adalah imamat yang rajani (1 Pet 2:9).
Denominasi yang menganut sistem pemerintahan ini adalah Baptis, Evangelical Free,
Congregational dan sebagian Lutheran.

Dukungan alkitabiah bagi sistem pemerintahan kongregasional adalah catatan Lukas


yang menyebutkan bahwa jemaat itu terlibat dalam pemilihan itu diaken (Kis 6:3-5) dan
para penatua (Kis. 14:23); seluruh jemaat turut mengutus Barnabas (Kis 11:22) dan Titus
(2 Kor 8:19) serta menerima Paulus dan Barnabas (Kis 14:27; 15:4); seluruh jemaat
terlibat dalam keputusan-keputusan tentang sunat (Kis 15:25); disiplin dilakukan oleh
seluruh gereja ( 1 Kor 5:12;. 2 Kor. 2:6-7, 2 Tes. 3:14); semua orang percaya bertanggung
jawab untuk doktrin yang benar dengan menguji roh (1 Yoh. 4:1) sebab mereka bisa
melakukan hal-hal itu karena mereka memiliki pengurapan (1 Yoh. 2:20).

C. Sistem Pemerintahan Presbiterian.

Istilah presbiterian berasal dari kata Yunani presbuteros yang berarti “penatua.” Dalam
pemerintahan gereja sistem presbiterian ini, setiap gereja lokal adalah independen satu
dengan dan dari yang lain, tetapi mereka diikat oleh suatu “ketentuan normatif yang
sama dan pengakuan iman yang sama.” Sistem ini menegaskan bahwa setiap Jemaat
dapat melakukan pelayanannya sendiri yang dipimpin oleh pendetanya, termasuk
memanggil pendeta yang dikehendakinya yang diteguhkan oleh presbiteri yang terdiri
dari pendeta dan penatua yang mewakili gereja-gereja lokal. John Calvin, sebagai tokoh
yang merumuskan sistem ini mengakui adanya jabatan-jabatan gerejawi seperti para
“gembala (pendeta), guru, diaken (the deacon) dan penatua (the presbyter atau the
elder). Dalam sistem ini gereja dipimpin oleh para penatua. Perbedaan yang mencolok
dengan sistem Kongregasional adalah Presbiterian menekankan perwakilan jemaat
yakni para penatua yang diangkat atau dipilih oleh jemaat. Jadi otoritas tertinggi dalam
satu gereja lokal adalah kemajelisan penatua dan satu majelis penatua memimpin satu
gereja lokal. Di atas majelis penatua terdapat sinode dan di atas sinode terdapat
konferensi umum sebagai sidang tertingi. Majelis penatua ini adalah gabungan antara
minister dan orang awam.

Jabatan-Jabatan Gerejawi

Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-
pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk
memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan
tubuh Kristus. Efesus 4:11-12

Paulus secara jelas mengatakan adanya jabatan-jabatan dalam gereja yang bertujuan
untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan Tuhan. Jabatan-jabatan
tersebut adalah (1) rasul, (2) nabi, (3) penginjil, (4) gembala dan (5) guru. Ketiga jabatan
yang pertama ini digolongkan oleh Calvin sebagai jabatan yang extraordinary (luar biasa)
karena ketiga jabatan inilah yang mengokohkan berdirinya gereja di tengah-tengah
dunia dan menuliskan wahyu khusus Allah kepada manusia. Dua jabatan yang pertama
tidak lagi dilanjutkan karena jabatan tersebut hanya ada pada masa-masa tertentu saja.
Hanya ada 3 jabatan yang masih berlaku sampai sekarang, yakni penginjil, gembala dan
guru.

Penginjil adalah jabatan yang lebih rendah dari pada rasul dan nabi tetapi jabatan yang
paling tinggi dalam jabatan tetap. Bahkan penginjil adalah jabatan gereja yang turut
bersama-sama dengan rasul dan nabi mengokohkan gereja mula-mula. Jabatan ini
memang tidak terlalu populer dalam gereja sekarang bahkan cenderung dianggap
sebagai junior. Namun bagi Paulus adalah jabatan yang paling tinggi lebih dari gembala
dan guru. Menurut Calvin, orang-orang seperti Lukas, Timotius, Titus dan kemungkinan
70 murid yang diutus Kristus (Lukas 10:1) tergolong para penginjil.

Jabatan selanjutnya adalah gembala dan guru yang sangat kuat hubungannya dengan
gereja. Tanpa 2 jabatan ini gereja tidak mungkin berjalan. Kedua jabatan ini ada di
dalam gereja, perbedaannya adalah guru (pengajara) tidak turut dalam menjalankan
disiplin gereja dan sakramen ataupun memberikan peringatan kepada jemaat. Guru
hanya bertanggung jawab dalam penafsiran yang alkitabiah dan menjaga doktrin yang
murni di antara orang-orang percaya.

Calvin mengatakan bahwa ada kesamaanan tugas antara jabatan rasul dengan gembala.
Tugas yang dilakukan para rasul pada jamannya adalah tugas yang sekarang dikerjakan
oleh para gembala, perbedaannya terletak pada cakupan. Para rasul bertanggung jawab
atas penggembalaan gereja di seluruh dunia tetapi gembala bertugas hanya pada satu
kawanan domba yang dipercayakan kepadanya. Tetapi gembala yang bertugas
ditetapkan untuk bertugas dalam gereja mereka masing-masing tersebut tetapi bisa
membantu gereja yang lain - jika ada masalah yang membutuhkan kehadirannya atau
memerlukan saran, guna menjaga perdamaian antara gereja. Oleh sebab itu, Calvin
mengatakan bahwa perlu adanya aturan untuk setiap gembala jemaat yang terikat dan
bertanggung penuh atas domba yang dipercayakan kepadanya namun tetap bisa
membantu gereja lain tanpa ikatan. Hal ini bertujuan agar pelayanan gereja tidak terjadi
tumpang tindih dan demi ketidaktertiban pekerjaan Tuhan.

Jabatan-jabatan gereja ini bukanlah ketetepan manusia tetapi ditetapkan oleh Allah
sendiri. Sebab Paulus dan Barnabas “menetapkan penatua-penatua bagi jemaat” dalam
masing-masing gereja di Listra, Ikonium dan Antiokhia (Kis. 14:21-23). Paulus juga
memerintahkan Titus untuk “menetapkan penatua-penatua di setiap kota” (Titus 1:5).
Jadi di satu tempat Paulus berbicara tentang bishop di Filipi (Fil 1:1) di lain tempat ia
menyebut Arkhipus sebagai bishop di Kolose (Kol 4:17). Dalam catatan Lukas terdapat
khotbah Paulus kepada penatua gereja di Efesus (Kis. 20:18-19).

Alkitab menggunakan jabatan “bishop”, “penatua,” “gembala/ pendeta,” dan “pelayan/


minister,” secara interchangeable (saling bergantian). Bagi pelayan Firman biasanya
digunakan istilah bishop. Pada waktu Paulus meminta Titus untuk menetapkan penatua-
penatua di setiap kota ada pernyataan “sebab sebagai pengatur rumah Allah seorang
penilik jemaat (bishop) harus tidak bercacat (Titus 1:7, 1 Tim 3:1). Di tempat lain Paulus
memberi salam kepada sejumlah bishop dalam satu gereja (Fil 1:1). Dalam Kisah Para
Rasul disebutkan adanya sidang penatua Efesus (Kis. 20:17) yang ia sebut sebagai bishop
(penilik/ overseer) (Kis. 20:28).

Jadi Alkitab sendiri menyatakan bahwa pelayan firman dibatasi hanya kepada jabatan
tertentu saja yakni para bishop. Dalam surat kepada jemaat di Efesus Paulus tidak
menyebutkan lagi ada jabatan yang menerima tugas pelayanan firman. Tetapi dalam
Roma 12:7-8 dan 1 Kor. 12:28 Paulus menyebutkan (selain rasul, nabi dan pengajar) ada
orang-orang yang memperoleh karunia untuk “(1)mengadakan mujizat, untuk
menyembuhkan, (2)untuk melayani, (3)untuk memimpin, dan (4)untuk berkata-kata
dalam bahasa roh.” Calvin mengatakan bahwa hanya tinggal 2 dari 4 tugas yang tetap
dalam setiap masa (bukan temporal) bagi jabatan ini yakni memimpin (memerintah)
dan melayani (orang miskin). Orang-orang yang memerintah gereja ini (selain rasul, nabi
dan pengajar; 1 Kor. 12:28), menurut Calvin, dipilih dari jemaat untuk tugas mengawasi
moral hidup jemaat dan menerapkan disiplin gereja bersama para bishop (pelayan
firman).

Pelayanan untuk melayani orang-orang miskin diberikan kepada diaken. Keberadaan


jabatan ini pertama kali disebutkan oleh Lukas dalam Kis. 6:3 berhubung pada waktu
timbul “sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap
orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam
pelayanan sehari-hari” (Kis 6:1). Para waktu itu tugas melayani orang miskin ditangani
oleh para rasul dan berhubung “jumlah murid makin bertambah” maka mereka
kewalahan melakukan tanggung jawab mereka. Lalu para rasul mengatakan “kami tidak
merasa puas, karena kami melalaikan Firman Allah untuk melayani meja” sehingga
mereka meminta dipilih 7 orang untuk diangkat menjadi diaken. Tugas utama mereka
adalah melayani meja yakni melayani janda-janda, orang miskin dan termasuk orang
sakit. Kelompok janda diperjelas oleh Paulus dalam suratnya kepada Timotius; “yang
didaftarkan sebagai janda, hanyalah mereka yang tidak kurang dari 60 tahun, yang
hanya satu kali bersuami dan yang terbukti telah melakukan pekerjaan yang baik…” (1
Tim. 5:9-12) sebab mereka semua adalah tanggug jawab gereja.

Bagaimana para pemimpin gereja (penatua) dipilih?


Paulus telah menuliskan kriteria-kriteria untuk memilih para penilik (bishop) yang
tertuang dalam Titus 1:7 dan 1 Tim. 3:1-7. Secara singkat orang-orang yang boleh dipilih
untuk menjabat jabatan tersebut adalah orang-orang memiliki doktrin yang sehat, hidup
yang suci, tidak terkenal sebagai orang yang bermasalah sehingga bisa memberikan
masalah kepada pelayanan (1 Timotius 3:2-3, Titus 1:7-8). Persyaratan yang kurang lebih
sama berlaku untuk diaken dan para penatua (1 Timotius 3:8-13). Selain kriteria
tersebut, orang-orang ini harus juga memiliki kemampuan dan keterampulan untuk
mengerjakan tugas yang akan mereka emban dalam pelayanan gereja. Sebab Kristus
sendiri, sebelum mengutus para murid, Ia memperlengkapi mereka semua dengan hal-
hal penting yang harus mereka miliki untuk mengerjakan tugas tersebut (Lukas 21:15,
24:49, Markus 16:15-18, Kis 1:8). Satu teladan yang dicatat oleh Lukas mengenai
pemilihan para penatua adalah dengan berdoa dan berpuasa memohon pimpinan
Tuhan (Kis 14:23). Hal ini menunjukkan adanya suatu keseriusan dari jemaat untuk
memilih orang-orang yang tepat untuk memimpin gereja sesuai kehendak Allah.

Anda mungkin juga menyukai