Anda di halaman 1dari 12

Teori Himpunan

Kesamaan pada Himpunan


Operasi pada Himpunan
Soal-soal
Pemetaan
Pendefinisian Pemetaan
Beberapa Pemetaan Khusus
Soal-soal
Kardinalitas Himpunan
Soal-soal

1. Materi Pendahuluan

1.1 Teori Himpunan


Secara naif himpunan didefinisikan sebagai kumpulan atau koleksi dari objek-objek yang berbeda.
Pendefinisian himpunan dapat melalui pendaftaran semua anggotanya, seperti pada himpunan
{1, 2, 3} atau {α, b, 2015, hitam} ataupun dengan mendeskripsikan syarat keanggotan himpunan
tersebut, seperti dalam himpunan {x real | −3 < x ≤ 90} atau {n bulat positif | 5 faktor dari n}.
Jika a merupakan anggota (atau unsur) himpunan A kita tuliskan a ∈ A. Sedangkan jika b bukan
anggota himpunan A, kita tuliskan b 6∈ A. Himpunan kosong atau himpunan hampa adalah
himpunan yang tidak memiliki anggota dan kita notasikan dengan 0. / Himpunan bilangan asli,
bulat, rasional dan real berturut-turut dinotasikan dengan N, Z, Q dan R.

Diskusi 1.1 Apakah {0}


/ merupakan himpunan kosong? 

 Contoh 1.1 Misalkan A = {bilangan bulat kelipatan 5} dan B = { bilangan bulat kelipatan 6}.
Definisikan C := {a + b | a ∈ A dan b ∈ B}. Apakah 1 merupakan unsur di C?
Pada penulisan deskripsi keanggotaan C disitu disebutkan bahwa sebuah bilangan x merupakan
anggota C jika kita menuliskan bilangan x tersebut sebagai penjumlahan dari suatu unsur di A
dan suatu unsur di B. Pertanyaan apakah 1 merupakan unsur di C bisa kita tulis ulang sebagai
pertanyaan apakah 1 = a + b mempunyai solusi dengan a ∈ A dan b ∈ B? Perhatikan bahwa
−5 ∈ A dan 6 ∈ B dan lebih lanjut bahwa 1 = −5 + 6. Dengan demikian 1 ∈ C. 

Diskusi 1.2 Apakah 2017 unsur di C? 

1.1.1 Kesamaan pada Himpunan


Kapan dua himpunan A dan B kita katakan sama? Karena himpunan merupakan koleksi objek-
objek, maka kesamaan terjadi jika koleksi unsur-unsur di A persis sama dengan koleksi unsur-
unsur di B. Sebagai contoh jika A adalah kumpulan huruf-huruf yang berbeda pada kata
MATEMATIKA dan B adalah himpunan huruf-huruf yang berbeda pada kata KETIKA MATI
maka A = B = {M, A, T, E, I, K}.
Ketika semua anggota himpunan A juga merupakan anggota himpunan B kita katakan bahwa
A merupakan himpunan bagian dari B dan kita tuliskan dalam notasi A ⊆ B. Kita tuliskan
A ⊂ B ketika A merupakan himpunan bagian sejati dari B, yaitu A ⊆ B dan ada unsur di B yang
8 Bab 1. Materi Pendahuluan

bukan merupakan anggota dari A.. Sebagai contoh kita ketahui bahwa N ⊆ Z ⊆ Q ⊆ R.
Ketika dua himpunan A dan B merupakan himpunan yang sama, setiap unsur di A merupakan
unsur di B dan setiap unsur di B merupakan unsur di A. Dengan demikian pernyataan bahwa
A = B setara nilainya dengan pernyataan bahwa A ⊆ B dan B ⊆ A.
 Contoh 1.2 Misalkan A, B dan C adalah himpunan yang didefinisikan pada Contoh1.1. Akan
ditunjukkan bahwa C = Z dengan menunjukkan bahwa C ⊆ Z dan Z ⊆ C.
Untuk menunjukkan C ⊆ Z kita harus menunjukkan bahwa setiap unsur di C juga merupakan
unsur di Z. Hal ini cukup jelas karena menurut deskripsi keanggotaan C setiap unsur di C
merupakan bilangan bulat.
Sebaliknya kita akan tunjukkan bahwa Z ⊆ C. Ambil n ∈ Z. Ingat bahwa 1 = (−5) + 6
dan akibatnya n = (−5n) + 6n dan berdasarkan definisi, −5n = 5(−n) ∈ A dan 6n ∈ B. Dengan
demikian n dapat dituliskan sebagai penjumlahan suatu unsur di A dan suatu unsur di B. Ini
menunjukkan bahwa n ∈ C. Jadi Z ⊆ C. 

Diskusi 1.3 Untuk setiap A 6= 0/ yang merupakan himpunan bagian dari R, definisikan A(2) :=
{a + b : a, b ∈ A}.
(a) Untuk A = {1, 2, 3}, tentukan himpunan A(2) .
(b) Jika A ⊆ B, apakah A(2) ⊆ B(2) ?
(c) Berikan contoh himpunan A dan B dengan A 6⊆ B, tetapi A(2) ⊆ B(2) .
(d) Cari suatu himpunan A ⊂ Z sedemikian sehingga A(2) = Z.


1.1.2 Operasi pada Himpunan


Misalkan A dan B menyatakan himpunan. Berikut adalah beberapa notasi yang berkaitan dengan
himpunan yang sudah kita ketahui:
◦ A ∪ B := {x | x anggota A atau anggota B}
◦ A ∩ B := {x | x anggota A dan x anggota B}
◦ A\B := {x | x ∈ A tapi x 6∈ B} (sebagian buku menggunakan notasi A − B untuk A\B)
◦ A × B := {(a, b) | a ∈ A dan b ∈ B}.

Diskusi 1.4 Misalkan A = {n ∈ Z : cos(nπ) = 1}, B = {bilangan bulat ganjil}, C = {n ∈ N :


n = 5k untuk suatu k bulat}.
(a) Deskripsikan himpunan D := Z\A.
(b) Apakah hubungan antara D dan B?
(c) Tentukan A ∪ B.
(d) Tentukan C ∩ D.


 Contoh 1.3 Jika A, B,C adalah himpunan-himpunan sedemikian sehingga A ∩ B = A ∩ C,


haruskah A = C? Jika kita menduga bahwa pernyataan ini benar, kita bisa membuktikan dugaan
kita dengan menunjukkan bahwa B dan C merupakan himpunan bagian satu sama lain. Jika
kita ingin menunjukkan bahwa pernyataan ini salah kita harus bisa menemukan himpunan-
himpunan A, B,C yang memenuhi A ∩ B = A ∩ C tetapi B berbeda dari C. Bagaimana kita
menemukan himpunan-himpunan yang bersifat demikian? Kita bisa mencoba-coba untuk
mengkonstruksinya dan mungkin ada banyak contoh himpunan-himpunan A, B,C yang demikian.
Contoh-contoh spesifik yang menunjukkan bahwa suatu kalimat matematika bernilai salah
seringkali kita sebut sebagai contoh penyangkal. Untuk pernyataan yang sedang kita tinjau,
ambil contoh penyangkal berikut. Ambil A = {a, b, c}, B = {c, d, e},C = {c, d, e, f }. Perhatikan
bahwa A ∩ B = {c} = A ∩C tetapi B 6= C. 
1.1 Teori Himpunan 9

Diskusi 1.5 Buktikan atau sangkal pernyataan berikut


(a) Jika A ∪ B = A ∪C maka B = C?
(b) Jika A × B = A ×C maka B = C?


 Contoh 1.4 Kemampuan untuk bisa mengenali bahwa suatu himpunan merupakan subhim-

punan dari himpunan lainnya harus dikuasai tidak hanya untuk himpunan yang konkrit yang
deskripsi keanggotaannya cukup jelas. Kita juga harus mampu memverifikasi hal tersebut untuk
himpunan yang tak konkrit. Misalnya adalah ketika kita menunjukkan kesamaan antara dua
himpunan yang abstrak.
Misalkan kita ingin menunjukkan bahwa A\(B ∩C) = (A\B) ∪ (A\C). Akan kita tunjukkan
pernyataan ini dengan menunujukkan bahwa kedua ruas saling subset, yaitu himpunan di ruas
kiri merupakan himpunan bagian di ruas kanan dan himpunan di ruas kanan juga himpunan
bagian dari himpunan di ruas kiri.
Misalkan x ∈ A\(B ∩C). Kita akan tunjukkan bahwa x ∈ A\B atau x ∈ A\C. Jika x ∈ A\B
kita selesai. Jika x 6∈ A\B, mengingat x ∈ A maka haruslah x ∈ B (karena jika tidak x ∈ A\B).
Tapi karena x 6∈ B ∩C maka x 6∈ C (mengapa?). Jadi x ∈ A\C. Dengan demikian A\(B ∩C) ⊆
(A\B) ∪ (A\C).


Untuk bukti bahwa ruas kanan merupakan subhimpunan dari ruas kiri pada contoh di atas
diserahkan kepada pembaca sebagai latihan. Tunjukkan kepada teman anda bukti yang anda buat
dan minta masukkan bagian mana yang kurang jelas. Dengan masukkan yang diberikan tulis
ulang bukti anda dan coba minta masukkan dari teman anda yang lain. Anda akan menemukan
bahwa apa yang anda pikir sudah jelas ternyata tidak cukup jelas bagi orang lain. Ingat anda
menulis bukti adalah untuk bisa meyakinkan orang lain.

1.1.3 Soal-soal
1. Buktikan pernyataan berikut
(a) A ∩ B ⊆ A.
(b) A ⊆ A ∪ B.
(c) Jika A ⊆ B maka A ∩ B = A.
(d) Jika A ⊆ B maka A ∪ B = B.
(e) A ∩ A = A.
(f) A ∪ A = A.
2. Buktikan bahwa
(a) A\B = A\(A ∩ B).
(b) Jika A ⊆ B maka A\C ⊆ B\C.
(c) (A\B) ∪ (B\A) = (A ∪ B)\(A ∩ B).
3. Tunjukkan bahwa
(a) A ∩ (B ∪C) = (A ∩ B) ∪ (A ∩C).
(b) A ∪ (B ∩C) = (A ∪ B) ∩ (A ∪C).
4. Buktikan atau sangkal pernyataan berikut
(a) (A × B) ∩ (C × D) = (A ∩C) × (B ∩ D).
(b) (A × B) ∪ (C × D) = (A ∪C) × (B ∪ D).
5. Misalkan C ⊆ A dan D ⊆ B. Apakah (A × B)\(C × D) = (A\C) × (B\D)?
6. Pada awal perkembangan teori himpunan diyakini bahwa koleksi apapun yang anggota-
anggotanya dapat dideskripsikan, merupakan himpunan. Akan tetapi matematikawan
Bertrand Russel, menunjukkan bahwa jika kita memperbolehkan pendefinisian himpunan
seperti itu akan timbul suatu paradoks. Tinjau koleksi semua himpunan yang bukan
10 Bab 1. Materi Pendahuluan

merupakan anggota dirinya sendiri, R = {x : x 6∈ x}. Apakah R merupakan anggota di R?

1.2 Pemetaan
1.2.1 Pendefinisian Pemetaan
Dalam banyak situasi kita ingin memberikan atribut terhadap anggota-anggota suatu himpunan.
Misalkan untuk himpunan

M = { mahasiswa matematika ITB },

kepada masing-masing anggotanya kita ingin memberikan atribut usia atau misalkan atribut
nomor mahasiswa. Dalam hal ini pemberian atribut ini bisa dipandang sebagai pengaitan setiap
unsur di M dengan suatu bilangan asli.
Kita bisa meninjau situasi ini sebagai pemasangan antara masing-masing unsur di M dengan
suatu bilangan asli yang menyatakan usianya. Untuk menyatakan pemasangan ini kita bisa
menggunakan diagram anak panah, misalnya

Ahmad → 19
Nina → 20
Ani → 19
Bobby → 22
.. ..
. .

Kita bisa memperumum situasi ini. Diberikan dua buah himpunan A dan B, kita beri aturan
bagaimana kita memasangkan masing-masing dari unsur di A dengan suatu unsur di B. Karena
kita bisa memberikan beragam aturan pemasangan, untuk membedakan bermacam-macam aturan
pemasangan ini kita berikan nama kepada cara kita memasangkan unsur-unsur di A dengan unsur-
unsur di B. Aturan pemasangan f yang memasangkan unsur-unsur di A dengan unsur-unsur di B,
ditulis f : A → B. Jika a ∈ A, unsur di B yang dipasangkan dengan a ini kita nyatakan dengan
f (a). Sebagai contoh, alih-alih menggunakan anak panah, jika A = {Ahmad, Nina, Ani, Bobby},
B = N dan f : A → B adalah aturan yang memasangkan masing-masing unsur di A dengan usianya,
kita bisa tuliskan

f (Ahmad) = 19
f (Nina) = 20
f (Ani) = 19
f (Bobby) = 22

Definisi 1.2.1 Pemetaan f dari A ke B, ditulis f : A → B, adalah suatu aturan f yang


memasangkan masing-masing unsur di A dengan tepat satu unsur di B. Himpunan A dise-
but domain dan himpunan B disebut kodomain dari f . Himpunan semua unsur di B yang
merupakan hasil peta dari f , yakni

f (A) = { f (a) | a ∈ A} = {b ∈ B | b = f (a) untuk suatu a ∈ A}

disebut sebagai daerah peta dari f . 


1.2 Pemetaan 11

Diskusi 1.6 Misalkan f : A → B suatu pemetaan.


(a) Apakah boleh terdapat b, c ∈ B yang berbeda sehingga f (a) = b dan f (a) = c?
(b) Misalkan b ∈ B. Apakah boleh terdapat a, x ∈ A yang berbeda sehingga f (a) = b dan
f (x) = b?
(c) Misalkan b ∈ B. Apakah selalu terdapat a ∈ A sehingga f (a) = b?


Salah satu cara pendefinisian suatu pemetaan f : A → B, adalah dengan mendaftarkan pemasan-
gan semua unsur di A dengan di B seperti yang kita lihat pada contoh sebelum definisi di atas.
Cara lain adalah dengan memberikan deskripsi atau formula pemasangan dari f . Untuk lebih
jelasnya kita lihat contoh-contoh berikut:
 Contoh 1.5 Misalkan A = {1, 2}, B = {a, b, · · · , z},C = {Mahasiswa Matematika ITB} Berikut
ini merupakan contoh-contoh pemetaan:
◦ f : A → B dengan f (1) = a dan f (2) = c
◦ g : C → B dengan g adalah pemetaan yang mengkaitkan masing-masing mahasiswa dengan
huruf awal namanya.
◦ h : B → A dengan h memetakan semua huruf vokal ke 1 dan memetakan semua huruf
konsonan ke 2.


 Contoh 1.6 Salah satu jenis pemetaan yang sudah kita kenal dengan cukup baik adalah
pemetaan yang didefinisikan dengan menggunakan formula. Sebagai contoh pemetaan f : N → R

yang didefinisikan dengan formula f (x) = x mempunyai arti bahwa unsur apapun yang kita
ambil√di N kita pasangkan dengan akarnya di R. Sebagai contoh f memetakan
√ 4 ke 2, memetakan
5 ke 5 dan seterusnya. Atau bisa kita tuliskan f (4) = 2, f (5) = 5 dan seterusnya. 

Definisi 1.2.2 Pemetaan dari suatu himpunan A ke A yang mengaitkan setiap unsur di
himpunan tersebut dengan dirinya sendiri disebut pemetaan identitas. Kita gunakan notasi iA
untuk fungsi iA : A → A yang memenuhi iA (a) = a untuk setiap a ∈ A. 

Diskusi 1.7 Apakah f : Q → Z yang didefinisikan melalui f (m/n) = m + n merupakan suatu


pemetaan? 

Diskusi 1.8 Misalkan A = {a, b} dan B = {−1, 0, 1}


(a) Buat suatu pemetaan dari A ke B.
(b) Buat suatu pemetaan dari B ke A.
(c) Ada berapa banyak pemetaan dari A ke B?
(d) Ada berapa banyak pemetaan dari B ke A?
(e) Buat suatu dugaan mengenai banyaknya pemetaan dari A ke B dengan A, B masing-
masing merupakan himpunan dengan m dan n unsur.


Diskusi 1.9 Tentukan semua bilangan rasional a, b, c sehingga f : Z → Z yang didefinisikan


melalui f (x) = ax2 + bx + c merupakan suatu pemetaan. 

1.2.2 Beberapa Pemetaan Khusus


Kita ingin memberikan perhatian khusus kepada dua jenis pemetaan f : A → B. Yang pertama
adalah pemetaan yang memetakan dua unsur berbeda di A ke dua unsur yang berbeda di B.
12 Bab 1. Materi Pendahuluan

Sedangkan yang kedua adalah pemetaan dimana setiap unsur di B memiliki pasangannya di A.
Secara formal kedua jenis pemetaan tersebut kita definisikan sebagai berikut:

Definisi 1.2.3 Misalkan f : A → B suatu pemetaan.


◦ Pemetaan f dikatakan satu-satu (injektif) jika untuk setiap a1 6= a2 di A berlaku
f (a1 ) 6= f (a2 ).
◦ Pemetaan f dikatakan pada (surjektif) jika untuk setiap b ∈ B terdapat a ∈ A sehingga
f (a) = b.
◦ Pemetaan f dikatakan satu-satu pada (bijektif) jika f sekaligus satu-satu dan pada
(injektif dan surjektif).


 Contoh 1.7 Kita akan lihat apakah beberapa pemetaan-pemetaan yang didefinisikan pada

Contoh 1.5 merupakan pemetaan injektif, surjektif atau bijektif.


Karena f (1) = a, f (2) = i, f (3) = u semuanya merupakan unsur yang berbeda di B maka f
merupakan pemetaan injektif. Perhatikan bahwa untuk b ∈ B, tidak ada unsur a ∈ A sehingga
f (a) = b. Dengan demikian f tidak surjektif.
Jika kebetulan ada mahasiswa matematika ITB yang huruf nama awalnya sebuah huruf
konsonan dan kemudian ada mahasiswa matematika ITB yang lain yang huruf nama awalnya
sebuah huruf vokal, maka h merupakan pemetaan yang surjektif. Apakah h injektif?


Diskusi 1.10 Misalkan f : R → R. Bagaimana kita bisa menentukan apakah f merupakan


satu-satu atau pada dengan melihat grafik dari f ? Buat suatu grafik fungsi
(a) fungsi f yang satu-satu tapi tidak pada.
(b) fungsi g yang pada tapi tidak satu-satu.


Diskusi 1.11 Masing-masing pemetaan f berikut merupakan pemetaan dari R ke R. Periksa


pemetaan yang mana saja yang satu-satu dan yang mana yang pada
1. f (x) = |x|
2. f (x) = sin x
3. f (x) = x3 + x


Diskusi 1.12 Apakah ada a, b, c ∈ R sehingga f (x) = ax2 + bx + c merupakan pemetaan dari
R ke R yang satu-satu? pada? 

Definisi 1.2.4 Diberikan pemetaan f : A → B dan g : B → C. Kita bisa membuat suatu


pemetaan dari A ke C dengan menggunakan pemetaan f dan g. Pemetaan baru ini kita
beri nama g ◦ f (dibaca f komposisi g) dan agar ia menjadi suatu pemetaan maka kita harus
mendeskripsikan aturan pengaitan unsur-unsur di A dengan unsur-unsur di C oleh g ◦ f . Untuk
setiap a ∈ A, pemetaan f memberikan unsur f (a) ∈ B. Karena g mengaitkan semua unsur di
B dengan suatu unsur di C, khususnya kita memiliki g( f (a)) di C. Pemetaan g ◦ f mengaitkan
a ∈ A dengan g( f (a)) ∈ C. Secara singkat kita tuliskan sebagai

(g ◦ f )(a) := g( f (a))


1.2 Pemetaan 13

Misalkan f : A → B merupakan pemetaan yang satu-satu dan pada. Kita bisa mendefinisikan
pemetaan g : B → A sebagai berikut: untuk setiap b ∈ B, karena f pada, maka terdapat a ∈ A
sehingga f (a) = b. Ada berapa unsur a ∈ A yang bersifat demikian? hanya satu! karena dengan
keinjektifan f dijamin bahwa unsur di A yang berbeda dari a akan dipetakan ke unsur di B
yang berbeda. Dengan demikian g : B → A memenuhi syarat suatu pemetaan. Dari deskripsi
di muka, untuk menentukan nilai g(b) pertama-tama kita perlu menuliskan b terlebih dahulu
sebagai b = f (a) untuk suatu a, kemudian kita definisikan g(b) := a
Sekarang dari f dan g kita peroleh fungsi g ◦ f : A → A dan f ◦ g : B → B. Perhatikan bahwa
untuk setiap a ∈ A berlaku

(g ◦ f )(a) = g( f (a)) = a (1.1)

Kesamaan terakhir diperoleh dari definisi g. Jika f memasangkan a dengan f (a), maka g akan
memasangkan f (a) dengan a, sehingga g( f (a)) = a.
Dilain pihak, misalkan b ∈ B. Karena f pada, maka ada a ∈ A sehingga f (a) = b. Menurut
definisi g berlaku

( f ◦ g)(b) = f (g(b)) = f (a) = b (1.2)

Dari kedua sifat di atas kita lihat bahwa f dan g merupakan aturan pemasangan yang
berkebalikan. Jika a dipasangkan dengan f (a) oleh f , maka g memasangkan f (a) dengan
a. Demikian juga jika g memasangkan b dengan g(b), maka f memasangkan g(b) dengan b.
Karena sifat berkebalikan ini kita katakan bahwa f dan g saling invers. Dengan kata lain f , g
saling invers jika dan hanya jika f ◦ g = iB dan g ◦ f = iA .
Jika f dan g saling invers, g kita sebut sebagai invers dari f , ditulis g = f −1 . Demikian pula
f adalah invers dari g dan bisa kita tuliskan f = g−1 .

Lema 1.2.1 Jika h, g, f berturut-turut adalah pemetaan h : C → D, g : B → C, dan f : A → B,


maka h ◦ (g ◦ f ) = (h ◦ g) ◦ f .

Diskusi 1.13 Misalkan f : R → R yang didefinisikan melalui


(
x2 , x ≥ 0
f (x) =
−x, x < 0

Periksa bahwa f satu-satu dan pada. Deskripsikan fungsi f −1 ! 

Lema 1.2.2 Misalkan g : A → B dan f : B → C suatu pemetaan.


(i) jika f , g keduanya satu-satu, f ◦ g satu-satu.
(ii) jika f , g keduanya pada, f ◦ g pada.

1.2.3 Soal-soal
1. Jika f : A → B satu-satu dan pada, tunjukkan bahwa terdapat pemetaan B → A yang juga
satu-satu pada.
2. Misalkan f : A → B dan g : B → C adalah pemetaan.
(a) Jika f dan g satu-satu, tunjukkan bahwa g ◦ f juga satu-satu
(b) Jika f dan g pada, tunjukkan bahwa g ◦ f juga pada
(c) Jika g ◦ f satu-satu, yang manakah diantara f dan g yang satu-satu?
(d) Jika g ◦ f pada, yang manakah diantara f dan g yang juga pada?
14 Bab 1. Materi Pendahuluan

3. Berikan contoh pemetaan f : A → A (jika ada) dengan banyaknya anggota A berhingga


dan bersifat:
(a) pada tapi tidak satu-satu
(b) satu-satu tapi tidak pada
4. Berikan contoh pemetaan f : A → A (jika ada) dengan banyaknya anggota A berhingga
dan bersifat:
(a) pada tapi tidak satu-satu
(b) satu-satu tapi tidak pada
5. Misalkan f : A → B pada. Jika g : B → C dan h : B → C adalah pemetaan yang memenuhi
g ◦ f = h ◦ f , buktikan bahwa g = h.
6. Misalkan f : B → C satu-satu. Jika g : A → B dan h : A → B memenuhi f ◦ g = f ◦ h,
buktikan bahwa g = h.

1.2.4 Kardinalitas Himpunan


Suatu himpunan A beranggotakan n unsur kalau semua unsurnya bisa kita labeli dengan bilangan
1, 2, . . . , n, yakni yang kita bisa katakan yang mana unsur yang pertama, kedua, ketiga dan
seterusnya sampai ke yang n. Dengan kata lain himpunan A beranggotakan n unsur jika terdapat
pemetaan yang satu-satu pada f : {1, 2, . . . , n} → A. Mengapa satu-satu? karena kita ingin label
yang berbeda diperuntukkan untuk dua unsur A yang berbeda. Mengapa pada? karena setiap
unsur di A punya label!
Diskusi 1.14 Buat definisi dari himpunan hingga dan himpunan takberhingga. 

Ketika A mempunyai takberhingga banyaknya anggota, konsep banyaknya anggota menjadi


sedikit problematis. Apakah cukup kita katakan bahwa banyaknya anggota dari A tak berhingga
banyaknya? Bagaimana jika kita mempunya dua himpunan yang sama-sama memiliki takber-
hingga banyak anggota. Apakah kita bisa serta merta mengatakan bahwa keduanya mempunyai
banyak anggota yang sama? Apakah himpunan N dan N ∪ {0} mempunyai banyak anggota
yang sama atau yang terakhir lebih banyak dari yang pertama? Keduanya jelas mengandung tak
berhingga banyaknya unsur dan mungkin kita bisa berhenti saja sampai taraf itu. Akan tetapi kita
bisa menanyakan lebih lanjut, meski dua buah himpunan mempunyai takberhingga banyaknya
unsur bisa kah kita menciptakan suatu konsep yang bisa membedakan tingkat ketakberhinggaan?
Secara intuitif kita menduga bahwa banyaknya anggota R jauh lebih banyak dari banyaknya
anggota N. Tapi bagaimana kita mengukurnya?
Alih-alih kita memberikan ukuran tertentu yang bisa membedakan tingkat ketakhinggaan,
kita akan mendefinisikan kapan dua buah himpunan kita katakan mempunyai “banyak anggota”
yang sama. Misalkan kita punya himpunan A yang berisi sejumlah orang dan himpunan B yang
berisi sejumlah kursi. Kita bisa mengatakan bahwa banyaknya anggota A sama dengan B jika
kita bisa membuat masing-masing orang di A menduduki kursi di B sehingga tidak ada kursi di
B yang kosong. Tapi ini bisa kita lihat sebagai aturan pemasangan orang dengan kursi, yakni
pemetaaan A −→ B yang satu-satu dan pada. Kita akan gunakan konsep ini untuk mengatakan
dua himpunan mempunyai banyak anggota yang sama.

Definisi 1.2.5 Himpunan A dan B kita katakan mempunyai kardinalitas (banyaknya anggota)
yang sama jika terdapat pemetaan f : A → B yang satu-satu dan pada. Kardinalitas dari
himpunan A kita notasikan dengan |A|. 

Kita akan mencoba menggunakan definisi di atas untuk melihat apakah N dan N ∪ {0}
mempunyai kardinalitas yang sama.
 Contoh 1.8 Lorong pada hotel Hilbert sisi-sisinya memuat hotel sebanyak |N| yang diberi
1.2 Pemetaan 15

nomor 1, 2, 3, . . .. Suatu waktu datanglah tamu sebanyak |N ∪ {0}|. Kita bisa membuat masing-
masing tamu mendapatkan kamar dengan cara berikut. Pertama |N| orang dari tamu tersebut
kita minta untuk menempati |N| kamar yang tersedia. Bagaimana dengan sisa tamu yang satu
orang, dimana ia harus kita tempatkan? Mudah! Kita minta ia untuk menempati kamar pertama.
Tamu sebelumnya yang mengisi kamar tersebut kita minta pindah ke kamar 2, tamu dari kamar 2
pindah ke kamar 3. Begitu kita lakukan seterusnya sehingga untuk setiap n tamu yang tadinya
mengisi kamar ke-n pindah ke kamar-n + 1. Dengan cara ini kita berhasil memberikan kamar
kepada setiap orang.
Yang kita lakukan di atas bisa kita nyatakan dalam bahasa pemetaan. Pemetaan yang
kita gunakan untuk menunjukkan |N| = |N ∪ {0}| adalah pemetaan f : N ∪ {0} → N yang
didefinisikan melalui f (x) = x + 1. Pemetaan ini pada karena setiap kali kita mengambil unsur
n ∈ N maka n − 1 ∈ N ∪ {0} dan

f (n − 1) = (n − 1) + 1 = n.

Pemetaan f juga satu-satu, karena jika f (x) = f (y) maka x + 1 = y + 1, yang berakibat x = y. 

Lema 1.2.3 Misalkan A mempunyai kardinalitas yang sama dengan B dan B mempunyai
kardinalitas yang sama dengan C, maka A mempunyai kardinalitas yang sama dengan C.

 Contoh 1.9 Akan ditunjukkan bahwa |Z| = |N|. Idenya sebagai berikut: kita pecah bilangan
bulat menjadi bilangan bulat negatif dan tak negatif. Pembagian ini membuat kita memiliki dua
himpunan yang masing-masing beranggotakan sebanyak |N|. Untuk melabeli kedua himpunan ini
kita juga perlu memecah N ke dalam himpunan yang masing-masingnya mempunyai kardinalitas
|N|. Sebagai contoh kita bisa melakukannya dengan memecah N ke dalam bilangan asli genap
dan bilangan asli ganjil. Dari sini kita bisa melabeli bilangan negatif dengan bilangan asli ganjil
dan bilangan tak negatif dengan bilangan asli genap.

Label 1 3 5 7 ··· Label 2 4 6 8 ···


Bil. bulat negatif -1 -2 -3 -4 ··· Bil. bulat tak negatif 0 1 2 3 ···

Dari tabel di atas, kita bisa membuat pemetaan f : Z → N yang satu-satu pada melalui
pendefinisian berikut
(
− n+1 jika n ganjil
f (n) := n 2
2 −1 jika n genap


Diskusi 1.15 Tunjukkan bahwa pemetaan f pada contoh di atas bersifat satu-satu pada. 

Definisi 1.2.6 Suatu himpunan A disebut sebagai himpunan terbilang jika A mempunyai
berhingga banyak anggota atau A mempunyai kardinalitas yang sama dengan N 

Lema 1.2.4 Misalkan X ⊆ N dan X takberhingga. Maka X terbilang.

Bukti. Misalkan x1 adalah unsur terkecil dari X. Berikutnya namakan unsur terkecil dari X\{x1 }
sebagai x2 . Secara umum, setelah kita mendapatkan x1 , . . . , xm , karena X himpunan takberhingga
maka X\{x1 , . . . , xm } 6= 0.
/ Sekarang definisikan xm+1 sebagai unsur terkecil di X\{x1 , . . . , xm }.
Perhatikan bahwa xm+1 6= xm dan xm+1 ∈ X\{x1 , . . . , xm−1 }. Karena xm merupakan unsur terkecil
16 Bab 1. Materi Pendahuluan

di X\{x1 , . . . , xm−1 } maka haruslah xm < xm+1 . Akibatnya barisan x1 , x2 , x3 , . . . merupakan


barisan yang monoton naik.
Definisikan f : N → X melalui f (n) = xn . Misalkan s,t ∈ N yang berbeda. Tanpa mengurangi
keumuman, kita bisa asumsikan s < t. Karena barisan x1 , x2 , x3 , . . . monoton naik maka xs < xt .
Jadi f satu-satu. Sekarang ambil sembarang x ∈ X. Tinjau m terbesar sehingga xm < x (mengapa
ada m yg demikian?). Karena x ∈ X\{x1 , . . . , xm } maka xm+1 ≤ x. Karena m adalah indeks
terbesar sehingga xm < x, maka xm+1 < x. Jadi haruslah xm+1 = x dan f (m + 1) = xm+1 = x. Ini
menunjukkan bahwa f pada. 

Diskusi 1.16 Misalkan A terbilang dan B ⊆ A. Buktikan bahwa B terbilang. 

Diskusi 1.17 (a) Misalkan f : A → N injektif. Buktikan bahwa A terbilang.


(b) Misalkan g : N → B surjektif. Tunjukkan bahwa B terbilang.


Diatas kita telah menunjukkan bahwa Z merupakan himpunan yang terbilang. Bagaimana
dengan Q?
Karena ada takberhingga banyaknya bilangan rasional diantara dua bilangan asli yang beru-
rutan, intuisi kita mungkin mengatakan pastilah kardinalitas Q jauh lebih besar dari kardinalitas
N dan mungkin kita cenderung untuk mengatakan bahwa Q tidak terbilang. Tapi hal tersebut
tidak benar, seperti yang akan kita tunjukkan di bawah.

Lema 1.2.5 N × N terbilang

Diskusi 1.18 Tunjukkan bahwa f : N × N → N yang didefinisikan melalui f (m, n) = 2m · 3n


injektif. Simpulkan bahwa Lema 1.2.5 berlaku. 

Teorema 1.2.6 Q terbilang.

Diskusi 1.19 Buat suatu pemetaan surjektif dari Z × N ke Q. Dengan menggunakan lemma
dan fakta lainnya (jika perlu) buktikan Teorema 1.2.6. 

Pertanyaan alamiah berikutnya adalah apakah A ⊆ R sehingga A tidak terbilang? Pada lema
berikut kita punya contoh suatu himpunan yang tidak terbilang dan dari hasil tersebut kita bisa
mendapatkan himpunan-himpunan tak terbilang lainnya.

Lema 1.2.7 (0, 1) tidak terbilang.

Bukti. Kita akan berikan sketsa pembuktian dari Lema ini. Perhatikan bahwa setiap bilangan
a ∈ (0, 1) dapat dituliskan dengan menggunakan notasi desimal 0, a1 a2 · · · an · · · . Sekarang
andaikan bahwa (0, 1) terbilang. Maka kita bisa mendaftarkan/mencacah semua unsur di (0, 1)
1.2 Pemetaan 17

dengan unsur di N. Misalkan kita tuliskan semua unsur di (0, 1) sebagai berikut:

0, d11 d12 · · · d1n · · ·


0, d21 d22 · · · d2n · · ·
..
.
0, dn1 dn2 · · · dnn · · ·
..
.

Definisikan x = 0, a1 a2 · · · an · · · sebagai berikut. Pilih a1 6∈ {0, 9} (untuk memastikan bahwa


x bukan 0, 0000 · · · ataupun 0, 9999 · · · yang keduanya tidak di (0, 1))dan a1 6= d11 . Berikutnya
a2 6= d22 , a3 6= d33 dan secara umum an 6= dnn .
Kerjakan pertanyaan berikut untuk melengkapi bukti. 

Diskusi 1.20 Tunjukkan bahwa x tidak termuat diantara

0, d11 d12 · · · d1n · · ·


0, d21 d22 · · · d2n · · ·
..
.
0, dn1 dn2 · · · dnn · · ·
..
.

Apa yang bisa kita simpulkan dari sana? 

1.2.5 Soal-soal
1. Tunjukkan bahwa interval (0, 1) dan interval [0, 1] mempunyai kardinalitas yang sama.
2. Tunjukkan bahwa interval (0, 1) dan R mempunyai kardinalitas yang sama.
3. Pada soal ini kita akan memberikan suatu pemetaan eksplisit dari N × N ke N. Pertama
kita akan susun unsur-unsur di N × N sebagai berikut

Baris ke-1: (1,1)


Baris ke-2: (1,2) (2,1)
Baris ke-3: (1,3) (2,2) (3,1)
Baris ke-4: (1,4) (2,3) (3,2) (4,1)
Baris ke-5: (1,5) (2,4) (3,3) (4,2) (5,1)

(a) Jelaskan bagaimana unsur-unsur di N × N disusun dalam piramida bilangan di atas.


Buktikan juga bahwa jika penyusunan dilanjutkan maka setiap unsur di N × N akan
muncul pada piramida bilangan.
(b) Kita buat pemetaan f : N × N dengan cara mencacah bilangan-bilangan pada piramid
18 Bab 1. Materi Pendahuluan

mulai dari baris teras dan kemudian bergerakd dari kiri ke kanan sebagai berikut:

(1, 1) 7→ 1
(1, 2) 7→ 2
(2, 1) 7→ 3
(1, 3) 7→ 4
(2, 2) 7→ 5
(3, 1) 7→ 6
.. .. ..
. . .

Berikan formulan untuk f (m, n) secara eksplisit.


(c) Tunjukkan bahwa f : N × N → N yang diberikan oleh formula eksplisit di atas
merupakan fungsi yang satu-satu pada.
4. Kita katakan kardinalitas A lebih kecil dari kardinalitas B, ditulis |A| < |B| jika terdapat
pemetaan injektif f : A → B tetapi tidak ada pemetaan surjektif g : A → B. Diberikan suatu
himpunan takberhingga X. Definisikan himpunan kuasa dari X, ditulis P(X) sebagai
koleksi semua himpunan bagian dari X. Kita akan tunjukkan bahwa |X| < |P(X)|.
(a) Definisikan suatu pemetaan injektif dari X ke P(X).
(b) Andaikan g : X → P(X) surjektif. Diberikan x ∈ X. Perhatikan bahwa g(x) meru-
pakan suatu himpunan bagian dari X. Ada dua kemungkinan tentang x, bisa jadi
x ∈ g(x) dan bisa pula x 6∈ g(x).
i. Tunjukkan bahwa tidak mungkin untuk setiap x ∈ X berlaku x ∈ g(x). Dengan
demikian Y = {y ∈ X | y 6∈ g(y)} bukan merupakan himpunan kosong.
ii. Karena Y ∈ P(X) dan g surjektif maka terdapat z ∈ X sehingga g(z) = Y .
Tunjukkan bahwa z mempunyai suatu sifat yang kontradiktif dan simpulkan
bahwa tidak ada pemetaan surjektif dari X ke P(X).
(c) Tunjukkan bahwa

|X| < |P(X)| < |P (P(X)) | < · · ·

Dari barisan di atas, khususnya kita bisa simpulkan bahwa ada takberhingga banyaknya
jenis ketakberhinggaan.

Anda mungkin juga menyukai