1. Materi Pendahuluan
Contoh 1.1 Misalkan A = {bilangan bulat kelipatan 5} dan B = { bilangan bulat kelipatan 6}.
Definisikan C := {a + b | a ∈ A dan b ∈ B}. Apakah 1 merupakan unsur di C?
Pada penulisan deskripsi keanggotaan C disitu disebutkan bahwa sebuah bilangan x merupakan
anggota C jika kita menuliskan bilangan x tersebut sebagai penjumlahan dari suatu unsur di A
dan suatu unsur di B. Pertanyaan apakah 1 merupakan unsur di C bisa kita tulis ulang sebagai
pertanyaan apakah 1 = a + b mempunyai solusi dengan a ∈ A dan b ∈ B? Perhatikan bahwa
−5 ∈ A dan 6 ∈ B dan lebih lanjut bahwa 1 = −5 + 6. Dengan demikian 1 ∈ C.
bukan merupakan anggota dari A.. Sebagai contoh kita ketahui bahwa N ⊆ Z ⊆ Q ⊆ R.
Ketika dua himpunan A dan B merupakan himpunan yang sama, setiap unsur di A merupakan
unsur di B dan setiap unsur di B merupakan unsur di A. Dengan demikian pernyataan bahwa
A = B setara nilainya dengan pernyataan bahwa A ⊆ B dan B ⊆ A.
Contoh 1.2 Misalkan A, B dan C adalah himpunan yang didefinisikan pada Contoh1.1. Akan
ditunjukkan bahwa C = Z dengan menunjukkan bahwa C ⊆ Z dan Z ⊆ C.
Untuk menunjukkan C ⊆ Z kita harus menunjukkan bahwa setiap unsur di C juga merupakan
unsur di Z. Hal ini cukup jelas karena menurut deskripsi keanggotaan C setiap unsur di C
merupakan bilangan bulat.
Sebaliknya kita akan tunjukkan bahwa Z ⊆ C. Ambil n ∈ Z. Ingat bahwa 1 = (−5) + 6
dan akibatnya n = (−5n) + 6n dan berdasarkan definisi, −5n = 5(−n) ∈ A dan 6n ∈ B. Dengan
demikian n dapat dituliskan sebagai penjumlahan suatu unsur di A dan suatu unsur di B. Ini
menunjukkan bahwa n ∈ C. Jadi Z ⊆ C.
Diskusi 1.3 Untuk setiap A 6= 0/ yang merupakan himpunan bagian dari R, definisikan A(2) :=
{a + b : a, b ∈ A}.
(a) Untuk A = {1, 2, 3}, tentukan himpunan A(2) .
(b) Jika A ⊆ B, apakah A(2) ⊆ B(2) ?
(c) Berikan contoh himpunan A dan B dengan A 6⊆ B, tetapi A(2) ⊆ B(2) .
(d) Cari suatu himpunan A ⊂ Z sedemikian sehingga A(2) = Z.
Contoh 1.4 Kemampuan untuk bisa mengenali bahwa suatu himpunan merupakan subhim-
punan dari himpunan lainnya harus dikuasai tidak hanya untuk himpunan yang konkrit yang
deskripsi keanggotaannya cukup jelas. Kita juga harus mampu memverifikasi hal tersebut untuk
himpunan yang tak konkrit. Misalnya adalah ketika kita menunjukkan kesamaan antara dua
himpunan yang abstrak.
Misalkan kita ingin menunjukkan bahwa A\(B ∩C) = (A\B) ∪ (A\C). Akan kita tunjukkan
pernyataan ini dengan menunujukkan bahwa kedua ruas saling subset, yaitu himpunan di ruas
kiri merupakan himpunan bagian di ruas kanan dan himpunan di ruas kanan juga himpunan
bagian dari himpunan di ruas kiri.
Misalkan x ∈ A\(B ∩C). Kita akan tunjukkan bahwa x ∈ A\B atau x ∈ A\C. Jika x ∈ A\B
kita selesai. Jika x 6∈ A\B, mengingat x ∈ A maka haruslah x ∈ B (karena jika tidak x ∈ A\B).
Tapi karena x 6∈ B ∩C maka x 6∈ C (mengapa?). Jadi x ∈ A\C. Dengan demikian A\(B ∩C) ⊆
(A\B) ∪ (A\C).
Untuk bukti bahwa ruas kanan merupakan subhimpunan dari ruas kiri pada contoh di atas
diserahkan kepada pembaca sebagai latihan. Tunjukkan kepada teman anda bukti yang anda buat
dan minta masukkan bagian mana yang kurang jelas. Dengan masukkan yang diberikan tulis
ulang bukti anda dan coba minta masukkan dari teman anda yang lain. Anda akan menemukan
bahwa apa yang anda pikir sudah jelas ternyata tidak cukup jelas bagi orang lain. Ingat anda
menulis bukti adalah untuk bisa meyakinkan orang lain.
1.1.3 Soal-soal
1. Buktikan pernyataan berikut
(a) A ∩ B ⊆ A.
(b) A ⊆ A ∪ B.
(c) Jika A ⊆ B maka A ∩ B = A.
(d) Jika A ⊆ B maka A ∪ B = B.
(e) A ∩ A = A.
(f) A ∪ A = A.
2. Buktikan bahwa
(a) A\B = A\(A ∩ B).
(b) Jika A ⊆ B maka A\C ⊆ B\C.
(c) (A\B) ∪ (B\A) = (A ∪ B)\(A ∩ B).
3. Tunjukkan bahwa
(a) A ∩ (B ∪C) = (A ∩ B) ∪ (A ∩C).
(b) A ∪ (B ∩C) = (A ∪ B) ∩ (A ∪C).
4. Buktikan atau sangkal pernyataan berikut
(a) (A × B) ∩ (C × D) = (A ∩C) × (B ∩ D).
(b) (A × B) ∪ (C × D) = (A ∪C) × (B ∪ D).
5. Misalkan C ⊆ A dan D ⊆ B. Apakah (A × B)\(C × D) = (A\C) × (B\D)?
6. Pada awal perkembangan teori himpunan diyakini bahwa koleksi apapun yang anggota-
anggotanya dapat dideskripsikan, merupakan himpunan. Akan tetapi matematikawan
Bertrand Russel, menunjukkan bahwa jika kita memperbolehkan pendefinisian himpunan
seperti itu akan timbul suatu paradoks. Tinjau koleksi semua himpunan yang bukan
10 Bab 1. Materi Pendahuluan
1.2 Pemetaan
1.2.1 Pendefinisian Pemetaan
Dalam banyak situasi kita ingin memberikan atribut terhadap anggota-anggota suatu himpunan.
Misalkan untuk himpunan
kepada masing-masing anggotanya kita ingin memberikan atribut usia atau misalkan atribut
nomor mahasiswa. Dalam hal ini pemberian atribut ini bisa dipandang sebagai pengaitan setiap
unsur di M dengan suatu bilangan asli.
Kita bisa meninjau situasi ini sebagai pemasangan antara masing-masing unsur di M dengan
suatu bilangan asli yang menyatakan usianya. Untuk menyatakan pemasangan ini kita bisa
menggunakan diagram anak panah, misalnya
Ahmad → 19
Nina → 20
Ani → 19
Bobby → 22
.. ..
. .
Kita bisa memperumum situasi ini. Diberikan dua buah himpunan A dan B, kita beri aturan
bagaimana kita memasangkan masing-masing dari unsur di A dengan suatu unsur di B. Karena
kita bisa memberikan beragam aturan pemasangan, untuk membedakan bermacam-macam aturan
pemasangan ini kita berikan nama kepada cara kita memasangkan unsur-unsur di A dengan unsur-
unsur di B. Aturan pemasangan f yang memasangkan unsur-unsur di A dengan unsur-unsur di B,
ditulis f : A → B. Jika a ∈ A, unsur di B yang dipasangkan dengan a ini kita nyatakan dengan
f (a). Sebagai contoh, alih-alih menggunakan anak panah, jika A = {Ahmad, Nina, Ani, Bobby},
B = N dan f : A → B adalah aturan yang memasangkan masing-masing unsur di A dengan usianya,
kita bisa tuliskan
f (Ahmad) = 19
f (Nina) = 20
f (Ani) = 19
f (Bobby) = 22
Salah satu cara pendefinisian suatu pemetaan f : A → B, adalah dengan mendaftarkan pemasan-
gan semua unsur di A dengan di B seperti yang kita lihat pada contoh sebelum definisi di atas.
Cara lain adalah dengan memberikan deskripsi atau formula pemasangan dari f . Untuk lebih
jelasnya kita lihat contoh-contoh berikut:
Contoh 1.5 Misalkan A = {1, 2}, B = {a, b, · · · , z},C = {Mahasiswa Matematika ITB} Berikut
ini merupakan contoh-contoh pemetaan:
◦ f : A → B dengan f (1) = a dan f (2) = c
◦ g : C → B dengan g adalah pemetaan yang mengkaitkan masing-masing mahasiswa dengan
huruf awal namanya.
◦ h : B → A dengan h memetakan semua huruf vokal ke 1 dan memetakan semua huruf
konsonan ke 2.
Contoh 1.6 Salah satu jenis pemetaan yang sudah kita kenal dengan cukup baik adalah
pemetaan yang didefinisikan dengan menggunakan formula. Sebagai contoh pemetaan f : N → R
√
yang didefinisikan dengan formula f (x) = x mempunyai arti bahwa unsur apapun yang kita
ambil√di N kita pasangkan dengan akarnya di R. Sebagai contoh f memetakan
√ 4 ke 2, memetakan
5 ke 5 dan seterusnya. Atau bisa kita tuliskan f (4) = 2, f (5) = 5 dan seterusnya.
Definisi 1.2.2 Pemetaan dari suatu himpunan A ke A yang mengaitkan setiap unsur di
himpunan tersebut dengan dirinya sendiri disebut pemetaan identitas. Kita gunakan notasi iA
untuk fungsi iA : A → A yang memenuhi iA (a) = a untuk setiap a ∈ A.
Sedangkan yang kedua adalah pemetaan dimana setiap unsur di B memiliki pasangannya di A.
Secara formal kedua jenis pemetaan tersebut kita definisikan sebagai berikut:
Contoh 1.7 Kita akan lihat apakah beberapa pemetaan-pemetaan yang didefinisikan pada
Diskusi 1.12 Apakah ada a, b, c ∈ R sehingga f (x) = ax2 + bx + c merupakan pemetaan dari
R ke R yang satu-satu? pada?
(g ◦ f )(a) := g( f (a))
1.2 Pemetaan 13
Misalkan f : A → B merupakan pemetaan yang satu-satu dan pada. Kita bisa mendefinisikan
pemetaan g : B → A sebagai berikut: untuk setiap b ∈ B, karena f pada, maka terdapat a ∈ A
sehingga f (a) = b. Ada berapa unsur a ∈ A yang bersifat demikian? hanya satu! karena dengan
keinjektifan f dijamin bahwa unsur di A yang berbeda dari a akan dipetakan ke unsur di B
yang berbeda. Dengan demikian g : B → A memenuhi syarat suatu pemetaan. Dari deskripsi
di muka, untuk menentukan nilai g(b) pertama-tama kita perlu menuliskan b terlebih dahulu
sebagai b = f (a) untuk suatu a, kemudian kita definisikan g(b) := a
Sekarang dari f dan g kita peroleh fungsi g ◦ f : A → A dan f ◦ g : B → B. Perhatikan bahwa
untuk setiap a ∈ A berlaku
Kesamaan terakhir diperoleh dari definisi g. Jika f memasangkan a dengan f (a), maka g akan
memasangkan f (a) dengan a, sehingga g( f (a)) = a.
Dilain pihak, misalkan b ∈ B. Karena f pada, maka ada a ∈ A sehingga f (a) = b. Menurut
definisi g berlaku
Dari kedua sifat di atas kita lihat bahwa f dan g merupakan aturan pemasangan yang
berkebalikan. Jika a dipasangkan dengan f (a) oleh f , maka g memasangkan f (a) dengan
a. Demikian juga jika g memasangkan b dengan g(b), maka f memasangkan g(b) dengan b.
Karena sifat berkebalikan ini kita katakan bahwa f dan g saling invers. Dengan kata lain f , g
saling invers jika dan hanya jika f ◦ g = iB dan g ◦ f = iA .
Jika f dan g saling invers, g kita sebut sebagai invers dari f , ditulis g = f −1 . Demikian pula
f adalah invers dari g dan bisa kita tuliskan f = g−1 .
1.2.3 Soal-soal
1. Jika f : A → B satu-satu dan pada, tunjukkan bahwa terdapat pemetaan B → A yang juga
satu-satu pada.
2. Misalkan f : A → B dan g : B → C adalah pemetaan.
(a) Jika f dan g satu-satu, tunjukkan bahwa g ◦ f juga satu-satu
(b) Jika f dan g pada, tunjukkan bahwa g ◦ f juga pada
(c) Jika g ◦ f satu-satu, yang manakah diantara f dan g yang satu-satu?
(d) Jika g ◦ f pada, yang manakah diantara f dan g yang juga pada?
14 Bab 1. Materi Pendahuluan
Definisi 1.2.5 Himpunan A dan B kita katakan mempunyai kardinalitas (banyaknya anggota)
yang sama jika terdapat pemetaan f : A → B yang satu-satu dan pada. Kardinalitas dari
himpunan A kita notasikan dengan |A|.
Kita akan mencoba menggunakan definisi di atas untuk melihat apakah N dan N ∪ {0}
mempunyai kardinalitas yang sama.
Contoh 1.8 Lorong pada hotel Hilbert sisi-sisinya memuat hotel sebanyak |N| yang diberi
1.2 Pemetaan 15
nomor 1, 2, 3, . . .. Suatu waktu datanglah tamu sebanyak |N ∪ {0}|. Kita bisa membuat masing-
masing tamu mendapatkan kamar dengan cara berikut. Pertama |N| orang dari tamu tersebut
kita minta untuk menempati |N| kamar yang tersedia. Bagaimana dengan sisa tamu yang satu
orang, dimana ia harus kita tempatkan? Mudah! Kita minta ia untuk menempati kamar pertama.
Tamu sebelumnya yang mengisi kamar tersebut kita minta pindah ke kamar 2, tamu dari kamar 2
pindah ke kamar 3. Begitu kita lakukan seterusnya sehingga untuk setiap n tamu yang tadinya
mengisi kamar ke-n pindah ke kamar-n + 1. Dengan cara ini kita berhasil memberikan kamar
kepada setiap orang.
Yang kita lakukan di atas bisa kita nyatakan dalam bahasa pemetaan. Pemetaan yang
kita gunakan untuk menunjukkan |N| = |N ∪ {0}| adalah pemetaan f : N ∪ {0} → N yang
didefinisikan melalui f (x) = x + 1. Pemetaan ini pada karena setiap kali kita mengambil unsur
n ∈ N maka n − 1 ∈ N ∪ {0} dan
f (n − 1) = (n − 1) + 1 = n.
Pemetaan f juga satu-satu, karena jika f (x) = f (y) maka x + 1 = y + 1, yang berakibat x = y.
Lema 1.2.3 Misalkan A mempunyai kardinalitas yang sama dengan B dan B mempunyai
kardinalitas yang sama dengan C, maka A mempunyai kardinalitas yang sama dengan C.
Contoh 1.9 Akan ditunjukkan bahwa |Z| = |N|. Idenya sebagai berikut: kita pecah bilangan
bulat menjadi bilangan bulat negatif dan tak negatif. Pembagian ini membuat kita memiliki dua
himpunan yang masing-masing beranggotakan sebanyak |N|. Untuk melabeli kedua himpunan ini
kita juga perlu memecah N ke dalam himpunan yang masing-masingnya mempunyai kardinalitas
|N|. Sebagai contoh kita bisa melakukannya dengan memecah N ke dalam bilangan asli genap
dan bilangan asli ganjil. Dari sini kita bisa melabeli bilangan negatif dengan bilangan asli ganjil
dan bilangan tak negatif dengan bilangan asli genap.
Dari tabel di atas, kita bisa membuat pemetaan f : Z → N yang satu-satu pada melalui
pendefinisian berikut
(
− n+1 jika n ganjil
f (n) := n 2
2 −1 jika n genap
Diskusi 1.15 Tunjukkan bahwa pemetaan f pada contoh di atas bersifat satu-satu pada.
Definisi 1.2.6 Suatu himpunan A disebut sebagai himpunan terbilang jika A mempunyai
berhingga banyak anggota atau A mempunyai kardinalitas yang sama dengan N
Bukti. Misalkan x1 adalah unsur terkecil dari X. Berikutnya namakan unsur terkecil dari X\{x1 }
sebagai x2 . Secara umum, setelah kita mendapatkan x1 , . . . , xm , karena X himpunan takberhingga
maka X\{x1 , . . . , xm } 6= 0.
/ Sekarang definisikan xm+1 sebagai unsur terkecil di X\{x1 , . . . , xm }.
Perhatikan bahwa xm+1 6= xm dan xm+1 ∈ X\{x1 , . . . , xm−1 }. Karena xm merupakan unsur terkecil
16 Bab 1. Materi Pendahuluan
Diatas kita telah menunjukkan bahwa Z merupakan himpunan yang terbilang. Bagaimana
dengan Q?
Karena ada takberhingga banyaknya bilangan rasional diantara dua bilangan asli yang beru-
rutan, intuisi kita mungkin mengatakan pastilah kardinalitas Q jauh lebih besar dari kardinalitas
N dan mungkin kita cenderung untuk mengatakan bahwa Q tidak terbilang. Tapi hal tersebut
tidak benar, seperti yang akan kita tunjukkan di bawah.
Diskusi 1.19 Buat suatu pemetaan surjektif dari Z × N ke Q. Dengan menggunakan lemma
dan fakta lainnya (jika perlu) buktikan Teorema 1.2.6.
Pertanyaan alamiah berikutnya adalah apakah A ⊆ R sehingga A tidak terbilang? Pada lema
berikut kita punya contoh suatu himpunan yang tidak terbilang dan dari hasil tersebut kita bisa
mendapatkan himpunan-himpunan tak terbilang lainnya.
Bukti. Kita akan berikan sketsa pembuktian dari Lema ini. Perhatikan bahwa setiap bilangan
a ∈ (0, 1) dapat dituliskan dengan menggunakan notasi desimal 0, a1 a2 · · · an · · · . Sekarang
andaikan bahwa (0, 1) terbilang. Maka kita bisa mendaftarkan/mencacah semua unsur di (0, 1)
1.2 Pemetaan 17
dengan unsur di N. Misalkan kita tuliskan semua unsur di (0, 1) sebagai berikut:
1.2.5 Soal-soal
1. Tunjukkan bahwa interval (0, 1) dan interval [0, 1] mempunyai kardinalitas yang sama.
2. Tunjukkan bahwa interval (0, 1) dan R mempunyai kardinalitas yang sama.
3. Pada soal ini kita akan memberikan suatu pemetaan eksplisit dari N × N ke N. Pertama
kita akan susun unsur-unsur di N × N sebagai berikut
mulai dari baris teras dan kemudian bergerakd dari kiri ke kanan sebagai berikut:
(1, 1) 7→ 1
(1, 2) 7→ 2
(2, 1) 7→ 3
(1, 3) 7→ 4
(2, 2) 7→ 5
(3, 1) 7→ 6
.. .. ..
. . .
Dari barisan di atas, khususnya kita bisa simpulkan bahwa ada takberhingga banyaknya
jenis ketakberhinggaan.