Anda di halaman 1dari 8

TELAAH ARTIKEL

MENGONTRUKSI RUANG IDENTITAS FENOMENA


HUBUNGAN ADAT,ISLAM DAN NEGARA DI SUMATERA
BARAT 1999-2009

DISUSUN OLEH :

AMANDA ISMI

21046166

PEDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1
Identitas merupakan konsep yang kompleks dan selalu berubah. Identitas dapat
didefinisikan sebagai cara seseorang atau kelompok memahami dirinya sendiri.
Identitas dapat terbentuk dari berbagai faktor, termasuk adat, agama, dan negara.

Di Sumatera Barat, adat, Islam, dan negara merupakan tiga elemen yang saling
terkait erat dalam membentuk identitas masyarakat. Adat merupakan sistem nilai
dan norma yang mengatur kehidupan masyarakat Minangkabau. Islam merupakan
agama mayoritas di Sumatera Barat. Negara merupakan institusi yang berkuasa di
Sumatera Barat.

Pasca-Reformasi 1998, hubungan antara adat, Islam, dan negara di Sumatera


Barat mengalami perubahan. Adat dan Islam semakin menguat, sementara
pengaruh negara semakin melemah. Perubahan ini dipicu oleh berbagai faktor,
termasuk demokratisasi, desentralisasi, dan globalisasi.

Perubahan hubungan antara adat, Islam, dan negara di Sumatera Barat telah
berdampak pada pembentukan ruang identitas masyarakat. Ruang identitas
merupakan wilayah di mana seseorang atau kelompok dapat mengekspresikan
identitasnya. Perubahan ruang identitas ini telah menimbulkan berbagai tantangan
dan peluang bagi masyarakat Sumatera Barat.

1
Pengantar Instruksi Walikota Padang, Nomor 451.465/Binsos-III/2005.
BAB II

HASIL TELAAH / REVIEW

Pasca-Reformasi 1998, adat dan Islam semakin menguat di Sumatera


Barat, sementara pengaruh negara semakin melemah. Perubahan ini dipicu oleh
berbagai faktor, termasuk demokratisasi, desentralisasi, dan globalisasi.

Demokratisasi telah memberikan ruang bagi masyarakat untuk


mengekspresikan identitasnya secara lebih beragam. Desentralisasi telah
memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur urusan pemerintahannya
sendiri, termasuk urusan adat dan agama. Globalisasi telah membawa berbagai
pengaruh, termasuk pengaruh budaya Barat, yang telah mendorong masyarakat
untuk mengekspresikan identitasnya secara lebih beragam.

Perubahan hubungan antara adat, Islam, dan negara telah mengarah pada
pembentukan ruang identitas yang lebih cair dan dinamis. Ruang identitas ini
memberikan peluang bagi masyarakat untuk mengekspresikan identitasnya secara
lebih beragam, termasuk identitas adat, identitas agama, dan identitas lokal.

Ruang identitas yang cair dan dinamis juga menimbulkan berbagai


tantangan, seperti potensi konflik dan disintegrasi. Konflik dapat terjadi jika ada
perbedaan yang tidak dapat diselesaikan antara berbagai identitas yang saling
bersaing. Disintegrasi dapat terjadi jika identitas-identitas tersebut tidak dapat
diintegrasikan ke dalam suatu sistem yang koheren.Pada periode tersebut,
Sumatera Barat mengalami perubahan politik yang signifikan. Pasca-reformasi,
Sumatera Barat mengalami demokratisasi yang ditandai dengan adanya
kebebasan berpendapat dan berekspresi. Perubahan politik ini juga berdampak
pada hubungan antara adat, Islam, dan negara.

Dalam artikel ini, Yudhi Andoni menganalisis fenomena hubungan antara


adat, Islam, dan negara di Sumatera Barat dengan menggunakan perspektif teori
konflik. Teori konflik melihat bahwa masyarakat terdiri dari berbagai kelompok
sosial yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Konflik dapat terjadi ketika
kelompok-kelompok sosial tersebut bersaing untuk mendapatkan sumber daya
yang terbatas.Dalam konteks Sumatera Barat, Yudhi Andoni melihat bahwa
konflik antara adat, Islam, dan negara terjadi karena adanya perbedaan
kepentingan antara ketiga kelompok tersebut. Adat, Islam, dan negara memiliki
pandangan yang berbeda-beda tentang nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat.

Pada periode 1999-2009, adat dan Islam menjadi kekuatan yang semakin
kuat di Sumatera Barat. Adat menjadi kekuatan politik yang penting karena adat
memiliki basis massa yang luas. Islam juga menjadi kekuatan politik yang
penting karena Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk
Sumatera Barat.Peningkatan kekuatan adat dan Islam ini menimbulkan tantangan
bagi negara. Negara harus mencari cara untuk menyeimbangkan kepentingan adat,
Islam, dan negara. Negara juga harus mencari cara untuk mencegah terjadinya
konflik antara ketiga kelompok tersebut.

pada periode 1999-2009, negara berhasil menemukan cara untuk


menyeimbangkan kepentingan adat, Islam, dan negara. Negara berhasil
melakukan hal ini dengan cara memberikan ruang bagi adat dan Islam untuk
berkembang. Negara juga berhasil melakukan hal ini dengan cara membangun
dialog antara adat, Islam, dan negara.Dialog antara adat, Islam, dan negara
merupakan salah satu faktor yang penting dalam mencegah terjadinya konflik.
Dialog ini memungkinkan ketiga kelompok tersebut untuk saling memahami dan
menghargai perbedaan.

Berikut adalah beberapa analisis dan pendapat saya tentang artikel tersebut:

 Analisis:
 Artikel ini menggunakan perspektif teori konflik untuk menganalisis
fenomena hubungan antara adat, Islam, dan negara di Sumatera Barat.
Perspektif teori konflik ini dapat memberikan penjelasan yang baik
tentang fenomena tersebut.
 Artikel ini memberikan gambaran yang jelas tentang perbedaan
kepentingan antara adat, Islam, dan negara. Perbedaan kepentingan ini
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya konflik.
 Artikel ini juga memberikan gambaran tentang cara negara untuk
menyeimbangkan kepentingan adat, Islam, dan negara. Dialog antara adat,
Islam, dan negara merupakan salah satu cara yang penting dalam
mencegah terjadinya konflik.
 Pendapat:
 Artikel ini merupakan sebuah kontribusi yang penting bagi penelitian
tentang hubungan antara adat, Islam, dan negara di Indonesia.
 Artikel ini juga dapat memberikan pelajaran bagi negara-negara lain yang
menghadapi tantangan yang sama.

Secara keseluruhan, saya menilai artikel ini sebagai sebuah artikel yang baik dan
bermanfaat.

 Kelebihan

 Pendekatan yang menarik dan inovatif.

Artikel ini menggunakan pendekatan konstruksionisme sosial untuk


menganalisis hubungan antara adat, Islam, dan negara di Sumatera Barat.
Pendekatan ini memungkinkan penulis untuk melihat bagaimana ketiga
elemen tersebut saling membentuk dan mendefinisikan satu sama lain.

 Data yang kaya dan mendalam.

Artikel ini didasarkan pada data yang dikumpulkan melalui


wawancara mendalam dengan berbagai informan, termasuk tokoh adat, tokoh
agama, dan pejabat pemerintah. Data ini memberikan gambaran yang
komprehensif tentang fenomena hubungan adat, Islam, dan negara di
Sumatera Barat.
 Analisis yang tajam dan kritis.

Penulis melakukan analisis yang tajam dan kritis terhadap data yang
dikumpulkan. Analisis tersebut menghasilkan berbagai simpulan yang
menarik dan relevan dengan konteks sosial-politik di Sumatera Barat.

 Kekurangan

 Pembahasan yang terlalu luas.

Artikel ini membahas berbagai aspek hubungan adat, Islam, dan


negara di Sumatera Barat. Pembahasan yang terlalu luas ini terkadang
membuat artikel menjadi kurang fokus.

 Penjelasan yang kurang rinci.

Beberapa penjelasan dalam artikel ini masih kurang rinci. Hal ini
dapat membuat pembaca sulit memahami konsep-konsep yang dibahas.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisisnya, menyimpulkan bahwa perubahan


hubungan antara adat, Islam, dan negara di Sumatera Barat pasca-Reformasi 1998
telah mengarah pada pembentukan ruang identitas yang lebih cair dan dinamis.
Ruang identitas ini memberikan peluang bagi masyarakat untuk mengekspresikan
identitasnya secara lebih beragam. Namun, ruang identitas yang cair dan dinamis
juga menimbulkan berbagai tantangan, seperti potensi konflik dan disintegrasi.

Secara lebih rinci, berikut adalah beberapa kesimpulan dari artikel tersebut:

 Pasca-Reformasi 1998, adat dan Islam semakin menguat di Sumatera


Barat, sementara pengaruh negara semakin melemah. Perubahan ini
dipicu oleh berbagai faktor, termasuk demokratisasi, desentralisasi, dan
globalisasi.
 Perubahan hubungan antara adat, Islam, dan negara telah mengarah
pada pembentukan ruang identitas yang lebih cair dan
dinamis. Ruang identitas ini memberikan peluang bagi masyarakat untuk
mengekspresikan identitasnya secara lebih beragam, termasuk identitas
adat, identitas agama, dan identitas lokal.
 Ruang identitas yang cair dan dinamis juga menimbulkan berbagai
tantangan, seperti potensi konflik dan disintegrasi. Konflik dapat
terjadi jika ada perbedaan yang tidak dapat diselesaikan antara berbagai
identitas yang saling bersaing. Disintegrasi dapat terjadi jika identitas-
identitas tersebut tidak dapat diintegrasikan ke dalam suatu sistem yang
koheren.
DAFTAR PUSTAKA

Pengantar Instruksi Walikota Padang, Nomor 451.465/Binsos-III/2005.

Surat Edaran Walikota Padang, Nomor 451.1397/ Binsos-VIII/2005.

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium


Baru, Jakarta: PT. Logos, 1999.

Bjork, Christoper, “Local Responses to Decentralization Policy in


Indonesia”,Journal Comparative Education Review, May 2003.

Dobbin, Christine, Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi


Minangkabau 1784-1847, Jakarta: Komunitas Bambu, 2008.

Gottschalk, Louis , Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Susanto, Jakarta: UI Press,


1980.

Istutiah Gunawan Mithcel, “The Socio-Cultural Environment and Mental


Disturbance: Three Minangkabau Case Histories”, Jurnal Indonesia,
Volume 7 April, 1969.

Anda mungkin juga menyukai