Anda di halaman 1dari 49

PENUNTUN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI
FAR 303

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS
STIKES MEDIKA NURUL ISLAM
PENUNTUN PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI

NAMA :

NIM :

KELOMPOK :

STIKES MEDIKA NURUL ISLAM


SIGLI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatnya buku petunjuk
praktikum Farmakologi ini dapat diselesaikan. Buku petunjuk praktikum ini disusun untuk
memberikan panduan bagi para mahasiswa Program Studi SI Farmasi Klinis yang mengambil
mata kuliah Farmakologi. Buku petunjuk praktikum ini diharapkan dapat membantu dan
mempermudah mahasiswa dalam melaksanakan praktikum dengan baik. Untuk dapat
memperoleh hasil yang maksimal tentunya juga mahasiswa harus terlebih dahulu mempelajari
teori-teori yang ada dari berbagai literatur.

Buku petujuk praktikum ini masih dalam proses menuju kesempurnaan. InsyaAllah,
perbaikan akan dilakukan demi kesempurnaan buku ini dan disesuaikan dengan perkembangan
ilmu dan pengetahuan. Semoga buku petunjuk ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Sigli, April 2021

TIM PENYUSUN
PERATURAN DAN TATA TERTIB LABORATORIUM

1. Mahasiswa yang diperkenankan menggunakan laboratorium dan melakukan praktikum


adalah mahasiswa yang terdaftar secara akademik (Praktikan).
2. Praktikan wajib hadir 10 menit sebelum praktikum dimulai, keterlambatan lebih dari 15
menit sejak praktikum dimulai praktikan tidak dibenarkan masuk untuk mengikuti
praktikum
3. Tidak ada remedial praktikum, Jika berhalangan hadir praktikan harus dapat memberikan
keterangan tertulis terkait dengan alasan ketidakhadirannya kepada dosen
pembimbing/laboran.
4. Bagi praktikan laki-laki diharapkan tidak berambut panjang agar tidak mengganggu
pelaksanaan praktikum.
5. Bagi praktikan perempuan yang berjilbab, ujung-ujung jilbab harus diatur agar tidak
mengganggu pelaksaan praktikum.
6. Praktikan memasuki ruang laboratorium dengan telah mengenakan jas praktikum.
7. Sebelum praktikum akan diadakan pretest tiap-tiap judul praktikum
8. Praktikan menyiapkan peralatan seperti: sarung tangan karet, sarung tangan kain, masker,
spidol permanent, dan buku praktikum.
9. Praktikan mengisi daftar absensi dengan menunjukkan segala sesuatu yang wajib dibawa
10. Praktikan tidak diperbolehkan makan, minum atau merokok didalam laboratorium selama
praktikum berlangsung.
11. Praktikan tidak diperbolehkan bersenda gurau yang mengakibatkan terganggunya kelancaran
praktikum.
12. Praktikan bertanggung jawab atas peralatan yang dipinjamnya, kebersihan meja masing-
masing serta lantai disekitarnya, apabila ada alat yang rusak segera diberitahu kepada
laboran.
13. Jika akan meninggalkan ruang laboratorium, praktikan wajib meminta izin kepada dosen
atau laboran.

iv
I. Responsi
1. Praktikan harus mempersiapkan cara kerja secara teoritis yang akan diresponsikan didalam
laporan praktikum, bagi yang tidak mempersiapkannya tidak boleh mengikuti responsi.
2. Untuk setiap praktikum wajib mengikuti responsi, bagi yang tidak mengikuti responsi
dengan alasan apapun tidak boleh mengikuti praktikum yang di praktikumkan.
3. Hasil responsi disusun dengan rapi dalam sebuah buku jurnal dan diperiksa oleh dosen atau
asisten yang bertugas pada saat praktikum.

II. Ujian Praktikum


1. Mahasiswa yang berhak mengikuti ujian praktikum adalah apabila sudah menyelesaikan
praktikum minimal 80%
2. Penilaian ujian akhir terdiri dari:
- Laporan praktikum
- Praktek
- Kerapian

v
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................................................. iii

Peraturan dan Tata Tertib Laboratorium ...................................................................................... iv

Daftar Isi ....................................................................................................................................... vi

Percobaan I. Rute/Cara Pemberian Obat ....................................................................................... 1

Percobaan II. Analgetik ................................................................................................................ 7

Percobaan III. Antipiretik ............................................................................................................ 12

Percobaan IV. Antiinflamasi ........................................................................................................ 20

Percobaan V. Diuretik .................................................................................................................. 26

Percobaan VI. Antihiperglikemik ................................................................................................ 30

Percobaan VII. Stimulasi SSP ...................................................................................................... 38

vi
PERCOBAAN I

RUTE/CARA PEMBERIAN OBAT

I. Teori

Selain pemberian topikal untuk mendapatkan efek lokal pada kulit atau membran mukosa,
penggunaan suatu obat hampir selalu melibatkan transfer obat ke dalam aliran darah. Tetapi, meskipun
tempat kerja obat tersebut berbeda-beda, namun bisa saja terjadi absorpsi ke dalam aliran darah dan dapat
menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Absorpsi ke dalam darah dipengaruhi secara bermakna oleh
cara pemberian (Katzung, 1986).

Cara-cara pemberian obat untuk mendapatkan efek terapeutik yang sesuai adalah sebagai berikut :

Cara/bentuk sediaan parenteral

a. Intravena (IV) (Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, “onset of action”
cepat, efisien, bioavailabilitas 100 %, baik untuk obat yang menyebabkan iritasi kalau diberikan
dengan cara lain, biasanya berupa infus kontinyu untuk obat yang waktu paruhnya (t 1/2) pendek)
(Joenoes, 2002). Intravena (i.v), yaitu disuntikkan ke dalam pembuluh darah. Larutan dalam
volume kecil (di bawah 5 ml) sebaiknya isotonis dan isohidris, sedangkan volume besar (infuse)
harus isotonis dan isohidris. Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, onset
of action segera.
 Obat bekerja paling efisien, bioavailabilitas 100%.
 Obat harus berada dalam larutan air, bila emulsi lemak partikel minyak tidak boleh lebih
besar dari ukuran partikel eritrosit, sediaan suspensi tidak banyak terpengaruh.
 Larutan hipertonis disuntikkan secara lambat, sehingga sel-sel darah tidak banyak
berpengaruh.
 Zat aktif tidak boleh merangsang pembuluh darah, sehingga menyebabkan hemolisa
seperti saponin, nitrit, dan nitrobenzol.
 Sediaan yang diberikan umumnya sediaan sejati.
 Adanya partikel dapat menyebabkan emboli.
 Pada pemberian dengan volume 10 ml atau lebih, sekali suntik harus bebas pirogen.
Keuntungan rute ini adalah
1) Jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan tambahan banyak digunakan
IV dari pada melalui SC,
2) Cairan volume besar dapat disuntikkan relatif lebih cepat

1
3) Efek sistemik dapat segera dicapai
4) Level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan, dan
5) Kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin dan menggunakan
dalam situasi darurat disiapkan.
Kerugiannya adalah meliputi
1) Gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam sistem sirkulasi
mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar
2) Perkembangan potensial thrombophlebitis
3) Kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik, dan
4) Pembatasan cairan berair

b. Intraperitoneal (IP) tidak dilakukan pada manusia karena bahaya (Anonim, 1995). Pemberian
obat per oral merupakan pemberian obat paling umum dilakukan karena relatif mudah dan praktis
serta murah. Kerugiannya ialah banyak faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya (faktor
obat, faktor penderita, interaksi dalam absorpsi di saluran cerna) (Ansel, 1989). Intinya absorpsi
dari obat mempunyai sifat-sifat tersendiri. Beberapa diantaranya dapat di absorpsi dengan baik
pada suatu cara penggunaan, sedangkan yang lainnya tidak (Ansel, 1989).
c. Per oral : obat akan mengalami rute yang panjang untuk mencapai reseptor karena melalui saluran
cerna yang memiliki banyak faktor penghambat seperti protein plasma. Peroral, karena melalui
saluran cerna yang memiliki rute cukup panjang dan banyak faktor penghambat maka konsentrasi
obat yang terabsorpsi semakin sedikit dan efek obat lebih cepat.

II. Tujuan Percobaan


 Mengetahui teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai pemberian obat.
 Mengetahui berbagai pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya.
 Membandingkan pengaruh obat terhadap rute pemberiannya.

III. Alat dan Bahan


3.1. Alat
 Spidol permanen
 Syringe
 Oral sonde
 Timbangan elektrik
 Beaker glass 10 ml

2
 Wadah kaca untuk pengamatan
3.2. Bahan
 Mencit 2 ekor
 Luminal Na konsentrasi 0,7 %

IV. Prosedur Percobaan


1. Penandaan Hewan
 Dipegang ujung ekor mencit dengan tangan kanan dan dibiarkan kaki depan berpaut pada
kawat kasa kandang
 Ditandai ekor mencit dengan spidol permanen
 Diletakkan di atas timbangan, kemudian catat beratnya
 Dihitung dosisnya
2. Persiapan Hewan
 Dipegang ujung ekor dengan tangan kanan dan dibiarkan kaki depan terpaut pada kawat
kasa kandang.
 Dipegang kulit kepala sejajar dengan telinga mencit dengan menggunakan jari telunjuk
dan ibu jari tangan kiri
 Ditukarkan pegangan ekor dari tangan ke jari kelingking kiri supaya mencit itu dapat
dipegang dengan sempurna
 Mencit siap untuk disuntik
3. Cara Pemberian Obat
Intraperitoneal
Pemberian Luminal Na 0,7%
 Dipegang tengkuk mencit sedemikian rupa dengan tangan kiri sehingga ibu jari melingkar di
bawah rahang sehingga posisi abdomen lebih tinggi dari kepala
 Disuntikkan Luminal Na 0,7% pada bagian bawah tengah abdomen dengan cepat
 Diamati efek obat yang terjadi selang waktu 10 menit selama 90 menit dan dibuat grafik respon
vs waktu

Peroral
Pemberian Luminal Na 0,7%
 Dipegang tengkuk mencit

3
 Diselipkan jarum oral yang telah berisi Luminal Na 0,7% berdekatan dengan langit-langit dan
didorong hingga masuk ke esophagus
 Larutan didesak keluar dari alat suntik
 Diamati efek yang terjadi selang waktu 10 menit selama 90 menit dan dibuat grafik respon vs
waktu

V. Perhitungan Dosis
Rute Pemberian Obat
 Mencit I, BB = …..…… g
Luminal Na 0,7 % dosis 80 mg/kg BB (oral)
Konsentrasi obat = 0,7 %
0,7 % = 0,7 g/100 ml
= 0,7 g x 1000 mg/100 ml
= 7 mg/ml

Jumlah obat = x ……….. = ………... mg

Jumlah larutan yang diberikan = = ……….. ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka


1 skala = 1 : 80
= 0,0125 ml
Jadi jumlah yang diberikan dengan syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ………. Skala

 Mencit II, BB = ……….. g


Luminal Na 0,7 % dosis 80 mg/kg BB (i.p)
Konsentrasi obat = 0,7 %
0,7 % = 0,7 g/100 ml
= 0,7 g x 1000 mg/100 ml
= 7 mg/ml
Jumlah Obat = x ……… = ………… mg

Jumlah larutan yang diberikan = = ……….. ml

4
Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka
1 skala = 1 : 80
= 0,0125 ml
Jadi jumlah yang diberikan dengan syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ………. Skala

VI. Hasil dan Pembahasan


6.1. Data Percobaan

No Perlakuan Waktu
10 20 30 40 50 60 70 80 90
1 Luminal dosis 80 mg/kg
BB secara oral
2 Luminal dosis 80 mg/kg
BB secara i.p

Keterangan :

1.1 Normal

1.2 Garuk-garuk (reaktif)

1.3 Gerak lambat

1.4 Tidur

i.p = intra peritoneal

5
6.2. Pembahasan

6
PERCOBAAN II
ANALGETIK
I. TEORI

Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dari dua proses,
yakni penerimaan rangsangan sakit di bagian otak besar dan reaksi-reaksi emosional dan
individu terhadap perangsang ini. Obat penghalang nyeri (analgetik) mempengaruhi proses
pertama dengan mempertinggi ambang kesadaran akan perasaan sakit, sedangkan narkotik
menekan reaksi-reaksi psychis yang diakibatkan oleh rangsangan sakit.

Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang fungsinya adalah
melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di dalam tubuh,
seperti peradangan (rematik, encok), infeksi-infeksi kuman atau kejang-kejang otot. Penyebab
rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan mekanis, fidik, atau kimiawi yang dapat menimbulkan
kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-
mediator nyeri yang letaknya pada ujung-ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir atau jaringan-
jaringan (organ-organ) lain. Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui saraf-saraf sensoric ke
Sistem Saraf Pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke thalamus dan kemudian ke pusat
nyeri di dalam otak besar, dimana rangsangan dirasakan sebagai nyeri.

Mediator-mediator nyeri yang terpenting adalah histamine, serotonin, plasmakinin-


plasmakinin, dan prostaglandin-prostaglandin, serta ion-ion kalium. Berdasarkan proses
terjadinya nyeri, maka rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor-reseptor nyeri perifer, oleh analgetik
perifer atau anestetika lokal.
b. Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam saraf-saraf sensoris, misalnya dengan
anestetika local

II. TUJUAN
- Untuk mengetahui mekanisme kerja obat analgetik
- Untuk mengetahui perbandingan cara kerja berbagai obat analgetik
- Untuk mengetahui mekanisme nyeri

7
III. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
- Spuit 1 dan 2 ml
- Oral Sonde
- Stopwatch
- Timbangan Hewan
b. Bahan
- Mencit
- Asam Asetat 1%
- Parasetamol
- Asam Mefenamat
IV. Pembuatan Larutan Obat
- Larutan Obat
Cara Pembuatan:
Ditimbang 1 g bahan obat dilarutkan dengan aquadest dalam labu ukur 50 ml sampai
garis tanda
- Asam Asetat
Konsentrasi 3% dengan melarutkan 10 ml asam asetat dengan aquadest dalam labu
ukur 50 ml.

Prosedur Percobaan:

1. Hewan ditimbang dan ditandai


2. Dihitung dosis dengan pemberian:
- Mencit 1: kontrol aquadest dosis 2% BB (i.p)
- Mencit 2 : diberi parasetamol dosis 400 mg/kg BB
- Mencit 3 : diberi asam mefenamat dosis 400 mg/kg BB
3. Setelah 30 menit masing-masing mencit disuntikkan asam asetat 3% dengan dosis 1%
BB secara i.p
4. Diamati dan dihitung jumlah geliat selang 10 menit selama 90 menit
5. Dibuat grafik jumlah geliat vs waktu
6. Dianalisa data secara statistik

8
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil

Perhitungan Dosis Analgetik

METODE ASAM ASETAT

a. Mencit 1 = ................. g (Control)

Jumlah obat (mg) = X .............. g

= ............... mg
Konsentrasi Obat = 2%
2% = 2 g/100 ml
= 2 g X 1000 mg/100 ml
= 20 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = ............. ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka


1 skala = 1 : 80
= 0,0125 ml
Jadi jumlah obat yang diberikan dengan syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ............... skala

b. Mencit 2 = .................. g (Parasetamol)

Jumlah obat (mg) = X .............. g

= ................ mg
Konsentrasi Obat = 2%
2% = 2 g/100 ml
= 2 g x 1000 mg/100 ml
= 20 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = ............... ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 100 skala, maka


1 skala = 1 : 100

9
= 0,01 ml
Jadi, jumlah obat yang diberikan dengan syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = .......... skala

c. Mencit 3 = ................... g (asam mefenamat)

Jumlah obat (mg) = X ............ g

= ................... mg
Konsentrasi obat = 2%
2% = 2 g/100 ml
= 2 g x 1000 mg/100 ml
= 20 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = .............. ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 100 skala, maka


1 skala = 1 : 100
= 0,01 ml
Jadi, jumlah obat yang diberikan dengan syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ........... skala

10
Tabel 1. Hasil Pengamatan Geliat Mencit
No Perlakuan Jumlah Geliat Mencit (Menit)
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
1 Kontrol
2 Paracetamol
3 Asam mefenamat

5.2 Kesimpulan

11
PERCOBAAN III
ANTIPIRETIK

I. TEORI

Demam merupakan gangguan kesehatan yang hampir pernah dirasakan oleh setiap orang.
Demam ditandai dengan kenaikan suhu tubuh diatas suhu normal yaitu 36-37 C, yang diawali
dengan kondisi menggigil (kedinginan) pada saat peningkatan suhu, dan setelah itu terjadi
kemerahan pada permukaan kulit. Pengaturan suhu tubuh terdapat pada bagian otak yang disebut
hypothalamus, gangguan pada pusat pengaturan suhu tubuh ini lah yang kemudian kita kenal
dengan istilah demam (Amila, 2008).

Penyebab utama demam adalah infeksi oleh bakteri dan virus, meskipun ada beberapa
jenis demam yang tidak disebabkan oleh infeksi melainkan oleh kondisi patologis lain seperti
serangan jantung, tumor, kerusakan jaringan yang disebabkan oleh sinar X, efek pembedahan
dan respon dari pemberian vaksin (Amila, 2008).

Demam pada dasarnya salah satu mekanisme pertahanan tubuh dari infeksi oleh zat
asing. Tetapi demam juga mengakibatkan kerusakan sel-sel tubuh terutama sel-sel otak dan
kerusakan ini tidak dapat diperbaiki. Selain kerusakan sel otak, demam juga dapat menyebabkan
kerusakan pada organ tubuh lain seperti hati dan ginjal, dimana kerusakan ini dapat
menyebabkan kematian. Pada peningkatan suhu yang terlalu tinggi (44-45oC), demam dapat
menyebabkan kematian (Amila, 2008).

Pengobatan antipiretik sekarang secara rutin diresepkan untuk demam. Antipiretik yang
paling umum digunakan adalah Nonsteroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAIDS) yang juga
memiliki efek analgetik. NSAID menghambat siklooksigenase (COX) sehingga konversi asam
arakidonat menjadi prostaglandin E2 menjadi terganggu. Penurunan prostaglandin E2 di otak
diyakini untuk menurunkan set point hipotalamus (Rahul, 2013).

Salah satu obat NSAID adalah parasetamol. Parasetamol merupakan penghambat


biosintesis prostaglandin yang lemah dan memiliki efek anti inflamasi yang juga lemah.
Penggunaan paracetamol dalam jangka waktu yang terlalu lama dapat mengakibatkan nekrosis
hati (Wilmana, 2011).

12
Paracetamol merupakan analgesik-antipiretik dan anti-inflamasi non-steroid (AINS) yang
memiliki efek analgetik (menghilangkan rasa nyeri), antipiretik (menurunkan demam), dan anti-
inflamasi (mengurangi proses peradangan). Parasetamol paling aman jika diberikan selama
kehamilan. Parasetamol dalam dosis tinggi dan jangka waktu pemberian yang lama bisa
menyebabkan toksisitas atau keracunan pada ginjal. Sehingga dikategorikan sebagai analgetik-
antipiretik. Golongan analgetik-antipiretik adalah golongan analgetik ringan.

II. Tujuan Percobaan


- Untuk mengetahui mekanisme demam
- Untuk mengetahui cara kerja obat dalam menurunkan demam
- Untuk mengetahui perbandingan efektivitas kerja obat paracetamol dengan ibu profen

III. Alat dan Bahan


3.1 Alat
- Termometer rektal
- Timbangan hewan
- Alat pencatat waktu
- Spuit
- Spuit oral
3.2 Bahan
- CMC
- Parasetamol
- Alkohol 70%
- 2,4 Dinitro fenol
- NaOH
3.3 Cara Pembuatan Larutan Obat
a. 2,4 dinitrofenol 0,5%
Sebanyak 500 mg 2,4 dinitrofenol ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam labu
takar 100 ml, kemudian ditambahkan larutan NaOH 0,1 N sedikit demi sedikit
sampai larut. Akuades ditambahkan sampai garis tanda, cek pH = 6 dicukupkan
akuades sampai 100 ml. Disaring 5 ml pertama dibuang dan selanjutnya
ditampung.

13
b. Suspensi parasetamol 10%
CMC sebanyak 0,125 g ditaburkan ke dalam cawan porselen yang berisi akuades
panas sebanyak 1/3 bagian air yang tersedia. Didiamkan selama 30 menit. Diaduk
sampai diperoleh massa yang homogen. Parasetamol sebanyak 2,5 g digerus
dalam lumpang sampai halus, musilago CMC ditambahkan sedikit demi sedikit
sambil digerus sampai homogen. Sisa akades ditambahkan sampai 25 ml digerus
kembali.

3.4 Prosedur Kerja


- Tiga ekor tikus masing-masing diukur suhu tubuhnya 3 kali dalam selang waktu 5
menit. Ditentukan temperatur rata-rata.
- Tikus disuntik dengan larutan 2,4 dinitrofenol secara intramuskular pada daerah
paha tikus dengan dosis 5 mg/kg BB
- Setelah 20 menit, tikus diberi parasetamol dengan dosis 400 mg/kg BB dan obat
ibu profen dengan dosis 400 mg/kg BB. Tikus lain diberi suspensi kosong
secara per oral sebanyak volume suspensi parasetamol sebagai kontrol.
- Dicatat perubahan suhu tikus setiap 5 menit

3.5 Perhitungan Dosis


Perhitungan dosis antipiretik
- Tikus 1 = ............... g
 DNF 0,5 dosis 5 mg/kg BB secara i.m

Jumlah obat DNF (mg) = X ............... g

= ...................... mg
Konsentrasi obat = 0,5 %
0,5 % = 0,5 g/100 ml
= 0,5 g x 1000 mg/100 ml
= 5 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = ................. ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka

14
1 skala = 1 : 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah obat yang diberikan dalam syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ............... skala

 Kontrol suspensi CMC Na 1% secara oral


Volume suspensi CMC Na yang disuntikkan (ml) = 1% X berat badan
= 1% X .................
= ............. ml
- Tikus 2 = ...................... g
 DNF 0,5% dosis 5 mg/kg BB secara i.m

Jumlah obat DNF (mg) = X ............... g

= ...................... mg
Konsentrasi obat = 0,5 %
0,5 % = 0,5 g/100 ml
= 0,5 g x 1000 mg/100 ml
= 5 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = ................. ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka


1 skala = 1 : 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah obat yang diberikan dalam syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ............... skala

 Paracetamol 10% dosis 400 mg/kg BB secara oral

Jumlah Paracetamol (mg) = X ............... g

= ...................... mg
Konsentrasi obat = 10 %
10 % = 10 g/100 ml
= 10 g x 1000 mg/100 ml
= 100 mg/ml

15
Jumlah larutan obat yang diberikan = = ................. ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka


1 skala = 1 : 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah obat yang diberikan dalam syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ............... skala

- Tikus 3 = ................ g
 DNF 0,5% dosis 5 mg/kg BB secara i.m

Jumlah obat DNF (mg) = X ............... g

= ...................... mg
Konsentrasi obat = 0,5 %
0,5 % = 0,5 g/100 ml
= 0,5 g x 1000 mg/100 ml
= 5 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = ................. ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka


1 skala = 1 : 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah obat yang diberikan dalam syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ............... skala

 Ibu Profen 10% dosis 400 mg/kg BB secara oral

Jumlah Ibu Profen (mg) = X ............... g

= ...................... mg
Konsentrasi obat = 10 %
10 % = 10 g/100 ml
= 10 g x 1000 mg/100 ml
= 100 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = ................. ml

16
Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka
1 skala = 1 : 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah obat yang diberikan dalam syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ............... skala

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
A. Suhu rata-rata tikus
No Keterangan Waktu (menit) Suhu (oC)
1 Tikus 1 10
20
30

Rata-rata
2 Tikus 2 10
20
30

Rata-rata
3 Tikus 3 10
20
30
Rata-rata

17
B. Suhu setelah pemberian DNF
No Keterangan Waktu (menit) Suhu (oC)
1 Tikus 1 5
10
15

20
2 Tikus 2 5
10
15

20
3 Tikus 3 5
10
15
20
C. Suhu setelah pemberian Obat
No Keterangan Waktu (menit) Suhu (oC)
1 Tikus 1 10
20
30

40
50
2 Tikus 2 10
20
30

40
50
3 Tikus 3 10
20
30
40
50

18
4.2 Pembahasan

19
PERCOBAAN IV

ANTI INFLAMASI

I. Teori
Radang merupakan mekanisme pertahanan tubuh disebabkan adanya respons
jaringan terhadap pengaruh-pengaruh merusak baik bersifat lokal maupun yang masuk ke
dalam tubuh. Obat anti inflamasi adalah obat yang memiliki aktivitas menekan atau
mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui berbagai cara yaitu
pembentukan mediator radang prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke
daerah radang, menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya.
Prinsip percobaannya induksi radang dilakukan pada cacing hewan percobaan
secara intraplantar obat diberikan secara oral satu jam sebelum penyuntikan karagenan.
Ukuran radang kaki tikus diukur dengan alat yang bekerja berdasarkan hukum Archimedes
(Plestimometer). Aktivitas antiinflamasi ditunjukkan oleh kemampuannya mengurangi
radang yang diinduksi pada kaki tersebut.

II. Tujuan Percobaan


- Untuk mengetahui efek pemberian obat Na-diklofenak terhadap uji
- Untuk mengetahui mekanisme karagenan dalam menimbulkan peradangan pada hewan
percobaan
- Untuk membandingkan efek anti inflamasi dari pemberian obat Na-diklofenak dengan
pemberian dosis yang berbeda
- Untuk mengetahui gejala-gejala terjadinya inflamasi

III. Alat dan Bahan


Alat :
- Spuit
- Oral sonde

20
- Pletisemometer
- Timbangan elektrik

Bahan :
- Hewan percobaan : Tikus
- Karagenan 1%
- Larutan Na-Diklofenak 1%
- Aquadest

IV. Prosedur Percobaan


1. Tikus ditimbang, diberi tanda pada sendi kaki belakang kiri.
2. Volume kaki tikus di ukur (Vo)
3. Tikus di berikan secara oral
- Suspensi kosong (tikus kontrol) 1% BB (oral)
- Larutan Na-Diklofenak 1% dosis 15 mg/Kg BB (oral)
- Larutan Na-Diklofenak 1% dosis 20 mg/Kg BB (oral)
4. Setelah 30 menit, kakai tikus di suntikkan karagenan 1% sebanyak 1 ml secara intra
plantar
5. Setelah 30 menit, diukur volume kaki tikus (Vt) selang waktu 30 menit, sampai 1 jam
30 menit
6. Dihitung % Radang dan % Inhibisi Radang
7. Dibuat grafik % radang dan % Inhibisi Radang

V. Perhitungan Dosis
Konsentrasi Na-Diklofenak = 1% =

1. Tikus Kontrol
Berat .................g
Suspensi kosong =

Jumlah karagenan yang diberikan 1 ml

21
2. Tikus Obat Na-Diklofenak (15 mg/Kg BB)
Berat ..........g
Na-Diklofenak yang di berikan =

Jumlah larutan Na-Diklofenak =

Jumlah karagenan yang diberikan 1 ml

3. Tikus Obat Na-Diklofenak (20 mg/Kg BB)


Berat ..........g
Na-Diklofenak yang di berikan =

Jumlah larutan Na-Diklofenak =

Jumlah karagenan yang diberikan 1 ml

Perhitungan Radar
% Radar =

Inhibisi Radang =

1. Tikus Kontrol
T = 30 menit
% Radang =

% Inhibisi radang =
T = 60 menit
% Radang =

% Inhibisi radang =
T = 90 menit
% Radang =

% Inhibisi radang =

22
1. Tikus Obat Na-Diklofenak (15 mg/Kg BB)
T = 30 menit
% Radang =

% Inhibisi radang = =

T = 60 menit
% Radang =

% Inhibisi radang = =

T =90 menit
% Radang =

% Inhibisi radang = =

2. Tikus Obat Na-Diklofenak (20 mg/Kg BB)


T = 30 menit
% Radang =

% Inhibisi radang = =

T = 60 menit
% Radang =

% Inhibisi radang = =

T =90 menit
% Radang =

% Inhibisi radang = =

23
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil

No Perlakuan Waktu
30 menit 60 menit 90 menit
1 V. awal =
V. udem

2 V. awal =
V. udem

3 V. awal =
V. udem

2. Kesimpulan

24
3. Pembahasan

25
PERCOBAAN V
DIURETIK

I. Teori
Diuretik merupakan obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.
Obat-obat ini merupakan penghambat transport ion yang dapat menurunkan reabsorbsi Na+
pada bagian-bagian nefron yang berbeda. Akibatnya, Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki
urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan bila keadaan normal bersama-sama air,
yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Jadi,
diuretik meningkatkan volume urine dan sering mengubah pH-nya serta komposisi ion di
dalam urine dan darah.
Terdapat empat tempat aksi diuretik yang mengatur komposisi ion dan volume urin
dengan reabsorbsi atau sekresi ion dan/atau air di daerah sepanjang nefron, yaitu pada
tubulus proksimal, ansa henle, tubulus distal, dan duktus renalis rektus. Jadi, senyawa
diuretik cukup bermacam-macam struktur kimianya seperti asam etakrinat, dan furosemid
bereaksi pada tempat yang sama dalam tubuh renal dan menghasilkan pola ekskresi
elektrolit yang sama.
II. Tujuan Percobaan
a. Untuk mengetahui efek dari obat diuretik pada tikus,
b. Untuk mengetahui volume urine yang dihasilkan oleh tikus akibat dari pemberian obat
furosemid
c. Untuk mengetahui mekanisme kerja dari furosemid
d. Untuk membandingkan banyaknya volume urine yang dihasilkan pada hewan
percobaan setelah pemberian obat furosemid dengan hewan yang tidak diberikan
furosemid
III. Alat dan Bahan
Alat :
- Timbangan hewan (tikus)
- Spuit
- Oral sonde

26
- Gelas ukur
- Penampung urine
- Kandang

Bahan :
- Tikus
- Furosemid
- CMC 1%
- Aquadest
IV. Prosedur Percobaan
1. Tikus dipuasakan 1 malam
2. Tikus di timbang
3. Tikus di beri loading aquadest 15 ml/kg BB
4. Tikus di bagi menjadi 3 kelompok
- Kontrol, di berikan CMC 1%
- Pembanding, diberikan furosemid 20 mg/kg BB
5. Di biarkan selama 1 jam
6. Di tampung urine nya untuk di ukur volumenya setiap 15 menit
V. Perhitungan Dosis
- Control CMC 1%
- Tikus 1
Berat tikus : ............g
Jumlah loading aquadest yang di berikan = 15 ml/kg BB
= 15 ml/1000 g x ...........g
= ..........ml
Jumlah larutan CMC 1% = 1/100 x .........g
= ............ml
- Pembanding Furosemid 15 mg/kg BB
- Tikus 2
Berat tikus : .............g
Jumlah aquadest yang di berikan 10 ml/kg BB = 10 ml/1000 g x ..........g
= ............ml
27
Jumlah obat yang diberikan : 15 mg/1000 g x ...........g = ...........mg
Konsentrasi pembanding furosemid 1% = 10 mg/ml

Jumlah larutan obat =

- Tikus 3
Berat tikus : ................g
Jumlah aquadest yang diberikan 10 ml/kg BB = 10 ml/1000 g x ...........gr
= ...........ml
Jumlah obat yag diberikan : 20 mg/1000 g x ...........g = .............mg
Konsentrasi pembanding furosemid 1% = 10 mg/ml

Jumlah larutan obat =

Skala spuit 1 : 80 = .............../................ = ................. skala

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil
No Perlakuan Volume Urin
15 menit 30 menit 45 menit 60 menit
1 Kontrol

2 Tikus 1

3 Tikus 2

28
2. Kesimpulan

3. Pembahasan

29
PERCOBAAN VI

ANTI HIPERGLIKEMIA

I. TEORI
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah naik diatas normal yaitu 125
mg/dl. Tingginya kadar gula dipengaruhi oleh adanya gangguan hormonal secara individu namun
penyebab lain karena konsumsi makanan terutama karbohidrat yang berlebih sehingga tidak
dapat ditoleransi oleh tubuh. Hiperglikemia dikenal dengan 2 jenis yaitu tipe I (perlu insulin) dan
tipe II ( tidak perlu insulin). Gejala diabetes dapat ditunjukkan dengan tanda-tanda haus, poliuria
(banyak buang air kecil), pandangan kabur dan kehilangan berat badan. Pada beberapa kejadian
yang diakibatkan oleh kondisi hiperosmolar yang bersifat ketoasidosis atau non-ketoasidosis
akan meningkatkan dan memacu keadaan pasien menjadi pingsan, koma bahkan kematian jika
penanganan yang diberikan lambat.
Gejala yang terjadi dalam penyakit diabetes mellitus ini tidak dapat dipastikan, karena
gejalanya tidak terlihat. Dan akibat dari hiperglikemia menyebabkan patologi dan perubahan
fungsi yang timbul dalam jangka panjang, dan hal ini terjadi sebelum diagnosa dilakukan
terhadap pasien. Efek jangka panjang yang timbul dari diabetes mellitus adalah menyebabkan
perkembangan yang sangat signifikan dari komplikasi retronephati dengan potensial kebutaan
terhadap pasien, nefrophati ini juga dapat menyebabkan gagal ginjal, menyebabkan ulcer pada
bagian kaki, ampuasi, dan perubahan fungsi bentuk tubuh meliputi fungsi seksual. Orang yang
menderita diabetes juga akan mengalami peningkatan resiko terhadap penyakit jantung, jantung
kapiler dan penyakit cerebrovascular.

II. TUJUAN PERCOBAAN


1. Untuk mengetahui obat mana yang paling cepat dapat menurunkan kadar gula
darah
2. Untuk mengetahui cara menghitung kadar gula darah
3. Untuk mengetahui mekanisme kerja dari obat-obat antihiperglikemik

30
III. ALAT DAN BAHAN
Alat:
- Beaker glass
- Labu ukur
- Timbangan hewan
- Kotak/kadang hewan
- Spuit
- Glukotest

Bahan:

- Metformin
- Gibenklamid
- Menformin + Gibenklamid
- Glimepirid
- Glukosa

IV. PROSEDUR KERJA


- Disiapkan 5 tikus, 1 sebagai kontrol dan 4 sebagai pembanding
- Tikus dipuasakan 1 malam ( tidak makan tetapi tetap minum)
- Timbang berat badan tikus dan periksa jenis kelaminnya
- Tentukan dosis masing-masing obat yang digunakan
- Disuspensikan obat untuk diberikan secara oral
- Dibuat larutan glukosa 3 g/kg BB (50%)
- Diukur kadar gula darah tikus
- Diberi larutan glukosa 50% pada masing-masing tikus secara oral
- Diberikan masing-masing obat antihiperglikemik secara oral pada tikus
pembanding
- Setelah 30 menit KGD tikus diukur dan dilanjutkan pada menit ke 60, 90, 120 dan
180
- Dicatat hasilnya

31
V. Perhitungan Dosis
 Kontrol CMC 1%
- Mencit 1 = ...................... g
Volume CMC yang disuntikkan (ml) = 1% x berat badan
= 1% x ......................
= ................. ml
Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka
1 skala = 1: 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah yang diberikan dalam syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ............... skala

Jumlah larutan glukosa (mg) = X ................. g

= .................... mg
Konsentrasi glukosa = 50%
50% = 50 g/100 ml
= 50 g x 1000 mg/100 ml
= 500 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = .................... ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka


1 skala = 1: 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah yang diberikan dalam syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ............... skala

 Uji glibenklamid dengan dosis 0,45 mg/kg BB


- Mencit 2 = ........................ g

Jumlah obat (mg) = x .................... g

= ................................. mg
Konsentrasi obat = 0,01%

32
0,01% = 0,01 g/100 ml
= 0,01 g x 1000 mg/100 ml
= 0,1 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = .................... ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka


1 skala = 1: 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah yang diberikan dalam syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ............... skala

Jumlah larutan glukosa (mg) = X ................. g

= .................... mg
Konsentrasi glukosa = 50%
50% = 50 g/100 ml
= 50 g x 1000 mg/100 ml
= 500 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = .................... ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka


1 skala = 1: 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah yang diberikan dalam syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ............... skala

 Uji Metformin dengan dosis ............... mg/kg BB


- Mencit 3 = ........................ g

Jumlah obat (mg) = x .................... g

= ................................. mg
Konsentrasi obat = 0,01%
0,01% = 0,01 g/100 ml
= 0,01 g x 1000 mg/100 ml

33
= 0,1 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = .................... ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka


1 skala = 1: 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah yang diberikan dalam syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ............... skala

Jumlah larutan glukosa (mg) = X ................. g

= .................... mg
Konsentrasi glukosa = 50%
50% = 50 g/100 ml
= 50 g x 1000 mg/100 ml
= 500 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = .................... ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka


1 skala = 1: 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah yang diberikan dalam syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ............... skala

 Uji Glucovance dengan dosis ........... mg/kg BB


- Mencit 4 = ...................... g

Jumlah obat (mg) = x .................... g

= ................................. mg
Konsentrasi obat = 0,01%
0,01% = 0,01 g/100 ml
= 0,01 g x 1000 mg/100 ml
= 0,1 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = .................... ml

34
Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka
1 skala = 1: 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah yang diberikan dalam syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ............... skala

Jumlah larutan glukosa (mg) = X ................. g

= .................... mg
Konsentrasi glukosa = 50%
50% = 50 g/100 ml
= 50 g x 1000 mg/100 ml
= 500 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = .................... ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka


1 skala = 1: 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah yang diberikan dalam syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ............... skala

 Uji Glimepirid dengan dosis ................ mg/kg BB


- Mencit 5 = ............................ g

Jumlah obat (mg) = x .................... g

= ................................. mg
Konsentrasi obat = 0,01%
0,01% = 0,01 g/100 ml
= 0,01 g x 1000 mg/100 ml
= 0,1 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = .................... ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka


1 skala = 1: 80

35
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah yang diberikan dalam syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ............... skala

Jumlah larutan glukosa (mg) = X ................. g

= .................... mg
Konsentrasi glukosa = 50%
50% = 50 g/100 ml
= 50 g x 1000 mg/100 ml
= 500 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = .................... ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka


1 skala = 1: 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah yang diberikan dalam syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ............... skala

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Tabel Hasil Pengamatan
No Perlakuan Pengamatan KGD (mg/dl)
0 menit 30 menit 60 menit 90 120 180
menit menit menit
1 Kontrol
2 Metformin
3 Glibenklamid
4 Met + Gliben
5 Glimepirid

36
4.2 Pembahasan

37
PERCOBAAN VII

STIMULASI SUSUNAN SARAF PUSAT

I. Teori

Striknin merupakan alkaloid utama tanaman Nux vomica yang tidak bermanfaat untuk
pengobatan tetapi berguna untuk menjelaskan fisiologi dan farmakologi sistem saraf, dan
merupakan obat utama di antara obat-obat yang bekerja menstimulasi susunan saraf pusat.
Striknin merupakan senyawa yang bekerja dengan mengadakan antagonis secara kompetitif
terhadap transmitor di daerah pasca sinaps. Pemberian striknin dalam dosisi tinggi menyebabkan
kejang tonik dan klonik, kematian terjadi bila kejangan tonik yang meliputi keseluruhan otot
rangka, termasuk otot pernapasan berlangsung terlampau lama. obat - obatan stimulan sistem
saraf pusat adalah obat - obatan yang dapat bereaksi secara langsung ataupun secara tidak
langsung pada SSP.
Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat atau sentral dan sistem saraf tepi
(SST). Pada sistem saraf pusat, rangsang seperti sakit, panas, rasa, cahaya, dan suara mula-mula
diterima oleh reseptor, kemudian dilanjutkan ke otak dan sumsum tulang belakang. Rasa sakit
yang disebabkan oleh perangsangan rasa sakit diotak besar. Sedangkan analgetik narkotik
menekan reaksi emosional yang ditimbulkan rasa sakit tersebut. Sistem saraf pusat dapat ditekan
seluruhnya oleh penekan saraf pusat yang tidak spesifik, misalnya sedatif hipnotik. Obat yang
dapat menghasilkan SSP disebut analeptika.
Obat – obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat berdasarkan efek farmakodinamiknya
dibagi atas dua golongan besar yaitu :

 Merangsang atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak langsung merangsang
aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta syarafnya.

 Menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak langsung memblokir
proses-proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum tulang belakang dan saraf-sarafnya.

Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang sangat luas
(merangsang atau menghambat secara spesifik atau secara umum). Kelompok obat
memperlihatkan selektifitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik khusus mempengaruhi

38
pusat pengatur suhu pusat nyeri tanpa pengaruh jelas. Obat-obatan yang mendepresi susunan
saraf pusat seperti largactil (klorpromazin), diazepam dapat melindungi mencit terhadap
kematian akibat konvulsi oleh pemberian striknin dalam jumlah besar.

II. Tujuan Percobaan

 Mengamati dan memahami stimulasi susunan saraf pusat pada makhluk hidup secara
berlebihan

 Untuk memperoleh gambaran manifestasi stimulasi berlebihan dapat diatasi

 Memahami cara kerja obat stimulasi susunan saraf pusat

III. Alat dan Bahan

Alat :

 Spuit 1 ml dan 2 ml

 Timbangan hewan

 Beaker glass

Bahan :

 Mencit Jantan

 Striknin 0,05 %

 Diazepam 0,1 %

IV. Prosedur Percobaan

a. Mencit ditimbang, dicatat dan diberi tanda pada ekornya

b. Dihitung dengan dosis pemberian

- Mencit 1 : kontrol aquadest dosis 1 %/BB (i.p)

- Mencit 2 : diazepam 0,1 % dosis 20 mg/kgBB (i.p)

- Mencit 3 : diazepam 0,1 % dosis 25 mg/kgBB (i.p)

39
c. Diamati gejala yang terjadi pada mencit

d. Setelah 45 menit masing-masing mencit disuntikkan striknin dengan konsentrasi 0,025 %


dosis 1,5 mg/kgBB (i.p)

e. Diamati gejala yang terjadi dan diamati kejang serta waktu kejang selama 45 menit
selang waktu 5 menit

f. Dibuat grafik respon vs waktu

V. Perhitungan Dosis

Pembuatan Larutan

Larutan striknin 0,025 %, striknin 25 mg dilarutkan dengan aquadest sebanyak 100 ml

 Kontrol aquadest 1 %

- Mencit 1 = ………………… g

Volume aquadest yang disuntikkan (ml) = 1% x berat badan

= 1% x …………

= ………….. ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka

1 skala = 1 : 80

= 0,0125 ml

Jadi, jumlah yang diberikan dengan syringe 1 ml adalah

Jumlah larutan = = ………… skala

Jumlah larutan striknin (mg) = x …………. g

= …………. Mg

Konsentrasi striknin = 0,0125 %


40
0,0125 % = 0,025 g/100 ml

= 0,025 g x 1000 mg/100 ml

= 0,25 mg/ml

Jumlah larutan obat yang diberikan = = …………. ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka

1 skala = 1 : 80

= 0,0125 ml

Jadi, jumlah obat yang diberikan dengan syringe 1 ml adalah

Jumlah larutan = = …………….. skala

 Diazepam 0,1% dosis 20 mg/kg BB (i.p)


- Mencit 2 = ……………. g
Volume diazepam yang disuntikkan (mg) = 20 mg/kg x berat badan
= 20 mg/1000 g x ……………
= ……….. mg
Konsentrasi diazepam = = ………..ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka


1 skala = 1 : 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah yang diberikan dengan syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ………. Skala

Jumlah larutan striknin (mg) = x …………. g

= …………………. Mg
Konsentrasi striknin = 0,025 %
0,025% = 0,025 g/100 ml

41
= 0,025 g/1000 mg/100 ml
= 0,25 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = …………. ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka


1 skala = 1 : 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah obat yang diberikan dengan syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = …...... skala

 Diazepam 0,1% dosis 25 mg/kg BB (i.p)


- Mencit 3 = ………………. G
Volume diazepam yang disuntikkan (mg) = 20 mg/kg x berat badan
= 20 mg/1000 g x ……………
= ……….. mg
Konsentrasi diazepam = = ………..ml

Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka


1 skala = 1 : 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah yang diberikan dengan syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = ………. Skala

Jumlah larutan striknin (mg) = x …………. G

= …………………. Mg

Konsentrasi striknin = 0,025 %

0,025% = 0,025 g/100 ml

= 0,025 g/1000 mg/100 ml


= 0,25 mg/ml
Jumlah larutan obat yang diberikan = = …………. ml

42
Jika skala dalam syringe 1 ml = 80 skala, maka
1 skala = 1 : 80
= 0,0125 ml
Jadi, jumlah obat yang diberikan dengan syringe 1 ml adalah
Jumlah larutan = = …...... skala

VI. Hasil dan Pembahasan

43

Anda mungkin juga menyukai