Laporan Praktikum Farmakognosi Kelompok 2

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

SERAI (CYMBOPOGON NARDUS)

1A
KELOMPOK : 2
NAMA MAHASISWA :
1. Agustina Dwiyanti Putri NIM : 11194762310010
2. Ahmad Ridho Subhi Hartanto NIM : 11194762310011
3. Aisyah Nabila NIM : 11194762310012
4. Aletha Fauzi NIM : 11194762310014
5. Alia Nur Azizah NIM : 11194762310015
6. Hijriyah NIM : 11194762310059
7. Yazna NIM : 11194762310148

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
2023
HALAMAN PERSETUJUAN
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

SERAI (CYMBOPOGON NARDUS)

1A
KELOMPOK : 2
NAMA MAHASISWA
1. Agustina Dwiyanti Putri NIM : 11194762310010
2. Ahmad Ridho Subhi Hartanto NIM : 11194762310011
3. Aisyah Nabila NIM : 11194762310012
4. Aletha Fauzi NIM : 11194762310014
5. Alia Nur Azizah NIM : 11194762310015
6. Hijriyah NIM : 11194762310059
7. Yazna NIM : 11194762310148

DOSEN PEMBIMBING

apt. Ali Rakhman Hakim, M. Farm


NIK. 1166012015073
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Farmakognosi awalnya didefinisikan sebagai studi tentang obat-
obatan mentah yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, maupun mineral dan
konstituennya. Namun, penelitian sejarah baru menyatakan bahwa
farmakognosi menggambarkan studi tentang tanaman obat dan sifat-
sifatnya. Istilah farmakognosi berasal dari dua kata Latin, yaitu pharmakon
'obat', dan gignoso 'untuk memperoleh pengetahuan tentang'. Maka, itu
berarti 'pengetahuan atau ilmu tentang obat' (Shah dan Seth, 2010).
Penelitian terkait dengan produk alam (tanaman dan bentuk
kehidupan lain) bertujuan menemukan obat baru untuk mengobati penyakit
pada manusia ataupun mamalia lainnya. Istilah crude extract digunakan
untuk produk alam seperti tanaman, bagian dari tanaman, ekstrak, dan
eksudat yang bukan senyawa murni (Samuellson, 1999).
Obat alam dapat berasal dari tumbuhan atau hewan, atau bagian-
bagiannya yang hanya dikeringkan atau dibuat menjadi irisan melintang
atau memanjang atau dalam beberapa kasus berupa bahan yang telah
dikelupas kulitnya. Sebagian besar obat-obatan alam yang digunakan dalam
pengobatan diperoleh dari tanaman, dan hanya sejumlah kecil yang berasal
dari hewan maupun mineral. Obat alam ini juga digunakan untuk
pengobatan berbagai penyakit selain digunakan dalam industri kosmetik,
tekstil, dan makanan. Selama paruh pertama abad ke-19, apotek menyimpan
stok obat-obatan alam untuk persiapan campuran teh herbal, semua jenis
ekstrak dan jus yang pada gilirannya digunakan dalam menyiapkan obat
tetes, sirop, infus, dan salep (Shah dan Seth, 2010).
Ruang lingkup farmakognosi telah diperluas dalam beberapa tahun
terakhir dengan memasukkan identifikasi atau autentikasi obat-obatan alam
(menggunakan metode makroskopis, mikroskopis, atau kimia), dan evaluasi
biofarmakologis dan klinis. Penelitian dalam farmakognosi saat ini
mencakup studi di bidang fitokimia, kimia mikroba, biosintesis,
biotransformasi, bioinformatika, dan kemotaksonomi. Farmakognosi juga
telah menjadi penghubung penting antara farmakologi dan kimia obat
(Badal dan Delgoda, 2017).

B. Tujuan Praktikum
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa mampu melakukan
analisis Organopeltik, Makroskopik dan Mikroskopik pada simpilia. Untuk
mengetahui kebenaran dan mutu obat tradisional termasuk simplisia, maka
dilakukan analisis yang meliputi analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis

1
2

kuantitatif terdiri atas pengujian organoleptik, pengujian makroskopik, dan


pengujian mikroskopik (Gunawan, 2004).
1. Uji Organoleptik, meliputi pemeriksaan terhadap warna, bau dan
rasa dari bahan.
2. Uji Makroskopik, meliputi pemeriksaan ciri-ciri bentuk luar yang
spesifik dari bahan (morfologi) maupun ciri-ciri spesifik dari bentuk
anatominya.
3. Uji Mikroskopik, pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop
guna untuk menjamin kebenaran simplisia dengan pemeriksaan masing-
masing tanaman yang berbeda bentuknya.
BAB II
SERAI (CYMBOPOGON NARDUS)
A. Klasifikasi
Serai atau Cymbopogon nardus merupakan tumbuhan yang masuk ke dalam
famili rumput-rumputan atau Poaceae. Dikenal juga dengan nama serai
dapur (Indonesia), sereh (Sunda), dan bubu (Halmahera) (Oyen dan Dung,
1999). Tanaman ini dikenal dengan istilah Lemongrass karena memiliki bau
yang kuat seperti lemon, sering ditemukan tumbuh alami di negara-negara
tropis (Oyen dan Dung, 1999).
Klasifikasi tanaman sereh menurut Ketaren (1985) sebagai berikut :
a. Kingdom : Plantae
b. Subkingdom : Trachebionta
c. Divisi : Spermatophyta
d. Subdivisi : Angiospermae
e. Kelas : Monocotyledone
f. Sub Kelas : Commelinidae
g. Ordo : Poales 7
h. Famili : Poaceae
i. Genus : Cymbopogon
j. Species : Cymbopogon citratus (L.)

B. Khasiat
Serai merupakan tanaman yang umumnya digunakan sebagai
bumbu dapur dan untuk pengobatan tradisional yang dimanfaatkan sebagai
obat kumur untuk sakit gigi dan gusi yang bengkak, serta bahan-bahan obat
untuk melancarkan air seni dan haid (Heyne, 1987). Sereh digunakan untuk
menghambat atau membunuh bakteri patogen karena mengandung minyak
atsiri yang berfungsi sebagai antijamur dan antibakteri terhadap beberapa
bakteri patogen, seperti Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Bacillus
subtilis, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia

3
4

coli yang telah diuji pada penelitian sebelumnya (Naik dkk., 2010). Sereh
memiliki aktivitas antibakteri yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan
luka karena bakteri Staphylococcus aureus sering ditemukan pada jaringan
kulit yang terluka, termasuk pada luka bakar (Healy, 2006). Minyak atsiri
sereh dibuat dalam bentuk sediaan gel yang dapat menahan dan
menciptakan lingkungan lembab di sekitar luka sehingga dapat
mempercepat penyembuhan luka (Boateng dkk., 2008).
Serai (Cymbopogon nardus) merupakan tanaman di pekarangan
yang biasanya digunakan sebagai obat. Serai (Cymbopogon nardus)
biasanya juga digunakan sebagai bumbu dapur untuk mengharumkan
makanan. Selain itu, serai bermanfaat sebagai anti radang, menghilangkan
rasa sakit dan melancarkan sirkulasi darah. Manfaat lain yaitu untuk
meredakan sakit kepala, otot, batuk, nyeri lambung, haid tidak teratur dan
bengkak setelah melahirkan. Akar tanaman sereh digunakan sebagai
peluruh air seni, peluruh keringat, peluruh dahak, bahan untuk kumur, dan
penghangat badan. Sedangkan minyak sereh banyak digunakan sebagai
bahan pewangi sabun, spray, disinfektan, dan bahan pengkilap.dapat
berkhasiat sebagai obat sakit kepala , batuk , nyeri lambung, diare dan
penghangat badan dan penurun panas (Fauzi,2009).
Serai wangi (Cymbopogon nardus L. Rendle) pada umumnya
merupakan tanaman yang dapat dipercaya dijadikan sebagai tanaman obat,
tumbuhan ini ditanam di perkarangan, yang berkhasiat sebagai obat sakit
kepala, batuk, nyeri lambung, diare, penghangat badan, penurun panas dan
pengusir nyamuk (Fauzi, 2009). Serai wangi adalah salah satu tanaman
penghasil minyak atsiri di Indonesia. Hasil penyulingan daun serai wangi
akan diperoleh minyak serai wangi, dengan komponen utamanya adalah
minyak sitronella dan garniol. Menurut Sukamto (2011), komponen utama
dan turunannya, banyak digunakan di industri kosmetik, parfum, sabun,
obat-obatan. Minyak atsiri dari serai wangi juga telah banyak digunakan
sebagai insektisida, nematosida, antijamur, antibakteri, hama gudang dan
kontaminan jamur.
5

C. Morfologi
a. Morfologi
Serai (Cymbopogon nardus) berupa tanaman tahunan (parennial)
yang hidup secara meliar dan stolonifera (berbatang semu) yang
membentuk rumpun tebal dengan tinggi hingga mencapai 50-100cm,
serta mempunyai aroma yang kuat dan wangi. Sistem perakaran
tanaman sereh memiliki akar yang besar. Morfologi akarnya merupakan
jenis akar serabut yang berimpang pendek dan akarnya berwarna coklat
muda (Sastrapradja, 1978). Batang tanaman serai bergerombol dan
berumbi serta lunak dan berongga. Isi batangya berasal dari pelepah
umbi untuk pucuk yang berwarna putih keunguan atau kemerahan.
Selain itu, batang tanaman serai bersifat kaku dan mudah patah. Batang
serai tumbuh tegak lurus diatas tanah atau condong, membentuk
rumpun, pendek dan bulat (silindris) (Poerwanto, 2010).

Morfologi daun serai berwarna hijau, dan tunggal. Daunnya kesat,


panjang, runcing, dan bagian tepinya kasar, tajam dan kokos namun halus
pada bagian permukaannya. Bentuk daun serai berbentuk pita hampir
menyerupai daun ilalang Daun serai ini memiliki bentuk pita. Berdaun
tunggal, lengkap, memiliki pelepah daun silindris, gundul, memiliki lidah
(ligula). Tulang daun tanaman serai tersusun sejajar. Letak daun pada
batangnya tersebar. Panjang daunnya sekitar 50-100 cm, sedangkan
lebarnya kira-kira 2 cm. Daging daunnya tipis serta pada bagian permukaan
atas dan bawahnya berbulu halus (Backer, 1965).
6

Susunan bunganya malai atau bulir majemuk, bertangkai atau


duduk, memiliki daun pelindung yang nyata biasanya berwarna sama,
umumnya putih. Daun pelindung dapat bermetamorfosis menjadi gluma
steril dan ferlil (pendukung bunga). Kelopak dapat bermetamorfosis
menjadi bagian palea (2 unit) dan lemma atau sekam (1 unit) sedangkan
makhota dapat bermetamorfosis menjadi 2 bagian lodikula, yang berfungsi
membuka bunga dipagi hari. Benang sari serai dapur berjumlah 3-6,
membuka secara memanjang. Putik dan kepala putik sepasang membentuk
bulu, dengan percabangan membentuk jambul. Buahnya berbentuk
menyerupai buah padi, memanjang, pipih dorso ventral, embrio separo
bagian biji. Waktu berbunganya januari-desember. Namun tanaman serai
dapur jarang sekali memiliki bunga. Karena sangat jarang berbunga, maka
tanaman ini bereproduksi dengan akarnya bukan dengan bijinya.
Habitat tumbuhnya pada daerah dengan ketinggian 50-2700 mdpl.
Serai membutuhkan iklim yang panas dengan sinar matahari yang banyak
dan curah hujan yang cukup, tidak memerlukan tanah yang subur. Tanah
yang berat dan subur, hasil daunnya tinggi tetapi kadar minyaknya rendah.
(Dalimartha, 1999).
b. Makroskopik
Uji makroskopik dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar
atau tanpa alat. Cara ini dilakukan untuk mencari kekhususan morfologi
dan warna simplisia (Eliyanoor, 2012).
7

c. Organoleptik
Parameter organoleptis simplisia meliputi pendeskripsian bentuk,
warna, bau dan rasa menggunakan pancaindra. Penentuan parameter ini
dilakukan untuk memberikan pengenalan awal yang sederhana dan
seobjektif mungkin (Depkes 2000).

Keterangan :
1. Bau = Bau khas bila diremas
2. Warna = Hijau
3. Bentuk = Berupa potongan pipih panjang, tepi
kasar dan tajam, tulang daun sejajar,
permukaan atas dan bawah berbulu.
4. Rasa = Pedas
8

D. Mikroskopis
Uji Mikroskopik, pada umumnya meliputi pemeriksaan irisan bahan
atau serbuk dan pemeriksaan anatomi jaringan itu sendiri. Kandungan sel
dapat langsung dilihat di bawah mikroskop atau dilakukan pewarnaan.
Sedangkan untuk pemeriksaan anatomi jaringan dapat dilakukan setelah
penetesan pelarut tertentu, seperti kloralhidrat yang berfungsi untuk
menghilangkan kandungan sel seperti amilum dan protein sehingga akan
dapat terlihat jelas di bawah mikroskop (Djauhari, 2012).
Mikroskopik pada Serai, fragmen pengenal adalah epidermis dengan
parenkim, epidermis atas dengan sel-sel palisade dan rambut penutup,
epidermis atas dengan stomata bentuk halter, epidermis atas dan berkas
pengangkut dengan penebalan tipe tangga, dan sklerenkim.

(a) akar (b) batang (c) daun

(d) rambut akar (e) epidermis atas beserta


pengangkut
9

E. Tempat Tumbuh
Serai wangi dapat tumbuh di tempat yang kurang subur, bahkan di
tempat yang tandus. Karena mampu beradaptasi dengan lingkungannya.
Serai tidak memerlukan perawatan khusus. Peremajaan perlu dilakukan
setelah tanaman berumur 4-5 tahun karena produktivitasnya mulai menurun
setelah tanaman berumur lebih dari 5 tahun.
Serai saat ini banyak dikembangkan karena mempunyai syarat
tumbuh yang relatif mudah, sehingga mudah dibudidayakan untuk
pengembangan dalam skala luas pada berbagai jenis tanah (Setiawan,
Gusmaini dan Hera, 2018). Tanaman ini juga dapat hidup pada kondisi
ekstrim seperti tanah yang miskin hara, tanah basa, lereng terjal, dan
hutan yang terdegradasi (Sopacua, 2016). Tanaman serai wangi dapat
tumbuh, dari dataran rendah hingga ketinggian 1.200 mdpl. Namun,
ketinggian optimumnya adalah 250 mdpl. Tinggi tempat umumnya
berpengaruh terhadap kualitas dan kandungan minyak yang diperoleh. Pada
ketinggian di atas 1.200 mdpl, kandungan minyak atsirinya lebih rendah
dari pada yang tumbuh di bawah ketinggian 1.200 mdpl.
Pertumbuhan serai wangi dapat dipengaruhi oleh kesuburan tanah.
Tanah yang subur adalah tanah yang mengandung unsur hara, air dan bahan
komponen lainnya. Untuk menjaga kesuburan tanah dan kestabilan
produksi, tanaman serai wangi perlu dipupuk. Pupuk berpengaruh pada
produksi daun dan banyaknya minyak atsiri yang dihasilkan per hektar
(Rusli et al., 1990).
Selain pupuk, Serai wangi juga memerlukan intensitas cahaya
matahari yang cukup karena akan berpengaruh terhadap kandungan
minyaknya. Di tempat-tempat yang tingkat naungannya cukup tinggi,
pertumbuhan tanaman dan daun kurang sempurna. Daun kelihatan lebih
kecil, tipis, dan jumlah anakannya sedikit. Tanaman serai wangi sangat
cocok ditanam di tempat terbuka. Curah hujan yang turun secara teratur
10

sangat mendukung pertumbuhannya. Rata-rata curah hujan yang


dibutuhkan tanaman serai wangi adalah 2.500-4.000 mm per tahun.
Maka dari itu, karena mempunyai syarat tumbuh yang relatif mudah
serei dapat tumbuh dengan baik di daerah Kalimantan selatan yang cukup
luas memiliki tanah rawa. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra)
Banjarbaru telah melakukan uji coba untuk pengembangan tanaman serei
ini secara kecil di lahan rawa, hasilnya cukup baik. Mereka juga menyatakan
serai sebagai tanaman pinggiran di daerah rawa karena serei juga memiliki
cukup tinggi nilai ekonominya, terutama untuk warga sekitar.
Sample serei yang kami gunakan untuk melakukan praktikum
kemarin kami ambil dari tepian sungai di Jl. Handil Babirik, RT/RW 01/01,
Kecamatan Bumi Makmur, Kabupaten Tanah Laut (-3,5423189,
114,6601392).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Serai (Cymbopogon citratus DC). Stapf


Badal, S. dan Delgoda, R. 2017. Pharmacognosy Fundamentals,
Applications and Strategy. Academic Press is an Imprint of
Elsevier. 125 London Wall, London EC2Y
5AS, United Kingdom.
C. A. Backer, D. Sc. And R. C. Backhuizen VandenbrinkJr, Ph.D. 1965.
Flora Of Java: vol. III. Netherland: The Auspices Of The
Rijksherbarium.
Dalimartha, setiawan. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Ungaran.
Trubus Agriwidya.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000, Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Djauhari (2012). Daftar Obat Esensial Nasional. Jakarta: Departemen
Eliyanoor, B., 2012, Penuntun Praktikum Farmakognosi, Edisi II, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia.
Fauzi, A. 2009. Aneka Tanaman Obat dan Khasiatnya. Yogyakarta: Penerbit
Media Pressindo.
Healy, B. F. A., 2006, ABC of Wound Healing: Infections, BMJ, 332, 838.
Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid II, 622-627, Badan
Litbang Kehutanan, Jakarta.
Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 27.
Ketaren, S., 1985, Pengantar Tekonlogi Minyak Atsiri, Balai
Pustaka, Jakarta.
Naik, M. I., Bashir, A. F., Ebenezar, J., Javid, A. B., 2010, Antibacterial
activity of lemongrass (Cimbopogon citrates) oil against
some selected pathogenic bacterias, Asian Pacifik Journal of
Tropical Medicine, 535-538.
Oyen, L.P.A., Dung, N.X. 1999. Plants Resources of South-East Asia:
Essential Oil. No. 19. Prosea, Bogor, Indonesia. 110-114.
Poerwanto, Adi. 2009. Tanaman Sereh Solusi Penghangat tubuh
dan batuk. Jakarta.
Rusli, S., N. Nurdjanah, Soediarto, D. Sitepu, Ardi, S dan D.T. Sitorus.
1990. Penelitian dan pengembangan minyak atsiri Indonesia, Edisi
Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. Hal 10-14.
Sastrapradja, 1978. Parameter Kualitas Minyak Atsiri.
Setiawan, Gusmaini dan H. Nurhayati. 2018. Respons Tanaman Serai Wangi
Terhadap Pemupukan NPKMg Pada Tanah Latosol. Buletin
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 29 : 69-78.
Shah, B.N. dan Seth, A.K. 2010. Textbook of Pharmacognosy and
Phytochemistry. New Delhi: Rajkamal Electric Press.

11
Sopacua, B. N. 2016. Pengaruh Pemupukan Dan Jarak Tanam Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Serai Wangi (Cymbopogon
citratus). Jurnal Triton. 7 : 51-60.
Sukamto, Djazuli M dan Suheryadi D. 2011. Serai Wangi (Cymbopogon
nardus L) Penghasil Minyak Atsiri, Tanaman Konservasi dan
Pakan. Ternak. Prosiding Seminar Nasional Inovasi
Perkebunan 2011. Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik. Hlm 175-180.
Ir. Agus Kardinan, M. S. (2005). Tanaman Penghasil Minyak Atsiri
Komoditas Wangi Penuh Potensi. Jakarta: AgroMedia
Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai