Anda di halaman 1dari 21

Tugas Komunikasi Dalam Keperawatan

“ KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA RUANG IGD DAN RUANG ICU”


Dosen : Narmi,S.Kep., NS., M.Kes

KELOMPOK 1

ADE NINGSIH CITRA HEDIANA

ADELIA CITRA SELVIA DEWI

AHMAD RAMADHAN DANDI HARDIANTO

ANDI ASRIAWAN DESIANA TASSI

ANDI SELTI ASISKA DESISCA SASMITA SAPUTRI

ANDI UMI KALSUM DESIYANTI

ANDRI MITRA DWI SANTOSO

APRIR SABANA FITRIA NINGSIH

ARNI ANGGRIANI GIATNI

ASNINA GITA PUTU CHANITYA D.

AZ ZUBAIR HARTALIA SERI YULIANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


KARYA KESEHATAN KENDARI
TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas komunikasi dalam keperawatan yang berjudul “Komunikasi Terapeutik
pada Ruang IGD & Ruang ICU”. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Komunikasi dalam Keperawatan.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak – pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada dosen kami Ibu yang telah memberikan tugas
dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam menyelesaikan makalah ini, kami merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun kelengkapan materi mengingat kemampuan yang kami miliki. Untuk
itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Kendari, 19 Januari 2022

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 4
A. LATAR BELAKANG .................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................ 5
C. TUJUAN ......................................................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 6
A. KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN DI IGD ............................. 6
B. KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN DI ICU ........................... 10
BAB III. ANALISIS KASUS ........................................................................................ 15
A. KASUS......................................................................................................... 15
B. PEMBAHASAN KASUS ........................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 20

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk memberikan informasi
yang akurat dan membina hubungan saling percaya dengan klien sehingga klien akan
merasa puas dengan pelayanan keperawatan yang diterimanya. Pada pasien gawat darurat
perlu memperhatikan tehnik-tehnik dan tahapan baku komunikasi terapeutik yang baik dan
benar.
Komunikasi terapeutik merupakan cara yang efektif untuk mempengaruhi tingkah
laku manusia dan bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit,
sehingga komunikasi harus dikembangkan secara terus-menerus (Kariyo, 1998).
Hubungan antara perawar dank lien yang terapeutik bias terwujud dengan adanya interaksi
yang terapeutik antar keduanya, interaksi tersebut harus dilakukan sesuai dengan tahapan-
tahapan baku interaksi terapeutik perawat klien, tahapan itu adalah tahap pre orientasi,
tahap orientasi, tahap kerja, dan tahap terminasi (Stuart an Sundeen, 1998). Pelayanan
kesehatan menggunakan komunikasi yang langsung seperti pelayanan kesehatan. Rumah
Sakit merupakan tempat untuk mendapatkan pelayanan baik yang bersifat medik maupun
keperawatan.
Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutujhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU No 44 tahun
2009). Gawat darurat adalah suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan
seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan/pertolongan segera dalam arti
pertolongan secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan
semacam itu maka korban akan mati atau cacat/kehilangan anggota tubuhnya seumur
hidup.
Dalam pelaksanaan tindakan dengan klien gawat darurat perawat perlu melakukan
komunikasi terapeutik pada klien harus dengan jujur, memberikan gambaran situasi yang
sesungguhnya sedang terjadi dengan tidak menambahkan kecemasan dan memberikan
support verbal maupun non verbal. Klien dapat merasakan puas ataupun tidak puas apabila
klien sudah mendapatkan pelayanan kesehatan yang diberikan petugas di IGD, baik yang
bersifat fisik, kenyamanan dan keamanan serta komunikasi terapeutik yang baik.
ICU adalah unit perawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat
dan kritis, cedera dengan penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga

4
kesehatan terlatih, serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus. Kecemasan
keluarga pasien di ruang ICU terjadi karena terpisah secara fisik dengan keluarga yang
dirawat, tariff ICU mahal, lingkungan ICU yang penuh dengan peralatan canggih, bunyi
alarm dan banyaknya alat yang terpasang di tubuh pasien. Keluarga pasien di ruang ICU
sering mengalami kecemasan bias juga karena rata-rata kematian yang tinggi dari pasien
dalam perawatan.
Intensif. Ketika kondisi pasien yang sedang dirawat di ruang ICU kritis, maka
komunikasi terapeutik sangat diperlukan karena keluarga seketika mengalami kecemasan
saat anggota keluarganya di rawat di ruang ICU, perawat perlu memberikan perhatian
untuk memenuhi kebutuhan keluarga melalui komunikasi. Kebutuhan keluarga pasien di
ICU adalah kebutuhan informasi, dukungan mental, rasa nyaman, berdekatan dengan
pasien, dan jaminan pelayanan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari gawat darurat


2. Apa saja konsep dasar keperawtan gawat darurat ?
3. Apa yang dimaksud dengan SPGDT ?
4. Apa tujuan komunikasi pada gawat darurat ?
5. Bagaimana tehknik komunikasi pada gawat darurat ?
6. Apa rinsip-prinsip komunikasi gawat darurat ?
7. Apa fungsi dari komunikasi pada pasien ICU?
8. Bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien yang tidak sadar ?

C. TUJUAN

1. Mahasiswa mengerti pengertian dari gawat darurat.


2. Mahasiswa memahami kosep dasar keperawatan gawat darurat.
3. Mahasiswa memahami tentang SPGDT.
4. Mahasiswa mengerti tujuan dilakukan komunikasi gawat darurat.
5. Mahasiswa bisa melakukan tehknik komunikasi pada gawat darurat secara benar.
6. Mahasiswa memahami prinsi-prinsip komunikasi gawat darurat.
7. Mahasiswa menahami fungsi dari komunikasi pada pasien di ICU
8. Mahasiswa mampu melakukan komunikasi pada pasien tidak sadar

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN DI IGD


1. Pengertian gawat darurat
Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44
tahun 2009). Gawat darurat adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak
mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan
segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak
mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan mati atau cacat / kehilangan
anggota tubuhnya seumur hidup.

2. Konsep dasar keperawatan gawat darurat


a. Klien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak
mendapat pertolongan secepatnya Mis:Sumbatan Jalan Napas atau distress
nafas, Luka Tusuk dada/perut dengan shock dan sesak, hipotensi / shock.
b. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak
mendapatkan pertolongan secepatnya. Bisanya di lambangkan dengan label merah.
Misalnya AMI (Acut Miocart Infac).
c. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat.
Bisanya di lambangkan dengan label Biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium
akhir.
d. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa
dan anggota badannya. Bisanya di lambangkan dengan label kuning. Misalnya :
pasien Vulnus Lateratum tanpa pendarahan.
e. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya di

6
lambangkan dengan label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.
f. Pasien Meninggal
Label hitam ( Pasien sudah meninggal, merupakan prioritas terakhir. Adapun
petugas triage di lakukan oleh dokter atau perawat senior yang berpengalaman dan
petugas triage juga bertanggung jawab dalam operasi,pengawasan penerimaan
pasien dan daerah ruang tunggu.

3. Aspek psikologis pada situasi gawat darurat


a. Cemas
Cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai
oleh rasa ketakutan yang difius, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala
otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya.
Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervaniasi,
pada setiap orang tidak sama.
b. Histeris
Dalam penggunaan sehari-hari nya histeria menjelaskan ekses emosi yang tidak
terkendali. Orang yang "histeris" sering kehilangan kontrol diri karena ketakutan
yang luar biasa karena suatu kejadian atau suatu kondisi
c. Mudah marah
Hal ini terjadi apabila seseorang dalam kondisi gelisah dan tidak tahu apa yang
harus di perbuat

4. Tujuan komunikasi pada gawat darurat


Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan
kerjasama antar perawat dan klien melalui hubungan perawat dan klien. Perawat
berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Tujuan komunikasi terapeutik pada klien gawat darurat menciptakan kepercayaan
antara perawat dengan klien yang mengalami kondidi kritis atau gawat darurat dalam
melakakan tindakan, sehingga klien cepat tertolong dan tidak terjadi hal yang fatal.

5. Tehknik komunikasi pada gawat darurat


a. Mendengarkan
Perawat harus berusaha untuk mendengarkan informasi yang disampaikan oleh

7
klien dengan penuh empati dan perhatian. Ini dapat ditunjukkan dengan
memandang kearah klien selama berbicara, menjaga kontak pandang yang
menunjukkan keingintahuan, dan menganggukkan kepala pada saat berbicara
tentang hal yang dirasakan penting atau memerlukan ummpan balik. Teknik
dimaksudkan untuk memberikan rasa aman kepada klien dalam
mengungkapkan perasaan dan menjaga kestabilan emosi klien.
b. Menunjukkan penerimaan
Menerima bukan berarti menyetujui, melainkan bersedia untuk mendengarkan
orang lain tanpa menunjukkan sikap ragu atau penolakan. Dalam hal ini sebaiknya
perawat tidak menunjukkan ekspresi wajah yang menunjukkan ketidaksetujuan atau
penolakan. Selama klien berbicara sebaiknya perawat tidak menyela atau
membantah. Untuk menunjukkan sikap penerimaan sebaiknya perawat
menganggukkan kepala dalam merespon pembicaraan klien.
c. Mengulang Pernyataan Klien
Dengan mengulang pernyataan klien, perawat memberikan umpan balik
sehingga klien mengetahui bahwa pesannya mendapat respond an berharap
komunikasi dapat berlanjut. Mengulang pokok pikiran klien menunjukkan indikasi
bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
d. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawta perlu mengehentikan pembicaraan
untuk meminta penjelasan dengan menyamakan pengertian. Ini berkaitan dengan
pentingnya informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan. Klarifikasi
diperlukan untuk memperoleh kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi
e. Menyampaikan Hasil Pengamatan
Perawat perlu menyampaikan hasil pengamatan terhadap klien untuk
mengetahui bahwa pesan dapat tersampaikan dengan baik. Perawat menjelaskan
kesan yang didapat dari isyarat nonverbal yang dilakukan oleh klien. Dengan
demikian akan menjadikan klien berkomunikasi dengan lebih baik dan
terfokus pada permasalahan yang sedang dibicarakan

6. Prinsip komunikasi gawat darurat


a. Ciptakan lingkungan terapeutik dengan menunjukan prilaku dan sikap caring
(sikap pengasuhan yang ditunjukan dengan peduli dan selalu ingin memberikan
bantuan)

8
b. Acceptance (menerima pasien apa adanya)
c. Respect (hormatati keyakinan pasien apa adanya)
d. Empaty (merasakan perasaan pasien)
e. Trust (memberi kepercayaan)
f. Integrity (berpegang pd prinsip profesional yang kokoh)
g. Identifikasikan bantuan yang diperlukan
h. Terapkan teknik komunikasi: terfokus, bertanya, dan validasi
i. Bahasa yang mudah dimengerti
j. Pastikan hubungan profesional dimengerti oleh pasien/keluarga
k. Motivasi dan hargai pendapat & respon klien
l. Hindari: menyalahkan, memojokkan, dan memberikan sebutan yang negatif.

7. SPGDT (Sistem Penanggualangan Gawat Darurat Terpadu)


SPGDT adalah sistem pelayanan penderita gawat darurat yang terdiri dari unsur
pelayanan pra rumah sakit, pelayanan di rumah sakit dan pelayanan antar rumah sakit.
Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life saving
yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum, awam khusus, petugas
medis, pelayanan ambulan gawat darurat dan sistem komunikasi.
a. Fase pra rumah sakit
Fase pelayanan pra rumah sakit adalah pelayanan kepada penderita gawat
darurat yang melibatkan masyarakat atau orang awam dan petugas kesehatan. Pada
umumnya yang pertama yang menemukan penderita gawat darurat di tempat
musibah adalah masyarakat yang dikenal oleh orang awam. Oleh karena bermanfaat
bila orang awam diberi dan dilatih pengetahuan dan keterampilan penanggulangan
gawat darurat. Komunikasi yang dilakukan pada fase pra rumah sakit yaitu dengan
meyakin warga bahwa seorang perawat, mengecek kesadaran korban dengan
memanggil nama korban, menghubungi organisasi gawat darurat terdekat untuk
pertolongan lanjut ke rumah sakit. Contoh: di jalan terjadi kecelakaan kemudian
penderita gawat darurat ditolong masyarakat yang telah mendapatkan pelatihan
untuk gawat darurat, warga tadi menolong penderita gawat darurat mengamankan
korban di tempat yang lebih aman, melakukan pertolongan di tempat kejadian
seperti menolong menghentikan pendarahan, kemudian melaporkan korban ke
organisasi pelayanan kegawatdaruratan terdekat, pengangkutan untuk pertolongan
lanjut dari tempat kejadian ke rumah sakit.

9
b. Fase pelayanan rumah sakit
Fase pelayanan rumah sakit adalah fase pelayanan yang melibatkan tenaga
kesehatan yang dilakukan di dalam rumah sakit seperti pertolongan di unit gawat
darurat. Komunikasi yang dilakukan pada tahap ini sama dengan komunikasi
terapeutik, tetapi dalam hal ini tindakan yang cepat dan tepat lebih utama dilakukan
kepada korban. Contoh: ada korban kecelakaan yang mengalami pendarahan masuk
ke UGD, perawat menanyakan identitas klien kemudian melakukan pemasangan
infus untuk mengganti cairan infus yang keluar, dengan menjelasakan tujuan
pemasangan infus dengan singkat dan jelas.
c. Pelayanan antar rumah sakit (rujukan)
Fase pelayanan antar rumah sakit (rujukan) adalah fase pelayanan yang
melibatkan petugas kesehatan dengan petugas kesehatan rumah sakit lain atau
rumah sakit satu dengan rumah sakit yang lain sebagai rujukan. Tindakan ini
dilakukan apabila korban membutuhkan penanganan lebih lanjut tetapi rumah sakit
yang pertama tidak bias memberi pertolongan sehingga dirujuk ke rumah sakit lain
yang bias menangani korban tersebut. Contoh: korban kecelakaan parah dibawa ke
salah satu rumah sakit tetap di rumah sakit tersebut tidak terdapat peralatan yang
harus digunakan segera untuk pertolongan, kemudian rumah sakit tersebut
menghubungi rumah sakit lain yang lebih cepat menangani, setelah itu pasien di
kirim ke rumah sakit yang telah di hubungi tadi.

B. KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN DI ICU


Komunikasi dengan pasien di ICU atau tidak sadar merupakan suatu komunikasi
dengan menggunakan teknik komunikasi khusus/teurapetik dikarenakan fungsi sensorik
dan motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat
diterima klien dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut.
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan gangguan
kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat dan dapat
membahayakan kehidupan. Pada proses ini susunan saraf pusat terganggu fungsi utamanya
mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran ini dapat disebabkan oleh beragam
penyebab, yaitu baik primer intrakranial ataupun ekstrakranial, yang mengakibatkan
kerusakan struktural atau metabolik di tingkat korteks serebri, batang otak keduanya.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini, kita tidak
menemukan feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi. Ini dikarenakan klien

10
tidak dapat merespon kembali apa yang telah kita komunikasikan sebab pasien sendiri tidak
sadar.

1. Fungsi Komunikasi Dengan Pasien Tidak Sadar


Menurut Pastakyu (2010), Komunikasi dengan klien dalam proses keperawatan
memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. Mengendalikan Perilaku
Pada klien yang tidak sadar, karakteristik pasien ini adalah tidak memiliki
respon dan klien tidak ada prilaku, jadi komunikasi dengan pasien ini tidak
berfungsi sebagai pengendali prilaku. Secara tepatnya pasien hanya memiliki satu
prilaku yaitu pasien hanya berbaring, imobilitas dan tidak melakukan suatu gerakan
yang berarti. Walaupun dengan berbaring ini pasien tetap memiliki prilaku negatif
yaitu tidak bisa mandiri.
b. Perkembangan Motivasi
Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi utama mempertahankan kesadaran,
tetapi klien masih dapat merasakan rangsangan pada pendengarannya. Perawat
dapat menggunakan kesempatan ini untuk berkomunikasi yang berfungsi untuk
pengembangan motivasi pada klien. Motivasi adalah pendorong pada setiap klien,
kekuatan dari diri klien untuk menjadi lebih maju dari keadaan yang sedang ia
alami. Fungsi ini akan terlihat pada akhir, karena kemajuan pasien tidak lepas dari
motivasi kita sebagai perawat, perawat yang selalu ada di dekatnya selama 24 jam.
Mengkomunikasikan motivasi tidak lain halnya dengan pasien yang sadar, karena
klien masih dapat mendengar apa yang dikatakan oleh perawat.
c. Pengungkapan Emosional
Pada pasien tidak sadar, pengungkapan emosional klien tidak ada, sebaliknya
perawat dapat melakukannya terhadap klien. Perawat dapat berinteraksi dengan
klien. Perawat dapat mengungkapan kegembiraan, kepuasan terhadap peningkatan
yang terjadi dan semua hal positif yang dapat perawat katakan pada klien. Pada
setiap fase kita dituntut untuk tidak bersikap negatif terhadap klien, karena itu akan
berpengaruh secara tidak langsung/langsung terhadap klien. Sebaliknya perawat
tidak akan mendapatkan pengungkapan positif maupun negatif dari klien. Perawat
juga tidak boleh mengungkapkan kekecewaan atau kesan negatif terhadap klien.
Pasien ini berkarakteristik tidak sadar, perawat tidak dapat menyimpulkan situasi
yang sedang terjadi, apa yang dirasakan pada klien pada saat itu. Kita dapat

11
menyimpulkan apa yang dirasakan klien terhadap apa yang selama ini kita
komunikasikan pada klien bila klien telah sadar kembali dan mengingat memori
tentang apa yang telah kita lakukan terhadapnya.
d. Informasi
Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan keperawatan pada proses keperawatan
yang akan kita lakukan. Setiap prosedur tindakan keperawatan harus
dikomunikasikan untuk menginformasikan pada klien karena itu merupakan hak
klien. Klien memiliki hak penuh untuk menerima dan menolak terhadap tindakan
yang akan kita berikan. Pada pasien tidak sadar ini, kita dapat meminta persetujuan
terhadap keluarga, dan selanjutnya pada klien sendiri. Pasien berhak mengetahui
apa saja yang akan perawat lakukan pada klien. Perawat dapat memberitahu maksud
tujuan dari tindakan tersebut, dan apa yang akan terjadi jika kita tidak melakukan
tindakan tersebut kepadanya.
Hampir dari semua interaksi komunikasi dalam proses keperawatan
menjalankan satu atau lebih dari ke empat fungsi di atas. Dengan kata lain, tujuan
perawat berkomunikasi dengan klien yaitu untuk menjalankan fungsi tersebut.
Dengan pasien tidak sadar sekalipun, komunikasi penting adanya. Walau, fungsi
yang dijalankan hanya salah satu dari fungsi di atas. Dibawah ini akan diuraikan
fungsi-fungsi berkomunikasi dengan klien, terhadap klien tidak sadar. Untuk
dipertegas, walau seorang pasien tidak sadar sekali pun, ia merupakan seorang
pasien yang memiliki hak-hak sebagai pasien yang harus tetap kita penuhi.
Perawat itu adalah manusia pilihan Tuhan, yang telah terpilih untuk membantu
sesama, memiliki rasa bahwa kita sesama saudara yang harus saling membantu.
Perawat akan membantu siapapun walaupun ia seorang yang tidak sadar sekalipun.
Dengan tetap memperhatikan hak-haknya sebagai klien.
Komunikasi yang dilakukan perawat bertujuan untuk membentuk hubungan saling
percaya, empati, perhatian, autonomi dan mutualitas. Pada komunikasi dengan
pasien tidak sadar kita tetap melakukan komunikasi untuk meningkatkan dimensi
ini sebagai hubungan membantu dalam komunikasi terapeutik.

2. Cara Berkomunikasi Dengan Pasien Tak Sadar


Menurut Pastakyu (2010), Cara berkomunikasi dengan klien dalam proses
keperawatan adalah berkomunikasi terapeutik. Pada klien tidak sadar perawat juga
menggunakan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang

12
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
klien. Dalam berkomunikasi kita dapat menggunakan teknik-teknik terapeutik,
walaupun pada pasien tidak sadar ini kita tidak menggunakan keseluruhan teknik.
Teknik terapeutik, perawat tetap dapat terapkan. Adapun teknik yang dapat terapkan,
meliputi:
a. Menjelaskan
Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang akan perawat
lakukan terhadap klien. Penjelasan itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan
kepada klien. Dengan menjelaskan pesan secara spesifik, kemungkinan untuk
dipahami menjadi lebih besar oleh klien.
b. Memfokuskan
Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen atau konsep kunci
dari pesan yang dikirimkan. Perawat memfokuskan informasi yang akan diberikan
pada klien untuk menghilangkan ketidakjelasan dalam komunikasi.
c. Memberikan Informasi
Fungsi berkomunikasi dengan klien salah satunya adalah memberikan
informasi. Dalam interaksi berkomunikasi dengan klien, perawat dapat memberi
informasi kepada klien. Informasi itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan
maupun kemajuan dari status kesehatannya, karena dengan keterbukaan yang
dilakukan oleh perawat dapat menumbuhkan kepercayaan klien dan pendorongnya
untuk menjadi lebih baik.
d. Mempertahankan ketenangan
Mempertahankan ketengan pada pasien tidak sadar, perawat dapat menujukkan
dengan kesabaran dalam merawat klien. Ketenagan yang perawat berikan dapat
membantu atau mendorong klien menjadi lebih baik. Ketenagan perawat dapat
ditunjukan kepada klien yang tidak sadar dengan komunikasi non verbal.
Komunikasi non verbal dapat berupa sentuhan yang hangat. Sentuhan adalah
transmisi pesan tanpa kata-kata, merupakan salah satu cara yang terkuat bagi
seseorang untuk mengirimkan pasan kepada orang lain. Sentuhan adalah bagian
yang penting dari hubungan antara perawat dan klien.
Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien tidak sadar adalah
komunikasi satu arah. Komunikasi yang hanya dilakukan oleh salah seorang
sebagai pengirim dan diterima oleh penerima dengan adanya saluran untuk
komunikasi serta tanpa feed back pada penerima yang dikarenakan karakteristik

13
dari penerima sendiri, yaitu pada point ini pasien tidak sadar. Untuk komunikasi
yang efektif dengan kasus seperti ini, keefektifan komunikasi lebih diutamakan
kepada perawat sendiri, karena perawat lah yang melakukan komunikasi satu arah
tersebut.

3. Prinsip-Prinsip Berkomunikasi Dengan Pasien Yang Tidak Sadar


Menurut Pastakyu (2010), Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak sadar,
hal-hal berikut perlu diperhatikan, yaitu:
a. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada keyakinan
bahwa organ pendengaran merupakan organ terkhir yang mengalami penurunan
penerimaan, rangsangan pada klien yang tidak sadar. Klien yang tidak sadar
seringkali dapat mendengar suara dari lingkungan walaupun klien tidak mampu
meresponnya sama sekali.
b. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat. Usahakan
mengucapkan kata dan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi
ucapan yang perawat sampaikan dekat klien.
c. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien. Sentuhan diyakini dapat menjadi
salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien dengan penurunan
kesadaran.
d. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu klien
fokus terhadap komunikasi yang perawat lakukan.

14
BAB III
ANALISIS KASUS
A. KASUS
Seorang Ny.M di bawa ke IGD RSUD X di Sawahlunto, ternyata menglami pelayanan
yang buruk dari rumah sakit tersebut. Menurut anak Ny. M yang bernama An.D
mengatakan petugas medis di ruang IGD tidak langsung menangani pasien, tetapi terlebih
dahulu menanyakan perihal administrasi dan masalah obat yang harus dibeli sendiri. Selain
itu, perawat yang bertugas di ruang IGD menujukkan sikap yang tidak peduli atau cuek
pada klien dan keluarga. Pelayanan perawat yang tidak professional diungkapkan An. D
ketika melihat perawat tidak tersenyum ketika betemu Ny. M. bukan hanya tidak
tersenyum, perawat juga kurang melakukan komunikasi pada klien atau keluarga. Hal ini
sangat disayangkan, oleh karena itu An.D melaporkan kepada kepala ruangan IGD, dan
menanggapi hal tersebut. Kepala Ruangan mengungkapkan bahwa hal itu terjadi karena
kekurangan fasilitas yang tidak memadai yang tidak sebanding dengan jumlah staf medis.
Kepala ruangan meminta An.D untuk memahami tersebut karena masih kurangnya staf
perawat di IGD dibandingkan dengan pasien

B. PEMBAHASAN KASUS
Berdasarkan kasus tersebut masalah yang timbul dari kurangnya pelayanan di
ruang IGD tersebut yaitu perawat tidak langsung menangani pasien, sikap cuek dan tidak
tersenyumnya perawat kepada pasien dan keluarga, serta kurangnya komunikasi antara
perawat dengan klien atau keluarga. Dalam menangani masala tersebut hal yang
diperhatikan yaitu komunikasi. Komunikasi anatar perawat dengan klien maupun keluarga
sangat diperlukan untuk memerjelas maksud dan tuuan dari tindakan yang akan dilakukan.
Komunikasi yang diperlukan dalam kasus tersebut yaitu komunikasi teraupetik
Setelah mengetahui tahapan-tahappan komunikasi teraupetik, perawat akan
melakukan tindakan asuhan keperawatannya melalui komunikasi teraupetik pada tahap
kerja. Berikut cara berkomunikasi teraupetik pada klien di Ruang IGD yaitu diantaranya
sebagai berikut:
1. Tahapan Komunikasi Teraupetik
Ada empat tahapan dalam melakukan komuniaksi teraupetik pada klien, diantaranta
yaitu:
a. Fase Preinteraksi
Tahapan ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien.

15
Tugas perawat pada fase ini yaitu:
1) Mengeksplorasi perasaan, harapan dan kecemasannya
2) Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih
untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai teraupeik bagi klien, jika merasa
tidak siap maka perlu belajara kembali
3) Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencara
interaksi
4) Membuat rencna pertemuan secara tertulis, yang akan diimplementasikan
saat bertemu dengan klien.
b. Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali
bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien
dan merupakan langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tujuan
pada tahap orientasi ini untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang
telah dibuaut sesuai dengan keadaan pasien saat ini. Tugas utama perawat pada
tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan
penerimaan, serta membantu klien dalam mengekpresikan perasaan dan
pikirannya.
c. Fase kerja
Tahap ini merupakan inti dadri keseluruhan proses komunikasi teraupetik. Pada
tahap ini, perawat berasam klien mengatasi masalah yang dihadapi klien. Tahap
ini berkaitan dengan pelaksanaan rencan asuhan yang telah ditetapkan.
d. Fase terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya
sudah terbina dan berda pada tingkat optimal. Perawat dank lien keduanya merasa
kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit
tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau
kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan.

2. Komunikasi Teraupetik pada Klien di Ruang IGD


a. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Perawat berusaha mendengarkan klien di ruang IGD dalam menyampaiakan
pesan non verbal dengan memberikan perhatian terhadap kebutuhan dan masalah
klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada klien dan keluarga merupakan

16
upaya untuk memehami pesan verbal dan non verbal yang sedang
dikomunikasikan. Sikap yang haris ditunjukkan perawat yaitu dengan
memandang klien ketika berbicara, memperhatikan kontak mata yang
memancarkan keinginan untuk mendengaran, sikap tubuh yang menunjukkan
perhatian penuh dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan, menghilangkan
gerakan yang tidak perlu, menganggukan kepala jika klien membicarakan hal
penting atau memberikan umpan balik (feedback), dan mencondongkan tubuh
kearah klien.
b. Menunjukkan peneimaan
Sikap penerimaan perawat dapat ditunjukkan kepada klien dengan tidak
menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Namun, perawat tidak harus menerima
semua perilaku klien. Sebaiknya perawat menghindari ekspresi wajah dan
gerakan tuh=buh yang menunjukkan tidak setuu, seperti mengerutkan kening atau
menggelengkan kepada klien seolah-olah tidak percaya.
c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Selaa pengkajian dengann klien, perawat harus mengajukan pertanyaan secara
berurutan. Tujuan dari perawat bertanya kepada klien adalah untuk mendapatkan
informasi yang spesifik mengenai klien. Perawat diusahakan bertanya dengan
pertanyaan yang berkaitan dengan topic yang dibicarakan dan menggunakan kata-
kata dalam social budaya klien.
d. Mengulang ucapan klien
Dengan mengulang kembali ucapan klien dapat membuat klien mengetahui
bahwa pesan yang disampaikannya dapat dimengerti dan mengaharapkan
komunikasi berlanjut. Namun ketika mengulang ucapan klien haris berhati-hati
karena takut terjadi perbedaan arti.
e. Klarifikasi
Perawat perlu mengehentikan pembicaraan jika terjadi kesalahpahaman antara
perawat dank lien, tujuannya untuk mengklarifikasi dengan menyamakan
pengertian. Klarifikasi yang dilakukan perawat disampaikan dengan pesan yang
dapat dimengerti klien.
f. Memfokuskan
Tujuannya untuk membatasi bahan pembicaraan anatara klien dan perawat,
sehingga pembicaraan lebih spesifik lagi. Perawat juga tidak harus memotong
pembicaraan jika klien menyampaikan masalah yang penting yang dapat

17
memberikan informasi baru lagi bagi perawat
g. Menyampaikan hasil observasi
Perawat menyampaikan hasil pengamayannya, tujuan untuk mengetahui apakah
klienmenerima pesannya yang benar
h. Menawarkan informasi
Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehtan bagiklien.
Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi
alasannya dengan memberikan informasi tambahan. Informasi tambahan ini dapat
menumbuhkan rasa percaya klien terhadap perawat.
i. Diam
Perawat harus memberikan kesempatan untuk diam kepada klien untuk
berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisai pikirannya, dan
memproses informasi dalam mengambil keputusan.
j. Meingkas
Meringkas pembicaraan dapat membantu perawat mengulang aspek pentng
dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topic yang
berkaitan.
k. Memberikan penghargaan
Menghargai klien dapat ditunjukkan dengan memberi salam pada klien dengan
menyebut namanya.

3. Komunikasi Terapetik pada Keluarga Klien di Ruang IGD


Komuniaksi teraupetik tidak hanya dilakukan oleh perawat dengan klien saja,
namun dapat dilakukan oleh perawat dengan keluarga klien yang bertujuan untuk
mengurangi rasa cemas ketika klien sedang mengalami masalah di ruang IGD.
Menurut Dwi Ratnaningsih (2016), kecemasan merupakan menifestasi langsung dari
stress kehidupan dan sangat erat kaitannya dengan pola hidup. Factor yang
menimbulkan kecemasan yaitu factor genetic, psikologi, dan organic (Dwi
Retnaningsih, 2016). Pada keluarga klien yang anggota keluarganya menjalani
perawatan di ruang IGD, factor kecemasan yang sangat berpengaruh adalah
ketidakpastian tentang perkembangan kesehatan anggota keluarga di ruang IGD
dalam keadaan darurat. Salah satu cara untuk membantu mengendalikan tingkat
kecemasan dari keluarga klien yaitu dengan perawat memberikan informasi dan

18
penjelasan. Penjelsan dan pemberian informasi dapat dilakukan oleh perawat dengan
melakukan komunikasi verbal yang efetif dengan wewenangnya.
Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi anatara perawat dank
lien maupun kelluarga klien di ruang IGD sangat diperlukan, terutama komunikasi
teraupetik yang bertujuan untuk penyembuhan klien itu sendiri. Ketika komunikasi
yang dibangun oleh perawat sudah berjalan dengan baik, maka pelayana di RSUD X
tersebut akan meningkat dank lien merasa puas yang berdampak pada meningkatnya
kualitas di rumah sakit tersebut.

19
DAFTAR PUSTAKA

Dwi Retnaningsih. (2016). Hubungan Komunikasi Perawat dengan Tingkat Kecemasan


Keluaraga Pasien di Unit Perawatan Kritis.
Potter, Patricia A. (2005). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4.
Jakarta: EGC
Abdul Nasir,dkk. 2011. Komunikasi dalam Keperawatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta:Salemba
Medika

20

Anda mungkin juga menyukai