Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH EKOLOGI HUTAN TROPIKA

SUKSESI HUTAN

Lefdi Agung Nugraha


E4501202020

Dosen
Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS.

PROGRAM STUDI SILVIKULTUR TROPIKA


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan termasuk salah satu wilayah yang kaya akan sumber daya alam yang
tidak dapat dinilai harganya karena didalamnya terdapat keanekaragaman hayati
sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan berupa kayu dan nonkayu,
pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam
hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata, dan
sebagainya. Menurut Undang-undang No.41 tentang kehutanan tahun 1999, hutan
diartikan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan
Hutan sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi karena hutan
memiliki berbagai peran dan fungsi bagi berbagai tingkat kehidupan seperti flora,
fauna, mikroorganisme bahkan manusia. Menurut Undang-undang No.41 tentang
kehutanan tahun 1999, hutan memiliki tiga fungsi yaitu fungsi konservasi, fungsi
lindung dan fungsi produksi. Namun hutan tidak selamanya dalam kondisi yang baik.
Hutan dapat terancam akan keberlangsungannya ketika terjadinya gangguan-
gangguan terhadap hutan. Menurut Nurhayati dan Arhami (2019), gangguan-
gangguan yang terjadi terhadap hutan dapat disebabkan oleh faktor alam seperti
gunung meletus, mencairnya gletser, longsro dan faktor non alam seperti pembakaran
hutan, pencurian kayu, penebangan hutan dan lain sebagainya.
Gangguan gangguan yang terjadi terhadap hutan dapat menimbulkan
kerusakan kerusakan yang besar bagi hutan apabila terjadi dengan intensitas yang
besar dan secara terus menerus. Menurut Sahardjo dan Gago (2011) gangguan
terhadap hutan sudah terjadi secara terus menerus dengan intensitas yang semakin
meningkat dari tahun ketahun. Sehingga hutan dapat lebih banyak mengalami
kerusakan dari tahun ketahun. Hutan yang telah rusak akibat gangguan akan
mengalami proses yang disebut suksesi atau perubahan komunitas tumbuhan secara
teratur hingga membentuk hutan kembali. Menurut Hamzah (1980), hutan-hutan yang
rusak secara alami akan kembali menjadi hutan sekunder setelah melalui tahap-tahap
suksesi.

1.2 Tujuan

Menganalisis faktor-faktor penyebab suksesi, tipe tipe suksesi, tahapan proses


suksesi dan ragam jenis suksesi yang terjadi dihutan.
II METODE

Pengamatan dilakukan di rumah praktikan pada tanggal 3 sampai 24 mei


2021. Pengamatan dilakukan dengan studi literature yang bersumber dari artikel
jurnal dan buku mengenai suksesi hutan.

III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Faktor-faktor Penyebab Suksesi

Suksesi adalah suatu proses perubahan komunitas tumbuhan secara teratur


mulai dari tingkat pionir sampai pada tingkat klimaks di suatu tempat tertentu.
Menurut Irwan (1996), Suksesi adalah proses perubahan dalam komunitas yang
berlangsung menuju ke satu arah yang berlangsung lambat secara teratur pasti terarah
dan dapat diramalkan.
Suksesi dapat terjadi ketika adanya faktor-faktor penyebab suksesi. Faktor
yang pertama yaitu faktor iklim. Faktor iklim dapat diartikan salah satu faktor
penyebab terjadinya suksesi yang dipengaruhi oleh iklim, misalnya suksesi primer
setelah deglasiasi di Glacier Bay, Alaska. Suksesi yang terjadi pada penelitian ini
terjadi selama 37 tahun dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Suksesi primer setelah deglasiasi di Glacier Bay, Alaska (a) tahun 1949;
(b) tahun 1967, dan (c) tahun 1986.
Sumber : Chapin et al. (1994)
Suksesi yang terjadi dipengaruhi oleh iklim seperti curah hujan yang sangat
jarang dan pola angin dalam ketersediaan benih dan penyebaran benih. Selain itu
pengaruh iklim seperti kondisi lingkungan juga menentukan ketersediaan nutrisi dan
kemampuan benih-benih dalam bertahan dan tumbuh menjadi tumbuhan pionir
sebagai awal dari proses suksesi. Sehingga suksesi yang terjadi pada penelitian ini
memiliki sebaran benih yang cukup berjauhan antara satu individu dengan individu
lainnya dan suksesi yang terjadi sampai pada tingkat pertumbuhan semak
(Chapin et al. 1994).
Faktor kedua penyebab terjadi suksesi yaitu faktor topografi. Faktor topografi
dapat diartikan salah satu faktor penyebab terjadinya suksesi yang dipengaruhi oleh
bentuk permukaan bumi, misalnya Suksesi hutan pada tanah longsor di Wilayah
Ekologi Fiord, barat daya Selandia Baru. Suksesi pada penelitian ini terjadi selama 24
tahun yang dimulai dari pertumbuhan tumbuh-tumbuhan pionir hingga mencapai
pertumbuhan pohon dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Suksesi hutan pada tanah longsor di Wilayah Ekologi Fiord, barat daya
Selandia Baru (a) Desember 1962; (b) November 1974, dan (c) Mei 1986.
Sumber : Mark et al. (1989)

Faktor terakhir penyebab terjadi suksesi yaitu faktor biotik. Faktor biotik
dapat diartikan salah satu faktor penyebab terjadinya suksesi yang dipengaruhi oleh
makhluk hidup, misalnya Suksesi pasca kebakaran di Padang Rumput Tegal Panjang,
Gunung Papandayan, Jawa Barat, Indonesia. Sebelum terjadinya suksesi, kerusakan
hutan pada penelitian ini disebabkan oleh makhluk hidup yang mengakibatkan
kebakaran hutan. sehingga penelitian ini termasuk suksesi yang disebabkan faktor
biotik. Pengamatan suksesi pada penelitian ini terjadi di lima lokasi berbeda dan
saling berdekatan yaitu area setelah terbakar enam bulan, satu tahun, dua tahun, lima
tahun dan lebih dari 10 tahun dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Lokasi Tegal Panjang di Gunung Papandayan, Jawa Barat, Indonesia dan
lima lokasi pengambilan sampel pengamatan
Sumber : Sulistyawati et al. (2017)

Suksesi yang terjadi pada penelitian ini diawali dengan tumbuhna tumbuh-
tumbuhan pionir seperti gulma yang mudah tumbuh dan memiliki toleransi terhadap
lingkungan seperti mampu tumbuh pada area yang kurang akan ketersediaan unsur
hara dan tahan terhadap intensitas cahaya yang tinggi. Pola perkembangan vegetasi
dalam rangkaian suksesi di padang rumput Tegal Panjang ditandai dengan
meningkatnya biomassa dan ketinggian vegetasi seiring bertambahnya umur tegakan
tetapi dengan laju diversifikasi jenis yang lambat (Sulistyawati et al. 2017).

3.2 Tipe-Tipe Suksesi

Keanekaragaman bentuk dan kondisi hutan yang ada di bumi membentuk


berbagai macam tipe- tipe ekosistem hutan karena perbedaan kondisi dan bentuk
hutan inilah menghasilkan berbagai macam bentuk atau tipe tipe suksesi. Tipe suksesi
yang pertama yaitu hidrosere atau suksesi yang terjadi pada habitat air, misalnya
suksesi pada lahan basah. Pengamatan pada penelitian ini terdapat pada satu lahan
basah percobaan yang diamati pada tahun 1995 saat suksesi baru terjadi selama 2
tahun dan pada tahun 2008 saat suksesi telah terjadi selama 15 tahun dapat dilihat
pada gambar 4. Dua lahan basah eksperimental dalam studi ini mencapai 90% -95%
dari kekayaan spesies akhir mereka dalam beberapa waktu terakhir pengembangan.
Setidaknya di lahan basah yang mengalir melalui sungai ini, spesies-spesies
bermunculan lebih cepat dari perkiraan (Mitsch et al. 2012).
Gambar 4 Suksesi pada tahun 1995 (2 tahun) dan suksesi pada tahun 2008 (15 tahun)
Sumber : Mitsch et al. (2012)

Tipe suksesi yang kedua yaitu halosere atau suksesi yang terjadi pada habitat
air asin, misalnya suksesi pada rawa asin di Pulau Schiermonnikoog di Belanda.
Rekontruksi suksesi yang terjadi pada penelitian ini terjadi selama 127 tahun dapat
dilihat pada Gambar 5. Model sedimentasi menunjukkan bahwa kenaikan air laut
memiliki pengaruh yang kuat terhadap sedimentasi dan frekuensi genangan tahunan
di bagian tengah gradien elevasi, sehingga mempengaruhi zonasi vegetasi di rawa
asin. Kenaikan permukaan laut mungkin mempercepat suksesi karena peningkatan
laju sedimentasi. Proses awal suksesi munculnya sebagian besar spesies halofitik
(Olff et al. 1997).

Gambar 5 Rekontruksi suksesi pada rawa asin di Pulau Schiermonnikoog di Belanda


Sumber : Olff et al. (1997)

Tipe suksesi yang ketiga yaitu xerosere atau suksesi yang terjadi pada habitat
kering atau berpasir, misalnya Suksesi Tanaman di Mojave dan Sonoran Gurun Pasir
di Barat Daya Amerika dapat dilihat pada Gambar 6. Pada gambar 6(a) pemandangan
bagian dari kota hantu Rhyolite, Nevada, di Gurun Mojave, menunjukkan jalur yang
berbeda dari komunitas tanaman yang terganggu pulih, komunitas semak kreosot
yang relatif tidak terganggu (jalur tengah vegetasi yang lebih gelap), dan jalur
devegetasi yang terganggu oleh menambang di tengah-atas foto. Pada gambar 6(b)
2005 Tramp Fire di timur Gurun Mojave yang menunjukkan habitat terbakar yang
berbatas jelas (kanan) dan hutan pohon Joshua yang tidak terbakar (kiri). Pada
gambar 6(c) Dengan warna terang di tengahatas foto, Loop Fire 2005 di barat Las
Vegas, Nevada, di Gurun Mojave menggambarkan bekas luka berskala lanskap yang
diciptakan oleh gangguan di gurun. Pada gambar 5 (d) Contoh tidak terganggu habitat
gurun berisi saguaro raksasa kaktus kolumnar di dataran tinggi Gurun Sonoran di
Taman Nasional Saguaro, Arizona

Gambar 6 Tanaman di Mojave dan Sonoran Gurun Pasir di Barat Daya Amerika (a)
terganggu; (b) habitat terbakar dan tidak terbakar; (c) gangguan di gurun dan (d) tidak
terganggu
Sumber : Abella (2010)

Suksesi terjadi di gurun tetapi berlangsung dalam jangka waktu yang lebih
lama daripada di daerah yang lebih beriklim sedang dan berlangsung lebih baik di
musim basah. Seperti di daerah beriklim sedang, gurun mengandung spesies yang
diuntungkan atau dikurangi dengan gangguan. Spesies gurun seperti bursage putih
dan burung bersama Nevada, mungkin berumur panjang dan menghuni komunitas tua
dan muda. Untuk beberapa spesies, keserbagunaannya dapat dihasilkan terutama dari
pembentukan biji seperti bursage putih atau bertunas seperti Mojave yucca. Kawasan
yang terganggu lebih tinggi perubahan tutupan lahanna dibandingkan kawasan yang
tidak tergangu(Abella 2010).
Tipe suksesi selanjutnya yaitu psammosere atau suksesi yang terjadi pada
daerah berpasir seperti di daerah gurun. Tipe suksesi berikutnya yaitu lithosere atau
suksesi yang terjadi pada daerah berbatu, seperti di daerah vulkanik. Tipe suksesi
yang terakhir yaitu seruel atau suksesi yang terjadi pada pohon mati, biasanya suksesi
ini dilakukan oleh mikroorganisme (Clement, 1916).

3.2 Tahap Suksesi

Suksesi memiliki tahap-tahapan didalamnya. Menurut Clement (1916)


tahapan suksesi dimulai dari nudation atau pembukaan habitat baru, biasanya terdiri
dari hamparan wilayah yang luas. Setelah itu benih datang melalui alam seperti
hewan atau angin dan bisa juga melalui tangan manusia. Proses ini dikenal dengan
migration. Benih benih yang telah berada dalam wilayah tersebut dan mampu
beradaptasi dengan lingkungan akan mengalami perkecambahan, pertumbuhan dan
reproduksi dikenal dengan eksesis. Kemudian mulai terjadi persaingan atau kompetisi
(competition). Persaingan dapat mengakibatkan pergantian spesies bagi spesies yang
tidak mampu lagi bersaing sebagai reaksi. Tahapan suksesi yang terakhir yaitu
klimaks atau puncak, bagi tumbuhan yang dapat beradaptasi dan tumbuh dengan baik
akan tetap tumbuh baik hingga mencapai puncak dari pertumbuhan dan
perkembangan.

3.3 Ragam Jenis Suksesi

Ragam jenis suksesi berdasarkan proses terjadinya terdiri dari dua jenis yaitu
suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi primer atau prisere merupakan suksesi
dengan kondisi awalnya tanpa vegetasi hingga mencapai klimaks sedangkan suksesi
sekunder merupakan suksesi dengan kondisi awal terdapat vegetasi tetapi mengalami
gangguan (Irwan, 1996). Suksesi primer biasana terjadi di kawasan seperti gurun,
geltser, padang pasir bahkan dikawasan vulkanik. Sedangkan suksesi sekunder terjadi
di kawasan akibat terbakar, penebangan, penggalian dan lain sebagainya.
Ragam jenis suksesi berdasarkan kompleksitas jenis dan struktur terdiri dari
dua jenis yaitu suksesi progresive dan suksesi regresif. Suksesi progresive merupakan
suksesi yang menghasilkan peningkan kekayaan jenis maupun struktur tumbuhan
sedangkan suksesi regresif merupakan kebalikan dari suksesi progressive, dimana
terjadi pengurangan kekayaan jenis maupun stuktur (Clement, 1916).
IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Suksesi hutan terjadi apabila hutan mengalami kerusakan akibat gangguan


terhadap hutan yang bisa mengubah kondisi hutan. selain itu suksesi yang terjadi
pada hutan berbeda beda sesuai dengan struktur jenis hutan, faktor penyebab suksesi
dan proses terjadinya suksesi

4.2 Saran

Kajian tentang suksesi hutan masih sangat sedikit, sehingga perlu dilakukan
pengkajian suksesi hutan agar menambah ilmu pengetahuan dan dapat menjadi
sumber acuan menyelesaikan permaslaahn di hutan.
DAFTAR PUSTAKA

Abella S.R. 2010. Disturbance and Plant Succession in the Mojave and Sonoran
Deserts of the American Southwest. Int. J. Environ. Res. Public Health. 7(1):
1248-1284

Chapin F.S., Walker L.R., Fastie C.L., Sharman L.C. 1994. Mechanisms Of Primary
Succession Following Deglaciation at Glacier Bay, Alaska. Ecological
Monograph. 64(2):149-175.

Clements, F.E. 1916. Plant Succession. An Analysis of The Development


of Vegetation. Washington: Carnegie

Hamzah Z. 1980. Tipe-tipe Hutan Indonesia. Majalah Kehutanan Indonesia No. 3


Tahun VII. Jakarta: Direktorat Jenderal Kehutanan.

Irwan D.Z. 1996. Prinsip-prinsip Ekologi: Ekosistem, Lingkungan Dan


Pelestariannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Mark A.F dan Dickinson K.J.M. 1989. Forest succession on landslides in the Fiord
Ecological Region, southwestern New Zealand. New Zealand Journal of
Botany. 27(1):369-390.

Mitsch W.J., Zhang L., Kay C., Stefanik., Nahlik A.M., Anderson C.J., Bernal B.,
Hernandez M., Song K. 2012. Creating Wetlands: Primary Succession, Water
Quality Changes, and Self-Design over 15 Years. BioScience. 62(3):237-250.

Nurhayati A.D dan Arhami L. 2019. Gangguan Hutan di KPH Kuningan Divisi
Regional Jawa Barat dan Banten. Jurnal Silvikultur Tropika. 10(3):159-165.

Olff H., Leeuw J.D., Bakker J.P., Platerink R.J., Wijnen H.J., Munck W.D. 1997.
Vegetation succession and herbivory in a salt marsh: changes induced by sea
level rise and silt deposition along an elevational gradient. Journal of Ecology.
85(1):799-814.

Saharjo B.H dan Gago C. 2011. Suksesi Alami Paska Kebakaran pada Hutan
Sekunder di Desa Fatuquero, Kecamatan Railaco, Kabupaten Ermera-Timor
Leste. Jurnal Silvikultur Tropika. 2(1):40-45.

Anda mungkin juga menyukai