Anda di halaman 1dari 4

UTS KOSMOLOGI

oleh:

Inigo Banyu Segara Daniswara (200101014)


Albertus Alfian Ferry Setiawan(210101008)
Leonardo Ardhani Escriva Pamungkas (200101016)
Bernardus Andriananta Hadityo Triesadi (210102035)

1
Harmoni Alam Semesta, Kepler dan Newton

Pemahaman kosmologis manusia terhadap alam semesta terus berkembang dari masa ke masa. Semakin
manusia menemukan kebaruan dalam alam semesta, semakin pula dia termotivasi untuk mengeksplorasinya.
Inilah yang terjadi dalam diri Johannes Kepler. Tokoh tersebut tumbuh di iklim kosmologi abad 17. Pada awal
abad ke-17, pandangan kosmologi Copernican yang mengusulkan model heliosentris masih belum dianggap
sebagai ajaran sesat dalam Gereja Katolik. Namun, baru pada Maret 1616, Gereja Katolik mencantumkan De
Revolutionibus ke dalam Index Librorum Prohibitorum, yang merupakan daftar buku terlarang, serta
memberikan peringatan kepada Galileo Galilei untuk tidak mengajarkannya. Penolakan terhadap heliosentrisme
juga muncul dalam kalangan Protestan melalui pernyataan Martin Luther dan John Calvin yang mengutuknya
sebagai bertentangan dengan ajaran Kitab Suci.
Bukti empiris yang mendukung pandangan Copernicus baru menjadi jelas ketika Galileo Galilei mulai
mengamati benda-benda langit dengan teleskopnya. Dalam masa yang sama, Kepler memperbaiki model
Copernicus dan memberikan dukungan konsep yang kuat dengan merumuskan hukum-hukum gerak planet.
Namun, karya Kepler tidak mendapatkan pengakuan yang layak hingga ia menerbitkan Rudolphine Tables pada
tahun 1627.
Revolusi Copernican memang dimulai dengan publikasi Commentariolus dan De Revolutionibus oleh
Copernicus. Namun, perkembangan ilmiah yang sebenarnya terjadi tidak terjadi secara tiba-tiba dan radikal.
Ada periode transisi yang melibatkan beberapa generasi filsuf dan ilmuwan. Secara lebih mendalam, Revolusi
Ilmiah harus dipahami sebagai suatu konsep yang digunakan oleh sejarawan ilmu pengetahuan untuk menandai
pembentukan dasar-dasar konseptual, metodologis, dan institusional dari ilmu pengetahuan modern.
Johannes Kepler adalah seorang astronom asal Jerman yang dikenal karena kontribusinya dalam dunia
astronomi dan ilmu pengetahuan alam. Selain Hukum Kepler, Mysterium Cosmographicum menjadi salah satu
karya Kepler yang terkenal. Dalam Mysterium Kepler mencoba untuk membuktikan keyakinannya bahwa alam
semesta ini merupakan sebuah keteraturan. Kepler tidak lagi berfokus pada pencarian akan keteraturan atau
keselarasan. Ia justru bertanya mengapa keteraturan dan keselarasan itu ada. Pencarian akan keselarasan ini
berakar pada peristiwa tragis yang dialami Kepler. Semasa hidupnya, Kepler telah kehilangan dua orang anak.
Peristiwa ini memengaruhi Kepler secara pribadi dan mungkin memperdalam pemahamannya tentang
kerentanan manusia dan ketidakpastian dalam hidup. Mesti tidak dapat dipastikan, ada kemungkinan bahwa
kematian anaknya mendorong Kepler untuk mengejar penelitian ilmiah dengan semangat yang lebih besar. Ada
sesuatu mengenai alam semesta yang ia kejar, yakni sebuah pemahaman tentang peran Tuhan dalam kehidupan
dan alam semesta. Sebagai orang dengan latar belakang yang religius, Kepler percaya bahwa alam semesta
adalah manifestasi rencana Tuhan. Dalam diktatnya, Karlina Supelli juga memaparkan bahwa Kepler ingin
kembali pada permenungan akan kebijaksanaan dan rasionalitas Tuhan.
Kepler berpendapat bahwa keselarasan dalam tata gerak planet itu ada karena alam semesta merupakan
ciptaan Tuhan. Maka dari itu harus mencerminkan kebijaksanaan, kesempurnaan dan harmoni Tuhan.
Matematika merupakan simbol kesempurnaan. Kepler mempercayai bahwa prinsip-prinsip matematika adalah
bahasa yang digunakan Tuhan untuk menciptakan alam semesta. Sehingga, prinsip matematis yang indah dan
sempurna diyakini mewujud dalam berbagai macam bentuk, termasuk seni dan musik. Nampaknya, Kepler
terpukau membaca karya Ptolemaios dan Pythagoras tentang hubungan rasio bilangan dengan konkordansi
harmonik.1
Prinsip-prinsip ini tentunya dapat dicerap dan dipahami oleh manusia. Kemampuan untuk menemukan
keselarasan diperoleh manusia sebagai sebuah anugerah dari Tuhan. Ini menjelaskan mengapa Kepler
membedakan antara keselarasan inderawi dan keselarasan murni yang akan dijelaskan kemudian. Cara pikir
seperti ini cukup lumrah di zaman Kepler hidup, yakni zaman renaissance. Banyak orang cenderung
menghubungkan berbagai aspek alam semesta, termasuk matematika, musik, dan astronomi, dalam suatu

1 Karlina Supelli, Monograf Alam dan Tuhan, Pracetak: 2023, Bab 8, hlm 223
kerangka pemahaman yang holistik akan keteraturan dan harmoni. Atas dasar keyakinan serta pandangan
metafisis ini, Kepler memulai penyelidikannya atas tata gerak planet.
Dalam Mysterium cosmographicum. Kepler menganalogikan gagasan keselarasan melalui urutan tangga
nada pada getar dawai untuk mendapatkan tangga nada harmonik dari pergerakan planet-planet. Dalam
perkembangan gagasannya tersebut, Kepler membuat perbedaan bentuk keselarasan, yakni keselarasan inderawi
yang terwujud dalam bentuk-bentuk konkret dan keselarasan murni yang hanya berada di dalam tatanan intelek
(budi) manusia. Bagi Kepler, segala keselarasan inderawi dipahami melalui keselarasan murni. Sehingga,
keselarasan itu bersifat relasional. Menurut Karlina, bagi Kepler, menemukan keselarasan adalah
“menyingkapkan, memahami dan menerangkan kesamaan proporsi tertentu dengan pola dasar harmoni yang
nyata dan sejati, pola dasar yang ada dalam budi”.2
Dalam karya selanjutnya Harmonices Mundi Libri Quinque (Lima Buku tentang Keselarasan Dunia),
yang diterbitkan pada tahun 1619, Kepler mengeksplorasi ide-ide ini secara rinci. Mengingat keselarasan adalah
perkara perbandingan tepat yang ditangkap oleh budi dan bersifat relasional, maka keselarasan tidak muncul
pada pergerakan planet tunggal, melainkan muncul dalam relasinya dengan Matahari sebagai tolak ukur
perubahan sudut planet-planet ketika meng-edar-inya. Berdasarkan data yang diperolehnya dari Tycho, Kepler
dalam tabelnya mendapatkan bahwa bagi setiap planet, kecepatan sudut paling kecil ternyata terjadi di aphelion
(titik edar terdekat dari matahari) dan paling besar di perihelion (titik edar terjauh dari Matahari).3 Ketika
membandingkan kecepatan sudut dua planet di kedua titik ekstrim tersebut, Kepler merasakan suatu
Keselarasan yang terbangun ketika dua gerakan bergabung dan memunculkan melodi. Jika beberapa planet
dibandingkan pada titik-titik ekstrimnya secara serentak, dia mendapatkan komposisi musik polifonik dengan
Saturnus dan Jupiter menyuarakan bass, Mars tenor, Bumi dan Venus kontralto, sedangkan Merkurius soprano.
Namun perlu dicatat bahwa ini hanyalah obsesi Kepler untuk mendemonstrasikan kesesuaian antara
musik langit dengan musik ciptaan manusia, meskipun tanpa dasar hukum-hukum fisika yang kuat. Kepler
yakin musik yang diciptakan oleh manusia hanyalah analogi dari musik langit itu. Sehingga, Kepler kemudian
mendudukkan kecepatan planet-planet ke dalam skala musik itu dan menemukan apa yang disebutnya sebagai
“rahasia ciptaan”, yakni suatu simfoni langit.4 Suatu eksemplar murni bagi simfoni yang diciptakan manusia.
Pada akhirnya hal ini mengantar Kepler sampai ke sebuah kesimpulan yang ia rumuskan sebagai Hukum
Ketiga, yakni “Hukum Keselarasan”. Hukum ini menyatakan bahwa kuadrat perbandingan periode edar dua
planet terhadap pangkat tiga dari perbandingan jarak rata-ratanya ke Matahari adalah sama untuk semua planet. 5
Sehingga, Hukum ini mengukuhkan gagasan bahwa ada keteraturan dalam pergerakan planet yang menciptakan
keharmonisan dalam alam semesta. Hukum Kepler ini memang tidak membuktikan keberadaan musik langit
secara harfiah, tapi hukum-hukum tersebut menunjukkan bahwa ada harmoni dan keteraturan matematis dalam
cara planet-planet bergerak di ruang angkasa. Melalui karya ini, Kepler meletakkan dasar bagi pengembangan
hukum gravitasi universal oleh Newton di kemudian hari, yang menjelaskan mekanisme fisika yang mendasari
gerakan planet yang teramati.
Penjelasan mengenai harmoni alam semesta memuncak pada penemuan hukum gravitasi oleh Sir Isaac
Newton. Tentu penemuan Kepler dalam hukum ketiganya yang sangat layak diapresiasi menjadi landasan-
kokoh perkembangan kosmologi modern yang tersingkap lebih jelas dalam penelitian Newton. Kejelasan
penjelasan alam semesta melalui hukum Kepler, berlanjut ke hukum Newton mengindikasikan adanya gaya
yang mempertahankan planet pada orbitnya.6 Gaya ini disebut oleh Newton sebagai gaya gravitasi. Gaya
gravitasi mempertahankan tarik-menarik bumi dengan alam semesta menjadi tetap dan dengan demikian
menimbulkan keteraturan pengorbitan bumi kepada matahari sebagai pusatnya, begitu pula dengan planet-
planet lain. Dalam tataran sains, Newton menerima adanya gaya yang bekerja pada jarak melalui ruang kosong

2Karlina Supelli, Monograf Alam dan Tuhan, 224


3 bdk. Karlina Supelli, Monograf Alam dan Tuhan, 225
4 Karlina Supelli, Monograf Alam dan Tuhan, 227
5 Karlina Supelli, Monograf Alam dan Tuhan, 230
6 Karlina Supelli, Monograf Alam dan Tuhan, 232. Institut Teknologi California, 1985
3
dan menetapkan planet-planet mengorbit matahari. 7 Inilah sebuah kebaruan dalam revolusi sains yang disebut
hukum Newton.
Penemuan besar Newton dapat ditemukan dalam karya besarnya “ Principia”. Buku pertama menjelaskan
diskusi-diskusi teoretis mengenai gerakan-gerakan di bawah pengaruh pemahaman gaya yang beragam. Persis
pada bab ke-3 dalam buku tersebut, perkembangan pemikiran Kepler (khususnya hukum ketiganya) dielaborasi
oleh Newton dalam kaitannya dengan observasi fenomena pada sistem tata-surya. Karena planet-planet
bergerak ke orbit paling dekat di sekitar matahari sebagai radiusnya mendorong area yang proporsional dengan
waktu, harus ada gaya tarik-menarik menuju matahari; dan karena orbit-orbitnya berbentuk elips dengan
matahari pada fokus yang tunggal dan dengan garis-garis lintang di dalam ruang, dan karna sistem planet-planet
mengobservasi hukum Kepler ketiga, gaya Newton harus menyebar secara berlawanan sebagai bidang dari
jarak-jarak mereka dari matahari.
Salah satu hal paling mendasar dalam penelitian Newton adalah formula hukum gravitasi. Formula gravitasi
Newton adalah F (Gaya)= m (massa) dikali a (percepatan). Dalam sebuah kelasnya, Prof. David Goodstein
(1985), menjabarkan bahwa gaya Newton dapat menjelaskan dalam bidang geometri murni jalur proyektil
apapun di bumi seperti orbit planet-planet di langit. Orbit-orbit tersebut merupakan bagian berbentuk kerucut
yang dapat dikatakan tanpa hiperbola. Setiap proyektil di Bumi mengikuti parabola dan setiap planet mengikuti
keteraturannya serta berbentuk elips. Semua gerakan ini mematuhi persamaan yang sama dari hukum gravitasi
yang berlaku di setiap gaya di alam semesta ini. 8 Begitulah keteraturan alam semesta ini dapat dijelaskan dalam
hukum gaya Newton.
Harmoni alam semesta–seketika membuat manusia kagum! Di alam semesta itu saling membuat terkait
—ada berbagai macam hal yang berkaitan. Yang berbeda-beda itu justru memberi harmoni yang indah- alam
semesta terbentuk dengan perbedaan-perbedaan. Semua yang ada di alam semesta saling mempengaruhi,
tergerak merawat keharmonisan itu. Secara filosofis, metodologi Kepler dalam membuat analogi hukum
keselarasan menandakan upaya akal budi manusia untuk menyingkapkan misteri-misteri di alam semesta.
Sementara, secara Teologis, gagasan Kepler mengenai hukum keselarasan menyiratkan adanya suatu rancangan
dari Pribadi Ilahi yang menciptakan keindahan dan keteraturan alam semesta. Melalui keselarasan akal budi dan
inderawi, betapa hebatnya kemampuan manusia sampai bisa membaca itu. Dulu, kekacauan-tapi saat ini justru
ada benang merahnya. Kepler, menemukan yang ajeg-sudah ada yang mengatur. Manusia butuh kepastian yang
bisa diyakini. Misteri-ini misteri agung!

DAFTAR PUSTAKA

Caltech David Goodstein, Episode 26: Harmony of the spheres, Caltech, Youtube,
https://www.youtube.com/watch?v=f3lwtHRLK6w&t=90s (diakses pada pkl 11:30 WIB tanggal 12 Oktober
2023)

Karlina Supelli, Monograf Alam dan Tuhan, Jakarta, Pracetak: 2023.

Richard S. Westfall, Newtonian Cosmology dalam “Cosmology: Historical, Literary, Philosophical, Religious,
and Scientific Perspectives”, Norris S. Hetherington, New York : Garland Publishing, 1993.

7 Richard S. Westfall, Newtonian Cosmology dalam “Cosmology: Historical, Literary, Philosophical, Religious, and Scientific
Perspectives”, Norris S. Hetherington, New York : Garland Publishing, 1993, 273.
8 Caltech David Goodstein, Episode 26: Harmony of the spheres, Caltech, Youtube, https://www.youtube.com/watch?
v=f3lwtHRLK6w&t=90s (diakses pada pkl 11:30 WIB tanggal 12 Oktober 2023)

Anda mungkin juga menyukai