Anda di halaman 1dari 12

Efektivitas Metode Latihan….

(Desy Mardiyanti) 417

EFEKTIVITAS METODE LATIHAN TERHADAP KEMAMPUAN BINA


DIRI DALAM BERPAKAIAN SISWA TUNANETRA KELAS II DI SLB
YAKETUNIS YOGYAKARTA
THE EFFECTIVENESS OF TRAINING METHODS ON THE ABILITY OF SELFCARE
IN DRESSING OF SECOND GRADE VISUAL IMPAIRMENT STUDENT
IN YAKETUNIS YOGYAKARTA SPECIAL SCHOOL

Oleh : Desy Mardiyanti, Universitas Negeri Yogyakarta


desy.mardiyanti@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas metode latihan terhadap kemampuan bina
diri dalam berpakaian siswa tunanetra kelas II di SLB Yaketunis Yogyakarta. Penelitian ini merupakan
penelitian kuasi eksperimen dengan jenis penelitian Single Subject Research (SSR). Subjek penelitian
yaitu seorang siswa tunanetra. Teknik pengumpulan data menggunakan tes unjuk kerja. Analisis data
tes unjuk kerja menggunakan analisis statistik deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
grafik. Komponen- komponen yang dianalisis meliputi analisis dalam kondisi dan antar kondisi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode latihan yang dilakukan berulang-ulang efektif
terhadap kemampuan bina diri dalam berpakaian siswa tunanetra kelas II di SLB Yaketunis
Yogyakarta, yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata sebelum intervensi sebesar 57,5% dan nilai rata-
rata pada saat diberikan intervensi sebesar 80,41%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa adanya selisih
antara fase A dan B sebesar 22,91%. Siswa tunanetra mampu terbiasa meraba bagian-bagian pakaian
terlebih dahulu sebelum memakai pakaian seragam sekolah, mampu mempertemukan kelim bawah
pakaian, dan mampu mengancingkan pakaian. Penerapan metode latihan yang dilakukan secara
berulang-ulang meliputi fase pemberian latihan yakni siswa berlatih mengidentifikasi bagian-bagian
pakaian dengan cara meraba serta menyebutkan nama-nama bagian pakaian, langkah pelaksanaan
latihan yakni siswa mendengarkan penjelasan mengenai tatacara berpakaian serta melakukan langkah-
langkah berpakaian menggunakan pakaian seragam sekolah, dan fase mempertanggungjawabkan
latihan yaitu dengan melakukan penilaian terhadap kemampuan siswa tunanetra dalam melakukan
aktivitas bina diri berpakaian.

Kata kunci : metode latihan, kemampuan bina diri berpakaian, siswa tunanetra

Abstract
This study aims to know the effectiveness of training methods on the ability of selfcare in
dressing of second grade visual impairment student in Yaketunis Yogyakarta special school. This
research used experimental study with the type Single Subject Research (SSR). The subject is student
with visual impairment. The researcher used performance test to collect data. The data were analyzed
with descriptive statistic and displayed in tables and graphs. The components analyzed by inter- and
intra-condition analysis. The result of this research showed that the using of training methods is
effective for selfcare skill in dressing of second grade visual impairment student in Yaketunis
Yogyakarta special school, as indicated by the average value before intervention of 57,7% and the
average value at the time given an intervention of 80,41%. This value indicates thet the difference
between phase A and B is 22,91%. The ability of selfcare in dressing shown by the student being able
to fingering at the parts of clothing first before wearing the clothes, bringing the hem under the
clothes, and buttoning the clothes independently. The application of the training method includes the
phase of giving training that is the students practice identifying the parts of clothing by touching and
mentioning the names of the clothes, the steps of the exercise, namely the students listen to the
explanation of dress codes and dress steps using clothes school uniforms, and the phase of
accountability for the exercise is by assessing the ability of students with visual impairments in
conducting self-dressing activities.

Keywords: training methods, selfcare skill in dressing, student with visual impairment
418 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 8 No 4 Tahun 2019

PENDAHULUAN Berpakaian merupakan kegiatan yang


Bina diri merupakan suatu kemampuan perlu dilakukan setiap hari karena
yang perlu dimiliki oleh siswa berpakaian merupakan kebutuhan pokok
berkebutuhan khusus. Kemampuan bina setiap individu selain kebutuhan pangan
diri siswa berkebutuhan khusus dapat dan papan untuk melindungi tubuh.
dilatih melalui pembelajaran bina diri yang Dengan memakai pakaian kepercayaan diri
dilakukan oleh keluarga maupun sekolah, seseorang dapat meningkat di dalam
seperti yang dijelaskan oleh Astati (2010: pergaulan masyarakat, seperti yang
7) bahwa bina diri adalah usaha dijelaskan oleh Cahyaningtyas (2016: 19)
membangun diri individu maupun sebagai bahwa pakaian merupakan hal penting
makhluk sosial melalui pendidikan di untuk menunjang penampilan, dengan
keluarga, sekolah dan di masyarakat pakaian manusia dapat memiliki
sehingga terwujudnya kemandirian dengan kepercayaan diri dihadapan manusia
keterlibatannya dalam kehidupan sehari- lainnya, sehingga berpakaian memiliki
hari secara memadai. Kemampuan bina manfaat dalam segi kesopanan, kerapian,
diri diajarkan pada siswa berkebutuhan dan kebersihan. Kemampuan melakukan
khusus agar dapat melakukan aktivitas kegiatan berpakaian merupakan salah satu
kehidupan sehari-hari guna bagian dari kegiatan bina diri yang perlu
meminimalisasi ketergantungan terhadap dimiliki oleh semua orang, termasuk anak
bantuan orang lain. tunanetra. Kemampuan berpakaian
Masalah ketergantungan dalam termasuk dalam ruang lingkup
melakukan kegiatan bina diri sering terjadi pengembangan kemampuan sosial yang
pada kelompok anak, orang tua, orang terdapat dalam program pendidikan
yang sakit atau orang yang cacat (Kittay, khusus/kompensatoris peserta didik
2011: 51). Masalah ketergantungan tunanetra yaitu BMKS (Bina Mobilitas,
tersebut dapat dikurangi dengan adanya Komunikasi, dan Sosial). Tujuan dari
pembelajaran bina diri, melalui pengembangan kemampuan sosial adalah
pembelajaran bina diri seseorang dilatih siswa tunanetra mampu melakukan
untuk memiliki keterampilan melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari
aktivitas mengurus diri secara mandiri. sehingga peserta didik mampu
Keterampilan mengurus diri meliputi berinteraksi, beradaptasi dan berpartisipasi
aspek-aspek menolong dan merawat diri aktif dalam kehidupan pribadi dan sosial di
seperti berpakaian, makan, minum, dan lingkungan keluarga, sekolah, dan
toileting (Rochyadi & Alimin, 2005: 119). masyarakat (Munir, 2016).
Efektivitas Metode Latihan….(Desy Mardiyanti) 419

Anak dengan gangguan penglihatan pekerjaan yang memerlukan latihan secara


atau yang disebut anak tunanetra mekanis.
merupakan anak yang mengalami Kegiatan mengurus diri bagi orang
kerusakan pada fungsi penglihatan, seperti awas tidak sulit dilakukan. Melalui
yang dijelaskan oleh Hosni (1996: 62) penglihatannya orang awas dapat meniru
bahwa tunanetra adalah seorang individu gerakan-gerakan orang yang berada
yang mengalami kelainan pada penglihatan disekitarnya yang sedang melakukan
sehingga ia tidak dapat menggunakan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari
penglihatan sebagai saluran utama dalam tanpa mengalami hambatan. Menurut
menerima informasi dari lingkungan. Sunanto (2005: 96) bahwa bedanya bagi
Keterbatasan fungsi penglihatan dalam orang awas memperoleh pengajaran atau
menerima informasi menyebabkan pengalaman tentang kegiatan tersebut
tunanetra membutuhkan penyesuaian dan melalui observasi visual, sedangkan pada
teknik alternatif tertentu untuk melakukan tunanetra keterampilan tersebut harus
kegiatan secara efektif yang normalnya diajarkan secara khusus dengan
dilakukan menggunakan penglihatan menekankan pada belajar sambil
dalam kehidupan sehari-hari. melakukan.
Keterbatasan indra penglihatan juga Siswa tunanetra memiliki karakteristik
berdampak pada proses belajar mengajar di yang khas dalam beberapa aspek
sekolah sehingga membutuhkan layanan perkembangan, seperti yang dijelaskan
khusus yang perlu disesuaikan dengan oleh Widjajantin & Hitipeuw (1996: 14)
kebutuhan siswa, seperti penggunaan yaitu adanya keterlambatan perkembangan
metode pembelajaran, strategi intelektual, perkembangan bahasa,
pembelajaran, pendekatan, dan media perkembangan sosialisasi, keterbatasan
pembelajaran, seperti yang dijelaskan oleh fungsi kognitif, dan keterbatasan dalam
Effendi (2006: 40) bahwa anak yang orientasi dan mobilitas. Karakteristik
mengalami ketunanetraan sejak lahir tersebut membuat siswa tunanetra
mengalami kesulitan untuk mengalami kesulitan dalam melaksanakan
menggambarkan hal-hal yang nyata atau aktivitas sehari-hari, termasuk memakai
konkret, meskipun peristiwa yang terjadi pakaian. Berdasarkan hasil penelitian yang
sangat sederhana dan mudah dikenali. dilakukan oleh Yutikasari (2016: 3)
Meskipun begitu, anak tunanetra masih menunjukkan bahwa siswa tunanetra
mempunyai potensi untuk dilatih mengalami kesulitan dalam melakukan
menolong dan mengurus diri dan beberapa aktivitas sehari- hari seperti buang air,
420 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 8 No 4 Tahun 2019

kebersihan badan, dan memakai pakaian. kegiatan latihan. Menurut Sudjana (2011:
Penyebab kesulitan dalam melakukan 27) metode latihan adalah suatu kegiatan
aktivitas tersebut tidak terlepas dari melakukan hal yang sama, berulang-ulang
karakteristik siswa tunanetra seperti secara sungguh-sungguh dengan tujuan
keterbatasan dalam orientasi dan mobilitas, untuk memperkuat suatu asosiasi atau
serta kebiasaan tidak mandiri dalam menyempurnakan suatu keterampilan agar
mengurus diri. menjadi bersifat permanen. Kegiatan
Siswa tunanetra membutuhkan suatu pembelajaran berpakaian tidak cukup
layanan atau program khusus dalam dengan satu kali penyampaian, sehingga
pelaksanaan pembelajaran. Suasana siswa tunanetra perlu dibiasakan
pelaksanaan pembelajaran kegiatan bina melakukan aktivitas berpakaian secara
diri berpakaian perlu dirancang sesuai berulang-ulang agar siswa memiliki
dengan prinsip pembelajaran dan keterampilan dalam berpakaian.
karakteristik siswa tunanetra. Hal ini Berdasarkan hasil studi pendahuluan
berdasarkan pada pendapat Rudiyati (2002: yang dilakukan pada bulan November
148) yang menyebutkan bahwa prinsip tahun 2017 di SLB Yaketunis Yogyakarta
layanan pendidikan anak tunanetra diperoleh informasi yaitu siswa laki- laki
meliputi prinsip aktivitas dan prinsip di kelas II masih dibantu dalam memakai
kekonkretan. Oleh karena itu, layanan dan seragam sekolah. Siswa belum terbiasa
program khusus tersebut dapat berupa untuk memakai pakaian secara mandiri.
penyampaian materi dengan penggunaan Berdasarkan hasil wawancara dengan guru
metode yang relevan dengan materi dan wali kelas II diketahui bahwa setiap hari
kebutuhan. Salah satu metode siswa dibantu memakai pakaian oleh
pembelajaran yang sesuai dengan prinsip orangtua di rumah dan guru di sekolah.
pembelajaran dan karakteristik tunanetra Meski siswa dibantu setiap hari oleh
yaitu metode latihan. orangtua dalam kegiatan berpakaian, serta
Penggunaan metode latihan sesuai kemampuan intelektual dan kemampuan
dengan prinsip belajar siswa tunanetra motorik siswa tidak mengalami hambatan,
yaitu prinsip aktivitas dan prinsip namun siswa masih belum mampu untuk
kekonkretan. Melalui metode ini, siswa memakai pakaian sendiri. Hal ini
tunanetra secara langsung dihadapkan pada dikarenakan tidak terdapat aktivitas
gambaran konkret dari konsep-konsep pembelajaran dan latihan mengenai
abstrak pada kegiatan berpakaian serta tatacara berpakaian ketika siswa dibantu
keterlibatan siswa secara aktif dalam oleh orang tua. Siswa dianggap objek pasif
Efektivitas Metode Latihan….(Desy Mardiyanti) 421

oleh orang tua ketika melakukan kegiatan Alasan pemilihan metode latihan
berpakaian. terhadap kemampuan bina diri dalam
Siswa tunanetra kelas II di SLB berpakaian yaitu metode latihan memiliki
Yaketunis Yogyakarta merupakan siswa kelebihan dalam membentuk suatu
tunanetra kategori buta (blind). Siswa keterampilan dengan latihan yang
tunanetra menggunakan indra pendengaran dilakukan secara berulang- ulang serta
dan indra perabaan untuk menyerap penerapan metode latihan sesuai dengan
informasi dan memperoleh pengalaman. prinsip pembelajaran dan karakteristik
Penggunaan metode latihan memanfaatkan siswa tunanetra yang memanfaatkan indra
indra pendengaran dan indra perabaan pendengaran dan perabaan dalam
yang dimiliki siswa tunanetra dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Metode
menyerap informasi dan memperoleh latihan yang diterapkan berupa latihan
pengalaman. Selain itu, dalam metode berpakaian secara bertahap dan berulang-
latihan juga terdapat unsur kemandirian ulang sesuai dengan langkah-langkah
yaitu siswa berlatih melakukan kegiatan berpakaian. Pembelajaran dengan metode
berpakaian secara mandiri. latihan memungkinkan siswa secara aktif
Metode latihan memiliki kelebihan dan terlibat dalam proses pembelajaran.
kekurangan untuk diterapkan. Menurut Pembelajaran yang dilakukan secara
Haryanto (2003: 41) bahwa kelebihan menarik serta melibatkan siswa secara
metode latihan antara lain, a) kemampuan aktif akan meningkatkan pemahaman
siswa segera terbentuk karena latihan materi yang diberikan serta meningkatkan
dilakukan berulang-ulang, b) siswa siap prestasi belajarnya (Asma, 2006: 3). Oleh
menggunakan bahan yang telah dilatihkan karena itu peneliti ingin mengujicobakan
karena telah terbiasakan, dan c) metode latihan terhadap kemampuan bina
kemampuan mengingat bahan yang telah diri dalam berpakaian siswa tunanetra
dilatihkan menjadi lebih lama. Kekurangan kelas II di SLB Yaketunis Yogyakarta.
dari metode latihan menurut Hamdani Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
(2011: 273-274) yaitu gerakan yang tidak menguji keefektifan metode latihan
berubah dapat menghambat bakat dan terhadap kemampuan bina diri dalam
inisiatif siswa serta sifat latihan yang kaku berpakaian siswa tunanetra kelas II di SLB
mengakibatkan penguasaan keterampilan Yaketunis Yogyakarta. Hasil dari
melalui inisiatif individu tidak akan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
tercapai. baik secara teoritis maupun praktis. Secara
teoritis, hasil penelitian ini bermanfaat
422 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 8 No 4 Tahun 2019

untuk menambah khasanah ilmu Subjek Penelitian


pengetahuan di bidang pendidikan anak Subjek dalam penelitian ini
berkebutuhan khusus. Secara praktis, hasil merupakan siswa tunanetra kelas II SLB
penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswa Yaketunis Yogyakarta. Berdasarkan hasil
yaitu meningkatkan kemampuan bina diri observasi pra penelitian, peneliti
khususnya dalam berpakaian, serta mengetahui karakteristik siswa tersebut,
bermanfaat bagi guru dalam menambah antara lain: siswa merupakan siswa
pengalaman tentang penggunaan metode tunanetra kategori total (blind), siswa
latihan. mengalami ketunanetraan sejak lahir
sehingga tidak memiliki pengalaman
METODE PENELITIAN
secara visual, siswa menggunakan sisa
Jenis Penelitian
indra yang masih berfungsi dalam proses
Penelitian ini menggunakan jenis
pembelajaran, yaitu indra pendengaran dan
penelitian kuasi eksperimen dengan subjek
perabaan, siswa mengalami kesulitan
penelitian tunggal (Single Subject
dalam aktivitas berpakaian.
Research). Menurut Arifin (2011: 75)
bahwa penelitian dengan subjek tunggal Prosedur
merupakan suatu eksperimen yang subjek Desain penelitian yang digunakan
atau partisipannya bersifat tunggal. Hasil dalam penelitian ini adalah desain A-B
eksperimen ini disajikan dan dianalisis sehingga terdiri dari dua fase. Fase A
berdasarkan subjek secara individual. (baseline) digunakan untuk mengetahui
Adapun prinsip dasar dalam penelitian kemampuan awal subjek dalam kegiatan
eksperimen subjek tunggal yaitu meneliti bina diri berpakaian. Fase B (intervensi)
individu dalam dua kondisi, yaitu tanpa digunakan untuk mengetahui kemampuan
perlakuan dan dengan perlakuan subjek dalam kegiatan bina diri berpakaian
saat diberikan intervensi dengan
Waktu dan tempat Penelitian
menggunakan metode latihan.
Penelitian ini dilaksanakan di ruang
kelas II SLB Yaketunis yang beralamat di Instrumen dan Teknik Pengumpulan
jalan Parangtritis nomor 46, Danunegaran, Data
Mantrijeron, Yogyakarta. Waktu yang Teknik pengumpulan data yang
digunakan untuk penelitian selama satu digunakan dalam penelitian ini adalah tes.
bulan pada semester dua yakni pada bulan Jenis tes yang digunakan yaitu tes
Mei 2018. perbuatan atau unjuk kerja kemampuan
bina diri subjek dalam berpakaian.
Efektivitas Metode Latihan….(Desy Mardiyanti) 423

Instrumen pengumpulan data dalam Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui


penelitian ini yaitu tes unjuk kerja yang bahwa skor yang diperoleh subjek R pada
berisi tugas- tugas yang harus dikerjakan fase baseline yaitu pada sesi 1 memperoleh
untuk mengukur kemampuan bina diri tingkat ketercapaian 57, 5%. Pada sesi 2
dalam berpakaian pada siswa tunanetra. memperoleh tingkat ketercapaian yang
sama dengan sesi 1 yaitu 57,5%.
Teknik Analisis Data
Sedangkan pada sesi 3 hasil tes
Teknik analisis data yang
kemampuan bina diri dalam berpakaian
digunakan dalam penelitian ini adalah
memperoleh tingkat ketercapaian yang
statistik deskriptif. Data hasil penelitian ini
sama dengan sesi 1 dan 2 yaitu 57, 5%.
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik
Rata- rata kemampuan bina diri dalam
untuk mengetahui perubahan kemampuan
berpakaian subjek R pada tahap baseline
bina diri dalam berpakaian pada subjek.
yaitu 57, 5% dan termasuk dalam kategori
Selain tabel dan grafik, analisis data yang
rendah. Hasil tes unjuk kerja kemampuan
digunakan yaitu analisis data dalam
bina diri dalam berpakaian subjek R pada
kondisi dan antarkondisi.
tahap baseline dapat dilihat dalam grafik
HASIL PENELITIAN DAN sebagai berikut:
PEMBAHASAN
Data hasil penelitian diperoleh Hasil Tes Unjuk Kerja Kemampuan
Bina Diri
melalui tes unjuk kerja yang dilakukan
Persentase Kemampuan Bina

70
57.5 57.5 57.5
pada fase baseline dan intervensi. Data 60
50
yang diperoleh disajikan dalam bentuk
40
Diri

tabel dan grafik. 30


20
1. Deskripsi Fase Baseline (A)
10
Kegiatan pada fase baseline digunakan 0
Sesi 1 Sesi 2 Sesi 3
untuk memperoleh data kemampuan awal
bina diri subjek dalam melakukan kegiatan
Gambar 1. Grafik Hasil tes Fase Baseline
berpakaian. Adapun hasil tes yang
diperoleh subjek adalah sebagai berikut: 2. Deskripsi Fase Intervensi (B)
Tabel 1. Hasil Tes Fase Baseline (A) Kegiatan pada fase intervensi
No Sesi Skor Persentase Kategori digunakan untuk memperoleh data
ke-
1. Sesi 1 23 57, 5% Rendah kemampuan bina diri dalam berpakaian
2. Sesi 2 23 57, 5% Rendah
3. Sesi 3 23 57, 5% Rendah pada saat dilaksanakan intervensi. Adapun
Rerata 23 57, 5% Rendah
424 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 8 No 4 Tahun 2019

hasil tes yang diperoleh subjek adalah berpakaiansubjek mengalami peningkatan


sebagai berikut: dan mendapatkan tingkat ketercapaian
Tabel. 2 Data Hasil Tes Fase Intervensi yang sama yaitu 85%. Rata- rata
No Sesi Skor Persentase Kategori kemampuan bina diri dalam berpakaian
1. B Sesi 1 30 75% Cukup
2. B Sesi 2 30 75% Cukup subjek R pada fase intervensi yaitu 80,
3. B Sesi 3 31 77, 5% Baik
4. B Sesi 4 34 85% Baik
41% dan termasuk dalam kategori baik.
5. B Sesi 5 34 85% Baik Hasil tes unjuk kerja kemampuan bina diri
6. B Sesi 6 34 85% Baik
Rerata 80, 41% Baik dalam berpakaian subjek R pada tahap

Berdasarkan tabel 2, dapat intervensi dapat dilihat dalam grafik

diketahui kemampuan bina diri dalam sebagai berikut:


Hasil Tes Fase Intervensi
berpakaian subjek R pada fase intervensi.
90 85 85
85
Pada sesi 1 subjek memperoleh tingkat
80 77.5
75 75
ketercapaian 75%. Pada sesi 2 kemampuan
70
bina diri dalam berpakaian subjek masih
sama yakni 75%. Pada sesi ketiga 60

kemampuan bina diri dalam berpakaian 50


subjek mulai mengalami peningkatan
40
ketercapaian yaitu 77, 5%. Sedangkan 1 2 3 4 5 6

pada sesi keempat, kelima, dan keenam Gambar 2. Grafik Hasil Tes Fase
hasil tes kemampuan bina diri Intervensi
Perubahan skor yang diperoleh
subjek dapat diketahui melalui perubahan
kecenderungan arah data. Kecenderungan
arah data pada masing- masing fase dapat
dilihat pada gambar 3 dan 4.

Kecenderungan Arah Fase Baseline


80
57.5 57.5 57.5
60
Persentase

40
20
0
sesi 1 sesi 2 sesi 3

Gambar 3. Grafik Kecenderungan Arah


Fase Baselin
Efektivitas Metode Latihan….(Desy Mardiyanti) 425

Berdasarkan pada gambar grafik di Pembahasan


atas, dapat diketahui kecenderungan arah Penggunaan metode latihan efektif
data pada fase baseline adalah mendatar. terhadap kemampuan bina diri dalam
Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpakaian siswa tunanetra kelas II di SLB
subjek dalam melakukan kegiatan bina diri Yaketunis Yogyakarta. Hal tersebut
dalam berpakaian cenderung tetap atau dibuktikan dengan kemampuan siswa
sama. Perolehan skor yang diperoleh pada dalam melakukan kegiatan bina diri
fase baseline rata-rata sebesar 57,5% dan berpakaian yaitu siswa mampu
termasuk dalam kategori rendah. memperhatikan model pakaian dengan cara
meraba pada bagian-bagian pakaian,
Kecenderungan Arah Fase Intervensi
100
memasukkan tangan pada lengan pakaian
85 85 85
90
yang sesuai, dan mengancingkan pakaian.
75 75 77.5
80
Persentase

Kemampuan tersebut berdasarkan pada


70
hasil tes unjuk kerja yang menunjukkan
60
siswa mampu memperoleh skor dengan
50
kategori baik.
40
sesi 1 sesi 2 sesi 3 sesi 4 sesi 5 sesi 6 Ketidakberfungsian indra penglihatan
berdampak pada proses pembelajaran bagi
Gambar 4. Grafik Kecenderungan Arah siswa tunanetra. Pelaksanaan pembelajaran
Fase Intervensi
bagi siswa tunanetra perlu memperhatikan
Berdasarkan pada gambar grafik di prinsip kekonkretan dan prinsip aktivitas,
atas, dapat diketahui kecenderung arah seperti yang dijelaskan oleh Rudiyati
data pada fase intervensi adalah menaik. (2002: 148) bahwa prinsip kekonkretan
Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan yaitu memberikan pengalaman nyata dari
subjek dalam melakukan kegiatan bina diri materi pembelajaran, dan prinsip aktivitas
dalam berpakaian saat diberikan intervensi yaitu melibatkan siswa secara aktif dalam
cenderung meningkat. Selain itu, pembelajaran. Pada penelitian ini, prinsip
persentase data tumpang tindih kekonkretan dalam pembelajaran kegiatan
berdasarkan hasil analisis data antarkondisi bina diri berpakaian dengan menggunakan
pada fase baseline dengan intervensi metode latihan yaitu siswa melakukan
sebesar 0%. Semakin kecil persentase data kegiatan berpakaian secara konkret
tumpang tindih maka menunjukkan menggunakan pakaian seragam sekolah
semakin besar pengaruh intervensi secara berulang- ulang, sehingga
terhadap perubahan perilaku target. mempermudah siswa dalam mengingat
426 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 8 No 4 Tahun 2019

langkah- langkah dalam berpakaian. siswa tunanetra, dengan metode latihan


Penggunaan metode latihan juga siswa tunanetra memaksimalkan
melibatkan siswa tunanetra secara aktif, penggunaan indra pendengaran untuk
diantaranya siswa mendengarkan menyerap informasi verbal berupa
penjelasan guru mengenai tatacara penjelasan mengenai langkah-langkah
berpakaian, siswa menunjuk bagian- berpakaian serta memaksimalkan
bagian pakaian dan siswa mengenakan penggunaan indra perabaan untuk meraba
pakaian secara mandiri. Penggunaan bagian-bagian pakaian dan untuk memakai
metode latihan dalam pembelajaran bina pakaian secara langsung menggunakan
diri kegiatan berpakaian telah sesuai pakaian seragam sekolah.
dengan prinsip pembelajaran bagi siswa Pelaksanaan intervensi dengan
tunanetra yaitu dengan menerapkan prinsip menggunakan metode latihan, peneliti
kekonkretan dan aktivitas. tidak hanya menjelaskan tentang kegiatan
Karakteristik tunanetra juga berpakaian namun juga menunjukkan dan
mempengaruhi dalam proses pembelajaran memberi contoh pada siswa dengan cara
kegiatan bina diri dalam berpakaian. merabakan tangan siswa pada saat
Menurut Widjajantin dan Hitipeuw (1996: berpakaian sehingga siswa dapat
14), salah satu karakteristik siswa menirukan dan berlatih berulang- ulang.
tunanetra yang perlu diperhatikan dalam Saat pelaksanaan intervensi siswa
kepentingan pendidikan yaitu adanya membuka pakaian seragam sekolah yang
keterbatasan dalam fungsi kognitif yang dipakai untuk digunakan latihan dan
meliputi indra pendengaran, penglihatan, berganti dengan pakaian kaos. Durasi
perabaan, penciuman, pengecap, dan indra pelaksanaan intervensi yaitu kurang lebih
kinestetik serta sentuhan kulit. Oleh karena 35 menit dengan pertimbangan siswa
itu, tunanetra bergantung pada indra lain merasa bosan apabila pelaksanaan
yang masih berfungsi selain indra intervensi yang berulang- ulang dilakukan
penglihatan dalam mengembangkan dalam rentang waktu yang lama.
pengertian tentang lingkungan. Dalam Penggunaan metode latihan
penelitian ini, siswa tunanetra lebih memberikan dampak positif yang
mengandalkan indra pendengaran dan diperoleh siswa yaitu pada saat diberikan
perabaan dalam mengikuti kegiatan intervensi siswa dapat memberi respon
pembelajaran berpakaian. Penggunaan dengan berpartisipasi secara aktif baik fisik
metode latihan yang diterapkan secara maupun mental, serta terbentuk kebiasaan
berulang-ulang sesuai dengan karakteristik dalam melakukan kegiatan berpakaian.
Efektivitas Metode Latihan….(Desy Mardiyanti) 427

Keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan bawah pakaian, dan mampu


pembelajaran bina diri berpakaian sejalan mengancingkan pakaian dari bawah
dengan pendapat Khetaguri & Albay kemudian ke atas. Penerapan metode
(2016) yakni metode latihan membantu latihan yang dilakukan secara berulang-
siswa untuk mengembangkan respon yang ulang pada siswa tunanetra meliputi fase
cepat dan lebih termotivasi untuk terus pemberian latihan yakni siswa berlatih
aktif dalam proses belajar. Selain itu, mengidentifikasi bagian-bagian pakaian
terbentuknya kebiasaan tersebut seiring dengan cara meraba menggunakan jari
dengan pendapat Djamarah & Zein (2009: tangan serta menyebutkan nama-nama
96) bahwa kelebihan metode latihan dapat bagian pakaian seragam sekolah, pada
membentuk kebiasaan yang dilakukan dan langkah pelaksanaan latihan siswa
menambah ketepatan serta kecepatan mendengarkan penjelasan mengenai
dalam pelaksanaannya. Siswa terbiasa tatacara berpakaian serta melakukan
untuk mencermati bagian-bagian pakaian langkah-langkah berpakaian secara
terlebih dahulu dengan cara meraba-raba langsung,, dan pada fase
sebelum memakai pakaian, mempertanggungjawabkan latihan
mempertemukan kelim bawah pakaian, dilakukan penilaian terhadap kemampuan
dan mengancingkan pakaian dari bawah siswa tunanetra dalam melakukan aktivitas
kemudian ke atas. bina diri berpakaian. Penerapan metode
latihan yang berulang-ulang memberi
SIMPULAN DAN SARAN
pengaruh positif yaitu siswa tunanetra
Simpulan
terlibat aktif dalam pembelajaran serta
Berdasarkan hasil dan analisis data
terbentuknya kebiasaan dalam melakukan
penelitian, dapat disimpulkan bahwa
aktivitas berpakaian.
penggunaan metode latihan yang
diterapkan secara berulang- ulang efektif Saran
terhadap kemampuan bina diri dalam 1. Bagi siswa
berpakaian siswa tunanetra kelas II di SLB Siswa hendaknya berpartisipasi
Yaketunis Yogyakarta yang ditunjukkan dengan aktif secara mandiri dalam
dengan selisih perolehan skor sebesar kegiatan pembelajaran. Penerapan metode
22,91%. Siswa tunanetra terbiasa latihan terhadap kemampuan bina diri
melakukan perabaan pada bagian-bagian dalam berpakaian siswa harus lebih sering
pakaian terlebih dahulu sebelum memakai berlatih melakukan kegiatan berpakaian
pakaian, mampu mempertemukan kelim
428 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 8 No 4 Tahun 2019

agar dapat memiliki keterampilan yang Dirjen Dikti Proyek Pendidikan


Tenaga Guru.
baik .
2. Bagi guru Khetaguri, T. & Albay, M. (2016). Journal
of Social Sciences & Educational
Guru hendaknya mengembangkan Studies. ISSN 2409-1294 (Print),
berbagai bentuk kegiatan yang bervariasi September 2016, Vol.3, No.1.
dalam pembelajaran sehingga siswa lebih Kittay, Eva F. (2011). The Ethics of Care,
tertarik mengikuti kegiatan belajar Dependence, and Disability.
Journal of Jurisprudence and
mengajar. Philosophy of Law, 51, 49- 58.

DAFTAR PUSTAKA Roestiyah. N. K. (2001). Strategi Belajar


Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Arifin, Z. (2011). Penelitian Pendidikan
Metode dan Paradigma Baru. Rudiyati, S. (2002). Pendidikan Anak
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Tunanetra (Buku Pegangan
Kuliah). Yogyakarta: Fakultas
Asma, N. (2006). Model Pembelajaran Negeri Yogyakarta Universitas
Kooperatif. Jakarta: Departemen Negeri Yogyakarta.
Pendidikan Nasional Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi. Sudjana, N. (2011). Dasar-dasar Proses
Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Astati. (2010). Bina Diri untuk Anak Baru.
Tunagrahita. Bandung: CV. Catur
Karya Mandiri. Sunanto, J. (2005). Mengembangkan
Potensi Anak Berkelainan
Cahyaningtyas, A. (2016). Upaya Penglihatan. Jakarta: Depdiknas
Peningkatan Kemampuan Dirjen Dikti.
Berpakaian Melalui Metode Drill
pada Anak Cerebral Palsy di Widjajantin, A & Hipiteuw, I. (1996).
Sekolah Luar Biasa Daya Ananda. Ortopedagogik Tunanetra I.
Skripsi. Yogyakarta: FIP UNY. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.

Djamarah, S. B dan Zain, A.(2009). Yutikasari, D.U. (2016). Peningkatan


Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Kemampuan Pengembangan Diri
Rineka Cipta. dengan Menggunakan Metode
Praktik Siswa Tunanetra Kelas III
Effendi, M. (2006). Pengantar SLB A Yaketunis Yogyakarta.
Psikopedagogik Anak Berkelainan. Skripsi. Yogyakarta: FIP UNY
Jakarta: Bumi Aksara.
Hamdani. (2011). Strategi Belajar
Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Haryanto. (2003). Strategi Belajar
Mengajar. Yogyakarta: Depdiknas
FIP UNY.
Hosni, I. (1996). Buku Ajar Orientasi dan
Mobilitas. Jakarta: Depdikbud

Anda mungkin juga menyukai