Anda di halaman 1dari 19

Lanjut ke konten

Akademi Farmasi Jambi


MENU

Cari

Koefisien Distribusi
ON 1 JANUARI 2017 BY AKADEMI FARMASI JAMBI

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIKA FARMASI

PENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI


DISUSUN OLEH :

1. MUTIARA RIZKI
NIM :15.054

2. N U R A I N A
NIM :15.062

3. RADA PIRWANSARI
NIM :15.068

4. RATNA JUWITA
NIM :15.072

AKADEMI FARMASI JAMBI

2016

I. TUJUAN

Untuk menetapkan kelarutan asam borat dan asam salisilat dalam pelarut air dan
minyak yang tidak saling bercampur.
II. DASAR TEORI

Air adalah pelarut yang baik untuk garam, gula dan senyawa sejenis, sedang
minyak mineral dan benzene biasanya merupakan pelarut untuk zat yang biasanya
hanya sedikit larut dalam air. Penemuan empiris ini disimpulkan dalam
pernyataan like dissolve like. Kelarutan bergantung pada pengaruh kimia, listrik,
struktur yang menyebabkan interaksi timbal balik zat pelarut dan zat terlarut
(Martin, 1993).

Suatu zat dapat larut dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling
bercampur. Jika ada kelebihan cairan atau suatu zat padat ditambahkan ke dalam
campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusikan diri di
antara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan
ke dalam pelarut tidak bercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk
menjenuhkan larutan, maka zat tersebut akan didistribusikan di antara kedua
lapisan dengan konsentrasi tertentu (Mirawati, 2014).

Kelarutan suatu senyawa bergantung pada siat fisika dan kimia zat terlarut dan
pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH, larutan dan untuk
jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut (Martin,1993).

Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat ke dalam pelarut


sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak,
maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih
mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan air,
sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal
tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989).

Untuk memproduksi suatu respon biologis, molekul obat pertama-tama harus


menyeberangi suatu membran biologis beraksi sebagai suatu pembatas lemak
untuk kebanyakan obat-obat dan mengizinkan absorbsi zat-zat yang larut dalam
lemak dengan difusi pasif sedangkan zat-zat yang tidak larut dalam lemak dapat
mendifusi menyeberangi pembatasan hanya dengan kesulitan yang besar, jika tidak
sama sekali. Hubungan antara konstanta disolusi, kelarutan dalam lemak, dan pH
pada tempat absorbsi serta karakteristik absorbsi dari berbagai obat merupakan
dasar dari teori pH-partisi. Penentuan derajat disosiasi atau harga pKa dari zat obat
merupakan suatu karakteristik fisika-kimia yang relatif penting terhadap evaluasi
dari efek-efek yang mungkin pada absorbsi dari berbagai tempat pemberian
(Ansel,2005).

Pengetahuan tentang koefisien partisi atau koefisien distribusi sangat penting


diketahui oleh seorang farmasis. Prinsip dari koefisien ini sangat banyak
berhubungan dengan ilmu farmasetik, termasuk disini adalah pengawetan system
minyak-air, kerja obat di tempat yang tidak spesifik, absorbsi dan distribusi obat ke
seluruh tubuh (Martin,1993).

Sebagai molekul terdisosiasi dalam ion-ion salah satu dari fase tersebut. Hukum
distribusi digunakan hanya untuk yang umum konsentrasinya pada kedua fase,
yaitu monomer atau molekul sederhana dari zat tersebut (Martin,1993).

Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau hidrofobik
dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan interaksi dengan
makro molekul pada reseptor kadang-kadang berhubungan baik dengan koefisien
partisi oktanol/air dari obat (Martin, 1993).

Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh sifat


kelarutan bahan obat terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa senyawa
yang larut baik dalam bentuk lemak terkonsentrasi dalam jaringan yang
mengandung banyak lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil hampir tidak diambil
oleh jaringan lemak karena itu ditentukan terutama dalam ekstrasel (Ernest, 1999).
Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan obat
terarah kepada tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita
mengharapkan distribusi dapat diatur artinya konsentrasi obat pada tempat kerja
lebih besar dari pada konsentrasi di tempat lain pada organisme, walaupun
demikian kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi dalam bentuk hal
kecil, pada kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui penyuntikan atau
infus sitostatika ke dalam arteri memasok tumor untuk memperoleh kerja yang
terarah (Ernest, 1999).

Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut
dilarutkan dalam air sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan
tergantung pada pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah larut
dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan
praktis tidak larut. Dengan demikian pengaruh pH sangat besar terhadap kecepatan
absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah (Sardjoko, 1987).

III. ALAT DAN BAHAN

Alat :

1. Batang pengaduk
2. Buret
3. Corong pisah
4. Corong kaca
5. Beakerglass
6. Gelas ukur
7. Erlenmeyer
8. Timbangan digital
9. Pipet volume
10.Klem dan statif
11.Kertas saring
Bahan :

1. Asam Borat
2. Asam Salisilat
3. Indikator PP
4. NaOH
5. Minyak sayur
6. Aqua destilata
IV. PROSEDUR DAN CARA KERJA

1. Timbang Asam Borat / Asam salisilat sebanyak 100 mg


2. Masukkan ke dalam beakerglass ,tambahkan aquadest 100ml,aduk hingga
larut
3. Saring ke dalam labu ukur , ad 100 ml dengan aquadest, kocok homogen
4. Bagi dua, masing-masing 50 ml. Larutan A diberi kode Blangko dan larutan
B diberi kode Ekstrak dengan menambahkan 50 ml minyak sayur.
5. Kocok larutan ekstrak selama 15 menit menggunakan corong pisah
6. Setelah itu biarkan beberapa menit agar kedua larutan tersebut terpisah.
Pipet sebanyak 10 ml, masukkan ke dalam erlenmeyer. Masing-masing satu
erlenmeyer untuk asam salisilat dan asam borat.
7. Pipet 10 ml pula dari larutan blangko asam borat/asam salisilat. Masukkan
ke dalam erlenmeyer.
8. Tambahkan 3 tetes indikator pp masing-masing erlenmeyer
9. Titrasi dengan NaOH 0,1 N hingga menjadi warna merah muda
10.Hitung kadar sampel baik blangko maupun ekstrak .
V. DATA DAN HASIL PENGAMATAN

Tabel volume NaOH yang terpakai

Nama zat blangko ekstrak

Asam borat 11 ml 2,5 ml

Asam salisilat 5,2 ml 3,2 ml

VI. PERHITUNGAN

1. Asam Borat
Kadar Asam Borat dalam larutan Blangko

H3BO3 + NaOH ® Na3BO3 + 3H2O


Volume NaOH yang terpakai = 11 ml

Hasil Pembakuan NaOH = 0,014 N

CB = 11 x 0,014x 61,83

1000

= 0,0095218

Kadar Asam Borat dalam larutan Ekstrak

Volume NaOH yang terpakai = 2,5 ml

Hasil Pembakuan NaOH = 0,014 N

CA = 2,5 x 0,014x 61,83

1000

= 0,002164

Koefisien distribusi Asam Borat = CB – CA = ( 0,0095218 – 0,002164 )

CA 0,002164

= 3,40

2. Asam Salisilat

Kadar Asam Salisilat dalam larutan blangko

Volume NaOH yang terpakai = 5,2 ml


Hasil Pembakuan NaOH = 0,014 N

CB = 5,2 x 0,014x 138,12

1000

= 0,010055

Kadar Asam Salisilat dalam larutan Ekstrak

Volume NaOH yang terpakai = 3,2 ml

Hasil Pembakuan NaOH = 0,014 N

CA = 3,2 x 0,014x 138,12

1000

= 0,00618

Koefisien distribusi Asam Salisilat = CB – CA =


(0,010055– 0,00618 )

CA 0,00618

= 0,627

 DATA KELOMPOK
ASAM BORAT ASAM SALISILAT
NAMA
KELOMPOK
BLANGK EKSRA BLANGK EKSTRA
1
O K O K

ANNISA 11,5 2,3 5 3,3


DIAN
ZIZIANI

ARIP
10 2,5 5,3 3,1
SUGIARTA

ARUM TRI
NURKHAEN 10 2 5,1 3
I

AYU FITRIA
WULANDA 9 2,5 5,2 3,2
RI

BELLA
10 2,5 5,2 3,5
LARASELLA

Rata-rata 10,1 2,36 5,16 3,22

KOEFISIEN
3,35 0,602
DISTRIBUSI

ASAM BORAT ASAM SALISILAT


NAMA
KELOMPO
K2 BLANGK BLANGK EKSTRA
EKSRAK
O O K

BITIYA
10 2,3 5,3 3
MIDRA

DEDI HARI
PURNAMA 11,2 2,5 5,2 3
K

DIAN
YULIA 11 2,3 5 3,1
PUSPITA

EGA
AGUSTIA 11 2 5,3 3,5
NINGSIH
EKA
11 2 5,3 3,2
FITRIYANI

Rata-rata 10,84 2,22 5,22 3,16

KOEFISIEN
DISTRIBUS 3,89 0,651
I

NAMA
KELOMPO ASAM BORAT ASAM SALISILAT
K3

BLANGK
BLANGKO EKSRAK EKSTRAK
O

EKO
11,2 2,1 5 3,2
WIBISONO

ENDAH
10 2,4 5,1 3,6
PUSPARINI

FADHILAH 10 2,5 5,4 3,7

FIESKA
11,5 2,4 5,4 3,2
SAHARA

INTAN
PUTRI 10 2 5,2 3,2
RINJANI

Rata-rata 10,54 2,28 5,22 3,38

KOEFISIEN
DISTRIBUS 3,78 0,545
I

ASAM BORAT ASAM SALISILAT


NAMA
KELOMPO
K4 BLANGK EKSRA BLANGK EKSTRA
O K O K
KHAIRUN
10 2 5 3
NISA

LESLY
MESA 11,5 2,3 5,2 3,5
KARTINI

LIDIYA 9 2,2 5,2 3

LISA
ANGGRAIN 10,2 2,2 5 3
I

MARIA
11,5 2,3 5,3 3,2
ULFA

Rata-rata 10,44 2,2 5,14 3,14

KOEFISIEN
DISTRIBUS 3,73 0,635
I

ASAM BORAT ASAM SALISILAT


NAMA
KELOMPO
K5 BLANGK EKSRA BLANGK EKSTRA
O K O K

MAUDY
AYUNY 10,5 2,4 5,2 3
PRATIWI

MELA
10 2,4 5,2 3,1
GUSMITA

MIFTAHUL
11 2,6 5,2 3,4
HIKMAH

M. YOGI
11 2,3 5,4 3,4
MUTIA

MOLI
11,5 2,6 5,2 3,3
ARISKA
Rata-rata 10,8 2,46 5,24 3,24

KOEFISIEN
DISTRIBUS 3,42 0,618
I

ASAM BORAT ASAM SALISILAT


NAMA
KELOMPOK 6 BLANGK EKSRA BLANGK EKSTRA
O K O K

MUTIARA
11 2,5 5,2 3,2
RIZKI

NADIA
11 2,4 5 3
NURFIKRI

NAJMATUNNU
10,5 2,3 5,5 3,2
R

NINDYA
10,2 2,2 5,2 3
MAWARNI

NURAINA 11,2 2,4 5,4 3,4

Rata-rata 10,78 2,36 5,26 3,16

KOEFISIEN
3,65 0,664
DISTRIBUSI

ASAM BORAT ASAM SALISILAT


NAMA
KELOMPOK
7 BLANGK EKSRA BLANGK EKSTRA
O K O K

PASKARINA
10,5 2,1 5,2 3
APRYANTI B

PITMA
10,5 2,3 5,1 3,2
WATI

RADA 11,2 2,3 5,4 3,5


PIRWANSA
RI

RAHMAD 11 2,3 5,2 3,2

RATNA
11 2,4 5,2 3,4
JUWITA

Rata-rata 10,84 2,28 5,22 3,26

KOEFISIEN
3,89 0,601
DISTRIBUSI

ASAM BORAT ASAM SALISILAT


NAMA
KELOMPOK
8 BLANGK EKSRA BLANGK EKSTRA
O K O K

RETNO
MEIDAYAN 10 2 5 3,2
TI

RIA
10 2,3 5,3 3
OKTARIANI

RIZKY
UNDZIRA 10,5 2,4 5,3 3,1
FATMALA

SHINDY
10,5 2,4 5 3
SAMOSIR

SILVIYUSI
11 2,6 5 3,2
APRELIA

Rata-rata 10,4 2,34 5,12 3,1

KOEFISIEN
3,68 0,652
DISTRIBUSI

NAMA ASAM BORAT ASAM SALISILAT


KELOMPOK BLANGK EKSRA BLANGK EKSTRA
9 O K O K

SISKA
10,7 2,6 5,2 3,5
HERLINA

SRI REZEKI
WULANDA 10 2,5 5,3 3,3
RI

TESSI
SELVIA 11,2 2,5 5,2 3,3
VITARI

WAHYU
10,5 2,2 5 3,2
HIDAYAT

WINDA
RIZKA 11 2,6 5,3 3,2
PEBRIANI

Rata-rata 10,68 2,48 5,2 3,3

KOEFISIEN
3,38 0,575
DISTRIBUSI

ASAM BORAT ASAM SALISILAT


NAMA
KELOMPO
K 10 BLANGK EKSRA BLANGK EKSTRA
O K O K

YOLANDA
DESTI 10 2 5,1 3,2
MARDIANI

YULI
10 2,3 5,2 3
HIDAYATI

YUSNITA
10,5 2,2 5 3
FRANSISKA

ZULFAHRI 11 2,4 5,2 3,4


Rata-rata 10,375 2,225 5,125 3,15

KOEFISIEN
DISTRIBUS 3,68 0,627
I

VIII . GRAFIK

ASAM BORAT

ASAM SALISILAT
IX .PEMBAHASAN

Dari praktikum penetapan kelarutan asam borat dan asam salisilat dalam
pelarut air dan minyak yang tak saling bercampur yang menggunakan NaOH 0,1 N
sebagai pentiter di dapat volume 11 ml untuk larutan blangko asam borat dan 2,5
ml untuk larutan ektrak asam borat,serta 5,2 ml untuk larutan blangko asam
salisilat dan 3,2 ml untuk larutan ekstrak asam salisilat. Dari data tersebut di dapat
koefisien distribusi asam borat sebesar 3,40 dan koefisien distribusi asam salisilat
sebesar 0,627

Dari data kelompok diperoleh volume NaOH yang berbeda-beda, setelah


dilakukan perhitungan koefisien distribusi dengan mencari rata-rata kelompok di
dapat koefisien distribusi yang berbeda-beda pula. Pada koefisien distribusi asam
borat diperoleh hasil yang cukup jauh berbeda hingga mencapai selisih 0,5 .
Sedangkan pada asam salisilat diperoleh koefisien distribusi yang selisihnya tidak
terlalu jauh.
Koefisien distribusi suatu senyawa dalam dua larutan yang tidak bercampur
harus sama dengan dengan 1. Artinya bahwa senyawa tersebut terdistribusi secara
merata pada dua fase yaitu fase minyak dan fase air. Jika nilai koefisien distribusi
kecil dari 1 maka senyawa tersebut cenderung untuk terdistribusi dalam fase air
dari pada fase minyaknya.

X . KESIMPULAN

Koefisien distribusi=1 artinya bahwa zat terdistribusi merata dalam pelarut


air dan minyak atau zat dapat larut dalam air dan minyak. Sedangkan koefisien
distribusi<1 artinya bahwa zat tidak terdistribusi merata dalam dua pelarut, dan zat
tersebut lebih cenderung untuk menuju ke salah satu pelarut yaitu air. Sehingga
pada praktikum kali ini di dapat kesimpulan bahwa asam borat dan asam salisilat
memiliki kecenderungan untuk larut dalam fase air.

DAFTAR PUSTAKA

Ansel ,H.C .(2005). Pengantar bentuk sediaan farmasi .edisi keempat .Jakarta .UI
PRESS

Ernest ,Mutscler.(1999). Dinamika Obat .Edisi V .Cetakan


ketiga .Bandung .penerbit ITB.

Ansel .H.C .(1989).Pengantar bentuk sediaan farmasi .Edisi 4 .UI press .Jakarta.

Sardjoko .(1987) .pedoman kuliah rancangan obat .Yogjakarta:PAU bioteknologi


UGM.

Iklan

Bagikan ini:

 Twitter
 Facebook

Memuat...

Terkait

Pengaruh Pelarut Campur Terhadap Kelarutan29 Desember 2016dalam "Laporan"

Pengaruh pH Terhadap Kelarutan Asam Benzoat22 Desember 2016dalam "Laporan"

Pengaruh Penambahan Surfaktan Terhadap Kelarutan Bahan Obat28 Desember 2016dalam "Laporan"

ASAM BORAT ASAM SALISILAT KOEFISIEN DISTRIBUSI

Navigasi pos
PREVIOUS

Mikromeritik

NEXT

Penentuan Viskositas dengan Viskometer Bola Jatuh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Komentar *

Nama *

Email *

Situs web

Beri tahu saya komentar baru melalui email.

Beritahu saya pos-pos baru lewat surat elektronik.

Cari untuk:Cari
SOSIAL

 Tampilkan #’s profil di Facebook


 Tampilkan wordpressdotcom’s profil di Twitter
 Tampilkan #’s profil di Instagram
 Tampilkan #’s profil di Pinterest
 Tampilkan #’s profil di LinkedIn
BUAT SITUS WEB ATAU BLOG GRATIS DI WORDPRESS.COM. TEMA: LOVECRAFT OLEH ANDERS NOREN .

Anda mungkin juga menyukai