Anda di halaman 1dari 26

Harmonisasi dan Toleransi Umat

Beragama di Jawa Barat


Studi Sosio Religi Masyarakat Plural
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014
TENTANG
HAK CIPTA
Lingkup Hak Cipta

Pasal 1 Ayat 1 :
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif
setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pidana:
Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melaku-
kan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf
d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melaku-
kan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf
b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam ben-
tuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Pasal 114
Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan men-
getahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak
Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Erba Rozalina Yulianti
Maswani
Aziz Fahrurrozi

Harmonisasi dan Toleransi Umat


Beragama di Jawa Barat
Studi Sosio Religi Masyarakat Plural

Diterbitkan Oleh
Harmonisasi dan Toleransi Umat Beragama di Jawa Barat:
Studi Sosio Religi Masyarakat Plural

Penulis : Erba Rozalina Yulianti


Maswani
Aziz Fahrurrozi
Editor : Subhan Hi Ali Dodego
Penyelaras Aksara : Yosi Sulastri
Tata Letak : Riza Ardyanto
Desain Cover : Ridwan Nur M

Penerbit:
CV. Bintang Semesta Media
Anggota IKAPI Nomor 147/DIY/2021
Jl. Karangsari, Gang Nakula, RT 005, RW 031,
Sendangtirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta 57773
Telp: 4358369. Hp: 085865342317
Facebook: Penerbit Bintang Madani
Instagram: @bintangpustaka
Website: www.bintangpustaka.com
Email: bintangsemestamedia@gmail.com
redaksibintangpustaka@gmail.com

Cetakan Pertama, Juli 2022


Bintang Semesta Media Yogyakarta
xiv + 141 hal : 14.5 x 20.5 cm
ISBN : 978-623-5361-85-7

Dicetak Oleh:
Percetakan Bintang 085865342319

Hak cipta dilindungi undang-undang


All right reserved
Isi di luar tanggung jawab percetakan
v

Kata Pengantar
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA
Guru Besar Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Jakarta

Para pendiri bangsa yang terdiri dari kaum nasionalis dan


kaum agama. Mereka sangat cerdas dan bijak dalam mengambil
keputusan untuk mendirikan bangsa dengan keragaman etnik,
budaya, dan agama. Dengan pengelolaan yang baik, komposisi
demografis ini justru akan menjadi sebuah kekuatan besar yang
bisa membawa Indonesia menjadi sebuah bangsa besar dengan
kemajuan, ekonomi, sains, dan peradaban. Moto berbangsa
dengan Bhineka Tunggal Ika merupakan lambang tekad
bersama untuk memajukan bangsa menuju satu tujuan bersama
menjadi bangsa sejahtera, yakni berkemajuan yang berkeadilan.
Untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut, semua masyarakat
Indonesia dituntut untuk bisa membina dan mempertahankan
kesatuan dan persatuan. Dalam rangka itulah, tahun 2006
Kementerian Agama bersama-sama Kemendagri mengeluarkan
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
No. 9 dan 8, yang di antaranya mengatur tentang kerukunan
umat beragama.
Setidaknya ada 5 aspek yang harus dikelola pemerintah
untuk mewujudkan kerukunan yang diatur dalam PBM tersebut,
yakni toleransi, menghormati perbedaan, menghargai orang
vi

lain yang melaksanakan agamanya, kesetaraan, dan kerja


sama antarumat beragama untuk memajukan kesejahteraan
bangsa. Toleransi itu diartikan dengan membiarkan orang
lain melaksanakan keyakinannya, tidak diganggu, dan juga
tidak diolok-olok. Kemudian, toleransi tersebut diikuti dengan
sikap menghormati, yakni respek pada mereka yang berbeda
agama dan keyakinan, dan bahkan menghargai bila mereka
melakukan keyakinannya. Itulah inti toleransi yang kemudian
juga harus diikuti dengan kesetaraan layanan dari pemerintah
dan pemerintah daerah. Pemerintah sampai tingkat kelurahan
dan kecamatan tidak boleh membedakan layanan hanya
karena perbedaan keyakinan. Dan untuk menapaki kemajuan,
baik dalam aspek ekonomi, sains, teknologi dan peradaban;
kolaborasi di antara semua warga tidak boleh dibatasi hanya
oleh perbedaan etnik, budaya, dan agama.
Masyarakat Indonesia merupakan salah satu masyarakat
unik di dunia karena mampu menyatukan perbedaan etnik,
budaya, dan agama demi satu tujuan bersama—kesejahteraan—
yang dalam Pancasila disebut dengan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Keadilan bisa dimaknai dengan
pemerataan yang didistribusi bukan dengan dibagi-bagi. Akan
tetapi dengan kesempatan, yakni membuka selebar mungkin
peluang bekerja bagi semua warga negara sehingga mereka
memperoleh penghasilan yang layak. Tidak ada pemerataan
tanpa kemajuan. Oleh sebab itu, pemerintah memperoleh
mandat untuk membangun kesejahteraan warganya dengan
membuka industri sebanyak mungkin, baik melalui investasi
swasta maupun pemerintah sendiri—khususnya untuk produk-
vii

produk yang memenuhi hajat hidup orang banyak. Untuk


berbagai kepentingan itulah, kerja sama yang didasarkan pada
skill dan kemampuan jauh lebih penting daripada kerja sama
yang didasarkan pada etnik, budaya, dan agama.
Model persatuan dan kesatuan yang diimplikasi dengan
kerja sama lintas etnik, budaya, dan agama, telah dicontohkan
para pendiri bangsa, sehingga Indonesia berdiri tegak, bahkan
sampai kini yang usianya sudah mencapai 76 tahun memasuki
tahun ke-77 dengan lika-liku persatuan dan kesatuan. Kendati
tidak seluruhnya terdesain oleh filosofi berbangsa dan bernegara
tersebut, banyak perusahaan swasta yang bekembang dan
dikembangkan dengan basis paradigma kerja sama lintas agama.
Perusahaan-perusahaan besar di kota-kota besar di Pulau Jawa,
merekrut para pegawainya berdasarkan keahlian, pengalaman,
dan potensi integritas yang memang sangat diperlukan oleh
institusi apa pun.
Bersamaan dengan itu, ada pula kelompok umat beragama
tersebut dipersatukan dengan kesamaan budaya. Salah satunya
masyarakat Cigugur Kuningan dan Kampung Sawah yang
diteliti oleh tim peneliti FITK dengan dipimpin oleh Prof.
Dr. Aziz Fachrurrazi, MA (alm). Masyarakat adat Cigugur
ini terdiri dari semua penganut agama, yakni Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Buddha dan bahkan Konghucu. Keragaman
tersebut dipersatukan oleh adat budaya leluhur, yang orang
Cigugur menyebutnya dengan istilah AKUR (Adat Karuhun
Urang), yang sekarang dipimpin Girang Pangaping Djuwita
Djatikusumah Putri.
viii

Kehadiran buku ini akan memperkaya khazanah keilmuan


khususnya di UIN Jakarta dan akan menjadi rujukan bagi
para mahasiswa UIN untuk membahasnya sebagai sebuah
fenomena kerukunan. Mudah-mudahan kehadiran buku ini
bisa menambah wawasan para pembaca tentang bagaimana
membangun kerukunan di antara warga negara dengan
keragaman agama.

Ciputat, 12 Februari 2022

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA


ix

Prakata

Secara umum buku ini bertujuan untuk memberikan


gambaran mendalam tentang harmonisasi dan toleransi
kehidupan beragama di Jawa Barat. Adapun secara khusus buku
ini bertujuan untuk: Pertama, mengeksplorasi kondisi sosio
religi Kampung Sawah dan Desa Cigugur. Kedua, menganalisis
bentuk harmonisasi dan toleransi kehidupan beragama warga
Kampung Sawah Bekasi dan warga Desa Cigugur. Ketiga, untuk
mengeksplorasi upaya tokoh lintas agama dalam menumbuhkan
harmonisasi dan toleransi kehidupan beragama masyarakat
plural.
Secara sosio religi, pembahasan yang dicantumkan di
dalam buku ini mendukung teori Struktural-Fungsional Talcott
Parson bahwa masyarakat Kampung Sawah dan Desa Cigugur
memiliki sistem sosial, struktural, dan fungsional yang mampu
menjaga keharmonisan antarumat beragama. Kampung Sawah
dan Desa Cigugur merupakan suatu wilayah yang penduduk
multietnis, multibudaya, dan multireligi. Sebagian besar
penduduk memeluk agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu,
Buddha, Konghucu, dan memeluk aliran kepercayaan (Agama
Djawa Sunda/ADS pada masyarakat Cigugur Kuningan).
x

Keragaman etnis dan budaya pada kedua wilayah ini terlihat


pada data demografis yang menunjukkan bahwa komposisi
masyarakat terdiri dari berbagai suku, antara lain Betawi,
Sunda, Jawa, Madura, Batak, Melayu/Minang, Bugis/Makassar,
Timor/Maluku/Papua, dan Tionghoa. Walaupun beragam
agama, etnis, dan budaya, mereka hidup harmonis dan toleran.
Bahkan, keharmonisan dan kerukunan ini sudah mendarah
daging dalam jiwa mereka dan dilestarikan dari generasi ke
generasi.
Selain itu, harmonisasi dan toleransi kehidupan beragama
warga Kampung Sawah Bekasi dan warga Desa Cibubur
terwujud karena tiga modal utama, yaitu dengan sosial, budaya,
dan kekerabatan. Bentuk keharmonisan dan toleransi kehidupan
umat beragama pada masyarakat di kedua wilayah ini antara
lain ditunjukkan oleh: pertama, saling mengenal dengan baik di
antara warga satu dengan warga yang lainnya; kedua, memiliki
keintiman sosial yang tinggi di antara warganya; ketiga, memiliki
rasa persaudaraan yang tinggi; keempat, memiliki jalinan sosial
emosional yang kuat di kalangan warganya; kelima, saling
membantu dan menolong atas dasar kekeluargaan.
Harmonisasi dan toleransi kehidupan beragama masyarakat
plural di Kampung Sawah Bekasi dan Cigugur Kuningan
terwujud berkat upaya dan peran aktif semua elemen
masyarakat mulai dari warga masyarakat, pemerintah daerah,
dan tokoh masyarakat. Selain itu peran tokoh lintas agama
pun sangat mendukung, baik sebagai pengendali, pemimpin,
fasilitator, dan motivator lestarinya keharmonisan dan toleransi
xi

di kedua wilayah Jawa Barat. Mereka bahu-membahu berupaya


mengedepankan persatuan dan kesatuan.
Semoga kehadiran buku ini bisa memberi sumbangsih
pengetahuan untuk pembaca mengenai harmonisasi dan
toleransi umat beragama. Selamat membaca.

Ciputat, 17 Januari 2022

Erba Rozalina Yuliyanti


Maswani
Aziz Fahrurrozi
xii

Daftar Isi

Kata Pengantar Prof. Dr. Dede Rosyada, MA ......................v


Prakata ........................................................................................ix
Daftar Isi................................................................................... xii

Bab I
Pendahuluan............................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ............................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 7
E. Kajian Terdahulu yang Relevan ..................................... 8
Bab II
Konsep Harmonisasi dan Toleransi Umat Beragama ....... 13
A. Konsep Harmonisasi Kehidupan Beragama
di Indonesia ......................................................................... 13
B. Konsep Toleransi Kehidupan Beragama
pada Masyarakat Plural .................................................. 27
C. Peran dan Tanggung Jawab Tokoh Agama
dalam Membina Keharmonisan
dan Kerukunan Beragama di Masyarakat ............... 36
xiii
Bab III
Metodologi Penelitian ............................................................ 41
A. Waktu dan Tempat Penelitian .........................................41
B. Metode dan Pendekatan Penelitian ............................ 41
C. Sumber Data .............................................................................46
D. Metode Pengumpulan Data ........................................... 47
E. Teknik Analisis Data ......................................................... 50
Bab IV
Harmonisasi dan Toleransi Umat Beragama
di Kampung Sawah Bekasi dan Desa Cigugur
Kuningan................................................................................... 57
A. Harmonisasi dan Toleransi Kehidupan Beragama
di Kampung Sawah Bekasi ............................................. 58
B. Harmonisasi dan Toleransi Kehidupan Beragama
di Desa Cigugur Kuningan ............................................. 84
C. Pembahasan ............................................................................ 118
Bab V
Penutup.................................................................................... 127
A. Kesimpulan ......................................................................... 127
B. Implikasi ................................................................................... 129
C. Rekomendasi .......................................................................... 130

Daftar Pustaka ........................................................................ 131


Tentang Penulis ..................................................................... 138
1

Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang

Keberagaman merupakan fakta yang melekat di Indonesia,


negara yang terdiri dari berbagai suku, agama, budaya, dan
adat istiadat dari Sabang sampai Merauke. Namun di sisi lain,
menurut Firdaus (2020) dalam banyak kasus, keberagaman
ini juga dapat mengancam keutuhan bangsa Indonesia yang
memiliki moto “Bhineka Tunggal Ika”. Banyaknya gesekan
budaya hingga konflik etnis dan agama mewarnai dinamika
keberagaman Indonesia dari era Orde Lama hingga reformasi.
Kondisi ini jika tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan
gesekan budaya dan berakhir konflik, bahkan intoleransi. Hal
ini jelas merupakan ancaman serius bagi keutuhan Indonesia.
Musahadi (2017) menyatakan bahwa kondisi masyarakat
yang majemuk akan melahirkan 2 (dua) potensi yang berbeda.
Di satu sisi akan terbangun potensi harmonisasi dan toleransi,
2

tetapi di sisi lain akan memendam potensi yang rawan terhadap


konflik sosial yang bisa mengakibatkan pudarnya keutuhan
jalinan harmoni sosial masyarakat yang bisa mengarah pada
konflik agama.
Penelitian Klinken (2007) dalam Firdaus, et. Al. (2020)
menunjukkan beberapa konflik etnis di kota-kota kecil di
Indonesia, misalnya disebabkan oleh konflik politik yang meluas
ke konflik etnis dan agama. Hal ini terjadi karena adanya
kesenjangan antara idealisme ajaran agama dengan refleksi
umat beragama terhadap ajaran agama yang dianut. Beberapa
daerah pernah mengalami konflik agama. Begitu mudahnya
agama dijadikan alat provokasi oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab dengan menimbulkan ketegangan dan
kekerasan baik antarumat beragama maupun umat lintas agama.
Persoalan pendirian rumah ibadah menjadi persoalan yang
serius dan kerap menjadi pemicu konflik umat lintas agama.
Seperti konflik yang pernah terjadi di Papua yang disebabkan
oleh pendirian masjid yang dianggap bangunannya terlalu
tinggi dan tidak mengikuti standar pendirian rumah ibadah.
Beberapa studi terkait, seperti Zakiyah (2016) dan Mardimin
(2018) menyimpulkan bahwa konflik agama yang berakhir
pada kekerasan fisik pada umumnya dipicu oleh sikap saling
curiga satu sama lain antarumat beragama maupun sesama
agama dan miskomunikasi antarumat beragama di samping
minim bersosialisasi. Dengan demikian, agama menjadi pemicu
munculnya konflik.
3

Selain itu, hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa tak


jarang agama dijadikan alat propaganda untuk menghancurkan
kelompok yang berbeda keyakinan akibat pemahaman agama
yang dangkal. Bahkan sentimen agama, ras, dan etnis kemudian
ditarik ke konflik sosial politik.
Paramita dan Sari Purnama (2019) dan Elkarimah (2020)
mengusulkan beberapa upaya yang dapat dilakukan agar
kehidupan sosial keberagamaan berjalan harmonis, antara lain
dengan sikap saling memahami dan menghargai sesama umat
beragama, saling menghormati keyakinan pemeluk agama, dan
menjaga persatuan dan kesatuan.
Jawa Barat dikenal sebagai salah satu provinsi dengan
warga yang heterogen tetapi tetap mempertahankan kearifan
lokal budaya Sunda. Berdasarkan Indeks Kerukunan Umat
Beragama (IKUB) Jawa-Barat yang dirilis Kemenag pada 11
Desember 2019, tercatat bahwa posisi Jawa Barat masuk dalam
posisi ke-3 terbawah (68.5), lebih baik dari Sumatra Barat yang
memiliki skor 64.4 dan Aceh dengan skor 60.2. Jawa Barat
memiliki skor di bawah rata-rata skor nasional, yaitu 73.83.
Adapun posisi teratas adalah provinsi Papua Barat dengan
skor 82,1, disusul Provinsi Nusa Tenggara Timur (81,1) dan
Bali (80.1). Ketiga provinsi di atas termasuk kategori kerukunan
tinggi sekali. (Simlitbangdiklat.Kemenag, 2019).
Hal senada juga ditemukan dari laporan Setara Institut
yang menyatakan bahwa provinsi Jawa Barat adalah daerah
dengan sikap intoleransi tertinggi di Indonesia, terutama dalam
hal pelanggaran kebebasan beragama. Dari hasil survei yang
4

Setara lakukan, terdapat banyak pelaku provokator (aktor)


yang terus menerus dan terang-terangan melakukan persekusi
atas minoritas. (Setara Institute for Democracy and Peace, 2019).
Meskipun demikian, peluang adanya harmonisasi
kerukunan dalam hubungan antaragama masih terbuka lebar
karena harmonisasi kehidupan berbangsa bagi umat beragama
adalah sebuah keniscayaan. Eksistensi manusia sebagai makhluk
sosial menjadi sebuah kebutuhan untuk saling mengenal satu
dengan yang lain. Dalam upaya mengantisipasi disintegrasi
dan konflik kekerasan atas nama agama, berbagai cara dan
upaya dilakukan. Perlu kata sepakat dalam mencapai sikap
saling mengerti dan mencari titik persoalan agama yang sedang
dihadapi. Beberapa studi menghasilkan kajian berbagai upaya
yang telah dilakukan agar harmonisasi tetap tumbuh dan
terbina sesama umat beragama. Rosyid (2014) menyatakan
bahwa kerukunan antarumat beragama dapat terwujud atas
dukungan kesadaran atas kesamaan budaya, ekonomi, adanya
ikatan kekeluargaan dan pertemanan, serta tidak adanya tokoh
penggerak konflik.
Hasil penelitian Hamdani (2017) dan Sumai, (2018)
menunjukkan bahwa harmonisasi sosial dan kerukunan
beragama di kalangan masyarakat multireligius dapat terajut
karena akulturasi budaya Islam dan Kristen yang saling
menghormati dan menghargai sesama. Dialog, silaturahmi,
dan kegiatan sosial antarwarga yang berbeda agama yang
dimediasi oleh lembaga-lembaga kerukunan umat beragama
dan tokoh-tokohnya dalam ruang publik diharapkan dapat
5

membangun kesadaran umat guna mewujudkan keharmonisan


bermasyarakat. Menurut Suhaidi (2014) tokoh-tokoh masyarakat
lintas agama memiliki peran sentral dalam harmonisasi
hubungan umat beragama.
Beberapa kajian pun menguatkan pandangan di atas.
Muzaki (2013) mengatakan upaya perdamaian dalam perbedaan
membutuhkan peran serta dan upaya bersama para tokoh
atau pemuka agama agar semua pihak yang berkeinginan
tercapainya perdamaian sosial membuka penuh kesadaran
mereka betapa pentingnya kolaborasi dalam semua lini hidup
bermasyarakat. Sementara Anshari (2014) menyimpulkan
bahwa tokoh NU memiliki peran sebagai pengendali kehidupan
bermasyarakat sekaligus mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan berperan serta dalam menjaga
kerukunan umat beragama.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian tentang
harmonisasi dan toleransi kehidupan umat beragama di Jawa
Barat menjadi penting. Dengan tujuan untuk mengeksplor
bagaimana kondisi sosio religi masyarakatnya yang plural,
juga bentuk harmonisasi dan toleransi kehidupan beragamanya
yang heterogen dan upaya tokoh-tokoh agama yang ada.
Objek penelitian ini adalah Kampung Sawah Bekasi dan Desa
Cigugur Kuningan. Kedua daerah ini menjadi pertimbangan
penelitian karena memiliki keunikan dibanding daerah-daerah
yang lainnya di Jawa Barat. Kampung Sawah Bekasi mampu
melawan tren persekusi yang melanda hak beragama di Jawa
Barat. Di Kampung Sawah terdapat tiga tempat ibadah tertua
6

yang satu sama lain hanya berjarak 80-an meter, yaitu Gereja
Katolik Santo Servatius, Gereja Kristen Pasundan, dan Masjid
Agung Al-Jauhar Yayasan Pendidikan Fisabilillah (Yasfi). Jarak
yang dekat ini tidak mengganggu ritual ibadah setiap umat.
Tak heran saat azan Magrib tiba, terdengar nyaris bersamaan
lonceng gereja. Saat itu pula jemaah dari tiga agama mengisi
bahu jalan. Para pria umat Nasrani memakai peci hitam,
baju koko dan sarung, sementara perempuannya memakai
kerudung. Bagi mereka pakaian bukan simbol agama, tetapi
kekhasan nasional. Di kampung ini umat Betawi Kristiani dan
Katolik sudah menyatu dalam akar budaya yang sama dengan
Betawi Muslim. Ada kekhasan Desa Cigugur Kuningan dalam
pengamatan peneliti, yaitu masyarakat Desa Cigugur Kuningan
merupakan masyarakat multikultural dengan keanekaragaman
agama; Islam, Kristen, Katolik, Protestan, dan penganut ajaran
Sunda Wiwitan atau sering disebut Agama Djawa Sunda (ADS).
Meskipun mereka berbeda keyakinan, masyarakat Cigugur
tetap terintegrasi oleh kebudayaan Sunda sebagai pengikat
kebersamaan. Nilai-nilai budaya Sunda tetap sebagai pegangan
umum masyarakat yang saling asah, asih, dan asuh.

B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah utama yang menjadi fokus dalam


penelitian ini adalah ”Bagaimana harmonisasi dan toleransi
kehidupan beragama di Jawa Barat? Secara lebih rinci ada tiga
permasalahan yang akan dirumuskan. Pertama, bagaimana
kondisi sosio religi warga Kampung Sawah Bekasi dan Cigugur
Kuningan. Kedua, bagaimana bentuk harmonisasi dan toleransi
7

kehidupan beragama di Kampung Sawah Bekasi dan Desa


Cigugur Kuningan. Ketiga, bagaimana upaya tokoh lintas
agama dalam menumbuhkan harmonisasi dan toleransi dalam
kehidupan beragama masyarakat plural.

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh


gambaran mendalam tentang harmonisasi dan toleransi
kehidupan beragama di Jawa Barat. Secara khusus, penelitian ini
bertujuan untuk 1) mengeksplorasi kondisi sosio religi Kampung
Sawah dan Desa Cigugur, 2) menganalisis bentuk harmonisasi
dan toleransi kehidupan beragama warga Kampung Sawah
Bekasi dan warga Desa Cigugur, 3) untuk mengeksplorasi
upaya tokoh lintas agama dalam menumbuhkan harmonisasi
dan toleransi kehidupan beragama masyarakat plural.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan


bagi pemerintah daerah, tokoh-tokoh lintas agama, pengurus
KUB (Kerukunan Umat Beragama) seluruh Indonesia, civitas
akademika dan pemerhati kerukunan umat beragama bahwa
kedua daerah di Jawa Barat ini sebagai model daerah yang
harmonis, hidup rukun, toleransi, sehingga aktivitas kehidupan
masyarakat berjalan normal tanpa ada tekanan dan ucapan-
ucapan kebencian satu dengan yang lain.
8

E. Kajian Terdahulu yang Relevan

Penelitian terkait harmonisasi dan toleransi beragama pada


masyarakat plural merupakan tema yang menarik sehingga
beberapa penelitian telah dilakukan dalam lima tahun terakhir,
baik yang bersifat teoretis maupun praktis, di antaranya:
1. Saifnazarov, dkk. (2020) melakukan kajian teoretik
tentang hubungan sains, keyakinan, dan toleransi dalam
Islam dalam kitab Hadis Imam Bukhari di samping
membahas reformasi di Uzbekistan pada kebebasan
beragama, toleransi, Islam dan pendidikan agama.
Menurutnya kitab-kitab hadis memiliki peran penting
dalam mendorong anggota masyarakat dunia terutama
Uzbekistan menuju pencerahan dalam bidang tersebut
tak terbantahkan. Sementara Nurjanah (2020) dalam
studi kepustakaan tentang “Piagam Madinah Sebagai
Struktur Masyarakat Pluralistik” menyimpulkan bahwa
Piagam Madinah dapat dikontekstualisasikan oleh
masyarakat muslim saat ini meski situasi tersebut
berada dalam lingkungan yang plural dan majemuk.
Berdasarkan telaah peneliti kedua penelitian ini
masih bersifat teoretis tentang konsep toleransi dan
masyarakat pluralistik. Oleh karena itu, perlu dikaji
lebih jauh bagaimana implementasi konsep tersebut
di masyarakat terutama pada masyarakat pluralis di
wilayah tertentu.
Diikuti Firdaus, et al.(2020) mengungkap tentang
nilai-nilai multikulturalisme yang dapat dijadikan
9

spirit dalam berorganisasi sistem bermasyarakat di


antara masyarakat majemuk. Pendidikan, baik formal
maupun informal, merupakan lembaga strategis
untuk menginternalisasi nilai-nilai multikulturalisme.
Penelitian ini masih bersifat teoretis sehingga perlu
dilihat lebih jauh implementasinya di lapangan.
Untuk itulah maka temuan-temuan penelitian tersebut
menjadi salah satu landasan dalam penelitian yang
akan dilakukan.
2. Elkarimah (2020) berusaha memahami fenomena
toleransi dan kerukunan antarumat beragama di
Kampung Sawah berdasarkan konsep masyarakat
madani sebagai kerangka analisisnya. Menurutnya
dalam masyarakat madani toleransi dalam pergaulan
hidup antarumat beragama berpangkal dari
penghayatan ajaran agama masing-masing. Kajian
ini sejalan dengan Nazmudin (2017) menyimpulkan
bahwa kerukunan dan toleransi antarumat beragama
bisa menjadi alat pemersatu bangsa jika kemajemukan
yang ada dikelola dengan baik dan benar dan dialog
antarumat beragama berjalan efektif. Menurutnya
konflik antarumat beragama bisa terjadi karena
prasangka negatif antara dan intern umat beragama
dan miskomunikasi antara mereka.
Bila dianalisis lebih jauh, pendekatan dan metode
kedua penelitian tersebut masih bersifat umum karena
hanya menggunakan satu disiplin ilmu, sedangkan
10

pendekatan yang akan peneliti lakukan adalah


pendekatan interdisipliner.
3. Ar-Rifqiy (2017) mengkaji pengaruh variabel status
ekonomi, status pekerjaan, daerah tempat tinggal,
anggota keluarga beda agama, dan tingkat pendidikan
responden terhadap persepsi toleransi beragama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari variabel
bebas tersebut hanya variabel status ekonomi yang
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi
toleransi rumah tangga sementara variabel anggota
keluarga beda agama berpengaruh signifikan. Hasil
penelitian tersebut menjadi salah satu dasar yang akan
ditindaklanjuti oleh peneliti.
4. Al-Asyari (2016) melalui penelitian pustaka
mendeskripsikan pandangan keberagamaan dan
dakwah lintas iman dalam pandangan Said Nursi
dan melalui pendekatan sejarah dikaji biografi
kehidupan Said an-Nursi, serta dikaji simpul dengan
konsep Harmonisasi Agama di Indonesia. Penelitian
ini menghasilkan poin penting, yaitu adanya relevansi
konsep dakwah lintas Iman Said Nursi dengan
harmonisasi Agama di Indonesia.
5. Wahjusaputri dan Fitriani (2016) dengan metode
pendekatan antropologi, etnografi, dan hukum
mengungkap upaya membina kerukunan hidup umat
beragama antara lain melalui sikap saling menahan diri,
menghormati hak penganut agama lain, mempercayai
iktikad baik golongan agama lain.
11

6. Penelitian Zulkarnain dan Samsuri (2016) yang bertujuan


mengetahui peran tokoh agama dalam membangun dan
menjaga kerukunan antarumat beragama di Kecamatan
Teluk Mutiara NTT menyimpulkan bahwa tokoh
agama memiliki peran penting dalam membangun
toleransi beragama bekerja sama dengan tokoh adat
dan pemerintah.
12

Anda mungkin juga menyukai