Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENYELIDIKANDANPEMBUKTIANPPLH

DISUSUNOLEH:

SITI NURHALIZAH(21041207)
IMAM RIVAI (21041126)
JUNEDI(2141124)
WINDASYAFIRA(21041007)
SYARIFAUZI(21041166)
UMI KHORIAH (21041068)

NamaDosen:Dr.M.Irfan Ismail Rambe, S.H.,M.Kn

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITASASAHAN
TA. 2023
KATAPENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pengerjaan makalah yang
berjudul “Penyelidikan Dan Pembuktian PPLH”. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata pelajaran Hukum Lingkungan.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masihjauh
dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk


pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Kisaran,14Desember2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KataPengantar ............................................................................................... i
DaftarIsi........................................................................................................ ii
BABIPENDAHULUAN ............................................................................... 1
a. LatarBelakangMasalah ...................................................................... 2
b. RumusanMasalah .............................................................................. 2
c. TujuanPenelitian ................................................................................ 2
BABIIPEMBAHASA ................................................................................... 3
1. Penyelidikan ...................................................................................... 3
2. Pembuktian........................................................................................ 6
BAB IIIPENUTU.......................................................................................... 11
A. Kesimpulan ....................................................................................... 11
B. Saran ................................................................................................. 11
DAFTARPUSTAKA .................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah


penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya
tindak pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi,
maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan.
Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari
dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap ataudidugasebagaitindakan
pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannyadiletakkan pada
tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”. Penyidikan bertujuan membuat
terang tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan pelakunya.Pengertian
penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAPyakni dalam Bab I mengenai
Penjelasan Umum, yaitu:

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya”

Sedangkan KUHAP sendiri diatur dalam Undang-undang Republik


Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Berdasarkan
rumusanPasal1 butir 2KUHAP, unsur-unsur yangterkandungdalampengertian
penyidikan adalah:

1. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung


tindakantindakan yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan
2. Penyidikandilakukanolehpejabatpublikyangdisebutpenyidik
3. Penyidikandilakukandenganberdasarkanperaturanperundang-undangan
4. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan
bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan
tersangkanya.
Berdasarkan keempat unsur tersebut dapat disimpulkan bahwa sebelum dilakukan
penyidikan, telah diketahui adanya tindak pidana tetapitindak pidana itu belum
terang dan belum diketahui siapa yangmelakukannya. Adanya tindak pidanayang
belum terang itu diketahui dari penyelidikannya

B. RumusanMasalah

Dari latar belakang diatas, penulisan membatasibahasan yang akan


diteliti dengan permasalahan sebagai berikut:
1. Apayangdimaksuddenganpengertianpenyelidikan
2. ApayangdimaksuddenganpengertianPembuktian

C. Tujuan Penelitian

Berkaitandenganrumusanmasalahyangtelahdipaparkan, maka
penulisan ini ditujukan:
BAB II
PEMBAHASAN

1. Penyidikan
KetentuanmengenaipenyidikandanpembuktiandiaturdalamBabXIV
UUPPLHpadaPasal94UUPPLHsampaiPasal96UUPPLH.BerdasarkanPasal
94 ayat (1) UUPPLH, selain penyidik Polri, Penyidik Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
tanggungjawabnya di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
diberi wewenang sebagai penyidik.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diberi wewenang sebagai
penyidik, sering disebut dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil LingkunganHidup
atau PPNS-LH.
Pasal94ayat(1)UUPPLH:
Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai
negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas
dan tanggungjawabnya di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup diberi wewenang sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidanalingkungan
hidup.
Penyidikanmerupakanserangkaiantindakanyang dilakukanpejabat penyidik
sesuai dengan cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta
mengumpulkan bukti, dan dengan bukti tadi membuat atau menjadi terang tindak
pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau pelaku tindak
pidananya. Dengan demikian, titik berat (tekanan) yangdiletakkan pada tindakan
Penyidikan yaitu “mencari serta mengumpulkan bukti” supaya tindak pidanayang
ditemukan dapat menjadi terang, serta agar dapat menemukan dan menentukan
pelakunya.
WewenangPPNS-LHberdasarkanPasal94ayat(2) UUPPLH, yaitu:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaandengantindak pidana dibidang perlindungandanpengelolaan
lingkungan hidup;
b. melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga melakukan
tindakpidanadibidangperlindungandanpengelolaanlingkunganhidup;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang berkenaan
dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain
berkenaandengantindak pidana dibidang perlindungandanpengelolaan
lingkungan hidup;
e. melakukanpemeriksaanditempat tertentu yang diduga terdapat bahan
bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain;
f. melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran
yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindakpidanadibidangperlindungandanpengelolaanlingkunganhidup;
h. menghentikanpenyidikan;
i. memasuki tempat tertentu, memotret, dan/atau membuat rekaman
audio visual;
j. melakukanpenggeledahanterhadapbadan, pakaian, ruangan, dan/atau
tempat lain yang diduga merupakan tempat dilakukannya tindak pidana;
dan/atau
k. menangkapdanmenahanpelakutindak pidana.

PenangkapanberdasarkanPasal19 ayat (1) KUHAP, hanya dapat dilakukan


paling lama 1 (satu) hari. Penangkapan berdasarkan Pasal 16 KUHAP dilakukan
dengan memperlihatkan surat perintah tugas dengan mencantumkan identitas
tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uaraian singkat perkara
kejahatan yang dipersangkakan berikut tempat ia diperiksa. Dalam hal tertangkap
tangan, penangkapan dapat dilakukan tanpa surat perintah. Tembusan surat
perintah penangkapan harus diberikan kepada keluarganya segera setelah
penangkapan dilakukan.
Tertangkap tangan berdasarkan Pasal 1 angka (19) KUHAP adalah
tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan
segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian
diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila
sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan
untuk melakukantindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalahpelakunya
atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
Penangkapan dan penahanan terhadap seseorang yang diduga keras telah
melakukan tindak pidana yang dilakukan PPNS-LH atau penyidik Polri, hanya
boleh dilakukan untuk kepentingan penyidikan. Apabila kepentingan penyidikan
tidak memerlukan lagi orang itu di sidik lebih lanjut, orang tersebut segera
dibebaskan dengan tidak perlu menunggu habisnya waktu penangkapan dan
penahanan sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Penahanan berdasarkan Pasal 1 angka (21) KUHAP, yaitu penempatan
tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum
atau hakim dengan penetapannya, dalam hal sertamenurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.
Penahanan berdasarkan Pasal 21 KUHAP, dilakukan terhadap seorang
tersangkaatauterdakwayangdidugakerasmelakukantindakpidanaberdasarkan
bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran
bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan
barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Penahanan tersebut dilakukan
terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan
atau penetapan hakim yang mencatumkan identitas tersangka atau terdakwa dan
menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang
dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan. Selanjutnya, tembusan
surat perintah penahanan harus diberikan kepada keluarganya.
BerdasarkanPasal22KUHAP,jenispenahanandapatberupa:
a. penahananrumahtahanannegara;
b. penahananrumah;
c. penahanankota.
Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman
tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk
menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam
penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan. Penahanan kota
dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau
terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada
waktu yang ditentukan.
Berdasarkan Pasal 23 KUHAP, Penyidik mempunyai wewenang untuk
mengalihkan jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang
lain(penahananrumahtahanannegara,penahananrumah,penahanankota). Pengalihan
jenis penahanan dinyatakan secara tersendiri dengan surat perintah dari penyidik
atau penuntut umum atau penetapan hakim yang tembusannya diberikan kepada
tersangka atau terdakwa serta keluarganya dan kepada instansi yang
berkepentingan.
Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik berdasarkan Pasal 24
KUHAP, hanya berlaku untuk paling lama 20 (dua puluh) hari. Selanjutnya,
berdasarkan Pasal 29 KUHAP, perpanjangan penahanan oleh penyidik dapat
dilakukan guna kepentingan pemeriksaan tersangka berdasar alasan yang patutdan
tidak dapat dihindarkan karena: a. tersangka atau terdakwa menderita gangguan
fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau
b. perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara
sembilantahunatau lebih. Perpanjangantersebut diberikanuntuk paling lama tiga
puluh hari dan dalam hal penahanan tersebut masih diperlukan, dapatdiperpanjang
lagi untuk paling lama tiga puluh hari. Perpanjangan penahanan tersebut
atasdasarpermintaandanlaporanpemeriksaandalamtingkatpenyidikan diberikan
oleh ketua pengadilan negeri.
Memperhatikan ketentuan Pasal 21 ayat (4) huruf “a” KUHAP, yang
menetapkan bahwa penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau
terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian
bantuandalamtindak pidanayang diancamdenganpidanapenjaralimatahunatau
lebih. Jika ketentuan tersebut dikaitkan dengan ketentuan pidana yang diatur
dalam UUPPLH, maka tindak pidana yang ada dalam UUPPLH yang bisa
dilakukan penahanan yaitu tindak pidana sebagaimana diatur dalam: a. Pasal 98
ayat (1), (2), (3) UUPPLH, Pasal 99 ayat (2), (3) UUPPLH, c. Pasal 105UUPPLH,
d. Pasal 106 UUPPLH, Pasal 107 UUPPLH, dan Pasal 108 UUPPLH.
Berdasarkan Pasal 95 UUPPLH, dalamrangka penegakan hukumterhadap
pelakutindakpidanalingkunganhidup,dapatdilakukanpenegakanhukumterpadu
antara penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di bawah
koordinasi Menteri. Pelaksanaan penegakan hukum terpadu diatur dengan
peraturan perundang-undangan.
Organisasi dan Tata kerja Kementerian Negara Lingkungan Hidup
mempunyai Asisten Deputi Urusan Penegakan Hukum dan Administrasi
Lingkungan, yang mempunyai tugas melaksanakan analisis, penyusunanpedoman,
evaluasi dan koordinasi pelaksanaan penegakan hukum pidana dan adiministrasi
lingkungan, yang mempunyai fungsi:
a. pelaksanaan analisis dan penyusunan pedoman di bidang penegakan
hukum administrasi dan pidana lingkungan;
b. penyiapan koordinasi dan pelaksanaan penanganan kasus pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan hukum
administrasi dan pidana lingkungan;
c. pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporam pelaksanaan kegiatan di
bidang hukum administrasi dan pidana lingkungan;
d. pelaksanaan pengembangan dan pembinaan teknis pejabat pengawas dan
penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup.

2. Pembuktian
Pembuktian merupakan suatu proses yang dengan menggunakan alat-alat
bukti yang sah dilakukan tindakan dengan prosedur khusus, untuk mengetahui
apakah suatu fakta atau pernyataan, khususnya fakta atau pernyataan yang
diajukan ke pengadilan adalah benar atau tidak seperti yang dinyatakan.
Sistem pembuktian di dalam Hukum Acara Pidana menganut sistem
negatif (negatief wettelijk bewijsleer) yang berarti yang dicari oleh hakim yaitu
kebenaran materil. Berdasarkan sistem pembuktian ini, pembuktian didepan
pengadilan agar suatu pidana dapat dijatuhkan oleh hakim, harus memenuhi dua
syarat mutlak, yaitu: alat bukti yang cukup dan keyakinan hakim.
Pengertian “alat bukti yang cukup” dapat dikaitkan dengan ketentuanPasal
183 KUHAP yang menyebutkan:
“Hakimtidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya.”,
dan Pasal96 UUPPLH, maka alat bukti yang cukup tersebut sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah sebagaimana tercantum dalam Pasal 96 UUPPLH.
Dipenuhinya sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, belum cukup
untuk menjatuhkan hukuman pada tersangka, perlu adanya keyakinan hakimuntuk
itu. Sebaliknya, jika hakim sudah cukup yakin akan kesalahan tersangka, namun
tidak tersedia alat bukti yang cukup, hakim juga tidak dapat menjatuhkan pidana,
artinya hakim tidak dapat menjatuhkan pidana hanya didasarkan kepada
keyakinannya saja tanpa dibarengi dua alat bukti yang sah.
Suatu alat bukti bukti yang dipergunakan di pengadilan perlu memenuhi
beberapa syarat, diantaranya:
a. diperkenankanolehundang-undanguntukdipakaisebagaialatbukti.
b. reability,yaitualatbuktitersebutdapatdipercayakeabsahannya.
c. necessity,yaknialatbuktiyangdiajukanmemangdiperlukanuntuk
membuktikan suatu fakta.
d. relevance, yaitu alat bukti yang diajukan mempunyai relevansi dengan
fakta yang akan dibuktikan.
a. Alatbukti yang diperkenankan undang-undang,berdasarkan Pasal 96
UUPPLH, terdiri atas:
a. keterangansaksi;
b. keteranganahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keteranganterdakwa;dan/atau
f. alat buktilain, termasuk alat bukti yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
Alat buktilain sebagaimana dimaksud dalamPasal96 huruf“f” UUPPLH,
yaitu meliputi,informasiyangdiucapkan,dikirimkan,diterima,atau
disimpansecaraelektronik,magnetik,optik,dan/atauyangserupadengan
itu;dan/ataualatbuktidata,rekaman,atauinformasiyangdapatdibaca, dilihat,
dandidengaryangdapatdikeluarkandengandan/atautanpa bantuan
suatusarana,baikyangtertuangdiataskertas,bendafisikapapunselain
kertas,atauyangterekamsecaraelektronik,tidakterbataspadatulisan,
suaraataugambar,peta,rancangan,fotoatausejenisnya,huruf,tanda,
angka,simbol,atauperporasiyangmemilikimaknaatauyangdapat dipahami atau
dibaca.
Suatualatbuktiyangakandiajukankepengadilanmerupakanalat
buktiyangharusrelevandenganyangakandibuktikan.Alatbuktiyang tidak relevan
akan membawa resiko dalam proses pencarian keadilan,diantaranya: akan
menimbulkan praduga-praduga yang tidak perlu sehingga membuang-
buangwaktu, penilaian terhadap masalah yangdiajukan menjaditidak proporsional
karena membesar-besarkan masalah yang kecil atau
mengecilkanmasalahyangsebenarnyabesar,yanghaliniakan
menyebabkanprosesperadilanmenjaditidaksesuailagidenganasas
peradilanyangdilakukandengancepat,sederhanadanbiayaringanserta bebas,jujurdan
tidakmemihak.
Menurut Munir Fuady[2], untuk melihat apakah suatu alat bukti yang
diajukanrelevanatautidakdenganfaktayangakandibuktikan,terlebihdahuluperlumen
jawabbeberapapertanyaan,diantaranya:
a. apakahyangakandibuktikanolehalatbuktitersebut?
b. Apakah yang dibuktikan itu merupakan hal yang
material/substansialbagikasustersebut?
c. Apakahbuktitersebutmemilikihubungansecaralogisdengan
masalahyangakan dibuktikan?
d. Apakahbuktitersebutcukupmenolongmenjelaskanpersoalanataucukup
memilikiunsurpembuktian?
Setelahmenjawabpertanyaandiatas,danjawabannyapositif,dilanjutnyadenga
npertanyaantahapkedua,yaituapakahadaketentuan
lainyangmerupakanalasanuntukmenolakalatbuktiyangdiajukantersebut.Alasanata
uaturanyangharusdipertimbangkantersebut,antaralain:
a. Bagaimanadenganpenerimaanalatbuktisecaraterbatas?
b. Alat bukti tersebut ditolak manakala penerimanya dapatmenyebabkan
timbulnya praduga yang tidak fair atau dapat menyebabkan
kebingunangan.
c. Merupakansaksideaudituyangharusditolak.
d. Adaalasaninstrinsikyangdapatmembenarkanalatbukti
tersebut,misalnyaadanyaperbaikanyangdilakukankemudian.
e. Adanyapembatasan-pembatasanuntukmenggunakanbuktikarakter.
Selainpertanyaan-pertanyaanyangdisebutkandiatas,hallainyang
jugaperludiperhatikan(pengetahuanyangdimiliki)PPNS-LHatau penyidik Polri
dalam melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan, yaitu ketentuan-
ketentuanyangharusdipenuhioleh alat-alatbukti,sebagaimana
diaturdalamPasal185KUHAPsampaiPasal189KUHAP.
KetentuanPasal185KUHAP,berbunyi:
(1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di
sidang pengadilan.
(2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa
terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila
disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
(4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu
kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti
yangsahapabilaketerangansaksiitu adahubungannyasatudengan yanglain
sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian
atau keadaan tertentu.
(5) Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiransaja,
bukan merupakan keterangan ahli.
(6) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus
dengan sungguh-sungguh memperhatikan:
a. persesuaianantaraketerangansaksisatudenganyanglain;
b. persesuaianantaraketerangansaksidenganalatbuktilain;
c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi
keterangan yang tertentu;
d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada
umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu
dipercaya;
(7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu
dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabilaketerangan
itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpahdapat
dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.

PenjelasanPasal185KUHAP:
Ayat(1)
“dalamketerangansaksitidaktermasukketeranganyangdiperolehdarioranglain
atautestimoniumdeauditu”.
Ayat (2) sampai dengan ayat
(6)Cukup jelas
Ayat(6)
Yang dimaksud dalam ayat ini ialah untuk mengingatkan hakim agar
memperhatikanketerangansaksiharusbenar-benardiberikansecara
bebas,jujur, dan objektif.
Ayat (7)
Cukupjelas.

Memperhatikan ketentuan Pasal 185 KUHAP, ditegaskan bahwaketerangan


saksi untuk dapat dipandang sebagai alat bukti yang sah harus
dinyatakan(diberikan)disidangpengadilan.Namundemikian,jika
diperhatikanketentuanPasal116ayat(1)KUHAP,yangmenyatakan:
“saksidiperiksadengantidakdisumpahkecualiapabilaadabukti cukup alasan
untuk diduga bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan di
pengadilan”,
terlihatbahwa,keterangansaksiditingkatpenyidikandapatdiberikandi
bawahsumpah.Akantetapi,apakahketerangansaksiyangdiberikandibawah sumpah
di depan penyidiktersebutmempunyai kekuatan sebagai alat
buktiyangsah,KUHAPtidakadamenjelaskannya.Namundemikian,
keterangansaksiyangdiberikandiatassumpahyangdituangkandalam berita acara,
dipandang sebagai alat bukti dan juga mempunyai kekuatan
pembuktianuntukdiajukansebagaialatbuktidipersidanganpengadilan.
BerdasarkanPasal1angka(27)KUHAP,keterangansaksi
merupakansalahsatualatbuktidalamperkarapidana,yangberupaketerangandariseora
ng(saksi)mengenaisuatuperistiwapidanayangia
dengarsendiri,yangialihatsendiriatauiaalamisendiridenganmenyebut
alasandaripengetahuannyaitu.Haliniberarti,saksitidakboleh
memberikanketeranganmengenaiterjadinyasuatutindakpidanayangia
dengardarioranglain,atauyangdisebutsebagaisuatukesaksiandeauditu
atausuatutestimoniumdeauditu.Kesaksian deauditu,tidak
mempunyaikekuatanhukumsebagaisuatukesaksian.
KetentuanPasal185ayat(2)KUHAP,menyatakanbahwa “keterangan
seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan
terdakwa”,initerkandungasasunustestisnullustestis (satusaksibukan
saksi).Keterangansaksi barudapatdipandangsebagai cukupuntuk
membuktikankesalahanterdakwa,jikaketerangansaksitersebutdisertai dengan
sekurang-kurangnyasatu alatbukti yangsahlainnya.Untuk tindak pidana
lingkungan, alat bukti yang dimaksud sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal
96 UUPPLH.
Ketentuan Pasal 187 KUHAP,menyatakan bahwa ”surat sebagaimana
tersebutdalamPasal184ayat(1)huruf“c”,dibuatatassumpahjabatan
ataudikuatkandengansumpah,adalah:
a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat
umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat
keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau
yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas
tentang keterangannya itu
b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam
tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan
bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta
secara resmi dari padanya;
d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi
dari alat pembuktian yang lain.”.
Penjelasan Pasal 187 KUHAP, menyatakan “cukup jelas”, sehingga
memunculkan berbagai penafsiran dalam praktek terhadap pengertian “surat”
sebagaimana dimaksud pada huruf “a”, “b”, “c” dan “d” dalam Pasal 187KUHAP.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penyidikan merupakan tindakan yang harus segera dilakukan oleh penyidik


jika terjadi suatu tindak pidana guna menemukan tersangka dan membuat
terang suatu tindak pidana. Dalam mengungkap suatu tindak pidana
dijelaskan bahwa penyidikan terhadap tindak pidana pencurian dengan
kekerasan yang mengakibatkankematian inidilakukandenganserangkaian
tindakan pertama yaitu dengan menuju Tempat Kejadian Perkara (TKP)
lalu mencatat saksi-saksi serta memintai keterangannya. Setelah dilakukan
pengolahan TKP dan ditemukan bukti-bukti serta keterangan saksi
dinyatakan cukup dan mengarah kepada tersangka tindak pidana, penyidik
melakukan pelaksanaan penyidikan dengan cara upaya paksa untuk
menangkap tersangka tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang
mengakibatkan kematian.
2. Kendala-kendala yang dihadapi penyidik pada pelaksanaan penyidikan
tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkankematian
orang adalah sulitnya mencari saksi yang melihat atau mendengar padasaat
kejadian di tempat kejadian perkara (TKP), tempat kejadian perkara (TKP)
yang sudahdiacak-acak olehpihak keluarga danwarga sekitar yang
berdatangan ke rumah korban untuk membantu pihak keluargamenemukan
korban, dan barangbukti berupa barang hasil curian yaitu sejumlah
perhiasan imitasi yang hilang dibuang oleh tersangka di semak belukadi
sebuah lapangan bola dekat perumahan PJKA Sawahan.
3. Upaya yang dilakukan penyidik Satreskrim Polresta Pariaman adalah
dengan bekerja sama dengan pihak Telkomsel untuk melacak telponseluler
milik tersangka dan mengeluarkan surat Daftar Pencarian Barang dengan
Nomor : DPB / 03 / II / 2017 Reskrim yang menghimbau masyarakat untuk
dapat bekerja sama dengan pihak kepolisian dalam menemukan barang
hasil curian yang dibuang oleh tersangka.
B. Saran

1. Berdasarkan hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik sangat


menentukan terungkap atau tidaknya suatu tindak pidana. Oleh karena itu
diharapkankepada penyidik agar dapat mempelajaridan memahamiunsur-
unsur yang ada di dalam KUHP mengenai tindak pidana pencurian dan
tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian.
2. Diharapkan kepada masyarakat ikut berperan serta dalam mengungkap
kasus agar menjadi terang dengan membantu pihak kepolisian dalam
menemukan barang hasil curian yang hilang.
DAFTARPUSTAKA

Erwin, Muhamad, Hukum Lingkungan Dalam System Kebijaksanaan


Pembangunan Lingkungan Hidup, Bandung: Refika Aditama, 2008

Hadijaya, Dayat, Nikamah Rosidah, Muhammad Akib, Pelaksanaan Tugas


Dan Kewenangan Penyidik Polri Dalam Melakukan Penyidikan Tindak Pidana
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No.
2, 2014

Hamdan, M., Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, Bandung:


Mandar Maju, 2000

Sri Wahyuni, Sustainable Forest Management In Indonesia’s Forest Law


(Policy And institutional Framework), Artikel Scolar (Jurnal Dinamika Hukum),
Universitas Soedirman, 2014

Anda mungkin juga menyukai