Anda di halaman 1dari 39

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan

karunia-Nya, makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya

bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen matakuliah

Pengantar Tata Hukum Indonesia.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah

Pengantar Hukum Indonesia dengan judul “Hukum Acara Pidana”. Dan agar kita bisa

memahami materi yang terdapat pada makalah ini.

Saya sadar dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, seperti pepatah

mengatakan “Tiada Gading yang tak Retak”. Oleh karena itu, saya sangat

mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna perbaikan penulisan

makalah ini di masa yang akan datang.

Depok, 25 November 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………1

BAB I………………………………………………………………………………………..3

PENDAHULUAN………………………………………………………………………..…3

Latar Belakang…………………………………..…………………………………………3

Rumusan Masalah………………………..……………………………………………….3

Tujuan ………….……………………………………………………..…………………….4

BAB II………………………………………………………………………………………..5

PEMBAHASAN…………………………………………………………………………….5

Pengertian Hukum Acara Pidana………………………..………………………………5

Penyelidikan Perkara Pidana………..…………………………………………………...6

Penuntutan Acara Pidana..………………………………………………………………15

Peradilan Acara Pidana…………………………………………………………………...24

BAB III………………………………………………………………………………………..37

PENUTUP…………………………………………………………………………………..37

Kesimpulan…………..……………………………………………………………………..37

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..39

2
BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang demokratis,

berdasarkan pancasila dan UUD 1945, bukan berdasarkan atas kekuasaan semata-

mata. Didalam KUHAP disamping mengatur ketentuan tentang cara proses pidana juga

mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang yang terlibat proses pidana. Proses

pidana yang dimaksud adalah tahap pemeriksaan tersangka (interogasi) pada tingkat

penyidikan.

Pada makalah ini akan membahas lebih lanjut tentang tahap-tahap pemeriksaan dalam

hukum acara pidana untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi pemakalah

maupun pendengar lainnya

Rumusan Masalah

Apakah pengertian hukum acara pidana?

Bagaimana penyelidikan perkara pidana?

Bagaimana penuntutan perkara pidana?

Bagaimana peradilan perkara pidana?

Bagaimana pelaksanaan keputusan hakim?

3
Tujuan Masalah

Mengetahui pengertian hukum acara pidana

Mengetahui penyelidakan perkara pidana

Mengetahui penuntutan perkara pidana

Mengetahui peradilan perkara pidana

Mengetahui pelaksanaa keputusan hakim

4
BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Hukum Acara Pidana

Berdasarkan pengertian hukum acara pidana tersebut, maka secara sederhana dapat

dikatakan bahwa hukum acara pidana keseluruhan ketentuan yang terkait dengan

penyelenggaraan peradilan pidana serta prosedur penyelesaian suatu perkara pidana

yang meliputi proses pelaporan dan pengaduan hungga penyelidikan dan penyidikan

serta penuntutan dan pemeriksaan di siding pengadilan hingga lahirnya putusan

pengadilan dan pelaksanaan suatu putusan pidana terhadap suatu kasus pidana.

Menurut pandangan beberapa ahli hukum mengenai hukum acara pidana yaitu :

Menurut Simon

Hukum acara pidana adalah upaya bagaimana Negara dan alat-alat perlengkapannya

mempergunakan haknya untuk memidana.

Menurut Seminar Nasional pertama tahun 1963

Hukum acara pidana adalah norma hukum bewujud wewenang yang diberikan kepada

negara untuk bertindak adil apabila ada prasangka bahwasanya hukum pidana

dilanggar.

5
J. De Bosch Kemper

Hukum acara pidan adalah seluruh asas-asas dan ketentuan perundang-undangan

yang mengartur Negara untuk bertindak bila terjadi pelanggaran hukum pidana.

Penyelidikan Perkara Pidana

Pengertian Penyelidikan

Secara umum penyelidikan atau dengan kata lain sering disebut penelitian adala

langkah awal atau upaya awal untuk mengidentifikasi benar dan tidaknya suatu

peristiwa pidana itu terjadi. Dalam perkara pidana, penyelidikan atau penelitian itu adala

langkah-langkah untuk melakukan penelitian berdasarkan hukum dan peraturan

perundang-undangan untuk memastikan apakah peristiwa pidana itu benar-benar

terjadi atau tidak terjadi. Adapun definisi dari Penyelidikan adalah ada didalam

ketentuan umum Pasal 1 butir 5 yang menjelaskan bahwa Penyelidikan adalah

serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiw yang

diduga sebagai tindak pidana guna menemukan dapat atau tidaknya dilakukan

penyelidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini (KUHAP).

6
Jenis-Jenis Tindakan dalam Penyelidikan

Untuk mengetahui pada tahap awal, apakah peristiwa itu merupakan peristiwa pidana

atau bukan merupakan peristiwa pidana arus terlebih dahulu dilakukan tindakan hukum

yang berupa penyelidikan. Penyelidikan dapat dilakukan antara lain dapat berupa

tindakan mendengarkan informasi yang beredar di masyarakat atau keterangan-

keterangan apa saja yang diucapkan atau disampaikan oleh masyarakat tentang

peristiwa yang sedang terjadi dan melakukan pengecekan secara langsung terhadap

obyek yang diduga ada hubungannya dengan peristiwa yang sedang terjadi. Dalam

penyelidikan, untuk mengidentifikasikan apakah peristiwa tersebut merupakan peristiwa

pidana atau bukan peristiwa pidana, antara lain dengan cara sebagai berikut:

Menentukan Siapa Pelapor dan Pengadunya

Untuk menentukan siapa pelapor atau pengadu dalam perkara pidana biasanya relatif

tidak mengalami kesulitan, karena pelapor atau pengadu akan dating ke kantor polisi

untuk melaporkan atau mengadukan peristiwa yang diduga merupakan peristiwa

pidana. Pengaduan yang sudah dilakukan merupakan penyebab hukum sudah mulai

dapat dioperasionalkan

Menentukan Peristiwa apa yang Dilakukan

Untuk mengidentifikasi apakah peristiwa itu merupakan peristiwa pelanggaran hukum

tertentu, perlu dilakukan upaya penyelidikan untuk mengumpulkan keterangan tertentu

dari berbagai pihak yang dianggap mengerti karena melihat, mendengarkan dan

mengerti secara langsung peristiwa itu. Apabila sudah terkumpul cukup keterangan

sebagai alat bukti yang diduga kuat terkait dengan peristiwa hukum itu, kemudian

7
dilakukan upaya mencari landasan ukum yang berupa peraturan perundang-undangan

tentang kepidanaan. Apabila peristiwa itu sama dengan kehendak dari peristiwa yang

diatur dalam ketentuan pidana, maka proses selanjutnya adalah melakukan tindakan

hukum berupa penyidikan. Penyidikan harus dilakukan secara teliti, cermat dan akurat

serta penyidik harus mampu mengungkap secara sempurna peristiwa yang diduga

sebagai peristiwa pidana tersebut.

Di mana Peristiwa itu Terjadi

Tindak selanjutnya dalam penyelidikan yakni menentukan di mana perkara itu terjadi

(locus delicty). Apabila peristiwa yang terjadi seperti kejahatan terhadap jiwa, maka

akan mudah menemukannya, sedangkan apabila kejahatan terhadap sifat kebendaan

misalnya penipuan, maka agak sedikit perlu kehati-hatian terutama apabila peristiwa

tersebut sudah lama terjadi dan baru dilaporkan, pelapor juga ragu-ragu di mana

peristiwa itu terjadi, peristiwa ini yang perlu betul-betul didalami, sehingga didapati

kepastian tentang loctus delicty-nya.

Kapan Peristiwa itu Terjadi

Ukuran kapan peristiwa itu terjadi adalah bahwa peristiwa hukum itu waktu kejadiannya

adalah haruslah masuk akal dan mudah dipahami oleh siapa pun. Unsur ini sangatlah

penting dalam proses penegakan hukum, karena peristiwa hukum tanpa diketahui

kapan waktu peristiwa itu secara jelas, akan sulit untuk dilaksanakan proses penegakan

hukumnya.

8
Menentukan Siapa Pelaku dan Korban atau Pihak yang Dirugikan

Dalam perkara tertentu seperti kasus penipuan, penggelapan dan pencemaran nama

baik, menentukan pelaku tidak banyak mengalami kesulitan karena biasanya antara

pelaku dan korban sudah saling kenal. Namun dalam perkara lain, misalnya pencurian

atau perampokan, untuk menentukan siapa pelakunya mengalami kesulitan karena

rata-rata korban tidak mengenali pelakunya. Selain itu, dalam perkara perkosaan,

korban tidak mau mengungkapkan perkara ini karena takut aibnya akan tersebar,

kondisi ini yang mempersulit proses penegakan hukum. Adapun dalam peristiwa yang

lain, misalnya dalam peristiwa yang diatur dalam undang-undang psikotropika, untuk

mengetahui siapa pelakunya perlu dilakukan pendalaman secara sungguh-sungguh

terhadap peristiwa yang sesungguhnya terjadi, tidak ada jaminan yang hanya

mendasari kepada didapatnya barang bukti itu menyebabkan yang kedapatan adalah

tersangkanya. Hal ini perlu disikapi secara hati-hati karena banyak permainan dalam

perkara ini dilakukan secara tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, hukum harus

diperankan secara baik, agar tidak salah dalam menerapkan stigma negative terhadap

seseorang secara sederhana saja.

Bagaimana Peristiwa itu Terjadi

Tugas selanjutnya dalam penyelidikan yakni cari tahu bagaimana peristiwa tersebut

terjadi, artinya dengan cara bagaimana pelaku kejahatan itu melakukan aksinya. Tujuan

dari mengumpulkan bahan keterangan ini adalah dalam rangka mencari persesuaian

antara perbuatan melawan aturan hukum dengan aturan hukum yang ada. Apabila ada

9
kesesuaian dalam perkara ini secara benar, maka hukum harus mulai ditegakkan

melalui upaya penyidikan.

Lembaga dan Kewenangan Penyelidik

Dalam pasal 1 angka 4 KUHAP, berbunyi “penyelidik adalah pejabat polisi Negara

Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan

penyelidikan”. Dengan demikian, menurut KUHAP bahwa penyelidik adalah pejabat

Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan catatan apabila kejahatan tersebut

diatur dalam KUHP, sedangkan untuk ketentuan lain misalnya dalam kasus korupsi

tentu akan berlaku aturan tersendiri.

Sedangkan dalam pasal 5 KUHAP diatur kewenangan penyelidik meliputi:

Kewenangan berdasarkan Kewajiban (Hukum)

Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentng adanya tindak pidana

10
Kewenangan menerima laporan dan pengaduan informasi awal adanya tindak pidana

biasanya berasal dari msyarakat, sehingga dengan dasar inilah penyelidik mengambil

tindakan berikutnya sesuai kewenangannya. Jika ada laporan atau pengaduan maka

penyelidik wajib untuk menerimanya. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

menyampaikan laporan dan pengaduan yang harus dipenuhi yaitu: jika laporan

pengaduan dilakukan secara tertulis maka harus ditandatangani oleh pelapor dan

pengadu; jika laporan dan pengaduan diajukan secara lisan harus dicatat oleh

penyelidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyelidik; jika pengadu

dan pelapor tidak dapat menulis, hal itu harus dicatat dalam laporan atau pengaduan

(pasal 103).

Adapun yang membedakan antara laporan dan pengaduan adalah: Laporan dapat

disampaikan oleh setiap orang dan merupakan kewajibannya, sementara pengaduan

hanya dapat diajukan oleh orang tertentu saja buka kewajibanny tapi merupakan hak.

Dari segi obyeknya, laporan obyeknya adalah setiap delik/tindak pidana yang terjadi

tidak ada pengecualiannya, jadi hal ini berkenaan dengan delik biasa. sementara

pengaduan, obyeknya terbatas pada delik-delik aduan saja. Dari segi isinya, laporan

berisi tentang pemberitahuan tanpa disertai permohonan, sedangkan pengaduan isinya

pemberitahuan disertai dengan permohonan untuk segera melakukan tindakan hukum.

Dari segi Pencabutan, Laporan tidak dapat dicabut kembali sementara pengaduan

dapat dicabut kembali.

11
Mencari keterangan dan barang bukti

Wewenang Mencari Keterangan dan barang bukti mencari keterangan dan barang bukti

ini adalah dalam rangka mempersiapkan bahan-bahan berupa fakta sebagai landasan

hukum guna memulai proses penyidikan. Dalam mencari dan memperoleh barang bukti

hendaknya dilakukan dengan cara-cara yang profesional dan berdasarkan ilmu

penyelidikan dan tidak terkesan yang penting untuk mengejar target penyelidikan saja.

Adapun yang dimaksud barang bukti adalah barang yang digunakan untuk melakukan

atau yang berkaitan dengan tindak pidana. Sedangkan alat bukti disebutkan dalam

pasal 184 KUHAP yaitu: Keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan

terdakwa

Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda

pengenal diri

Kewenangan ini penting dimiliki oleh penyelidik , karena berkaitan dengan adanya

orang yang dicurigai yang mengharuskan penyelidik mengambil tindakan

memberhentikan guna melakukan pemeriksaan dan meminta keterangan. Namun

dalam hal orang yang dicurigai tidak mengindahkan peringatan penyelidik maka

penyelidik pun tidak dapat melakukan upaya paksa yang dibenarkan undang-undang.

karena kalau akan melakukan penangkapan harus ada syarat-syarat tertentu yang

harus dipenuhi misalnya adanya surat perintah penangkapan.

12
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

Kewenangan ini dalah kewenangan yang kabur dan tidak jelas dalam pasal 5 ayat 1

huruf a angka 4 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tindakan lain adalah

tindakan dari penyelidik guna kepentingan penyelidikan dengan syarat: tidak

bertentangan dengan aturan hukum , selaras dengan kewajiban hukum yang

mengharuskan dilakukanny tindakan jabatan, tindakan itu harus patut dan masuk akal

dan termasuk dalam lingkungan jabatannya, atas pertimbangan yang layak

berdasarkan keadaan memaksa, menghormati hak asasi manusia.

2. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa: penangkapan, larangan

meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan; pemeriksaan dan penyitaan

surat; mengambil sidik jari dan memotret seseorang; membawa dan menghadapkan

seseorang pada penyelidik.

D. Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan

Penyelidikan atau penyidikan merupakan tidakan pertama-tama yang dapat dan harus

dilakukan oleh penyelidik atau penyidik jika terjadi atau timbul persangkaan telah terjadi

tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah dilakukan tindak kejahatan atau

pelanggaran maka harus diusakan apakah hal tersebut sesuai dengan kenyataan,

benarkah telah dilakukan tindak pidana dan jika ia siapakah pembuatnya.

13
Persangkaan atau pengetahuan telah terjadi tindak pidana ini dapat diperoleh dari

berbagai sumber yang dapat digolongkan sebagai berikut:

 Kedapatan tertangkap tangan (ontdekkeng op heterdaad)

 Diluar tertangkap tangan

Adapun yang dimaksud dengan tertangkap tangan adalah:

Tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan

segera sesudah beberapa saat tindakan pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian

diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya,atau apabila sesaat

kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk

melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut

melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu. (pasal 1 butir 19 KUHAP).

Sedangkan dalam hal tidak tertangkap, pengetahuan penyelidik atau penyidik tentang

telah terjadinya tindak pidana dapat diperoleh dari:

a. Laporan

b. Pengaduan

c. Pengetahuan sendiri oleh penyelidik atau penyidik

14
Pengertian dan Tujuan Penuntutan

Penuntutan Pidana

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke

pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di

sidang pengadilan (Pasal 1 angka 7 KUHAP).[7] Tujuannya adalah untuk mendapat

penetapan adari penuntut umum tentang adanya alasan cukup untuk menuntut seorang

terdakwa di muka umum. Wirjono Prodjodikoro juga munyatakan bahwa:

“Menuntut adalah penting dalamhukum acara karena dengan tindakan ini jaksa

mengakiri pimpinannya atas pemeriksaan perkara dan menyerahkan pimpinan itu

kepada hakim.”

Azas Penuntutan

Azas Legalitas (legaliteitsbeginsel): Yaitu azas yang mewajibkan kepada penuntut

umum untuk melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melanggar peraturan

hukum pidana. Azas ini merupakan penjelmaan dari azas equality before the law.

Azas Oporunitas (opportunitebeginsel): yaitu azas yang memberikan wewenang

pada penuntut umum untuk tidak melakukan penuntutan terhaap seseorang yang

15
melanggar peraturan hukum pidana dengan jalan mengesampingkan perkara yang

sudah terang pembuktiannya untuk kepentingan umum.

Garis besar dalam penuntutan

Pada pokoknya sebelum melimpahkan berkas perkara ke sidang pengadilan, secara

garis besar penuntut umum dalam penuntutan haruslah:

Mempelajari dan meneliti berkas perkara yang diajukan oleh penyidik, apakah telah

cukup kuat dan terdapat cukup bukti bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana.

Setelah diperoleh gambaran yang jelas dan pasti tentang adanya tindak pidana dari

terdakwa maka berdasarkan hal tersebut penuntut umum membuta surat dakwaan.

Langkah Melakukan penuntutan:

 Kelengkapan berkas

 Membuat surat dakwaan

 Bentuk-bentuk surat dakwaan

 Penggabungan berkas perkara (voeging)

 pemisahan perkara

 . melimpahkan perkara ke pengadilan mengubah surat dakwaan

 Kelengkapan berkas

 Kelengkapan formal:

16
o Identitas tersangka

o Surat izin ketua pengadilan setempat dalam hal dilakukan penggeledahan

o Surat izin khusus ketua PN setempat apabila dilakukan pemeriksaan surat

o Adanya pengaduan dari orang yang berhak melakukan pengaduan dalam

tindak pidana

o Pembuatan berita acara pemeriksaan saksi, pemeriksaan tersangka,

penangkapan, penggeledahan, dsb.

o Kelengkapan material

Yaitu apabila suatu berkas perkara sudah memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke

pengadilan, yakni harus memenuhi alat bukti yang diatur dalam pasal 183 dan 184

KUHAP sehingga dari hal-hal tersebut di atas bisa disusun surat dakwaan seperti yang

diisyaratkan dalam pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.

Membuat surat dakwaan

Diatur dalam pasal 143 ayat (2) dan (3) KUHAP yang berbunyi:

(2) Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani

dan serta berisi: a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,

kebangsaan, tempat tinggal, agam dan pekeraan tersangka; b. uraian secara cermat,

jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan

waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan (3) surat dakwaan yang tidak memenuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum.

17
Bentuk-bentuk surat dakwaan

 Surat dakwaan tunggal

 Surat dakwaan kumulatif (bersusun)

 Surat dakwan alternatif (pilihan)

 Surat dakwaan subsidair (berlapis)

Surat dakwaan kombinasi:

 Kumulatif subsidair

 Kumulatif alternative

 Subsidair kumulatif

 Penggabungan berkas perkara (voeging)

 Pemisahan Perkara (splitsing)

Melimpahkan perkara ke pengadilan diatur dalam pasal 143 ayat (2), 143 ayat (3)

KUHAP. Dalam penjelasan pasal 143 KUHAP yang dimaksud dengan surat

pelimpahan perkara adalah surat pelimpahan perkara itu sendiri lengkap beserta surat

dakwaan dan bekas perkara.

 Mengubah surat dakwaan diatur dalam pasal 144 KUHAP

 Perubahan surat dakwaan dilakukan oleh penuntut umum

 Waktu perubahan tersebut 7 hari sebelum sidang

 Perubahan surat dakwaan hanya satu kali saja

18
Turunan perubahan surat dakwaan haruslah diberikan kepada tersangka atau

penasehat hukum atau penyidik.

Penghentian penuntutan, Alasannya (pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP):

 Karena tidak cukup bukti

 Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana

 Perkara ditutup demi hukum.

Penghentian penuntutan diatur dalam pasal 140 ayat (2) huruf b, c dan d KUHAP

3 Kewenangan dan Dasar-Dasar Peniadaan Penuntutan

Penuntutan umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapa pun yang di

dakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumannya dengan

melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili (Pasal 237 KUHP).

Penuntut umum, pada dasarnya wajib melakukan penuntutan terhadap siapa pun yang

melakukan tindak pidana di dalam daerah hukumnya kecuali:

a. Apabila kepentingan hokum atau kepentingan umum memang menghendaki

adar penuntut umum tidak melimpahkan perkaranya kepengadilan untuk di adili.

19
b. Apabila terdapat dasar-dasar yang menutup kemungkinan bagi penutup umum

untuk melakukan penuntutan terhadap pelakunya (vervolgingsuitsluitingsgronden).

c. Apabila ada dasar yang membuat penuntut umum harus menangguhkan

penuntutan.

Yang dapat menentukan dilakukan penuntutan adau tidaknya adalah penuntut umum.

Dia akan menentukan penuntutan bergantung pada hasil penyidikan apakah sudah

lengkap atau belum untuk dilimpahkan kepengadilan negeri untuk diadili. Hal ini diatur

dalam dalam pasal 139 KUHAP.

Perbuatan menutup perkara dan menghentikan penuntutan tersebut diatas dilakukan

berdasarkan hokum, maka perbuatan mengesampingkan perkara untuk kepentingan

umum dilakukan bukan berdasarkan asas oportunitas yang hanya dapat dilakukan

sebelum suatu perkara pidana itu diperiksa oleh pengadilan negri.

Bentuk-bentuk perbuatan sebagaimana yang telah disebutkan dalam KUHAP itu

meskipun tidak mendapatkan penjelasan yang rinci, pada prinsipnya merupakan

aktifitas yang menghendaki pengecualian untuk tidak meneruskan suatu perkara pidan

ke muka sidang pengadilan. Selain bentuk p

Perbuatan-perbuatan tersebut, terdapat bentuk lain yang juga menghendaki pula tidak

diteruskan ke pengadilan. Bentuk perbuatan ini seperti telah dikemukakan dimuka,

20
yakni “Penundaan atau penangguhan penuntutan” atau juga dikenal dengan istilah

suspension of prosecution.

Jika menutup perkara atau menghentikan penuntutan lebih banyak didasarkan pada

alasan yuridis semata, berbeda dengan penangguhan atau penundaan penuntutan.

Alasan yang mendasari munculnya gagasan ini adalah lebih banyak didasarkan pada

alasan kemanusiaan yang lebih pada perlindungan pelaku dan korban kejahatan.

Selain itu, sering pula dikaitkan dengan pertimbangan moral dan alasan-alasan praktis

kaitannya dengan bekerjanya system peradilan agama.

4 Bentuk-Bentuk Penuntutan

Penuntutan suatu perkara dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara ini bergantung

pada berat ringannya suatu perkara yang terjadi. Jika suatu perkara itu termasuk

perkara biasa yang ancaman pidananya diatas satu tahun, penuntutnya dilakukan

dengan cara biasa. Penuntutan dengan cara biasa ditandai dengan adanya berkas

perkara yang lengkap dan rumit, yang memuat berbagai berita acara yang telah

disusun oleh penyidik. Cirri utama dari penuntutan ini, yakni selalu di sertai dengan

surat dakwaan yang disusun secara cermat dan lengkap oleh jaksa penuntut umum dan

penuntut umum yang menyerahkan sendiri berkas perkara tersebut yang kehadirannya

juga di haruskan di sidang pengadilan.

21
Selain penututan dengan cara biasa tersebut, penuntutan dapat pula dilakukan dengan

cara singkat. Penuntutan ini dilakukan jika perkaranya diancam lebih ringan, yakni tidak

lebih dari satu tahun penjara. Berkas perkaranya biasanya tidak rumit. Sekalipun

demikian, jaksa penuntut umum tetap membuat dan mengajukan surat dakwaan yang

disusun secara sederhana. Penuntutan jenis ini, penuntup umum langsung

mengantarkan berkas perkara kepengadilan yang kemudian didaftarkan dalam buku

register oleh panitera pengadilan.

Jenis pentutan lainnya adalah penuntutan dengan cara cepat. Penuntutan jenis ini

terjadi pada perkara perkara ringan atau perkara lalu lintas yang ancaman pidananya

tidak lebih dari 3 bulan. Penuntutan perkara tidak dilakukan oleh jaksa penuntut umum,

tetapi di wakili oleh penyidik Pilri. Pada penuntutan ini tidak dibuat surat dakwaan,

tetapi hanya berupa catatan tentang kejahatan pelanggaran yang dilakukan. Catatan-

catatan tentang kejahatan atau pelanggaran inilah yang diserahkan ke pengadilan

sebagai pengganti surat dakwaan.

Selanjutnya pasal 141 KUHAP menentukan bahwa penuntut umum dapat melakukan

penuntutan dengan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat

dakwaan jika pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa

berkas.

22
Penggabungan perkara ini dapat dilakukan asal memenuhi syarat-syarat sebagaimana

ditentukan oleh pasal 141 itu sendiri, yaitu:

 Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang sama dan kepentingan

pemerikasaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya.

 Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut.

 Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut paut, tetapi antara yang satu dan

yang lainnya itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut

diperlukan bagi kepentingan pemeriksaan.

Dalam penjelasan mengenai ketentuan yang diatur dalam Pasal 141 huruf b KUHAP

diatas, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana yang dianggap

mempunyai sangkut-paut satu dengan yang lain adalah apabila tindak pidana tersebut

dilakukan:

 Oleh lebih dari seorang yang bekerja sama dan dilalukan pada saat bersamaan.

 Oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda, tetapi merupakan

pelaksanaan dari permufakatan jahat yang di buat oleh mereka sebelumnya.

 Oleh seorang atau lebih dengan meksud mendapatkan alat yang akan

dipergunakan untuk melakukan tindak pidana lain atau menhindarkan diri dari

pemidanaan karena tindak pidana lain.

23
Berbeda dengan Pasal 141 yang memungkinkan pengubahan perkara Pasal 142 justru

memungkinkan penuntut umum melakukan pemisahan perkara. Pemisahan perkara ini

dapat dilakukan dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang

memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa tersangga yang tidak

termasuk dalam ketentuan Pasal 141. Penuntut umum dalam hal ini melakukan

penuntutan terhadap masing-masing tersangka secara terpisah.[8]

Berkas perkara seperti ini, misalnya, dalam perkara korupsi yang melibatkan orang

banyak penjabat, seperti bupati, wali kota, kepala jawatan bendaharawan, pengawas-

pengawas dan sebagainya. Dalam perkara korupsi ini, dapat saja terjadi beberapa

pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana yang berbeda-beda dan dilakukan

oleh orang yang berbeda pula. Jika berkas perkara korupsi ini jadi satu, penuntut

umum dapat memecah(splitsing) untuk kemudian melakukan penuntutan terhadap

terdakwa secara terpisah.

Peradilan perkara pidana

Pengertian perdilan perkara pidana

Yang diartikan mengadili adalah serangkain tindakan hakim untuk mnerima, memeriksa

dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di

sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam ungdang-undang

24
hukum acara pidana, yaitu memeriksa dan dengan bukti-bukti yang cukup. Dalam tahap

ini tersangka yang di tuntut, diperiksa dan diadili dinamakan terdakwa.

Sebelum memulai kegiatan tersebut, guna pembelaannya dalam sidang itu terdakwa

dapat di bantu oleh seseorang penasihat hukum (pasal 114 KUHAP). Setelah

pemeriksaaan dalam sidang oleh hakim dianggap cukup,kemudian oleh jaksa

diucapkan requisitoir : kesimpulan dari segala pemeriksaan dalam sidang pengadilan

beserta tuntutan hukumannya.terdakwa dan pembelanya dapat memberikan jawaban

terhadap requisitoir tadi. Kemudian sekali lagi boleh mengemukakan pendapatnya

tetapi kata terakhir ada pada terdakwa dan pembelaannya. Setelah itu pengadilan

bermusyawarah, kmeudian menatapkan keputusannya[9].

Keputusan pengadilan dapat berupa ( pasal 191 KUHAP ):

Pembebasan terdakwa apabila menurut hasil pemeriksaan kesalahan terdakwa

menurut hukum dan keyakinan tidak terbukti.

Pelepasan terdakwa dari segala tuntutan, jika ternyata bahwa kesalahan terdakwa

menurut hukum dan keyakinan cukup terbukti, akan tetapi ternyata bahwa apa yang

telah dilakukan oleh terdakwa itu bukan merupakan suatu tindak pidana , termasuk

disini juga dalam hal jika ada kekeliruan dalam surat tuduhan pun pelepasan dari

segala tuntutan dimuat juga dalam putusan hakim.

25
Suatu pemindanaan terdakwa jikalau baik kesalahan terdakwa pada perbuatan yang

telah ia lakukan, maupun perbuatan itu adalah suatu tindak pidana, menurut hukum dan

keyakinan cukup di buktikan.

Dapat di tarik kesimpulan bahwa adanya berbagai-bagai badan kehakiman di Negara

kita termasuk mahkamah agung. Demikian juga bahwa badan-badan kehakiman itu

mempunyai suatu persamaan. Ialah menjalankan kekuasaan kehakiman sebagai tugas

pokoknya.

Pelaksanaan keputusan hakim

A. Pengertian dan jenis putusan hakim

Pada Bab I tentang ketentuan umum pasal 1 angka 11 KUHAP di tentukan bahwa

putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang di ucapkan dalam sidang

pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas lepas dari segala

tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang di atur dalam undang-undang ini.

Jadi, dapat dikatakan bahwa putusan hakim merupakan akhir dari proses persidangan

pidana untuk tahap pemeriksaan di pengadilan negeri.

26
Sebelum putusan hakim di ucapkan / di jatuhkan maka procedural yang harus di

lakukan hakim dalam praktek lazim melalui tahapan sebagai berikut :

– Sidang di nyatakan di buka dan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara

mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak

– Terdakwa di panggil masuk kedepan persidangan dalam keadaan bebas

kemudian di lanjutkan dengan pemeriksaan identitas terdakwa, serta terdakwa di

ingatkan supaya memperhatikan segala sesuatu yang di dengar serta di lihatnya di

persidangan.

– Pembacaan surat dakwaan untuk acara biasa ( pid.B) atau catatan dakwaan

untuk acara singkat (Pid.S) oleh jaksa/penuntut umum.

– Selanjutnya terdakwa dinyatakan apakah sudah benar-benar mengerti akan

dakwaan / catatan dakwaan tersebut, apabila terdakwa ternyata tidak mengerti lalu

penuntut umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang di

perlukan.

– Keberatan terdakwa atau penasihat hukum terhadap surat dakwaan jaksa/

penuntut umum.

– Dapat di jatuhkan putusan sela/penetapan atas keberatan tersebut hakim

berpendapat baru diputus setelah selesai pemeriksaan perkara maka sidang di

lanjutkan.

27
– Pemeriksaan alat bukti yang dapat berupa :

 Keterangan saksi

 Keterangan ahli

 Surat

 Petunjuk, dan

 Keterangan terdakwa

– Kemudian pernyataan hakim ketua sidang bahwa pemeriksaan di nyatakan

“selesai” dan lalu penuntut umum mengajukan tuntutan pidana ( requisitoir).

– Pembelaan (pledooi) terdakwa atau penasihat hukumnya.

– Replik dan duplik, selanjutnya re-replik dan re-duplik

– Pemeriksaan di nyatakan “ditutup” dan hakim mengadakan musyawarah

terakhir untuk menjatuhkan putusan.

Putusan hakim ini hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila di ucapkan

disidang terbuka untuk umum ( pasal 195 KUHAP ) dan harus di tandatangani hakim

dan panitera seketika setelah putusan diucapkan ( pasal 200 KUHAP ).

28
B. Sistematika formal putusan hakim menurut KUHAP

Terhadap sistematika formal dari putusan hakim secara limitatif diatur dalam ketentuan

pasal 197 dan pasal 199 KUHAP. Apabila di jabarkan lebih lanjut, ketentuan pasal 197

ayat (1) KUHAP[11] menyebutkan sistematika formal putusan hakim yang berisikan

pemidanaan/veroordeling haruslah memuat aspek-aspek sebagai berikut :

 Kepala putusan yang di tuliskan berbunyi :” Demi keadilan berdasarkan

ketuhanan yang maha Esa”.

 Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,

tempat tinggal, agama dan pekerjaan.

 Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan.

 Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta

alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan sidang yang menjadi dasar

penentuan kesalahan terdakwa.

 Tuntutan pidana sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan.

 Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau

tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum

dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan

terdakwa.

 Hari dan tanggal diadakan musyawarah majlis hakim kecuali perkara yang di

periksa oleh hakim tunggal.

29
 Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam

rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemindanaan atau

tindakan yang dijatuhkan.

 Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan

jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti.

 Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana

letaknya kepalsuan itu jika terdapat surat otentik di anggap palsu.

 Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau di bebaskan.

 Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus

dan nama panitera.

C. Bentuk putusan atas di ajukan keberatan oleh terdakwa atau penasihat hukum

Berdasarkan ketentuan pasal 156 ayat (1) KUHAP yang menentukan bahwa,” dalam

hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak

berwenag mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan

harus di batalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk

menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk

selanjutnya mengambil keputusan”[12]. Melaksanakan keputusan hakim adalah

menyelenggarakan agar segala sesuatu yang tercantum dalam surat keputusan hakim

itu dapat di laksanakan, misalnya apabila keputusan itu berisi pembebasan terdakwa,

agar supaya terdakwa segera di keluarkan dari tahanan apabila berisi penjatuhan

30
pidana denda, supaya uang denda itu dibayar dan apabila keputusan itu memuat

penjatuhan pidana penjara, agar supaya terpidana menjalani pidananya dalam rumah

lembaga pemasyarakatan dan sebagainya. Pelaksanaan keputusan pengadilan yang

biasa disebut eksekusi itu adalah tugas dari kejaksaan.

D. Upaya hukum terhadap putusan atas keberatan

Yang di maksud dengan upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk

tidak menerima putusan pengadilan. Adapun maksud dari upaya hukum itu sendiri pada

pokonya adalah:

1. Untuk memperbaiki kesalahan yang di buat oleh instansi yang sebelumnya.

2. Untuk kesatuan dalam peradilan.

Dengan adanya upaya hukum ini ada jaminan bagi terdakwa maupun masyarakat

bahwa peradilan baik menurut fakta dan hukum adalah benar dan sejauh mungkin

seragam. Sedangkan berdasarkan ketentuan bab 1 angka 12 KUHAP maka upaya

hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan

pengadilan yang dapat berupa perlawanan, banding, kasasi atau hak terpidana untuk

mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur

dalam undang-undang ini.

31
Adapun maksud dari upaya hukum menurut pandangan doktrina pada pokoknya agar :

1. Di peroleh kesatuan dan kepastian dalam hal menjalankan peradilan (operasi

yustitie)

2. Melindungi tersangka terhadap tindakan-tindakan yang bersifat sewenag-

wenang dari hakim.

3. Memperbaiki kealpaan –kealpaan dalam menjalankan peradilan.

4. Usaha dari para pihak terdakwa maupun jaksa memberikan keterangan-

keterangan baru (novum).

Akan tetapi sesuai konteks dari upaya hukum tersebut disini penulis hanya

memfokuskan kepada upaya hukum terhadap putusan atas keberatan (eksepsi) dari

peradilan tingkat pertama saja, yaitu :

1. Perlawanan ( verzet )

2. Bersama-sama permintaan banding ( revisi )

Tata Cara Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Pasal 215

Pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang paling berhak, segera

setelah putusan dijatuhkan jika terpidana telah memenuhi isi amar putusan.

32
Penjelasan Pasal 215

Sesuai dengan makna yang terkandung dalam acara pemeriksaan cepat, segala

sesuatu berjalan dengan cepat dan tuntas, maka benda sitaan dikembalikan kepada

yang paling berhak pada saat amar putusan telah dipenuhi.

Pasal 270

Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan

kepadanya.

Pasal 271

Dalam hal pidana mati pelaksanaannya dilakukan tidak dimuka umum dan menurut

ketentuan undang-undang.

Pasal 272

Jika terpidana dipidana penjara atau kurungan dan kemudian dijatuhi pidana yang

sejenis sebelum ia menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu, maka pidana itu

dijalankan berturut-turut dimulai dengan pidana yang dijatuhkan lebih dahulu.

33
Penjelasan Pasal 272

Ketentuan yang dimaksud dalam pasal ini ialah bahwa pidana yang dijatuhkan

berturut-turut itu ditetapkan untuk dijalani oleh terpidana berturut-turut secara

berkesinambungan di antara menjalani pidana yang satu dengan yang lain.

Pasal 273

(1) Jika putusan pengadilan menjatuhkan pidana denda, kepada terpidana diberikan

jangka waktu satu bulan untuk membayar denda tersebut kecuali dalam putusan acara

pemeriksaan cepat yang harus seketika dilunasi.

(2) Dalam hal terdapat alasan kuat, jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1)

dapat diperpanjang untuk paling lama satu bulan.

(3) Jika putusan pengadilan juga menetapkan bahwa barang bukti dirampas untuk

negara, selain pengecualian sebagaimana tersebut pada Pasal 46, jaksa

menguasakan benda tersebut kepada kantor lelang negara dan dalam waktu tiga bulan

untuk dijual lelang, yang hasilnya dimasukkan ke kas negara untuk dan atas nama

jaksa.

(4) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (3) dapat diperpanjang untuk paling

lama satu bulan.

34
Penjelasan Pasal 273

Ayat (3)

Jangka waktu tiga bulan dalam ayat ini dimaksudkan untuk memperhatikan hal yang

tidak mungkin diatasi pengaturannya dalam waktu singkat.

Ayat (4)

Perpanjangan waktu sebagaimana tersebut pada ayat ini tetap dijaga agar pelaksanaan

lelang itu tidak tertunda.

Pasal 274

Dalam hal pengadilan menjatuhkan juga putusan ganti kerugian sebagaimana

dimaksud dalam pasal 99, maka pelaksanaannya dilakukan menurut tata cara putusan

perdata.

Pasal 275

Apabila lebih dari satu orang dipidana dalam satu perkara, maka biaya perkara dan

atau ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 274 dibebankan kepada

mereka bersama-sama secara berimbang.Penjelasan Pasal 275

35
Karena terdakwa dalam hal yang dimaksud dalam pasal ini bersama-sama dijatuhi

pidana karena dipersalahkan melakukan tindak pidana dalam satu perkara, maka wajar

bilamana biaya perkara dan atau ganti kerugian ditanggung bersama secara

berimbang.

Pasal 276

Dalam hal pengadilan menjatuhkan pidana bersyarat, maka pelaksanaannya dilakukan

dengan pengawasan serta pengamatan yang sungguh-sungguh dan menurut ketentuan

undang-undang.

Pasal 278

Jaksa mengirimkan tembusan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan yang

ditandatangani olehnya, kepala lembaga pemasyarakatan dan terpidana kepada

pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama dan panitera mencatatnya

dalam register pengawasan dan pengamatan.

36
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan pengertian hukum acara pidana tersebut, maka secara sederhana dapat

dikatakan bahwa hukum acara pidana keseluruhan ketentuan yang terkait dengan

penyelenggaraan peradilan pidana serta prosedur penyelesaian suatu perkara pidana

yang meliputi proses pelaporan dan pengaduan hungga penyelidikan dan penyidikan

serta penuntutan dan pemeriksaan di siding pengadilan hingga lahirnya putusan

pengadilan dan pelaksanaan suatu putusan pidana terhadap suatu kasus pidana.

Secara umum penyelidikan atau dengan kata lain sering disebut penelitian adalah

langkah awal atau upaya awal untuk mengidentifikasi benar dan tidaknya suatu

peristiwa pidana itu terjadi[16]. Dalam perkara pidana, penyelidikan atau penelitian itu

adala langkah-langkah untuk melakukan penelitian berdasarkan hukum dan peraturan

perundang-undangan untuk memastikan apakah peristiwa pidana itu benar-benar

terjadi atau tidak terjadi.

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke

pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam

37
undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di

sidang pengadilan (Pasal 1 angka 7 KUHAP).[17] Tujuannya adalah untuk mendapat

penetapan adari penuntut umum tentang adanya alasan cukup untuk menuntut seorang

terdakwa di muka umum.

Pengertian perdilan perkara pidana yang diartikan mengadili adalah serangkain

tindakan hakim untuk mnerima, memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan

asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara

yang diatur dalam ungdang-undang hukum acara pidana, yaitu memeriksa dan dengan

bukti-bukti yang cukup. Dalam tahap ini tersangka yang di tuntut, diperiksa dan diadili

dinamakan terdakwa.

Pengertian dan jenis putusan hakim pada Bab I tentang ketentuan umum pasal 1 angka

11 KUHAP di tentukan bahwa putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang di

ucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas

lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang di atur dalam

undang-undang ini. Jadi, dapat dikatakan bahwa putusan hakim merupakan akhir dari

proses persidangan pidana untuk tahap pemeriksaan di pengadilan negeri.

38
DAFTAR PUSTAKA

Salam Faisal moh, 2001, Hukum Acara Pidana dalam teori dan praktek. Bandung :

CV.Mandar Maju

Hartono, 2010, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana. Jakarta : Sinar Grafika

Kansil, C.S.T. Prof, Drs, 2003, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,

Jakarta: Balai Pustaka

Hamzah, Andi, 1984, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta :

Ghalia Indonesia

Hamzah, Andi, 1987, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia , Jakarta: Ghalia

Indonesia

Rusli Muhammad, 2007, Hukum Acara Pidana Konremporer, Bandung: Citra Aditya

Bakti

Suharto,2004, Penuntutan Dalam Praktik Peradila , Jakarta: Sinar Grafika

Hadisoeprapto Hartono, 2001, pengantar tata hukum Indonesia , Yogyakarta : P.T

Liberty

Mulyadi Lilik, 1996, hukum acara pidana, Bandung : P.T Citra aditya bakti

Prakoso Djoko, 1987, Upaya Hukum yang di atur di dalam KUHAP. cetakan pertama:

P.T Aksara Persada Indonesia

39

Anda mungkin juga menyukai