Kelompok 2 - Makalah Gizi Olahraga
Kelompok 2 - Makalah Gizi Olahraga
DOSEN PENGAMPU:
JURUSAN GIZI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik, dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan Makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sederhana. Semoga Makalah ini dapat di pergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Gizi Olahraga yang diberikan oleh Ibu Hijrah Asikin, S.SiT, M.Biomed tentang
Makalah “Intoleransi makanan dan alergi”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyusunan. Makalah ini, terutama kepada Ibu Hijrah Asikin, S.SiT, M.Biomed selaku dosen mata
kuliah Gizi Olahraga yang telah membimbing kami dalam membuat makalah ini. Sebelumnya saya
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan di hati pembaca. Harapan
kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat
lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada pembaca untuk memberi masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Intoleransi Makanan
B. Alergi
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alergi makanan adalah gangguan kesehatan yang timbul akibat respon imun spesifik
terhadap makanan. Alergi makanan bisa mengenai semua kelompok usia dengan prevalensi
pada anak lebih besar daripada dewasa. Alergi makanan pada dewasa bisa timbul akibat
alergi pada masa kanak-kanak yang persisten atau muncul pertama kali pada saat dewasa.
Alergi makanan adalah gangguan kesehatan yang timbul akibat respon imun spesifik yang
muncul akibat paparan dari makanan. Penting untuk membedakan alergi makanan dengan
reaksi simpang terhadap makanan yang tidak dimediasi oleh imun. Reaksi simpang yang
tidak diklasifikasikan sebagai alergi makanan termasuk intoleransi makanan yang sekunder
terhadap gangguan metabolik (contoh: intoleransi laktosa), reaksi terhadap kontaminasi
yang toksik (contoh: histamin yang dihasilkan oleh ikan scromboid yang dikontaminasi
oleh Salmonella) atau komponen makanan yang aktif secara farmakologis (contoh: kafein
pada kopi yang membuat berdebar-debar).
Prevalensi alergi makanan pada anak adalah 6%, sementara pada dewasa 3 – 4%. Pada
anak, makanan yang paling sering menyebabkan alergi adalah susu sapi, telur ayam, susu
kedelai, kacang, gandum, ikan, dan shellfish. Alergi terhadap kacang, ikan, dan shellfish
bertahan hingga dewasa. Lebih lanjut, prevalensi alergi makanan tampak berlipat ganda
atau bahkan meningkat 4 kali lipat sejak 15 tahun terakhir di Amerika Serikat, Inggris, dan
Cina.
Makanan yang paling sering menyebabkan anafilaksis adalah kacang dan tree nut. Strategi
pencegahan alergi makanan yang belum optimal bisa menjadi salah satu penyebab insiden
yang terus meningkat. Penelitian-penelitian dilakukan untuk menemukan pilihan alat
diagnostik yang tepat untuk menentukan alergen yang mencetuskan alergi tersebut. Sampai
saat ini, oral food challenge (OFC) masih menjadi baku emas diagnostik alergi makanan,
walaupun memiliki risiko memicu terjadinya anafilaksis pada pasien. Perkembangan
modalitas terapi juga menjadi hal yang terus disempurnakan.
Edukasi mengenai penatalaksanaan awal terhadap alergi makanan, seperti epinefrin
autoinjeksi, menjadi salah satu cara untuk menurunkan angka mortalitas yang disebabkan
oleh alergi makanan. Hingga saat ini, terapi yang sedang dikembangkan adalah terapi
spesifik dan nonspesifik terhadap alergen. Melalui tinjauan kepustakaan ini, Penulis
mencoba mengulas tentang imunopatogenesis alergi makanan pada dewasa dan implikasi
klinis yang terjadi berdasarkan organ yang dikenainya. Dengan memahami hal tesebut,
diagnosis alergi makanan dapat segera ditegakkan dan diharapkan bisa ditatalaksana
dengan baik sehingga dapat membantu menurunkan morbiditas dan mortalitas dari alergi
makanan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan intoleransi makanan dan alergi?
2. Apa yang menjadi epidemiologi dan etiologi terjadinya intoleransi makanan dan alergi?
3. Bagaimana patofisiologi intoleransi makanan dan alergi?
4. Apa saja yang menjadi klasifikasi intoleransi makanan?
5. Bagaimana diagnosis alergi makanan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian intoleransi makanan dan alergi.
2. Untuk mengetahui epidemiologi dan etiologi terjadinya intoleransi makanan dan alergi.
3. Untuk mengetahui patofisiologi intoleransi makanan dan alergi.
4. Untuk mengetahui klasifikasi intoleransi makanan.
5. Untuk mengetahui diagnosis alergi makanan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Intoleransi Makanan
a. Pengertian
Food-related adverse reactions merupakan reaksi abnormal terhadap konsumsi
makanan yang dapat memengaruhi banyak sistem organ. Istilah ini mencakup alergi
makanan dengan latar belakang imunologi dan alergi semu yang dimediasi oleh non-
imun (intoleransi makanan, keengganan, dan reaksi terkait makanan lainnya). Reaksi
intoleransi makanan adalah food-related adverse reactions non- imunologis yang
ditimbulkan oleh makanan atau bahan makanan yang dikonsumsi dalam jumlah yang
umumnya tertelan tanpa keluhan oleh individu nonintoleran. Reaksi ini sering kali
meniru manifestasi alergi makanan. (Sheldy Prawibowo, 2020)
Intoleransi makanan merupakan reaksi yang merugikan terhadap makanan, terjadi
karena cara tubuh memproses makanan atau komponen yang ada dalam makanan.
Intoleransi disebabkan oleh racun, farmakologis, metabolisme, reaksi pencernaan,
psikologis, idiosinkrasi, atau idiopatik terhadap suatu makanan atau zat kimia dalam
makanan itu. Gejala umum intoleransi makanan termasuk masalah lambung atau usus
(seperti refluks, kolik, muntah, diare, kembung, dan iritabilitas), tidur terganggu, mulas,
ruam kulit, eksim dan gatal-gatal. (Nurizah, 2019)
b. Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa intoleransi makanan terjadi pada sekitar 15-
20% populasi dunia. Meski demikian, angka ini sulit dipastikan karena kebanyakan
bukti ilmiah intoleransi makanan menggunakan laporan mandiri dari pasien, bukan
diagnosis objektif. Data epidemiologi intoleransi makanan secara umum di Indonesia
belum ada. Meski demikian, data mengenai intoleransi laktosa pada anak Indonesia
menunjukkan bahwa prevalensi malabsorbsi laktosa pada anak usia 3-5 tahun sebesar
21,3%; sedangkan kelompok usia 6-11 tahun sebanyak 57,8%. Dibandingkan alergi
makanan, intoleransi makanan lebih tidak bersifat fatal. Meski demikian, intoleransi
makanan dapat menyebabkan komplikasi berupa malnutrisi akibat penghindaran
berlebihan dari bahan makanan yang menyebabkan intoleransi. Intoleransi makanan
juga bisa menyebabkan penurunan produktivitas dan kualitas hidup karena gejala yang
sering rekuren.
c. Etiologi
Etiologi intoleransi makanan yang umum ditemukan adalah intoleransi makanan
terhadap FODMAP (fermentable oligosaccharides, disaccharides, monosaccharides,
and polyols), gandum, histamin, serta aditif makanan dan bahan kimia. Intoleransi
Makanan FODMAP, kelompok makanan FODMAP ini tidak banyak diabsorbsi oleh
tubuh sehingga akan menumpuk di kolon dan difermentasi oleh bakteri usus,
menghasilkan gas dan menyebabkan gejala-gejala intoleransi makanan.
d. Patofisiologi
Intoleransi makanan dapat terjadi karena adanya efek farmakologis zat vasoaktif yang
ada dalam makanan seperti FODMAPs (fermentable oligo-di-monosaccharides and
polyols), gandum, dan histamin atau dari defek sistemik enzim atau transporter jalur
metabolisme spesifik (inborn errors of metabolism).
B. Alergi
a. Pengertian
Reaksi alergi adalah reaksi imunologik suatu reaksi yang terjadi melalui
terbentuknya Ig E. Pada orang yang tidak mempunyai alergi protein makanan di
angga tidak menjadi masalah, namun bagi penderita alergi protein dianggap
merugikan tubuh sehingga membuat reaksi alergi bagi tubuh. Reaksi alergi
terhadap makanan biasanya terjadi dalam beberapa menit sampai 2 jam setelah
terpapar dengan makanan bahkan bisa mencapai 24 jam. Reaksi yang timbul
terlambat dapat menimbulkan kesulitan pada saat akan mengidentifikasi penyebab
alerginya. Paparan dapat terjadi secara inhalasi, dikontak kulit dan makan atau
amasuk ke saluran cerna, dikatakan terjadi sensitifitas bila pada pemeriksaan darah
terhadap Ig E terhadap alergen yaitu protein pada bahan makanan. (idawati
karjadidjaja, 2007)
Alergi makanan adalah respons imun spesifik yang dapat direproduksi terhadap
bahanmakanan (alergen) yang biasanya protein, kecuali pada alergi terhadap
oligosakarida galactose-α-1,3-galactose (αGal). (Sheldy Prawibowo, 2020)
c. Patofisiologi
Alergi makanan merupakan bagian dari reaksi hipersensitivitas, yakni
hiperesponsivitas imunologik terhadap antigen spesifik, yang dapat berasal dari
makanan atau mikroorganisme patogen maupun produknya, atau terhadap antigen
milik sendiri yang dipresentasikan secara tidak tepat. Pada alergi makanan, terjadi
penetrasi molekul antigen ke dalam tubuh, yang menstimulasi reaksi imunologik.
Reaksi ini tidak timbul saat kontak pertama dengan antigen, tetapi gejala akan
timbul pada pajanan yang kedua dengan alergen yang sama. Umumnya, pajanan
ulang oleh alergen akan meningkatkan respon imun sekunder yang bersifat spesifik.
Pada kasus hipersensitivitas/alergi, terjadi reaksi imun berlebihan kemudian
menimbulkan kerusakan jaringan. Sekali sensitisasi alergen terjadi, antigen yang
kembali terpapar akan mengakibatkan manifesitasi lokal ataupun sistemik dari
alergi makanan. (Aceh & kue tradisional khas
Acehfile:///C:/Users/INE/Desktop/MESAC/TERCER SEMESTRE/EDUCACION
PARA LA SALUD/Using education theory to design a patient e-health
education.pdf, 2020)
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adverse food reaction adalah reaksi tidak normal setelah seseorang menelan makanan tertentu,
bisa berbentuk alergi makanan dan intoleransi makanan. Perbedaan keduanya adalah melalui
keterlibatan respons imun. Intoleransi makanan merupakan suatu respons non-imun, dan
biasanya terjadi pada seseorang yang memiliki defisiensi enzim pencernaan tertentu.
Diagnosis intoleransi makanan memerlukan anamnesis yang lengkap, terutama riwayat diet.
Terapi restriksi memerlukan pemantauan oleh dokter spesialis gizi dan ahli gizi.
Alergi makanan adalah gangguan kesehatan yang timbul akibat respon imun spesifik yang
muncul akibat paparan dari makanan. Variasi gejala pada alergi makanan sangat luas dan
tergantung dengan mekanisme dan organ yang dikenai. Contoh gejala tersebut dimulai dari
reaksi alergi ringan seperti gatal, hingga reaksi alergi sistemik berupa anafilaksis. Alergi
makanan merupakan penyebab anafilaksis yang paling sering, yaitu sebesar 30%.
B. Saran
Saran kami agar selanjutnya, dapat menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya intoleransi makanan dan alergi serta harapannya agar makalah ini dapat membantu
penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析
Nurizah. (2019). 10,11 46. Journal of Nutrition and Health, 7(1), 46–56.
Oriel, R. C., & Wang, J. (2021). Diagnosis and Management of Food Allergy. Immunology and
Allergy Clinics of North America, 41(4), 571–585. https://doi.org/10.1016/j.iac.2021.07.012
Sheldy Prawibowo. (2020). Food Related Adverse Reactions. Jurnal Medika Hutama, 02(01),
402–406.
Sumadi Jap, A. L., Adipurnama, A., & Farah Diba, S. (2022). Diagnosis dan Tata Laksana
Intoleransi Makanan. Cermin Dunia Kedokteran, 49(7), 367–371.
https://doi.org/10.55175/cdk.v49i7.250