Ketika ada alergen masuk ke dalam tubuh, tidak ada sistem imunitas /
reseptor sedikit sehingga dapat memacu tubuh untuk mengeluarkan tanda
dan gejala alergi.
Awlanya di dalam tubuh seseorang yang memiliki reagen terhadap beberapa
alergen misal, makanan. Sistem imun di sel darah putih yang mengeluarkan
histamin yang dapat menimbulkan alergi
Terjadi perubahan reaktifitas, tubuh hipersensitivitas dengan ditandai respon
yang berlebihan terhadap benda asing kemudian terdapat mediator-mediator
primer seperti antibodi dan bukan limfosit T, sehingga terjadi T dan G alergi
Alergen merangsang limfosit untuk memproduksi Ig E sbg antibodi. Lalu AB
melekat pada sel, jika makanan dikonsumsi maka akan meningkatkan
histamin yang memicu alergi
ETIOLOGI
benda asing yg masuk ke dlm tubuh,
terpapar debu,
zat alergen
riwayat pemberian asi yg buruk, menyebabkan imunitas berbeda dg normal
konsumsi makanan sumber protein tinggi
mutasi gen
TANDA DAN GEJALA
gatal-gatal
diare
bengak
bercak pada kulit
kulit kemerahan
sesak nafas
mual muntah
bersin-bersin
demam
pusing
FAKTOR RESIKO
keturunan
pemilihan BM yg kurang tepat
jarang mengkonsumsi BM ttt
lingkungan kurang bersih
MANIFESTASI KLINIS
JENIS ALERGI
Alergi
Alergi
Alergi
Alergi
Makanan
Debu
bakteri, dingin, obat, gastrointestinal, laten, fisik, polen, polivalen
Atopi
normal
konsumsi makanan sumber protein tinggi
mutasi gen
Karena sistem pencernaan belum matang,
sehingga
semakin
tinggi
TUJUAN
Pemberian diet digunakan untuk mengurangi gejala alergi
Memenuhi kebutuhan pasien
Menghindari terjadnya keprahan tanda dan gejala
PRINSIP
Diet Alergi
Protein rendah
Tinggi energi
Diet eliminasi, anak dihindarkan dari segala macam bahan makanan yang
G. HIPOTESA
PATOFISIOLOGI
Pada saat paparan awal alergi, alergen makanan akan dikenali oleh sel
penyaji antigen untuk selanjutnya mengekspresikan sel T secara langsung atau
melalui sitokin. Sel T tersensitisasi dan merangsang sel B menghasilkan antibodi
dari berbagai subtipe seperti IgG, IgA, IgM dan IgE. Pembuatan antibodi IgE
dimulai sejak paparan awal dan terus berlanjut. Pada paparan selanjutnya mulai
terjadi produksi sitokin oleh sel T. Sitokin mempunyai berbagai efek terhadap
berbagai sel terutama menarik sel-sel radang misalnya neutrofil dan eosinofil,
sehingga menimbulkan reaksi peradangan (Akib et al., 2009).
Secara imunologis, untuk mencegah respon imun terhadap semua allergen
yang masuk ke tubuh, diperlukan respon yang ditekan secara selektif yang
disebut toleransi/hiposensitisasi. Kegagalan untuk melakukan toleransi akan
memicu produksi antibody IgE berlebihan yang spesifik terhadap allergen. Ketika
allergen masuk, akan memicu IgE yang telah berikatan dengan sel mast untuk
melepas berbagai mediator (histamine, prostaglandin,dan leukotrien) yang
efeknya akan menyebabkan vasodilatasi, sekresi mucus, kontraksi otot polos dan
influx sel inflamasi lain sebagai bagian dari hipersensitivitas gejala alergi
(Rengganis dan Yunihastuti, 2007 dalam Dinar, 2009)
ETIOLOGI
Adanya paparan debu (Nency, 2005)
Alergi terhadap makanan (Nency, 2005)
Imaturitas usus, secara mekanik integritas mukosa usus dan peristaltik
merupakan pelindung masuk nya alergen ke dalam tubuh. secara kimiawi
asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi alergen.
Secara imunologik IgA pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina
8
propia dapat menangkal alergen masuk ke dalam tubuh. pada usus imatur,
sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal fungsi sehingga
memudahkan alergen masuk ke dala tubuh (Judarwanto, 2005).
Pajanan berulang pada alergen (Sari, 2013)
Manusia yang mengalami alergi disebabkan oleh protein alergen kecil yang
terhirup dan memicu produksi IgE pada individu yang peka (Rifai, 2011).
SIGN AND SYMTOMPS
Judar(Judarwanto, 2005)
ORGAN/SIST
EM TUBUH
1
Sistem Pernapasan
Sistem Pencernaan
berak
timbul
warna
darah.
Lidah
sering
Telinga
Hidung Sering
Tenggorok
bersin,
Hidung
berbunyi,
kotoran
hidung
3
4
Sistem
Kulit
Erthema
toksikum.
Dermatitis
atopik,
diapers
dermatitis.
urticaria, insect bite, berkeringat berlebihan.
5
Sistem
Kemih
bladder;
bedwetting;
vaginal
discharge;
Sistem
Susunan Sensitif,
sering
kaget
dengan
rangsangan
Saraf Pusat
Mata
FAKTOR RESIKO
Faktor lingkungan
o Paparan mikroba menyebabkan gejala klinik alergi makanan (Krause, 2008)
o Polutan dapat meningkatkan produksi IgE 20-50 kali lebih banyak pada
seseorang yang sering terpapar polutan sehingga meningkatkan resiko
terjadinya polusi (Rifai, 2011)
o Menurunnya kejadian infeksi dan paparan terhadap mikroba merupakan
salah satu penyebab dari meningkatnya penyakit atopi pada populasi
(Mahan, 2008)
Regulasi Sitokin
o Sitokin mempunyai peran sentral yang sama dalam reaksi alergi (oleh sel
mast). Penyimpangan respon imun/ gangguan keseimbangan kearah Th2
akan memberikan kemudahan proses perkembangan alergi. Banyak terjadi
dalam fase maternal. (Damayanti, 2010).
Dietetik
o Makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekambuhan
dermatitis
atopic
pada
bayi
dan
anak,
terutama
makanan
yang
(Ezendom, 2010)
Allergc March
Perjalanan penyakit alergi yang mengikuti suatu kurve. Contoh dermatitis
atopik dan alergi makanan sering menjadi manifestafi klinis pertama pada
usia 6 bulan. Berlanjut untuk beresiko ke alergi debu dan tungau yang
akan terjadi pada usia prasekolah (Paramita 2011)
MANIFESTASI KLINIS
ORGAN/SISTEM
TUBUH
1
Sistem Pernapasan
buntu,
sesak(astma),
sering
menggerak-
Kesulitan
bernafas
berat
yang
obstruksi
saluran
pernafasan
Sistem Pencernaan
otot
Nyeri
perut,
kali/perhari),
sering
buang
gangguan
air
buang
besar
air
(>3
besar
Telinga
Tenggorok
gatal,
bersin-bersin,
menurunnya
tenggorokan nyeri/kering/gatal,
gatal,
suara
parau/serak,
pendek (berdehem),
batuk
Telinga :
bagian
dengan
dalam
gendang
gatal,
telinga
nyeri
telinga
kemerahan
atau
telinga
tengah,
pusing,
gangguan
keseimbangan.
4
5
Sistem
Kulit
Sering
gatal,
dermatitis,
urticaria,
berkeringat
berlebihan.
sindrom
dan
urtikaria-angioedema).
angioedema
memiliki
pembuluh
kecil
dan
peningkatan
dan
makromolekul
pada
dermis
jaringan
subkutan
(angioedema).
mulut,
lidah,
Angioedema
dan
pangkal
disaluran
tenggorokan.
gastrointestinal
dan kelamin
kencing,
nyeri
kandung
kemih;
mengeluarkan
FISIOLOGIS:
Gangguan
gangguan
belajar,
gangguan
Jaringan
otot
hingga autisme.
dan Nyeri tulang, nyeri otot, bengkak di leher
tulang
9
Mata
Alergi debu
Alergi obat
o faktor resiko: riwayat alergi sebelumnya dengan obat yang sama,
pemberian parenteral dan topical, pemberian sering dan lama, infeksi
virus tertentu (IDAI, 2009)
o Hasil tes tidak akan merubah manajemen
o Hanya ada beberapa jumlah alergi obat yang dapat dilakukan tes
o Tes kulit dapat mendeteksi IgE antibody tersedia untuk penisilin dan
Alergi hewan
Alergi musim
o Alergi serbuk sari : allergen berasal dari serbuk sari rumput atau pohon.
Rute masuk nya melalui inhalasi, gejala dapat berupa pilek, namun juga
dapat menyebabkan kematian jika terjadi kolaps pada sistem sirkulasi
o Musiman Gejala tampak pada musim semi, panas, dan gugur (karena
serbuk sari dari pohon, gulma, dan rumput yang tumbuh pada musim
tersebut)
o Bertahun-tahun Dikarenakan debu, tungau, kecoa, jamur, rambut
hewan
(American College of Allergy Asthma and Immunology, 2014)
cytotoxicity
(reaksi
hipersensitivitas
tipe
II),
dan
reaksi
Pada bayi normal seharusnya pola Th1 dan Th2 seimbang, namun pada bayi
atopi keseimbangan lebih berat pada pola Th2. Pada saat kehamilan, memang
Th2 lebih mendominasi, akan tetapi seharusnya setelah lahir keseimbangan
Th1 dan Th2 dapat tercapai. Namun pada bayi atopi keseimbangan tersebut
tidak bisa dicapai. Ketidakseimbangan ini lah yang dapat menimbulkan gejala
alergi (Harsono, 2005)
Kegagalan tubuh untuk dapat mentoleransi suatu makanan akan merangsang
imunoglobulin E (IgE), yang mempunyai reseptor pada sel mast, basophil dan
juga pada sel makrofag, monosit, limfosit, eosinofil dan trombosit dengan
afinitas yang rendah. Ikatan IgE dan alergen makanan akan melepaskan
mediator histamin, prostaglandin dan leukotrien dan akan menimbulkan
vasodilatasi, kontraksi otot polos dan sekresi mucus yang akan menimbulkan
gejala reaksi hipersensitivitas tipe I. Sel mast yang aktif akan melepaskan
juga sitokin yang berperan pada reaksi hipersensitivitas tipe I yang lambat.
Bila alergen dikonsumsi berulang kali, sel mononuklear akan dirangsang untuk
memproduksi histamin releasing factor (HRF) yang sering terjadi pada
seorang yang menderita dermatitis atopi. (Siregar 2010)
Fungsi utama saluran cerna ialah memproses makanan yang dikonsumsi
menjadi bentuk yang dapat diserap dan digunakan untuk energi dan
pertumbuhan sel. Selama proses ini berlangsung, mekanisme imunologik dan
non-imunologik berperan dalam pencegahan masuknya antigen asing ke
dalam tubuh.
1. Non imunologik
Menghalangi antigen makanan masuk ke mukosa dengan cara:
- Peristaltik usus
- Lapisan mucus di usus
- Komposisi membran mikrovili usus
Memecah antigen yang masuk dengan cara:
- Asam lambung dan pepsin
- Enzim pancreas
- Enzim usus
- Aktivitas lizosim sel epitel usus
2. Imunologik
Menghalangi antigen masuk ke mukosa usus. S-IgA spesifik
Pada bayi baru lahir kadar SIgA dalam usus masih rendah sehingga antigen
mudah menembus mukosa usus dan kemudian dibawa ke aliran darah sistemik.
(Siregar, dkk., 2006)
15
ETIOLOGI
Alergen dalam makanan: merupakan protein, glikoprotein, atau polipeptida
dengan besar molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan enzim
proteolitik (Wahyuningsih, 2013)
Jenis-jenis allergen pada makanan :
Pada susu sapi : BLG (Betalaktoglobulin), ALA (Alflalaktalbumin), BSA
Imaturasi usus secara fungsional (ex: fungsi asam lambung, enzim-enzim usus,
glycocalix) maupun fungsi-fungsi imunologis (ex: Ig A sekretorik) memudahkan
penetrasi alergen makanan. Imaturasi juga mengurangi kemampuan usus
mentoleransi makanan tertentu. (Wahyuningsih, 2013)
kulit
yang
bersih
untuk
memungkinkan
pemeriksaan
tidak
Uji Provokasi
DBPCFC adalah gold standard atau baku emas untuk mencari penyebab
secara pasti alergi makanan. Cara DBPCFC tersebut sangat rumit dan
membutuhkan waktu, tidak praktis dan biaya yang tidak sedikit. Beberapa
pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap cara itu. Children
Allergy Center Rumah Sakit Bunda Jakarta melakukan modifikasi dengan
cara yang lebih sederhana, murah dan cukup efektif. Modifikasi DBPCFC
tersebut
dengan
melakukan
Eliminasi
Provokasi
Makanan
Terbuka
kentang, daging kambing, kacang merah, buncis, kubis. Bahan makanan yang
lain tidak diperkenankan.
(Wahyuningsih, 2013)
Diet Provokasi
Diberikan kepada pasien bila diet emilinasi tidak berhasil menemukan bahan
makanan penyebab alergi
Syarat : Diberikan bahan makanan ikan, telurm udang, susu satu per satu
masing-masing selama 2-4 hari. Bila sesudah makan salah satu bahan makanan
timbul gejala alergi, dapat dikatakan makanan tersebut yang menimbulkan alergi
(Buku
Panduan
Diet
Instalasi
Gizi
RSUD
Dr.
Saiful
Anwar
Malang,
2014;
Wahyuningnsih, 2013)
Tinggi energi, cukup lemak, cukup karbohidrat, cukup protein (Ruliana, 2014)
SYARAT
Eliminasi susu sapi hingga usia 1 tahun
Pemberian ASI sangat dianjurkan
Hindari makanan penyebab alergen
Sayur mayur bisa dianjurkan sebagai pengganti buah
Dilakukan provokasi dengan 1 bahan makanan setiap minggu. Makanan yang
menimbulkan gejala alergi pada provokasi dicatat. Disebut allergen kalau pada 3
kali provokasi menimbulkan gejala alergi. Waktunya tidak perlu berturut-turut.
Bila allergen telah ditemukan, maka bahan makanan provokasi harus dihindari
sebaik mungkin dan makanan-makanan yang tergolong hipoalergenik dipakai
sebagai pengganti.
Energi tiinggi diatas kebutuhan biasa, dengan memerhatikan umur dan jenis
kelamin
Protein diberikan 10-15% total energi
Lemak diberikan 25-35% total energi
Karbohidrat diberikan 50-65% total energi
Susunan makanan sama dengan susunan makanan anak sehat
(Ruliana, 2014; Wahyuningsih, 2013)
5. Bagaimana fase pemberian MP ASI yg tepat sesuai dg usia dan jenis makanannya?
Menurut Depkes RI 2007 dalam Setiawan 2009, pemberian makanan pada bayi dan
anak usia 0 24 bulan yang baik dan benar adalah sebagai berikut:
19
a. Usia 0 6 bulan
Diberikan ASI eksklusif tanpa pemberian makanan lain
Diberikan hanya air susu saja sesuai keinginan anak, paling sedikit 8 kali
sehari pagi, siang maupun malam (KEMENKES RI, 2010)
b. Usia 6 12 bulan
6 7 bulan
Makanan dalam bentuk lumat dimuali dari bubur susu sampai nasi tim lunak
2x sehari
6 bulan: 6 sendok makan
7 bulan: 7 sendok makan
8 bulan: 8 sendok makan
9 12 bulan
Makanan dalam bentuk bubur nasi sampai nasi tim diberikan sebanyak 3x
sehari
9 bulan: 9 sendok makan
10 bulan: 10 sendok makan
11 bulan: 11 sendok makan
beri makanan saringan 2x sehari diantara waktu makan, seperti bubur
kacang hijau, biskuit, pisang, nagasari dan sebagainya.
Pemberian ASI tetap dilakukan
Pola pada MP ASI: Telur, ayam, ikan tahu, tempe, daging sapi, wortel,
c. Usia
(Setiawan, 2009)
d. Usia 12 24 bulan
Jenis makanan yang diberikan : nasi tim, sari buah, biscuit (jumiyati , 2014)
Bayi tetap diberikan ASI dan makanan lengkap sekurang kurangnya sehari
3x dengan porsi setengah dan makanan selingan 2-3x (Anggraeni, 2009)
Diberikan makanan padat yang merupakan makanan keluarga (secara
bertahap sesuai kemampuan anak) dengan porsi 1/3 orang dewasa, terdiri
dari nasi, lauk, sayur, dan buah. (Kemenkes RI, 2010).
6.Apa saja BM MP ASI yang tepat untuk anak A?
20
Sumber protein (tahu, tempe, daging sapi) yang dikukus dan dihaluskan.
(Setiawan, 2009)
Karena anak A alergi telur, maka makanan sumber tinggi protein hewani yang
dapat menggantikan telur adalah daging/ayam yang bisa diberikan pada anak A
dalam bentuk cincangan. Untuk sumber protein nabati dapat diberikan mashed
kacang polong, kacang hijau, dan kacang merah. Untuk sumber karbohidrat dapat
diberikan mashed kentang atau sereal gandum (oat). (childrens hospital, 2008)
Air tomat saring
Air wortel saring (KEMENKES RI, 2010)
Foods Allowed
Foods To Avoid
Elimination Diet Level l: Milk-, Egg-, and Wheat-Free
Animal protein
Lamb, chicken, turkey, beef,
Cow's milk, chicken eggs
sources
pork
Vegetable
protein sources
beans, lentils
Grains or
alternative
starches
Wheat
millet, oats
All vegetables
Vegetables
Fruits
Sweeteners
Oils
Avidin
Egg solids
Flavoprotein
Imitation egg
Bernaise sauce
Egg substitutes
Frozen eggs
Livetin
Lysozl'rne
Ovoglobulin
Ovomuxoid
product
Meringue
Ovomucin
Simplesse
Ovalbumin
Ovomucoid
Vitellin
Mayonnaise
Ovoglycoprotein
Powdered egg
mengenai diet yang tepat untuk penyakit alergi. Dimana pada konteks ini
mahasiswa mampu mempelajari dan berpikir kritis mengenai hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penentuan diet yang tepat untuk penyakit ini. Sehingga
diharapkan dengan adanya skenario tersebut dapat mempermudah mahasiswa
dalam proses pembelajaran dan pemahamannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, wenti wahyu. 2009. Faktor faktor yang berhubungan dengan usia pertama
pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) di Kelurahan Genuksari kecamatan
Genuk kota Semarang. Semarang
BPAC, 2011. What Are The Different Types of Allergy?
Christanto, Anton. 2011. Manifestasi Alergi Makanan pada Telinga, Hidung, dan
Tenggorok. Yogyakarta
Children Allergy Center. Rumah Sakit Bunda. Jakarta
Damayanti, Frida. 2010. Hubungan Antara Asma, Rinitis Alergik, dengan Immunoglobulin
E Spesifik
Depkes RI, 2010. Pedoman Kader Seri Kesehatan Anak. Kementerian Kesehatan RI: 20
Dinar, Agatha. 2009. Reaksi Hipersensitivitas Sebagai Dasar Mekanisme Alergi Terkait
dengan Faktor Nutrisi. Scribe
23
Direktorat Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Kader Seri
Kesehatan Anak. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta : Bakti Husada.
European Academy of Allergic and Clinical Immunology. 2014. Global Atlas of Allergy
Gizi & Dietetika, Joan Webster-Gandy et.al, 2014. Oxford Handbook of Nutrition and
Dietetics. Jakarta: EGC, 2014
Harsono, Ariyanto. 2005. Pencegahan Primer Penyakit Alergi. FKUnair RSU Dr.Soertomo.
Surabaya
Judarwanto, Widodo. 2005. Alergi Makanan Diet pada Autism. Children Allergy Center.
Jakarta
Jumiyati. (2014). Pemberian MP ASI Setelah Anak Usia 6 Bulan.
http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Kathleen L, S. E.-S. (2008). Nutritiot and Dietetics. Krauses, Food and Nutrition Therapy.
Mahan, Escott-Stump. 2008. Krauses Food and Nutrition Theraphy 12th Edition
Management of Foo and Allergy inth United State
National Institute of Allergy and Infectious Disease. 2015. Guideline for the Diagnosis and
Nency, Yetty Movieta. 2005. Prevalensi dan Faktor Risiko Alergi pada Anak Usia 6-7 Tahun
di Semarang. Tesis. Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Siponegoro
Paramita, O.D., 2011. Hubungan Asma, Rinitis Alergik, Dermatitis Atopik dengan IgE
Spesifik pada Anak Usia 6-7 Tahun. , pp.726
Pedoman Kader Seri Kesehatan Anak; Kementerian Kesehatan RI; 2010
Pudjiadi, dkk. 2009. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Indonesia
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. 2014. Buku Panduan Diet. Instalasi Gizi RSSA Malang
Raymond, Janice. 2008. Krauses Food and Nutrition Therapy. United States: Elsevier
Saunders
Rifai, Muhaimin. 2011. Alergi dan Hipersensitif. Universitas Brawijaya. Malang
Sari, Cut Yulia Indah. 2013. Inflamasi Alergi pada Asma. CDK-207. Vol.40, No.8.
24
Setiawan, Albertus. 2009. Pemberian MP-ASI Dini dan Hubungannya dengan Kejadian
Infeksi pada Bayi 0 6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Cipayung, Kota Depok
Tahun 2009. Skripsi. Depok: Gizi Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
Siregar. Dkk. 2006. Pentingnya Pencegahan Dini dan Tata Laksana Alergi Susu Sapi. Sari
Pediatri Vol.7 No.4 Maret 2006 : 237-243
Siregar, S.P., 2010. Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak. , 3, pp.6878.
Siregar, Sjawitri. 2008. Alergi Makanan Pada Bayi dan Anak. Sari Pediatri, Vol.3,
Desember 2008 : 168-174
Sudewi, N. P., Kurniati, N., & Munasir, Z. (2009). Berbagai Teknik Pemeriksaan untuk
Menegakkan Diagnosis Penyakit Alergi. Sari Pediatri, 11(3).
The Childrens Hospital at Westmead, Sydney Childrens Hospital, randwick and
Koleidoscope, Hunter Childrens Health Network. 2008. Babys First Food Australia.
Wahyuningsih, Retno. 2013. Penatalaksanaan Diet pada Pasien. Graha Ilmu. Yogyakarta
TIM PENYUSUN
A. KETUA
Fajar Abdillah
135070300111028
B. SEKRETARIS
1. Yuni Erikawati
135070300111029
2. Ardhilla Aprilia U
135070300111030
C. ANGGOTA
1. Hasmah
135070300111031
2. Puteri Aisyaffa N. A. N
135070300111032
135070300111027
25
4. Bella Amalia P
135070300111033
5. Sukma Kurnia M
135070300111010
135070300111011
135070300111012
8. Alviena Ramadhan
135070300111013
9. Stephani Nesya R
10.
135070300111014
Aqmarina Diah S
135070300111016
11.
Kautsar Annisaa S
135070300111036
12.
Anna Fadhilah K
135070300111037
13.
Fadlillah Dzaky A
135070300111038
D.
FASILITATOR
Kak Risty Medisa
E. PROSES DISKUSI
1. KEMAMPUAN FASILITATOR DALAM MEMFASILITASI
- Sangat mengarahkan jalannya diskusi sesuai dengan Learning Objective yang
dituju
- Sudah cukup membimbing mahasiwa menjadi terlatih dan bersungguh-sungguh
dalam mengikuti pembelajaran metode Problem Based Learning
- Sangat memotivasi seluruh anggota diskusi untuk berpartisipasi aktif dalam
jalannya Problem Based Learning
- Sudah menengahi proses diskusi yang sedikit mengalami masalah (perbedaan
pendapat yang terus menerus)
- Mengarahkan mahasiswa apabila topik yang dibicarakan menyimpang dari
pembahasan yang sebenarnya
2. KOMPETENSI / HASIL BELAJAR
-
Mahasiswa mengetahui secara rinci mengenai alergi dan alergi makanan pada
bayi
Mahasiswa mengetahui diet yang tepat untuk kondisi alergi pada An. A
26