PROBLEM-BASED LEARNING
Grup B
Anggota :
Attifa Yuha Nurhayati (165070300111003)
Nur Amaliah Ahmad (165070300111017)
Stephani Anggita Yuli Maharani S. (165070300111024)
Nadya Dwi Amaliya (165070301111001)
Pramudhia Khansa Kirana (165070301111011)
Nissa Anggriany (165070301111018)
Ririk Dwi Anjani (165070301111024)
Alfa Amani Salsabila (165070301111038)
Yunda Aulia Rahma (165070307111003)
Nur Faadiyah Sofian (165070307111012)
Lulu Safira (165070307111018)
Tsabitah Nabila Pratiwi (165070301111030)
D. DAFTAR CUES
Ahli gizi diharapkan dapat melakukan proses skrining gizi pada seluruh pasien pada bangsal yang dikelola
sehingga asuhan gizi berjalan secara optimal.
E. DAFTAR LEARNING OBJECTIVES
UNCLEAR TERM
1. Ilmu Penyakit Dalam
PROBLEM IDENTIFICATION
1. A. Apa tujuan dari skrining gizi?
B. Apakah manfaat dari skrining gizi?
C. Apakah prinsip dari skrining gizi?
2. Berapa jumlah nutrisionis yang dapat mengoptimalkan skrining gizi berdasarkan tipe rumah
sakit?
3. Kapan waktu yang tepat untuk melakukan skrining gizi?
4. Apa saja langkah-langkah yang dilakukan dalam skrining gizi? Jelaskan pula diagram alirnya!
5. Apa saja komponen yang ada dalam formulir skrining gizi?
6. A. Apa saja metode skrining gizi?
B. Sebutkan kelebihan dan kekurangan setiap jenis metode skrining gizi berserta indikator,
validitas dan reliabilitasnya!
C. Siapa saja yang terlibat dalam skrining gizi?
F. HASIL BRAINSTORMING
Jumat, 24 Agustus 2018
UNCLEAR TERM
1. Ilmu Penyakit Dalam merupakan cabang ilmu kedokteran dengan sudut pandang klinis dengan
manusia sebagai objeknya, keterkaitannya dengan proses penyembuhan organ tubuh yang
mengalami gangguan. Ilmu penyakit dalam merupakan induk dari beberapa sub-spesialis seperti
cardiology, hematology, endocrinology dll (Sudoyo, 2009). (Attifa)
Ilmu Penyakit dalam adalah ilmu kedokteran yang menangani orang dewasa, yang meliputi penyakit
non membedah dan mencakup hampir seluruh tubuh manusia (Dep IPD FKUI, 2016). (Nissa)
Kelompok Metode
Indikator Kelebihan Kekurangan Validitas Reliabelitas
Usia Skrining
- Nutrisionis, namun banyak dibantu oleh perawat untuk skrining yang berkala, karena ahli gizi
jumlahnya terbatas. (Pramudia Khansa)
G. HIPOTESIS
Dikusi Kelompok 1
2. Berapa jumlah nutrisionis yang dapat mengoptimalkan skrining gizi berdasarkan tipe rumah sakit?
Jawaban :
Teknikal Registered Kebutuhan Tenaga
Rumah Sakit Registered Dietisien
Dietisien Gizi
Kelas A (PGRS, 2013)
56 16 72
(Faadiyah)
Kelas B (PGRS, 2013)
22 15 37
(Faadiyah)
Kelas C (Kemenkes,
18 12 30
2013) (Alfa)
- Jika dalam suatu rumah sakit belum terdapat Registered Dietisien yang bertugas di rumah sakit
tersebut, maka kewenangan Registered Dietisien diberikan kepada tenaga gizi yang ada. Tenaga
gizi sendiri juga diberi kesempatan untuk memenuhi kualifikasi Registered Dietisien serta dapat
melakukan peningkatan kemampun agar kualifikasi tersebut terpenuhi (Kemeskes Ri, 2013).
(Ririk)
- Berikut ratio tenaga kerja tiap kelas RS :
- Setelah pasien dirawat 1-3 hari, maka dilakukan skrining sekali dalam 1-2 minggu (Almatsier,
2010) (Attifa). Pada formulir skrining SGA terdapat waktu pengisiannya pada awal (1x24 jam, hari
ke 7 dan hari ke 14 (PGRS, 2013). (Lulu)
4. Apa saja langkah-langkah yang dilakukan dalam skrining gizi? Jelaskan pula diagram alirnya!
Pasien masuk rumah sakit, kemudian pengukuran BB dan TB oleh perawat, data BB & TB
dimasukan ke form Pengkajian Keperawatan Awal, pengisian form skrining menggunakan screening
tools sesuai kebijakan rumah sakit, perawat melakukan skoring screening tools, dietisien melakukan visit
untuk melihat hasil skrining gizi, dietisien melakukan assessment gizi (Kemenkes RI,2014)(Faadiyah).
Pada saat pasien masuk rumah sakit maka akan dilakukan skrining untuk pertama kalinya,
kemudian apabila pasien tidak beresiko malnutrisi maka akan tetap mengikuti reskrining. Apabila pasien
tetap tidak beresiko maka pasien dapat memilih untuk ingin melanjutkan perawatan atau
menghentikannya. Sedangkan untuk pasien yang beresiko baik saat awal skrining atau saat skrining
ulang maka akan mengikuti assessment dan akan mendapatkan rencana perawatan gizi dan akan
dimonitoring apa tujuan perawatan gizi tersebut dapat tercapai (Mueller et al, 2011). (Alfa)
Pasien MRS
10 | P B L K L I N I K W E E K 1
Data dimasukan ke form
Pengukuran BB &
Pengkajian Keperawatan Awal
TB oleh perawat
Perawat melakukan
Skoring
Tidak
beresik
o Tidak
YA
Melanjutkan Menghentikan
perawatan/tidak? perawatan
Tidak
beresiko Tujuan Tercapai
Memonitoring
Reskrining pasien
pasien
Beresiko Status
berubah
AssessmentPasien Reassessment
Mengembangkan Melakukan
pasien dan
rencana rencana
memperbarui
perawatan gizi perawatan gizi
rencana
perawatannya
5. Apa saja komponen yang ada dalam formulir skrining gizi? Menghentikan
terapi
11 | P B L K L I N I K W E E K 1
a) Skrining gizi harus memiliki komponen yang dapat melihat kondisi pasien saat itu. Kondisi pasien
dapat dilihat dari IMT, yang berhubungan dengan pengukuran BB dan TB. Jika pengukuran BB
dan TB ternyata tidak memungkinkan, maka dapat memakai pengukuran LILA atau tinggi lutut
(Kondrup, 2003). (Attifa)
b) Apakah kondisi pasien stabil? Dilihat dari penurunan BB yang tidak diinginkan (Djaiz, 2014)
(Yunda), jika lebih dari 5% dalam kurun waktu 3 bulan maka penurunan BB dianggap signifikan
sehingga dapat diidentifikasikan adanya kemungkinan terjadi malnutrisi. Kestabilan kondisi
pasien juga sangat menentukan langkah selanjutnya (Kondrup, 2003). (Pramudia Khansa)
c) Akankah kondisinya memburuk? Komponen ini terjawab dengan menanyakan apakah asupan
makanan menurun sejak awal skrining, dan bisa ditanyakan seberapa banyak penurunan BB yang
terjadi serta sudah berapa lama penurunan BB itu terjadi. Hal ini bisa dilihat dari data asupan
makanan pasien saat di rumah sakit. Jika asupan makana pasien dalam sehari lebih rendah dari
kebutuhan asupan pasien, maka kemungkinan kondisi memburuk bisa terjadi (Kondrup, 2003).
(Stephani)
d) Apakah proses perjalanan penyakit mempercepat kejadian malnutrisi? Misalnya terjadi
penurunan nafsu makan tetapi ada peningkatan kebutuhan gizi, seperti pada stress metabolik
(Kondrup, 2003). (Lulu)
e) Komponen standar yang umumnya digunakan dan tercantum pada form skrining yaitu TB, BB,
perubahan BB tanpa disengaja, alergi makanan, diet, data laboratorium, perubahan nafsu
makan, kebisaan BAB, mual/muntah, ketidakmampuan menelan dan mengunyah, dan diagnosis
(Wira, 2017). (Nur Amaliah)
12 | P B L K L I N I K W E E K 1
Growth- 0 : resiko tinggi - Kappa
Kids) rendah dengan kronis : 0
1-3 : resiko lama (Wonopu
sedang inap tri, 2014)
4-5: resiko (Misrina, (Attifa)
tinggi 2014)
(Tsabita
h)
- Spes;
49,1%
(Teixeira
, 2016)
(Stepha
ni)
2. Anak-anak SGNA - Antropome Kuisioner Memakan - Sensitiv Kappa:
(usia 30 (Subjecti tri mendetail, waktu yg itas: 0,28
hari- 17, 9 ve Global - Tes Mudah dapat sangat lama 96,5 % (Joosten,
tahun) Nutrition laboratoriu digunakan pada dan mahal - Spesifis 2013)
(Misrina, Assessm m, bayi (Moeni, 2012) ity : (Pramudia
2014) ent) - Asupan 72,5 % Khansa)
(Tsabitah) makan, (Teixeir
- Gejala GI a,
((Misrina 2016)
2014) (Steph
(Tsabitah) ani)
Cut off:
- Normal :
pertumbuh
an dan
perkemban
gan
normal,
intake
adekuat,
13 | P B L K L I N I K W E E K 1
tidak ada
gejala
saluran
cerna,
fungsi
tubuh
normal
- Malnutrisi :
penurunan
BB,
penurunan
intake, imt
normal
- Malnutrisi
berat :
adanya
penurunan
pada
semua
indikator
dan stres
metabolik
(Dona eta
al, 2012)
(Yunda)
14 | P B L K L I N I K W E E K 1
Paediatri antropome - Adanya
c) tri overdiagnosi
s
Cut off : (Wonoputri,
Resiko 2014)
rendah, (Attifa)
sedang, dan - Membutuhk
tinggi an waktu yg
cukup lama
(Joosten,
2013)
(Khansa)
4. Anak-anak PYMS BMI, Mengevaluasi Tidak terdapat Sensitivit Kappa:
(1-16 (Paediatr penurunan tingkat komponen as :59% 0,53
tahun) ic Yorkhil bb, riwayat keparahan dampak dari (Joosten (Joosten
(Moeeni, Malnutrit makan, penyakit (Joosten penyakit hulst, hulst,
2012) ion keparahan Hulst, 2014 pasien 2014) 2014) (Nur
(Nissa) Score) penyakit disitasi oleh kedepannya( (Nur Amaliah)
(Wonoputri wonopurei et al Moeeni et al, Amaliah)
et al, 2014) 2014) (Ririk) 2012 disitasi
(Ririk) oleh Spesifisit
wonoputri as :92%
- Skor 0 : 2014) (Ririk) (Texeira,
tidak 2016)
berisiko (Stephan
- 1-2 : resiko i)
rendah
- Lebih dari 2
: resiko
tinggi
(Moeeni,
2012 )
(Faadiyah)
5. Usia lebih SPNRS Kondisi Memberi hasil yg Membutuhka Kappa:
dari 1 (Simple patolgis signifikan terkait n waktu yg 0,175
15 | P B L K L I N I K W E E K 1
bulan Pediatric pasien, dengan lama (2 hari) (Novianti
sampai 18 Nutrition intake malnutrisi (Moeeni, et al, 2017)
tahun al Risk makanan, (Moeeni, 2017) 2017) (Yunda)
Score) nyeri (Lulu) (Faadiyah)
Cut off :
- Skor 0
:tidak ada
nyeri,
intake
makanan
lebih dari
50%,
penyakit
pada
grade 1
- Skor 1-2:
ada nyeri,
intake
makanan
kurang
dari 50%,
penyakit
pada grad
e2
- Skor 3:
ada nyeri,
penyakit
pada
grade 3,
intake
makanan
kurang
dari 50%
(Novianti
16 | P B L K L I N I K W E E K 1
et al,
2017)
(Yunda)
6. Dewasa NRS BMI, Cocok dengan Tidak cocok - Sudah Ada
akut, bisa (Nutritio perubahan pasien penyakit untuk pasien teruji di persetujua
juga untuk nal Risk BB, akut, dapat lansia, uji n yang baik
anak-anak Screenin penurunan mengcover membutuhka retrospe antara ahli
(Moeeni, g) asupan berbagai kategori n pelatihan ksti dan gizi,
2012) makanan, penyakit, dapat khusus prospek psikolog
(Lulu) tingkat memprediksi tif. dan
keparahan outcome positif - Memiliki perawat
penyakit dari dukungan validitas
gizi yang yang Kappa :
- 0: tdk diberikan tinggi 0,67
berisiko terhada (Moeeni,
- 1-2: resiko p 2012)
redah dampak
- 3-4: resiko dukunga
sedang n gizi
- ≥5: resiko dan
tinggi, mengur
dilakukan angi
oleh staff lama
medis dan rawat
perawat pasien
(Misrina, - Spesifisit
2014) as :
(Tsabitah) 82,4%
- Faktor - Sensitifit
stress as :
(Stratto, 65,7%
2004) (Moeeni,
(Ririk) 2012)
b. Kategori Dewasa
17 | P B L K L I N I K W E E K 1
7. Dewasa MST Penurunan Mudah dilakukan - Hanya Telah - Telah
Akut (Malnutri BB dan dan cepat serta penurunan dikomper disetujui
tion penurunann tidak bergantung asupan dan dengan 2
Screenin asupan nilai penurunan SGA dietisien
g Tool) makan antropometri BB dalam
dan nilai lab. - Tidak bisa Sensitivit 22/23
1-0 : asupan diterapkan as 93%, kasus
makan pada pasien hasil
0-4: dengan Spesivisit kappa:
penurunan gangguan as 93%, 0,88,
BB komunikasi persertuj
(Attifa) uan
Total skor ≥2: (Herawati, dietisien
menandakan 2914) dan
adanya - Tidak dapat assisten
malnutrisi digunakan nutrisioni
(NEMO, untuk ibu s dalam
2017) hamil, 27/29
menyusui kasus
Skor dan pasien kappa:
penurunan yang sedang 0,93
BB: dalam
1-5 kg: 1 pengobatan
6-10 kg: 2 kejiawan
11-15 : 3 (Wira, 2017)
> 15 : 4 (Nur
Amaliah)
- Hanya bisa
dikategorika
n berisiko
malnutri dan
tidak
berisiko
malnutrisi,
tanapa ada
18 | P B L K L I N I K W E E K 1
kategori
beratmalnut
risinya
(Khansa)
(Herawati,
2014)
Cut off :
- 0-2 : tidak
berisiko
malnutrisi
19 | P B L K L I N I K W E E K 1
- ≥3:
berisiko
malnut
9. Dewasa MUST ( -BMI, persen - Validitasnya Nilai spesifitas Sesitifitas Kappa:
Malutriti penurunan hampir sama tidak lebih : 94% 0,88-1
on BB yang tidak dengan tools tinggi dari (Kondrup,
Universal disengaja lainnya SNST (Andini, Spesifisit 2003)
Scrrening selama 3-6 - Bisa 2017) (Attifa) as: 66,3% (Alfa)
Tool) bulan, dan dilakukan (Andini,
penyakit oleh semua 2017) Kappa:
berat dan tenaga medis (Attifa) 0,532
serius (Kondrup, (Andini,
(Straton, 2003) (Alfa) 2017)
2004) (Alfa) - Dapat (Attifa)
digunkan
pada pasien
yang BB dan
TB nya tidak
dapat diukur,
cepat dan
konsisten
(BAPEN,
2011) (Nissa)
10. Dewasa SGA Riwayat Dapat - Tidak efisien, Sesitivita Kappa:
medis, mengidentifikasi tidak ringkas, s :84,3 % 0,803
(Gejala GI, pasien yang membutuhka (Kondrup,
kapasitas sudah mengalami n waktu yang Spesifisit 2003)
fungsioanal atau sudah lama, hanya as : (Lulu)
dan malnutrisi saat dapat 91,4%
kebutuhan MRS dilakukan oleh (Poulia, Kappa:
gizi) ahli gizi, 2012) 0,707
(Herimawan, tergantung (Attifa) (Poulia,
2011) (Nissa) pada 2012)
antropometri (Attifa)
20 | P B L K L I N I K W E E K 1
Pemeriksaan dan
fisik, per BB, laboratorium
per asupan
nutrisi ,
oedem dan
asites
(Herimawan,
2011)(Nissa)
11. Dewasa PG-SGA Sama dengan Mudah Kemungkinan
(Wira,201 (Patent SGA digunakan untuk terjadi bias
7) Generate penderita kanker karena diisi
(Amaliah) d oleh pasien
Subjectiv sendiri
e Global
Asessme
nt)
12. Dewasa PNI Mengindikasi Mampu Jarang
(Wira,201 (Prognos dari memprediksi digunakan
7) tic buruknya resiko morbiditas
(Amaliah) Nutrition outcome dan mortalitas
al Index) setelah pasien setelah
pembedahan pembedahan
13. Dewasa SNAQ BB, Nafsu Sederhana dan Kurang
(Wira,201 (Short makan, dan cepat spesifik dan
7) Nutrition penggunaan terlalu
(Amaliah) al suplemen sederhana
Asessme
nt
Question
naire)
c. Usia Lansia
14. Usia lansia MNA ( - Asupan Mampu Tidak terdapat Sensitivit Nilai kappa
Mini makan memberikan tingkat as: : 0,95
Nutrition berkurang intervensi awal parameter 97,9%, (Hosmer et
selama 3 untuk keparahan al, 2000
21 | P B L K L I N I K W E E K 1
Asessme bulan meningkatkan penyakit Spesitifit disitasi
nt) terakhir, kualiatas hidup, (Secher, 2008) as : 100% oleh young
- Penurunan memounyai (Attifa) (Baek et al 2013)
BB dalam akurasi yg tinggi and Heo,
kurun 2015)
waktu 3 (Nadya)
bulan
terakhir,
- Morbilitas,
- Tekanan
psikologis
- Penyakit
berat
dalam tiga
bulan
terakhir,
- Gangguan
neurosikolo
gis,
- IMT,
- Lingkar
betis
15. Lansia MRST Pengukuran Tingkat validitas Kurang - Sensitif Kappa 0,84
diatas 65 (Malnutri antropometri dan reliable spesifik ity 66,7
tahun tion Risk , klinis, tinggi %
(Wira,201 Screenin fungsional, - Spesifis
7) g Tool- dan status ity
Hospital) sosial 96,2%
ekonomi
16. Lansia NRI ( Serum Digunakan dalam Menggunakan
(Wira,201 Nutrition albumin, dan percobaan klinis data BB actual
7) al Risk BB actual
Index)
22 | P B L K L I N I K W E E K 1
17. Lansia GNRI ( Serum Akurat dan Perlu ada - Sensitiv
(Wira,201 Geriatric albumin, dan sederhana perhitungan itas
7) Nutrition BB 82,14
Risk %
Index) - Spesifis
itas
63,64
%
18. Lansia HPI Serum Hipersensitifit
(Wira,201 (Hospital albumin as lambat
7) Prognisti
c Index)
Tools yang paling baik :
1. Dalam buku NCP menyebutkan bahwa alat skrining yang paling tepat sasaran pada anak
adalah PYMS dan sudah sangat direkomendasikan.
2. Pada orang dewasa alat skrining yang paling tepat adalah MUST karena memiliki validitas
internal dan eksternal yang baik dan outcome yang yang baik pula, selain itu NRS juga
skrining tool yang tepat juga untuk dewasa karena sederhana dan mudah untuk
digunakan.
3. Sedangkan pada lansia yang paling tepat adalah dengan menggunakan MNA karena
pertanyaanya sederhana dan jawabannnya mudah (Handyaani, 2015). (Attifa)
23 | P B L K L I N I K W E E K 1
Pasien Masuk Rumah Sakit
Skrining Gizi
Manfaat :
Prinsip : Tujuan :
- Memperbaiki fungsi tubuh
- Menentukan masalah gizi, intervensi gizi
Sederhana Mengidentifikasi pasien yang berisiko
lebih lanjut.
Efisien - Tepatnya intervensi gizi, sehingga bisa malnutrisi dan tidak berisiko mal
Reliable terhindar dari malnutrisi dan proses nutrisi
Murah penyembuhan pun bisa lebih cepat
Cepat - Menghindari terjadi komplikasi
- Mempercepat penyembuhan penyakit dan
Tidak beresiko
mempersingkat masa pemulihan Jumlah ahli gizi yang
- Mempercepat penyembuhan luka
dibutuhkan
RS tipe A : RD = 56 ; TRD = 16
RS tipe B : RD = 22 ; TRD = 15
Komponen : RS tipe C : RD = 18 ; TRD = 12
RS tipe D : RD = 9 ; TRD = 14
Kondisi
pasien saat
ini
Kestabilan Menentukan instrumen yang tepat sesuai dengan kelompok
pasien ©
umur
Perkiraan
keadaan
memburuk
Pengaruh
penyakit:
Dewasa Anak – anak : Lansia :
terhadap
gizi
MUST PYMS MNA
status
NRS 2002
Dilakukan dalam waktu 1 x24 jam setelah pasiern masuk Rumah Sakit
24 | P B L K L I N I K W E E K 1
Analisa berdasarkan skor
Asuhan gizi
Skrining ulang berkala
ADIME
25 | P B L K L I N I K W E E K 1
BAB II
KEGIATAN Skill’s LABORATORIUM
A. WAKTU PELAKSANAAN
B. PENUGASAN
C. HASIL
D. HAMBATAN SAAT SKILL LAB
26 | P B L K L I N I K W E E K 1
BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMEDASI
A. KESIMPULAN
1. Telah dipahami mengenai tujuan, manfaat, prinsip dari skrining gizi.
2. Memahami algoritma dari skrining gizi. Pasien masuk rumah sakit, lalu dalam 1x24 jam dilakukan
skrining. Jika pasien beresiko malnutrisi, maka akan direncanakan tahapan asuhan selanjutnya.
Sedangkan jika pasien tidak beresiko malnutrisi, maka akan dilakukan skrining ulang dalam kurun
waktu satu minggu setelahnya.
3. Telah diketahui dan dipahami terkait alat/tool untuk melakukan skrining, seperti nama dan jenis dari
screening tools, pembagian screening tools berdasarkan kelompok usia (anak-anak, dewasa, lansia),
indikator dan cut off dari masing-masing screening tool, kelebihan serta kekurangannya, dan
validitas serta realibilitas nya.
B. REKOMENDASI
Skenario ini dapat menambah pengetahuan dan membuat mahasiswa semakin memahami segala hal
yang berkaitan dengan skrining gizi. Pada skenario ini terdapat pernyataan yang membuat tujuan
spesifik membahas skrining sedikit terpecah, pernyataan tersebut adalah dikelolanya setiap bangsal
hanya oleh satu nutrisionis. Walaupun begitu, tujuan pembelajaran dari skenario ini tetap spesifik.
Diharapkan kejelasan tujuan pembelajaran ini dapat dipertahankan.
27 | P B L K L I N I K W E E K 1
BAB IV
REFERENSI / DAFTAR PUSTAKA
Andini, R. and Sulistyoningrum, D. C. (2017) ‘Studi komparasi beberapa metode skrining penilaian status
gizi pada pasien dewasa rawat inap rumah sakit’, 14(2), pp. 64–71.
Azad, N. et al. 1999. Nutrition Survey in an Elderly Population Following Admission to a Tertiary Care
Hospital. Cmaj, 161(5), pp. 511–515.
Baek, M. H. and Heo, Y. R. (2015) ‘Evaluation of the efficacy of nutritional screening tools to predict
malnutrition in the elderly at a geriatric care hospital’, Nutrition Research and Practice, 9(6), pp.
637–643.
Charney, P. (2008) ‘Nutrition screening vs nutrition assessment: How do they differ?’, Nutrition in
Clinical Practice, 23(4), pp. 366–372.
Djais, Julistio. 2014. Validity of Nutritional Screening Tool for Hospitalized Children. Journal of Nutrition
and Metabolism : 1-6
Donna et al. 2012. How to perform Subjective Global Nutrition Assessment in Children. Academy of
Nutrition and Dietetics 112 : 424-431
Handayani D., dkk. 2015. Nutrition Care Process. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Herawati, Triwahyu, S. and Alamsyah, A. (2013) ‘Metode Skrining Gizi di Rumah Sakit dengan MST Lebih
Efektif dibandingkan SGA Nutrition’, Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(1), pp. 66–69.
Joosten, Koen F,., Hulst, Jessie M. 2013. Nutrition Screening Toolsfor Hospitalized Children :
Methodological Considerations ; ELSEVIER
KEMENKES RI. 2013. Panduan Gizi Rumah Sakit
KEMENKES RI. 2014. Panduan Asuhan Gizi Terpadu
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Pedoman PGRS Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), pp. 1689–1699.
Kondrup, J. et al. (2003) ‘ESPEN guidelines for nutrition screening 2002’, Clinical Nutrition, 22(4), pp.
415–421.
Kondrup, J. et al. (2003) ‘Nutritional risk screening (NRS 2002): A new method based on an analysis of
controlled clinical trials’, Clinical Nutrition, 22(3), pp. 321–336.
Larasati, Meirina Dwi. 2017. Hubungan Faktor Resiko Malnutrisi dan Kadar Albumin Serum Terhadap
Lama Rawat Inap Pasien Kanker Ginekologi. Semarang. Jurnal Kedokteran Brawijaya
28 | P B L K L I N I K W E E K 1
Moeeni. Vesal dkk. 2012. Nutritional Risk Screening Tools In Hospitalised Children. International Journal
of Child Health and Nutrition, 1:39-43
Mueller et al. 2011.Nutrition screening, Assessment, and Intervention in Adults. Journal of parenteral and
enteral nutrition volume 35 no.1. (Online) (https://www.ncbi.nlm.gov/pubmes/21224430).
Diakses 25 Agustus 2018
NEMO. 2017. Validated Malnutrition Screening and Assessment Tools : Comparison Guide
Novianti et al. 2017. Screening for Nutritional Risk in Hospitalized Children : Comparison of Two
Instrument. Jurnal Paediatrica Indonesia 57(3) : 117-123
Poulia, K. A. et al. (2012) ‘Evaluation of the efficacy of six nutritional screening tools to predict
malnutrition in the elderly’, Clinical Nutrition. Elsevier Ltd, 31(3), pp. 378–385
Rasmussen et al. 2010. Measuring Nutritional Risk in Hospital. Clinucal epidemiology 2010 : 209-216
Secher, M. et al. (2008) ‘The Mini Nutritional Assessment (MNA) after 20 years of research and clinical
practice’, Reviews in Clinical Gerontology, 17(4), pp. 293–310.
Small, sarah ross. 2010. Dietitians Use and Perceptions of Nutrition Screening Tools dor The Older Adults.
University of Kentucky Master Theses.
Stratton, R. J. et al. 2004. Malnutrition in Hospital Outpatients and Inpatients: Prevalence, Concurrent
Validity and Ease of Use of the “Malnutrition Universal Screening Tool” (“MUST”) for Adults.
British Journal of Nutrition, 92(05), p. 799.
Sudoyo, A. dkk (2009) ‘Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam’, pp. 395–7.
Teixeira A.F., Viana K.D.A.L. 2016. Nutritional Screening in Hospitalized Pediatric Patients: A Systematic
Review. J Pediatr (Rio J), 92(4): 343-352
United For Clinical Nutrition. Why Are Screening and Assessment Important?. (Online).
(https://www.unitedforclinicalnutrition.com/.../why-are-scree...). Diakses pada 26 Agustus
2018.
Winka, Wardani. 2013. Ketenagaan di Instalasi gizi. (Online),
(https://www.slideshare.net/mobile/winkawardhani/k-etenagaan-di-instalasi-gizi). Diakses 25
Agustus 2018 jam 19.45 WIB
Wira, Nenik. Dkk. 2017. Asessment Gizi. Yogyakarta : Transmedika
Wonoputri, N., Djais, J. T. B. and Rosalina, I. 2014. Validity of Nutritional Screening Tools for Hospitalized
Children. Journal of Nutrition and Metabolism. Hindawi Publishing Corporation, 2014(June).
Young, A. M. et al. 2013. Malnutrition Screening Tools: Comparison Against Two Validated Nutrition
Assessment Methods in Older Medical Inpatients. Nutrition. Elsevier Inc., 29(1), pp. 101–106.
29 | P B L K L I N I K W E E K 1
BAB V
TIM PENYUSUN
D. FASILITATOR
Alma Maghfiratun dan Fuadiyah Nila Kurniasari, S.Gz, MPH.
E. PROSES DISKUSI
1. KEMAMPUAN FASILITATOR DALAM MEMFASILITASI
Fasilitator mampu membuat diskusi berjalan secara mandiri, dan juga mampu memberikan
masukan atau umpan balik di saat yang tepat.
2. KOMPETENSI/HASIL BELAJAR YANG DICAPAI OLEH ANGGOTA DISKUSI
- Mahasiswa mampu memahami tujuan, manfaat, prinsip, dari skrining gizi.
30 | P B L K L I N I K W E E K 1
- Mahasiswa memahami berbagai alat/tool yang digunakan dalam skrining gizi dan mampu
menganalisa serta memahami alat/tool skrining yang terbaik untuk masing-masing
kelompok usia.
31 | P B L K L I N I K W E E K 1