Anda di halaman 1dari 3

Pembangunan Politik Penulis: Oleh : EM Osykar, S.

W Alumni Fisipol Universitas Gadjah Mada edisi: 13/Sep/2008 wib MAKNA dan penggunaan istilah pembangunan politik masih bersifat ambigu dan tidak jelas (imprecision). Variasi maknanya amat luas. Pembangunan politik sering begitu saja disamakan dengan demokrasi, dengan modernisasi, dan lain-lain. Di era Orde Baru misalnya menggunakan terminologi pembangunan politik untuk menamai program-program depolitisasi kehidupan warganya. Namun demikian dari tebaran makna dan ide pembangunan politik, ada beberapa konsep kunci yang sering muncul. Konsep-konsep inilah yang dipetakan Lucian Pye dalam tulisannya The Meaning of Political Development. Menarik untuk dikupas lebih lanjut dalam tulisan ini mengenai berbagai konsep pembangunan politik yang menurut hemat penulis, ada 5 pendekatan yang dapat dikerucutkan dalam mendefinisikan pembangunan politik dari apa yang telah dipetakan Lucian Pye. Yang tentunya secara luas menjadi pedoman dan dipakai oleh berbagai kalangan politisi sebagai langkah politik mereka terutama di masa transisi demokrasi di Indonesia saat ini. Pembangunan politik adalah syarat politik berlangsungnya pertumbuhan ekonomi. Ketika para ahli diminta mengidentifikasi apa persoalan yang dihadapi oleh pertumbuhan ekonomi, jawaban mereka adalah bahwa kondisi sosial dan politik yang harus bisa lebih berperan. Kalangan ini meyakini pembangunan politik sebagai kondisi kepolitikan (state polity) yang harus memfasilitasi pertumbuhan ekonomi. Cara pandang seperti ini memiliki persoalan karena lebih mudah memprediksi kemungkinan sistem politik melindungi pembangunan ekonomi yang sudah dicapai (misalnya dengan mempertahankan stabilitas) daripada memfasilitasi (merintis) pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Pembangunan politik adalah modernisasi politik. Pandangan ini mirip dengan konsep sebelumnya yakni masih berkaitan dengan prestasi ekonomi. Prestasi ekonomi terutama dalam hal industrialisasi-isme dianggap sebagai kondisi puncak yang menyelesaikan semua masalah, dan harapan yang sama dibebankan pada pembangunan politik. Konsep seperti ini sudah dikritik oleh penganut relativisme kultural yang mempertanyakan Barat sebagai ukuran standar dan universal untuk semua sistem politik di dunia ini. Pertanyaan yang pertama kali perlu dijawab adalah apakah pembangunan politik ditujukan untuk meningkatkan kapasitas sebuah negara dalam kepolitikannya seperti parpol, administrasi sipil yang rasional, dan badan legislatif? Kalau jawabannya adalah iya, maka muncul persoalan etnosentrisme Barat di sini, karena semua unsur itu memang menjadi karakter Barat. Kalau jawabannya hanya sebatas tercapainya tujuan-tujuan dari elemen politik tersebut, maka akan banyak persoalan lokal yang muncul. Pembangunan Politik sebagai salah satu bentuk dari mobilisasi massa dan partisipasi. Karena pembangunan politik adalah menyangkut peran warganegara dalam bentuk kesetiaan barunya terhadap negara. Pemimpin dan pengikut merasa pembangunan politik makin berkualitas dilihat dari tingkat demonstrasi di seluruh negeri. Pembangunan politik memang menyangkut partisipasi warganegara. Namun yang harus juga dipikirkan adalah bahaya adanya emosionalisme

warganegara yang diolah oleh demagog. Karenanya penting menyeimbangkan gelora, sentimen warganegara dengan tertib politik. Inilah proses demokrasi yang sesungguhnya. Pembangunan politik sebagai bentuk stabilitas dan perubahan sosial. Mereka yang berpendapat bahwa demokrasi tidak konsisten dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat, memahami pembangunan semata-mata soal ketertiban ekonomi dan sosial, karenanya konsep kapasitas untuk perubahan yang teratur menjadi penting dalam pandangan ini. Pembangunan politik adalah mobilisasi dan kekuasaan. Pengakuan bahwa sistem politik harus bermanfaat bagi masyarakat membawa kita pada pemahaman soal kapabilitas sistem politik. Kalau ada argumen bahwa demokrasi akan mengurangi efisiensi, berarti tingkat efisiensi politik bisa diukur. Artinya lagi, sistem politik dapat dievaluasi dari bagaimana kekuasaan absolute bekerja memobilisasi. Sistem yang tidak stabil akan beroperasi dengan margin kekuasaan yang rendah, dan para pengambil keputusan adalah lembaga-Iembaga impotent untuk mampu mencapai tujuan-tujuan politik. Konklusi Untuk mengambil satu kerangka filosofis dari tebaran pendekatan ini, akan ada gunanya melihat secara sekilas berbagai pemaknaan pembangunan politik demi mengisolasi mana yang paling penting dari kesemuanya. Dari lima itu, ada dua karakter dari semuanya tentang pembangunan politik; Semangat Persamaan, di semua pengertian pembangunan politik selalu ada semangat menyertakan warganegara dalam proses politik. Persamaan adalah prinsip universal, dapat diterapkan di semua proses impersonal. Persamaan juga berarti terbukanya kesempatan bagi warga negara dalam proses rekrutmen jabatan-jabatan publik dengan menggunakan standar obyektif, dan bukan askriptif. Kapasitas Sistem Politik, kapasitas berkaitan dengan output dalam proses politik. Kapasitas juga berarti: kondisi yang mempengaruhi performa dan kondisi proses pemerintahan, efektifitas dan efisiensi dalam penerapan kebijakan publik, dan kapasitas yang berkaitan dengan rasionalitas dalam proses administrasi dan orientasi kebijakan, baik yang populis maupun yang tidak populis. Alhasil, mengalir dari deskripsi singkat di atas, pembangunan politik dapat dirumuskan penulis sebagai proses linear, yang dimulai dari pendekatan ekonomi sebagai pondasi awal dari syarat menuju terciptanya stabilitas politik. Jadi, upaya menciptakan stabilitas dan pencapaian prestasi ekonomi yang signifikan dalam mensejahterahkan masyarakat adalah dua kata kunci yang menjadi ambisi kajian pembangunan politik. Sejauh mana jalannya pembangunan politik dalam mengantarkan kestabilan politik di negara ini, tentunya akan sangat tergantung dari dua karakter tersebut, jika terjadi inkoherensi antara keduanya, maka yang akan tercipta adalah instabilitas politik, kekerasan dan revolusi. Sudah siapkah rakyat kita menjalaninya? Waktu akan menjawabnya. (*) http://cetak.bangkapos.com/opini/read/235/Pembangunan+Politik+.html

Saat ini paradigma pembangunan politik mengacu pada sebuah pembangunan ekonomi atau

modernisasi. Berdasarkan pendekatan deskriptif analitis, menganggap bahwa perbedaan antara Negara dunia pertama atau Negara maju dengan Negara dunia ketiga atau Negara berkembang dalam hal pembangunan politik adalah dikarenakan Negara maju lebih stabil, tingkat kemakmuran yang tinggi dan merata, sehingga dapat dengan mudah dalam hal pembangunan politik. Para penganut paham modernisasi menyatakan bahwa untuk dapat mencapai kemajuan suatu bangsa, khususnya bagi Negara dunia ketiga adalah dengan cara modernisasi dan mau membuka diri terhadap dunia luar secara bebas. Isu ini seolah menjadi senjata bagi Negara maju untuk melakukan ekspansi kepada Negara berkembang dan Negara miskin, baik itu ekspansi sumberdaya maupun ekspansi ideologi. Pertumbuhan ekonomi memiliki kaitan yang erat dengan pembangunan politik yang dijalankan oleh suatu negara. Kebijakan pembangunan membawa dampak pada pertumbuhan ekonomi suatu negara, namun demikian pertumbuhan ekonomi semata tidak dapat dijadikan ukuran keberhasilan sebuah pembangunan. Pertumbuhan ekonomi pada negara terbelakang dapat dijelaskan sebagai suatu bentuk ketergantungan dengan negara maju. Wujud ketergantungan tersebut kini dalam bentuk kesatuan ekonomi kapitalis dunia. Pembangunan politik negara terbelakang memiliki peran dalam menentukan pertumbuhan ekonomi. Negara terbelakang hendaknya mampu menghasilkan jenis komoditas yang beragam, sehingga tidak tergantung pada hasil perdagangan (yang tidak seimbang) satu jenis komoditas saja. Kapitalisme yang telah melanda seluruh dunia mau tidak mau harus dilawan dengan mewujudkan sistem ekonomi yang mandiri. Sistem ekonomi sosialis yang selama ini dianggap sebagai tandingan dari kepitalisme ternyata menurut Wallerstein sama halnya dengan kapitalisme. Negara dipandang sebagai sebuah badan usaha bersama yang menguasai alat produksi dan melakukan eksploitasi. Kemandirian ekonomi harus menjadi konsep pembangunan yang dianut negara terbelakang untuk melawan kapitalisme. Berbagai ulasan tentang modernisasi yang telah disajikan di depan membawa kita pada pertanyaan akhir yang layak untuk didiskusikan. Modernisasi masih bisakah dipertahankan sebagai perspektif pembangunan bangsa kita. Modernisasi tentu harus kita oleh lebih jauh lagi dan tidak menerimanya sebagai teori Tuhan yang berharga mati. Perbaikan-perbaikan konsep modernisasi yang diselaraskan dengan budaya serta pengetahuan lokal masyarakat akan menjadi sebuah konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan dan kemanusiaan.

http://www.scribd.com/doc/54276349/7/PERTUMBUHAN-EKONOMI-DANPEMBANGUNAN-POLITIK

Anda mungkin juga menyukai