PENGERTIAN PEMBANGUNAN
POLITIK
PRASYARAT PEMBANGUNAN
POLITIK
Terdapat istilah tantangan, prasyarat, hambatan
dan persoalan untuk menggambarkan bebrapa
krisis pembangunan politik, krisis ini merupakan
dampak modernisasi yang melairkan tidak
seiramanya kecepatan perubahan dengan proses
pelembagaan politik.
Krisis pembangunan politik tersebut, diantaranya
krisis identitas, krisis integrasi, krisis penetrasi,
krisis partisipasi,, krisis distribusi. Beberapa
bentuk krisisi ini merupakan bentuk krisis
legitimasi politik dari dalam negeri dalam negaranegara berkembangt
TEORI MODERNISASI
PEMBANGUNAN POLITIK
Teori perubahan politik merupakan bagian dari teori sistem umum, dari teori umum
berkembang menjadi teori perbandingan politik sistem modern dan tradisional,
perhatiannya pada awalnya kepada proses-proses sejarah, bergeser kepada prinsip
konsep-konsep yang digunakan dalam pembangunan politik, kemudian naik lagi menjadi
abstraksi tinggi tentang teori-teori umum perubahan politik.
Salah satu kelemahan pendekatan perubahan dalam pembangunan politik adalah terlalu
menekankan kepada arah perubahan, tetapi kurang memperhatikan obyek perubahan
itu sendiri. Huntington memperbaiki teori perubahan politik melalui cara identifikasi
komponen-kompoen yang mengalami perubahan dalam sistem politik, lahu perubahan
tersebut, serta pengaruh perubahan tersebut terhadap perubahan yang terjadi dalam
komponen-komponen sistem politik lainnya.
Huntington mengidentifikasi beberapa komponen sistem politik yang mengalami
perubahan, diantaranya; kultur, struktur, kelompok, kepemimpinan dan kebijaksanaan.
Kelima komponen ini mengalami perubahan, tetapi kecepatan perubahan pada masingmasing komponen berbeda dari suatu sistem politik dengan sistem politik lainnya.
Perbedaan laju perubahan ini ditentukan oleh skala prioritas perubahan yang diinginkan.
Dari proses identifikasi komponen yang mengalami perubahan, laju perubahan dan
pengaruh perubahan terhadap perubahan komponen lainnya, maka dapat diketahui
bentuk perubahan sistem politik apakah berada dalam kategori stabilitas, stagnan,
instabilitas (ketidaksabilan politik) atau revolusi.
PELURUHAN LEMBAGA
POLITIK
Pendekatan peralihaan dari teori statis menjadi dinamis teori perubahan politik diantaranya
dikemukakan oleh Huntington (1968). Menurutnya, pembangunan ekonomi yang lahir dari proses
modernisasi melahirkan dampak terhadap lembaga politik, pembangunan lembaga politik tidak
berkaitan dengan modernisasi ekonomi. Tetapi, justru sebaliknya pembangunan lembaga politik
merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan melalui sarana
untuk menahan dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh proses modernisasi tersebut.
Tuntutan peluasan partisipasi ini jika tidak diimbangi oleh pelembagaan politik yang kuat, maka
akan melahirkan peluruhan politik. Sementara, perluasan partisipasi politik muncul dari akibat dari
proses mobilisasi politik terhadap frustrasi sosial yang muncul dari kesempatan ekonomi
dibandingkan dengan mobilitas sosial yang muncul dari proses modernisasi tersebut
Upaya dalam mencapai tujuan pembangunan dicapai melalui pembentukan stabilitas melalui
pelembagaan politik yang kuat yang dilakukan melalui pembatasan terhadap masuknya kelompok
baru ke dalam rekruitmen politik, pembatasan mass media serta jenjang pendidikan yang lebih
tinggi sebagai model konservatif, dibandingkan daripada model dialektikal antara tuntutan dan
kapasitas yang terjadi dalam mengimbangi tuntutan yang lahir sebagai akibat pembangunan dari
politik
Upaya untuk membentuk lembaga politik yang kuat Kemudian, hubungan antara dampak ekonomi
dan sosial terhadap pelembagaan politik diuji oleh Huntington dan Nelson melalui hubungan antara
pembangtunan ekonomi dengan demokrasi, dalam hubungan tersebut ditemukan tidak ada
demokrasi politik yang bisa dilahirkan dari proses pembangunan yang dimulai dari tujuan
pembangunan ekonomi. Karenanya, proses pembangunan lebih membutuhkan lembaga politik yang
kuat dan bisa menahan tuntutan perluasan partisipasi politik yang lahir dari dampak sosial dan
ekonomi modernisasi.
STRATEGI PEMBANGUNAN
LEMBAGA POLITIK
SELEKSI KEPEMIMPINAN
POLITIK
Seleksi adalah sebuah proses dimana semua persyaratan yang diperlukan untuk peranan
politik dapat diwujudkan, proses tersebut berlangsung baik dalam jabatan politik maupun
administratif. Sementara itu, pengertian pembangunan jika dikaitkan dengan proses
integrasi tokoh politik ini adalah sebagai suatu kebijaksanaan pengasimilasian setiap nilainilai baru menuju kepada kemampuan yang mandiri untuk dapat bertahan dan berkembang
secara wajar.
Di negara-negara baru berkembang, tokoh tokoh pembaharu memiliki peran ganda dalam
mencapai tujuan pembangunan nasional, mereka berperan ganda dalam menjaga dua
kutub antara dorong untuk melakukan perubahan dengan tuntutan untuk memelihara
kelestarian niali-nilai traidisonal. Pelaksanaan dua peran ini ditentukan oleh dua faktor,
diantaranya,; (1) tingkat perubahan, (2). metode perubahan yang digunakan.
Dalam mengukur tingkat perubahan, terdapat beberapa upaya memelihara terdiri dengan
melaksanakan perubahan . Perbandingan penilaian terhadap proses pengangkatan tokoh
politik dalam pembangunan politik dapat dilakukan melalui penetapan indikator penelitian
melalui persoalan dilematis pengerahan tenaga dalam pembangunan
Untuk menjelaskan nilai politik dan penyebaran kekuasaan dalam pembangunan politik
dapat dilihat dari pengangkaktan tokoh-tokoh politik, pengangkatan ini dapat dilihat sebagai
akibat maupun sebagai akibat. Pengangkatan politik sebagai akibat menggambarkan
sistem nilai dalam masyarakatSebagai akibat, maka pola dan sistem pengangkatan tokohtokoh politik akan menentukan partisipasi politik dan kesempatan untuk memperoleh
status.
Crii birokrasi adalah ketegangan antara dua kutub, antara upaya penemuan
pola-pola baru serta tuntutan melestarikan nilai-nilai tradisional kuno.
Birokrasi berada dalam dua kondisi yang berbeda antara ikatan komunalisme
dengan modernisasi, pada satu sisi mereka diharapkan kepada upaya untuk
melakukan pembaruan serta menyesuaikan diri dengan perkembangan
masyarakat modern, sementara itu pada sisi lain mereka diharuskan
melaksanakan kewajiban mereka melaksanakan tradisi masyarakat. Dua
posisi yang berbeda ini menempatkan mereka sebagai agen pembaruan,
serta berperan penting dalam melaksanakan integrasi bangsa
Dalam melakukan peranan integrasi bangsa tersebut, birokrasi dijadikan
sebagai model maupun sebagai alat. Birokrasi menjadi sarana dalam
perubahan sosial dan ekonomi masyarakat dalam proses modernisasi,
sedangkan sebagai model merupakan tujuan akhir dari mobilitas karir dalam
sistem politik yang berjalan normal
Upaya untuk memperbaiki kerangka kerja birokrasi tersebut, memelukan
beberapa pertimbangan, diantaranya; masalah kebudayaan politik,tampinya
faktor etika serta perluasan aktifitas negara dan persiapan terhadap
pembentukan lembaga baru
Terdapat dua kebutuhan dalam masyarakat negara berkembang yang bertolak belakang, diantaranya
kebutuha untuk diperhtungkan keberadaan dirinya serta kebutuhan terhadap sebuah negara modern
yang efisien dan dinamis. Persoalan politik di negara berkembang adalah mensejajarkan tuntutan dua
kebutuhan tersebut, agar berjalan selaras. Sementara, kedua kebutuhan tersebut bisa menjelaskan
perbedaan antara bangsa (nation), kebangsaan (nationality) dan nasionalisme.
Beberapa penyebab kegoncangan primordial yang mungkin muncul sendiri atau bersamaan,
diantaranya. Pertama, hubungan darah (suku), Kedua, jenis bangsa (ras). Ketiga, Bahasa. Keempat,
daerah. Kelima, agama. Keenam, Kebiasaan.
konflik ikatan primordial dapat dibedakan, diantaranya. Pertama, konflik ikatan-ikatan yang terjadi
dalam sebuah negara kebangsaan . Kedua, konflik ikatan-ikatan yang terjadi di antara dua negara
kebangsaan. Perbedaan ini bisa memberikan pengertian bahwa pengelompokan suku, ras, agama,
bahasa, daerah, dan kebiasaan tersebut lebih kecil dari negara kebangsaan, serta yang lainnya
pengelompokan tersebeut berlaku di antara dua negara kebangsaaan atau territorial.
Terdapat tipologi pola keanekaragaman primordial di negara berkembang, diantaranya. Pertama, Pola
umum sederhana yang menggambarkan adanya kelompok dominan berhadapan dengan kelompok
minoritas yang mengganggu. Kedua, pola ini lebih rumit dari pola pertama dimana terdapat kelompok
sentral dalam pengertian geografis atau politis berhadapan dengan beberapa kelompok menengah
yang menentang, seperti konflik Jawa dengan luas Jawa di Indonesia. Ketiga, pola dua kutub yang
terdiri dari kelompok besar yang berhadapan secara berimbang disebabkan oleh tidak adanya
homogenitas internal dalam negeri, seperti suku Melayu dan Cina di Malaysia Sunni dengan Shiah di
Irak. Keempat, pola yang menggambarkan urutan kepentingan yang hampir sama, tanpa adanya pihak
yang dominan atau perbedaaan yang jelas, seperti di Filipina, India, Kelima, perpecahan sederhana
berdasarkan pembagian etnnis yang terdiri dari banyak kelompok kecil, seperti yang terjadi di Afrika.