MATERI :
• Batu saluran kemih
• Phimosis & paraphimosis
• Trauma urethra
• Trauma buli
• Trauma ginjal
• Torsio testis
• Orkitis
• Hidrokel
• BPH
• Striktur uretra
DEFINISI
Urolitiasis adalah proses terbentuknya batu (kalkuli) pada traktus urinarius. Kalkuli yang
ditemukan pada ginjal disebut nephrolitiasis dan kasus ini paling sering ditemukan. Jika
kalkuli ditemukan pada ureter dan vesica urinaria, berarti sebagian besar berasal dari
ginjal. Urolitiasis adalah penyebab umum adanya keluhan ditemukan darah dalam urin
dan nyeri di abdomen, pelvis, atau inguinal. Risiko menderita urolitiasis meningkat akibat
dari faktor-faktor apa pun yang menyebabkan terjadinya urin yang stasis yang berkaitan
dengan menurun atau tersumbatnya aliran urin. Komposisi batu yang terbentuk dapat
terdiri atas salah satu atau campuran dari asam urat, kalsium oksalat, kalsium fosfat,
sistin, struvit, atau xantin.
Klasifikasi batu saluran kemih dapat diklasi kasikan berdasarkan ukuran, lokasi,
karakteristik pencitraan sinar X, etiologi terbentuknya batu, komposisi batu, dan risiko
kekambuhan. Ukuran batu biasanya diklasi kasikan dalam 1 atau 2 dimensi, yang dibagi
menjadi beberapa ukuran, yaitu 5, 5-10, 10-20, dan >20 mm. Berdasarkan letak batu
dibagi menjadi lokasi, yaitu kaliks ginjal superior, medial, atau inferior, pelvis renal,
ureter proksimal atau distal, dan buli.
Berdasarkan pencitraan :
NYERI KOLIK
Reseptor nyeri pada traktus urinarius bagian atas berperan dalam persepsi nyeri dari kolik
renalis. Reseptor ini terletak pada bagian sub mukosa dari pelvis renalis, calyx, capsula
renalis, dan ureter pars superior. Terjadinya distensi yang akut merupakan faktor
penting dalam perkembangan nyeri kolik renalis daripada spasme, iritasi lokal, atau
hiperperistaltik ureter. Rangsangan pada peripelvis capsula renalis menyebabkan nyeri
pada regio flank, sedangkan rangsangan pada pelvis renalis dan calyx menyebabkan nyeri
berupa kolik renalis.
Kolik didefinisikan sebagai nyeri tajam yang disebabkan oleh sumbatan, spasme otot
polos, atau terputarnya organ berongga. Kolik renal berarti nyeri tajam yang disebabkan
sumbatan atau spasme otot polos pada saluran ginjal atau saluran kencing (ureter). Nyeri
klasik pada pasien dengan kolik renal akut ditandai dengan nyeri berat dan tiba-tiba yang
awalnya dirasakan pada regio flank dan menyebar ke anterior dan inferior.
GEJALA KLINIS
1. Batu ginjal (nefrolitiasis)
Batu dapat hanya berada di bagian pelvis renalis, namun dapat juga bercabang mengikuti
kaliks atau melibatkan 2 kaliks yang bersebelahan (batu staghorn). Batu di pelvis dapat
menyebabkan hidrone- frosis, namun batu kaliks biasanya tidak menun- jukkan tanda
pada pemeriksaan fisis. Umumnya, manifestasi klinis berupa obstruksi aliran kemih dan
infeksi. Terkadang dapat disertai nyeri ping- gang, baik hanya pegal, kolik, atau hingga
nyeri yang menetap dan hebat. Pemeriksaan fisis umum- nya normal, tetapijika telah
terjadi hidronefrosis, dapat teraba massa ginjal yang membesar. Nyeri tekan atau nyeri
ketok sudut kostovertebra dapat positif sesuai sisi ginjal yang terkena.
2. Batu ureter (ureterolitiasis)
Ciri utama nyeri kolik akibat peristalsis adalah sifatnya yang hilang timbul disertai mual
dan nyeri alih yang khas. Dalam perjalanannya, batu ureter dapat akhirnya ikut keluar
bersama urine, atau terhenti di buli. Batu juga bisa tetap di ure- ter dan menyebabkan
obstruksi kronis dengan hidroureter. Kasus-kasus seperti ini dapat berujung pada
hidronefrosis. Batu ureter dapat dibagi men- jadi 2 jenis berdasarkan lokasi, yaitu
proksimal dan distal. Batu ureter proksimal jika batu terletak di atas pelvic brim dan
distal jika terletak di bawah pelvic brim.
3. Batu buli-buli (vesikolitiasis)
Jika batu berada pangkal uretra, aliran miksi akan berhenti secara tiba-tiba. Akan tetapi,
saat pasien merubah posisi tubuhnya, batu dapat bergeser dan urine pun kembali keluar.
Pada anak kecil, biasanya mereka menarik-narik penisnya. Jika di sertai infeksi sekunder.
saat miksi terdapat nyeri menetap di suprapubik.
4. Batu uretra (uretrolitiasis)
Kebanyakan terjadi sebagai akibat patologi dari bagian saluran kemih yang lebih atas.
Gejalanya adalah urine menetes. miksi tiba-tiba terhenti, dan terdapat nyeri.
DIAGNOSIS
1. Anamnesis --> tanyakan mengenai nyeri kolik, riwayat adanya batu sebelumnya.
Gejala lain seperti hematuria, urin berpasir, gejala ISK, demam, nyeri saat BAK.
2. Pemfis --> Pada kasus dimana terjadi hidronephrosis yang disebabkan oleh
obstruksi pada ureter ditemukan adanya flank ternderness (nyeri ketok CVA)
3. Pemeriksaan lab --> urinalisis : utk melihat hematuria, tanda ISK
4. Pencitraan --> foto polos abdomen (KUB), USG urologi, IVP, CT scan non
contrast (gold standard).
TREATMENT
Tata laksana batu saluran kemih bergantung kepada ukuran, lokasi, ada tidaknya infeksi,
dan fungsi ginjal. lndikasi pengeluaran aktif batu saluran kemih (menurut EAU.2014):
1. Kasus batu dengan kemungkinan keluar spontan yang rendah;
2. Adanya obstruksi saluran kemih persisten;
3. Ukuran batu > 15 mm;
4. Adanya infeksi;
5. Nyeri menetap atau nyeri berulang;
6. Batu metabolik yang tumbuh cepat;
7. Adanya gangguan fungsi ginjal;
Algoritma penatalaksanaan :
Bila batu ukuran < 5mm karena diharapkan batu bisa keluar dengan sendirinya.
Medikamentosa :
1. Analgetik, misalnya asam mefenamat 3 x 500mg/hari
2. Diuretikum, misalnya firosemid 40- 60 mg/hari.
Kontra indikasi pemberian diuretikum : gangguan faal ginjal,
hidronefrosis, retensi urin total, dan payah jantung.
3. Antibiotik bila terdapat infeksi , sesuai dengan jenis kuman.
4. Allopurinol jika terdapat hiperurisemia.
Non medikamentosa :
Minum banyak (4 liter sehari)
Diit rendah kalsium (bila batu kalsium) Diit rendah purin (bila batu urat)
KOMPLIKASI
Komplikasi :
1. Obstruksi: Hidroureter,hidronefrosis
2. Infeksi: Sistitis, pionefrosis,urosepsis
3. Gagal ginjal akut dan kronis
Salah satu komplikasi pada urolithiasis adalah terjadinya hidronefrosis.
Sebagian besar pasien hidronefrosis karena urolitiasis yang berukuran kecil dapat
ditangani dengan melakukan observasi dan pemberian asetaminofen. Kasus yang lebih
serius dengan nyeri yang sulit ditangani mungkin memerlukan drainase dengan
memasang stent nefrostomi stent atau perkutan. --> DJ stent (double J ureteral stent)
disebut J karena ureter bentuknya spt huruf J. Jadi dipasangkan stent dari ginjal menuju
ke vesika urinaria. Tujuannya adalah mengurangi hidronephrosis.
*informasi tambahan :
Anuria yaitu jika produksi air seni < 200 cc/hari. Oliguria yaitu jika jika produksi air seni
< 600 cc/hari. Produsi urin normal 1 cc/kgBB/jam.
Foto polos abdomen (BNO) --> menentukan besar, macam dan lokasi batu radioopaque
Intravenous Pyelogra (IVP) --> untuk menilai obstruksi urinaria dan mencari etiologi
kolik. IVP memerlukan intravenous contrast agent utk memberikan gambaran
genituorinary tract, terutama utk mengevaluasi upper urinary tract (renal & ureter)
Usg urologi --> Dapat mendeteksi batu di ginjal dan vesika urinaria ditunjukkan dengan
echoic shadow dan Hidronefrosis
PHIMOSIS (4A)
Fimosis adalah kondisi dimana preputium tidak dapat diretraksi melewati glans penis.
Fimosis dapat bersifat fisiologis ataupun patalogis. Umumnya fimosis fisiologis terdapat
pada bayi dan anak-anak. Pada anak usia 3 tahun 90% preputium telah dapat diretraksi
tetapi pada sebagian anak preputium tetap lengket pada glans penis sehingga ujung
preputium mengalami penyempitan dan mengganggu proses berkemih. Fimosis patologis
terjadi akibat peradangan atau cedera pada preputium yang menimbulkan parut kaku
sehingga menghalangi retraksi.
TEMUAN KLINIS
1. Preputium tidak dapat diretraksi keproksimal hingga ke korona glandis 2.
Pancaran urin mengecil
2. Menggelembungnya ujung preputium saat berkemih
3. Eritema dan udem pada preputium dan glans penis
4. Pada fimosis fisiologis, preputium tidak memiliki skar dan tampak sehat
5. Pada fimosis patalogis pada sekeliling preputium terdapat lingkaran fibrotik 7.
Timbunan smegma pada sakus preputium
TATALAKSANA
fi
1. Pemberian salep kortikosteroid (0,05% betametason) 2 kali perhari selama 2-8
minggu pada daerah preputium.
2. sirkumsisi --> gold standar
PARAPHIMOSIS (4A)
Parafimosis merupakan kegawatdaruratan karena dapat mengakibatkan terjadinya
ganggren yang diakibatkan preputium penis yang diretraksi sampai di sulkus koronarius
tidak dapat dikembalikan pada kondisi semula dan timbul jeratan pada penis di belakang
sulkus koronarius.
Keluhan : Pembengkakan dan nyeri pada penis.
Faktor Risiko :
Penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada laki-laki yang belum
disirkumsisi misalnya pada pemasangan kateter.
TEMUAN KLINIS
1. Preputium tertarik ke belakang glans penis dan tidak dapat dikembalikan ke posisi
semula
2. Terjadi eritema dan edema pada glans penis
3. Nyeri
4. Jika terjadi nekrosis glans penis berubah warna menjadi biru hingga
kehitaman
Penatalaksanaan :
1. Reposisi secara manual dengan memijat glans selama 3-5 menit. Diharapkan edema
berkurang dan secara perlahan preputium dapat dikembalikan pada tempatnya.
2. Dilakukan dorsum insisi pada jeratan
Rencana Tindak Lanjut:
Dianjurkan untuk melakukan sirkumsisi.
TRAUMA URETRA
ANATOMI
yang termasuk anterior urethra : pars bulbar, pars penile
yang termasuk posterior urethra : pars membranosa, pars prostatic
KLASIFIKASI
Secara anatomis, trauma uretra laki-laki dibagi menjadi:
1. Trauma uretra anterior (apabila mengenai uretra pars bulbar, pars penile)
2. Trauma uretra posterior (apabila mengenai uretra pars membranosa dan uretra
pars prostatika).
TRAUMA BULI
Trauma pada buli seringkali disertai ruptur:
1. Ruptur ekstraperitoneal. Ruptur ekstraperitoneal terjadi saat fragmen pecahan
fraktur pelvis menusuk buli dan menyebabkan perforasi;
2. Ruptur intraperitoneal. Ruptur intraperitoneal terjadi saat buli dalam keadaan
penuh dan terjadi trauma langsung. Pada ruptur intraperitoneal terjadi gejala-
gejala peritonitis.
Manifestasi Klinis
Pasien dengan trauma buli memiliki trias gejala berupa:
1. Hematuria makroskopik (tanda utama):
2. Nyeri tekan pada area suprapubik;
3. Kesulitan/ tidak bisa buang air kecil;
TEMUAN KLINIS
1. Pada ruptur intraperitoneal timbul tanda dan gejala rangsang peritoneum termasuk
defans muskuler dan ileus paralitik.
2. Pada umumnya fraktur pelvis disertai perdarahan hebat, sehingga sering timbul
syok hemoragik.
3. Adanya jejas suprapubik memungkinkan adanya cedera vseika Urinaria
TATALAKSANA
Tata laksana pada trauma buli yang diutamakan adalah mengatasi kegawatdaruratan jika
ada. Setelah itu rujuk ke spesialis urologi.
1. Pada ruptur ekstraperitoneal, setelah buli dibuka, dilakukan perbaikan.
Kebanyakan ruptur ekstraperitoneal dapat ditangani dengan drainase
menggunakan kateter (uretra maupun suprapubik) selama 7-10 hari. Hampir
semua ruptur ekstraperitoneal sembuh dalam waktu 3 minggu .
2. Pada ruptur intraperitoneal diperlukan tindakan operasi langsung dengan
membuka peritoneum untuk eksplorasi.
TRAUMA GINJAL
Ruptur ginjal adalah kerusakan pada parenkim ginjal yang pada umumnya disebabkan
oleh trauma yang datang dari luar . Laserasi bisa meliputi laserasi ringan yang tidak
mencapai pielum , yang disertai robekan pielum dan yang total kerusakan meliputi
seluruh parenkim ginjal.
GRADING
TORSIO TESTIS
Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya
gangguan aliran darah pada testis. Secara fisiologis otot kremaster berfungsi
menggerakkan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan
suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis
dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang
menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain perubahan suhu yang
mendadak, celana dalam yang terlalu ketat dan trauma yang mengenai skrotum.
Torsio testis adalah adanya tarsi (puntiran) terhadap struktur korda spermatikus yang
diikuti hilangnya suplai darah ke testis ipsilateral. Keadaan ini merupakan kondisi
darurat.
PATOFISIOLOGI
Torsio dapat menyumbat aliran balik vena. Sumbatan aliran balik vena akan
meningkatkan tekanan sehingga aliran darah masuk melalui arteri juga dapat terhambat.
Akibatnya, testis dapat mengalami iskemia yang prosesnya mulai berlangsung jika torsio
terjadi lebih dari empat jam. Derajat iskemia bergantung pada lama ber- langsungnya
torsio dan derajat putaran korda spermatikus (berkisar antara 180-720°)
1. Keluhan berupa nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak atau
perlahan.
2. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah
3. Kadang disertai nausea vomiting
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Ultrasonografi (USG) Doppler membedakan kondisi iskemia dan inflamasi. Pada
kondisi iskemia (contoh, torsio testis) , aliran darah berkurang atau menghilang,
sedangkan pada kondisi inflamasi (orkitis), aliran darah meningkat;
2. Eksplorasi bedah.
ORKITIS
Orkitis merupakan peradangan akut pada testis akibat infeksi. Penyebab tersering :
Nisserea gonnorhea dan E. Coli. Virus : mumps. Pasien paling banyak berasal dari usia
prapubertas (<10 tahun) untuk penyebab virus. Orkitis bakterialis sering terjadi
bersamaan dengan epidi- dimitis (epididimo-orkitis), biasanya terjadi pada usia 15 tahun
ke atas dan laki-lak.i >50 tahun de- ngan pembesaran prostatjinak.
DIAGNOSIS
Pasien akan mengeluhkan nyeri disertai pembengkakan pada testis. Gejala lain yang
dirasakan pasien adalah kelelahan, malaise, mual, muntah, demam, dan sakit kepala.
TEMUAN KLINIS
1. Pemeriksaan testis: pembesaran, indurasi testis disertai tanda peradangan. Kulit
skrotum terlihat merah dan edematosa. Apabila epididimis membesar, curigai
adanya epididimo-orkitis;
2. Prehn 's sign positif. Rasa nyeri tidak bertambah atau bahkan berkurang saat testis
diangkat. (Berbeda dengan torsio testis dimana prehn sign negative).
HIDROKEL TESTIS
Hidrokel testis adalah kumpulan cairan serosa di sekitar testis, yang berada di dalam
tunika vaginalis.
KLASIFIKASI (berdasarkan anatomi)
1. prosesus vaginalis paten/ congenital hydrocele (rongga hidrokel berhubungan
dengan rongga peritoneum)
2. infantil (prosesus vaginalis paten secara parsial pada bagian bawah, tidak
berhubungan dengan rongga peritoneum)
3. vaginal (cairan hanya terkumpul di sekeliling testis), dan
4. hidrokel korda (timbul dalam bentuk kista sepanjang prosesus vaginalis di korda
spermatikus).
Selain itu, hydrocele dapat dibedakan berdasarkan :
1. communicating hydrocele --> berhubungan dengan patensi prosesus vaginalis,
terdapat hubungan dengan rongga peritoneal, jadi bisa ada cairan peritoneal.
Biasanya bersifat kongenital pada anak dan bisa disertai atau tidak dengan hernia
inguinalis.
2. Non – communicating hydrocele --> tidak berhubungan dengan peritoneum.
Biasanya acquired.
DIAGNOSIS
1. Pada anamnesis, pasien datang dengan keluhan pembesaran testis yang
lunak. Testis akan terasa pada perabaan jika cairan hidrokel tidak banyak.
2. Tes transiluminasi akan positif pada hidrokel testis.
3. USG dapat dilakukan jika testis tidak dapat teraba.
TATALAKSANA
Kebanyakan kasus hidrokel pada bayi yang baru lahir dapat hilang secara spontan
pada usia pertama kehidupan. Setelah drainase dengan tujuan terapi, dapat disuntikkan
tetrasiklin ke da- lam tunika vaginalis. Operasi definitif yang dapat dilakukan adalah
repair Jaboulay. Tunika vaginalis dibuka dan cairan didrainase. Testis dan epididimis
dinilai untuk melihat patologi dasar. Repair dilakukan dengan mengalihkan tunika ke
sekeliling korda spermatikus. Tunika akan terus memproduksi cairan, namun kini
jaringan sekeliling. seperti otot Dartos, yang akan mereabsorpsi cairan sehingga tidak
terkumpul.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang ditimbulkan terbagi atas dua jenis, yaitu gejala obstruksi dan gejala
iritasi. Gejala obstruksi timbul akibat sumbatan secara langsung terhadap uretra. Otot
detrusor pada kandung kemih gaga! berkontraksi cukup kuat atau cukup lama sehingga
kontraksi yang dihasilkan terputus-putus. Gejala iritatif terjadi sekunder pada kandung
kemih sebagai respons meningkatnya resistensi pengeluaran. Pengosongan yang tidak
sempurna menyebabkan rangsangan pada kandung kemih hingga sering berkontraksi
pada kondisi belum penuh.
ANAMNESIS --> Terdapat sistem scoring pada BPH, yaitu IPSS score utk mengetahui
severitas dari BPH.
PEMFIS --> RT. Colok dubur merupakan pemeriksaan yang sangat penting pada kasus
BPH. Pelaporan yang dilakukan adalah adanya pembesaran prostat, konsistensinya, dan
ada/tidaknya nodul. Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan regio suprapubik untuk
menilai distensi vesika dan fungsi neuromuskular ekstremitas bawah. Yang paling penting
adalah mengevaluasi pole atas dan sulcus mediana.
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
1. Prostate specific antigen (PSA). bersifat spesifik organ tetapi tidak spesifik
kanker. Pemeriksaaan ini dapat dilakukan untuk menilai bagaimana perjalanan
penyakit BPH selanjutnya. Kadar PSA yang lebih tinggi dapat berarti laju
pertumbuhan volume prostat yang lebih cepat, keluhan akibat BPH lebih berat,
atau lebih mudah terjadi retensi urine akut. Rentang normal nilai PSA adalah:
• 40-49 tahun: 0-2,5 ng/mL;
• 50-59 tahun: 0-3,5 ng/mL;
• 60-69 tahun: 0-4,5 ng/mL;
• 70-79 tahun: 0-6,5 ng/mL;
• Nilai PSA >4 ng/ mL merupakan indikasi tindakan biopsi prostat.
2. Flowmetri: Qmax (laju pancaran urine maksi.mal) turun, biasanya < 15 cc.
3. USG/kateter untuk menilai volume urine residual. Transrectal /Transabdominal U/
trasonography (TRUS/TAUS): mengukur volume prostat dan menemukan
gambaran hipoekoik.
4. Pemeriksaan atas indikasi: IVP dan cystogram.
TATA LAKSANA
Tata laksana untuk BPH berkisar antara observasi waspada (watchful waiting) hingga
diperlukan intervensi. Skor IPSS dapat digunakan sebagai patokan untuk panduan tata
laksana. Prinsip pengobatan BPH adalah untuk mengurangi resistensi otot polos prostat
(komponen dinamis) atau mengurangi volume prostat (komponen statis).
1. Observasi waspada.
Tidak seluruh pasien BPH yang bergejala akan terus mengalami perburukan.
Observasi waspada dapat dilakukan pada pasien bergejala ringan dengan skor
IPSS 0-7. Evalua- si dilakukan secara berkala, yaitu pada 3, 6, dan 12 bulan
kemudian, serta dilanjutkan 1 kali per tahun.
2. Farmakologis
• penyekat adrenergik- alpha1 selektif
Cara kerja: Pemberian penyekat- alpha bertujuan menghambat kontraksi otot
polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher kandung kemih dan
uretra; Contoh obat:
Prazosin 2 x 1-2 mg;
Tamsulosin 1x0,2-0,4 mg;
Pilihan lain: terazosin dan doksazosin (diberikan 1 kali per hari);
• 5 alpha reduktase inhibitor
Cara kerja: menghambat enzim 5 alfa-reduktase, suatu katalisator perubahan
testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT). Efek maksimumnya terlihat setelah
enam bulan ;
Contoh obat:
Dutasterid1x0,5mg;
Finasterid1x5mg;
Efek samping: penurunan libido, gineko- mastia, dan dapat menurunkan nilai PSA
(menimbulkan masking effect).
TEKNIK PEMBEDAHAN :
1. Prostatektomi terbuka. Prostaktemi terbuka disarankan pada pasien dengan
volume prostat >80-100 cm3. Komplikasi yang dapat terjadi adalah striktur uretra
dan inkontinensia urin.
2. lnsisi prostat transuretra (TUIP). Prosedur TUIP dilakukan pada volume prostat
yang kecil, kurang dari 30 cm3, tidak terdapat pembesaran lobus medius, dan
tanpa kecurigaan karsinoma prostat.
3. Reseksi prostat transuretra (TURP). Saat ini, TURP menjadi prosedur baku.
Kejadian trauma lebih sedikit dengan masa pemulihan lebih singkat.