Anda di halaman 1dari 29

BEDAH UROLOGI

MATERI :
• Batu saluran kemih
• Phimosis & paraphimosis
• Trauma urethra
• Trauma buli
• Trauma ginjal
• Torsio testis
• Orkitis
• Hidrokel
• BPH
• Striktur uretra

BATU SALURAN KEMIH

DEFINISI
Urolitiasis adalah proses terbentuknya batu (kalkuli) pada traktus urinarius. Kalkuli yang
ditemukan pada ginjal disebut nephrolitiasis dan kasus ini paling sering ditemukan. Jika
kalkuli ditemukan pada ureter dan vesica urinaria, berarti sebagian besar berasal dari
ginjal. Urolitiasis adalah penyebab umum adanya keluhan ditemukan darah dalam urin
dan nyeri di abdomen, pelvis, atau inguinal. Risiko menderita urolitiasis meningkat akibat
dari faktor-faktor apa pun yang menyebabkan terjadinya urin yang stasis yang berkaitan
dengan menurun atau tersumbatnya aliran urin. Komposisi batu yang terbentuk dapat
terdiri atas salah satu atau campuran dari asam urat, kalsium oksalat, kalsium fosfat,
sistin, struvit, atau xantin.

ANATOMI GINJAL & URETER


Ureter merupakan saluran muskular dengan lumen yang sempit yang membawa urin dari
ginjal menju vesica urinaria. Bagian superior dari ureter yaitu pelvis renalis dibentuk oleh
2-3 calyc major dan masing-masing calyc major dibentuk oleh 2-3 calyc minor. Apex dari
pyramidum renalis yaitu paila renalis akan masuk menekuk ke dalam calyc minor. Pars
abdominalis dari ureter menempel peritoneum parietalis dan secara tofografi letaknya
adalah retroperitoenal. Ureter berjalan secara inferomedial menuju anterior dari psoas
major dan ujung dari processus transversus vertebrae lumbalis dan menyilang arteri iliaca
externa tepat di luar percabangan arteri iliaca commonis. Kemudian berjalan di dinding
lateral dari pelvis untuk memasuki vesica urinaria secara oblique.
Ureter secara normal mengalami kontriksi dengan derajat yang bervariasi pada tiga
tempat, yaitu:
1. Uretero pelvic juntion --> di renal
2. Pelvic inlet / pelvic brim --> ureter menyilang dengan a. Common illiaca (ureter
yg di anterior)
3. Ureterovesical junction --> ketika ureter masuk di posterior wall
Area-area yang menyempit ini merupakan lokasi yang potensial untuk terjadinya
obstruksi yang disebabkan oleh batu (kalkuli) ginjal.
ETIOLOGI
KLASIFIKASI BATU

Klasifikasi batu saluran kemih dapat diklasi kasikan berdasarkan ukuran, lokasi,
karakteristik pencitraan sinar X, etiologi terbentuknya batu, komposisi batu, dan risiko
kekambuhan. Ukuran batu biasanya diklasi kasikan dalam 1 atau 2 dimensi, yang dibagi
menjadi beberapa ukuran, yaitu 5, 5-10, 10-20, dan >20 mm. Berdasarkan letak batu
dibagi menjadi lokasi, yaitu kaliks ginjal superior, medial, atau inferior, pelvis renal,
ureter proksimal atau distal, dan buli.
Berdasarkan pencitraan :
NYERI KOLIK
Reseptor nyeri pada traktus urinarius bagian atas berperan dalam persepsi nyeri dari kolik
renalis. Reseptor ini terletak pada bagian sub mukosa dari pelvis renalis, calyx, capsula
renalis, dan ureter pars superior. Terjadinya distensi yang akut merupakan faktor
penting dalam perkembangan nyeri kolik renalis daripada spasme, iritasi lokal, atau
hiperperistaltik ureter. Rangsangan pada peripelvis capsula renalis menyebabkan nyeri
pada regio flank, sedangkan rangsangan pada pelvis renalis dan calyx menyebabkan nyeri
berupa kolik renalis.
Kolik didefinisikan sebagai nyeri tajam yang disebabkan oleh sumbatan, spasme otot
polos, atau terputarnya organ berongga. Kolik renal berarti nyeri tajam yang disebabkan
sumbatan atau spasme otot polos pada saluran ginjal atau saluran kencing (ureter). Nyeri
klasik pada pasien dengan kolik renal akut ditandai dengan nyeri berat dan tiba-tiba yang
awalnya dirasakan pada regio flank dan menyebar ke anterior dan inferior.

GEJALA KLINIS
1. Batu ginjal (nefrolitiasis)
Batu dapat hanya berada di bagian pelvis renalis, namun dapat juga bercabang mengikuti
kaliks atau melibatkan 2 kaliks yang bersebelahan (batu staghorn). Batu di pelvis dapat
menyebabkan hidrone- frosis, namun batu kaliks biasanya tidak menun- jukkan tanda
pada pemeriksaan fisis. Umumnya, manifestasi klinis berupa obstruksi aliran kemih dan
infeksi. Terkadang dapat disertai nyeri ping- gang, baik hanya pegal, kolik, atau hingga
nyeri yang menetap dan hebat. Pemeriksaan fisis umum- nya normal, tetapijika telah
terjadi hidronefrosis, dapat teraba massa ginjal yang membesar. Nyeri tekan atau nyeri
ketok sudut kostovertebra dapat positif sesuai sisi ginjal yang terkena.
2. Batu ureter (ureterolitiasis)
Ciri utama nyeri kolik akibat peristalsis adalah sifatnya yang hilang timbul disertai mual
dan nyeri alih yang khas. Dalam perjalanannya, batu ureter dapat akhirnya ikut keluar
bersama urine, atau terhenti di buli. Batu juga bisa tetap di ure- ter dan menyebabkan
obstruksi kronis dengan hidroureter. Kasus-kasus seperti ini dapat berujung pada
hidronefrosis. Batu ureter dapat dibagi men- jadi 2 jenis berdasarkan lokasi, yaitu
proksimal dan distal. Batu ureter proksimal jika batu terletak di atas pelvic brim dan
distal jika terletak di bawah pelvic brim.
3. Batu buli-buli (vesikolitiasis)
Jika batu berada pangkal uretra, aliran miksi akan berhenti secara tiba-tiba. Akan tetapi,
saat pasien merubah posisi tubuhnya, batu dapat bergeser dan urine pun kembali keluar.
Pada anak kecil, biasanya mereka menarik-narik penisnya. Jika di sertai infeksi sekunder.
saat miksi terdapat nyeri menetap di suprapubik.
4. Batu uretra (uretrolitiasis)
Kebanyakan terjadi sebagai akibat patologi dari bagian saluran kemih yang lebih atas.
Gejalanya adalah urine menetes. miksi tiba-tiba terhenti, dan terdapat nyeri.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis --> tanyakan mengenai nyeri kolik, riwayat adanya batu sebelumnya.
Gejala lain seperti hematuria, urin berpasir, gejala ISK, demam, nyeri saat BAK.
2. Pemfis --> Pada kasus dimana terjadi hidronephrosis yang disebabkan oleh
obstruksi pada ureter ditemukan adanya flank ternderness (nyeri ketok CVA)
3. Pemeriksaan lab --> urinalisis : utk melihat hematuria, tanda ISK
4. Pencitraan --> foto polos abdomen (KUB), USG urologi, IVP, CT scan non
contrast (gold standard).

TREATMENT
Tata laksana batu saluran kemih bergantung kepada ukuran, lokasi, ada tidaknya infeksi,
dan fungsi ginjal. lndikasi pengeluaran aktif batu saluran kemih (menurut EAU.2014):
1. Kasus batu dengan kemungkinan keluar spontan yang rendah;
2. Adanya obstruksi saluran kemih persisten;
3. Ukuran batu > 15 mm;
4. Adanya infeksi;
5. Nyeri menetap atau nyeri berulang;
6. Batu metabolik yang tumbuh cepat;
7. Adanya gangguan fungsi ginjal;

Algoritma penatalaksanaan :
Bila batu ukuran < 5mm karena diharapkan batu bisa keluar dengan sendirinya.
Medikamentosa :
1. Analgetik, misalnya asam mefenamat 3 x 500mg/hari
2. Diuretikum, misalnya firosemid 40- 60 mg/hari.
Kontra indikasi pemberian diuretikum : gangguan faal ginjal,
hidronefrosis, retensi urin total, dan payah jantung.
3. Antibiotik bila terdapat infeksi , sesuai dengan jenis kuman.
4. Allopurinol jika terdapat hiperurisemia.
Non medikamentosa :
Minum banyak (4 liter sehari)
Diit rendah kalsium (bila batu kalsium) Diit rendah purin (bila batu urat)

indikasi dilakukan pembedahan pada batu ginjal :


• Batu kaliks: adanya hidrokaliks, kasus nefrolitiasis kompleks, tidak berhasil
dengan ESWL;
• Batu pelvis: jika terjadi hidronefrosis, infeksi, atau nyeri hebat, batu staghorn;
• Batu ureter: telah terjadi gangguan fungsi ginjal, nyeri hebat, terdapat impaksi
ureter;
• Batu buli-buli: ukuran >3 cm.

KOMPLIKASI
Komplikasi :
1. Obstruksi: Hidroureter,hidronefrosis
2. Infeksi: Sistitis, pionefrosis,urosepsis
3. Gagal ginjal akut dan kronis
Salah satu komplikasi pada urolithiasis adalah terjadinya hidronefrosis.

Sebagian besar pasien hidronefrosis karena urolitiasis yang berukuran kecil dapat
ditangani dengan melakukan observasi dan pemberian asetaminofen. Kasus yang lebih
serius dengan nyeri yang sulit ditangani mungkin memerlukan drainase dengan
memasang stent nefrostomi stent atau perkutan. --> DJ stent (double J ureteral stent)
disebut J karena ureter bentuknya spt huruf J. Jadi dipasangkan stent dari ginjal menuju
ke vesika urinaria. Tujuannya adalah mengurangi hidronephrosis.
*informasi tambahan :
Anuria yaitu jika produksi air seni < 200 cc/hari. Oliguria yaitu jika jika produksi air seni
< 600 cc/hari. Produsi urin normal 1 cc/kgBB/jam.

Foto polos abdomen (BNO) --> menentukan besar, macam dan lokasi batu radioopaque
Intravenous Pyelogra (IVP) --> untuk menilai obstruksi urinaria dan mencari etiologi
kolik. IVP memerlukan intravenous contrast agent utk memberikan gambaran
genituorinary tract, terutama utk mengevaluasi upper urinary tract (renal & ureter)
Usg urologi --> Dapat mendeteksi batu di ginjal dan vesika urinaria ditunjukkan dengan
echoic shadow dan Hidronefrosis

PHIMOSIS (4A)
Fimosis adalah kondisi dimana preputium tidak dapat diretraksi melewati glans penis.
Fimosis dapat bersifat fisiologis ataupun patalogis. Umumnya fimosis fisiologis terdapat
pada bayi dan anak-anak. Pada anak usia 3 tahun 90% preputium telah dapat diretraksi
tetapi pada sebagian anak preputium tetap lengket pada glans penis sehingga ujung
preputium mengalami penyempitan dan mengganggu proses berkemih. Fimosis patologis
terjadi akibat peradangan atau cedera pada preputium yang menimbulkan parut kaku
sehingga menghalangi retraksi.

TEMUAN KLINIS
1. Preputium tidak dapat diretraksi keproksimal hingga ke korona glandis 2.
Pancaran urin mengecil
2. Menggelembungnya ujung preputium saat berkemih
3. Eritema dan udem pada preputium dan glans penis
4. Pada fimosis fisiologis, preputium tidak memiliki skar dan tampak sehat
5. Pada fimosis patalogis pada sekeliling preputium terdapat lingkaran fibrotik 7.
Timbunan smegma pada sakus preputium
TATALAKSANA
fi
1. Pemberian salep kortikosteroid (0,05% betametason) 2 kali perhari selama 2-8
minggu pada daerah preputium.
2. sirkumsisi --> gold standar

PARAPHIMOSIS (4A)
Parafimosis merupakan kegawatdaruratan karena dapat mengakibatkan terjadinya
ganggren yang diakibatkan preputium penis yang diretraksi sampai di sulkus koronarius
tidak dapat dikembalikan pada kondisi semula dan timbul jeratan pada penis di belakang
sulkus koronarius.
Keluhan : Pembengkakan dan nyeri pada penis.
Faktor Risiko :
Penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada laki-laki yang belum
disirkumsisi misalnya pada pemasangan kateter.

TEMUAN KLINIS
1. Preputium tertarik ke belakang glans penis dan tidak dapat dikembalikan ke posisi
semula
2. Terjadi eritema dan edema pada glans penis
3. Nyeri
4. Jika terjadi nekrosis glans penis berubah warna menjadi biru hingga
kehitaman

Penatalaksanaan :
1. Reposisi secara manual dengan memijat glans selama 3-5 menit. Diharapkan edema
berkurang dan secara perlahan preputium dapat dikembalikan pada tempatnya.
2. Dilakukan dorsum insisi pada jeratan
Rencana Tindak Lanjut:
Dianjurkan untuk melakukan sirkumsisi.
TRAUMA URETRA
ANATOMI
yang termasuk anterior urethra : pars bulbar, pars penile
yang termasuk posterior urethra : pars membranosa, pars prostatic

KLASIFIKASI
Secara anatomis, trauma uretra laki-laki dibagi menjadi:
1. Trauma uretra anterior (apabila mengenai uretra pars bulbar, pars penile)
2. Trauma uretra posterior (apabila mengenai uretra pars membranosa dan uretra
pars prostatika).

trias urethral injury :


1. Butterfly hematome (perineal hematome)
2. Darah dari MUE
3. Retensi urine --> bladder distension
KONTRAINDIKASI PEMASANGAN KATETER PADA INJURY URETRA.
KOMPLIKASI --> striktur uretra.

TRAUMA BULI
Trauma pada buli seringkali disertai ruptur:
1. Ruptur ekstraperitoneal. Ruptur ekstraperitoneal terjadi saat fragmen pecahan
fraktur pelvis menusuk buli dan menyebabkan perforasi;
2. Ruptur intraperitoneal. Ruptur intraperitoneal terjadi saat buli dalam keadaan
penuh dan terjadi trauma langsung. Pada ruptur intraperitoneal terjadi gejala-
gejala peritonitis.

Manifestasi Klinis
Pasien dengan trauma buli memiliki trias gejala berupa:
1. Hematuria makroskopik (tanda utama):
2. Nyeri tekan pada area suprapubik;
3. Kesulitan/ tidak bisa buang air kecil;

TEMUAN KLINIS
1. Pada ruptur intraperitoneal timbul tanda dan gejala rangsang peritoneum termasuk
defans muskuler dan ileus paralitik.
2. Pada umumnya fraktur pelvis disertai perdarahan hebat, sehingga sering timbul
syok hemoragik.
3. Adanya jejas suprapubik memungkinkan adanya cedera vseika Urinaria
TATALAKSANA
Tata laksana pada trauma buli yang diutamakan adalah mengatasi kegawatdaruratan jika
ada. Setelah itu rujuk ke spesialis urologi.
1. Pada ruptur ekstraperitoneal, setelah buli dibuka, dilakukan perbaikan.
Kebanyakan ruptur ekstraperitoneal dapat ditangani dengan drainase
menggunakan kateter (uretra maupun suprapubik) selama 7-10 hari. Hampir
semua ruptur ekstraperitoneal sembuh dalam waktu 3 minggu .
2. Pada ruptur intraperitoneal diperlukan tindakan operasi langsung dengan
membuka peritoneum untuk eksplorasi.

TRAUMA GINJAL
Ruptur ginjal adalah kerusakan pada parenkim ginjal yang pada umumnya disebabkan
oleh trauma yang datang dari luar . Laserasi bisa meliputi laserasi ringan yang tidak
mencapai pielum , yang disertai robekan pielum dan yang total kerusakan meliputi
seluruh parenkim ginjal.

GRADING
TORSIO TESTIS
Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya
gangguan aliran darah pada testis. Secara fisiologis otot kremaster berfungsi
menggerakkan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan
suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis
dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang
menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain perubahan suhu yang
mendadak, celana dalam yang terlalu ketat dan trauma yang mengenai skrotum.
Torsio testis adalah adanya tarsi (puntiran) terhadap struktur korda spermatikus yang
diikuti hilangnya suplai darah ke testis ipsilateral. Keadaan ini merupakan kondisi
darurat.

PATOFISIOLOGI
Torsio dapat menyumbat aliran balik vena. Sumbatan aliran balik vena akan
meningkatkan tekanan sehingga aliran darah masuk melalui arteri juga dapat terhambat.
Akibatnya, testis dapat mengalami iskemia yang prosesnya mulai berlangsung jika torsio
terjadi lebih dari empat jam. Derajat iskemia bergantung pada lama ber- langsungnya
torsio dan derajat putaran korda spermatikus (berkisar antara 180-720°)

TEMUAN DARI ANAMNESIS :

1. Keluhan berupa nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak atau
perlahan.
2. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah
3. Kadang disertai nausea vomiting

DIAGNOSIS BERDASARKAN TEMUAN KLINIS


1. Testis yang mengalami torsio dapat tampak lebih tinggi dibanding testis
kontralateral akibat adanya perputaran pada korda spermatikus;
2. Testis tampak lebih besar;
3. Refleks kremaster berkurang atau hilang. Refleks kremaster dipicu dengan
menggores atau mencubit bagian medial paha, yang menyebabkan kontraksi otot
kremaster dan mengangkat testis. Refleks kremaster positif jika testis terangkat
minimal 0,5 cm;
4. Prehn 's sign negative --> dilakukan dengan cara mengangkat testis. Pada torsio,
rasa nyeri semakin bertambah jika testis diangkat.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Ultrasonografi (USG) Doppler membedakan kondisi iskemia dan inflamasi. Pada
kondisi iskemia (contoh, torsio testis) , aliran darah berkurang atau menghilang,
sedangkan pada kondisi inflamasi (orkitis), aliran darah meningkat;
2. Eksplorasi bedah.

DD : Trauma testis, epididimitis/ orkitis, hernia inkarserata, varikokel, edema skrotum


idiopatik, dan torsio apendiks testis (apendiks testis adalah sisa duktus Mullerian).
KOMPLIKASI : Hilangnya fungsi testis, infertilitas

ORKITIS
Orkitis merupakan peradangan akut pada testis akibat infeksi. Penyebab tersering :
Nisserea gonnorhea dan E. Coli. Virus : mumps. Pasien paling banyak berasal dari usia
prapubertas (<10 tahun) untuk penyebab virus. Orkitis bakterialis sering terjadi
bersamaan dengan epidi- dimitis (epididimo-orkitis), biasanya terjadi pada usia 15 tahun
ke atas dan laki-lak.i >50 tahun de- ngan pembesaran prostatjinak.

DIAGNOSIS
Pasien akan mengeluhkan nyeri disertai pembengkakan pada testis. Gejala lain yang
dirasakan pasien adalah kelelahan, malaise, mual, muntah, demam, dan sakit kepala.
TEMUAN KLINIS
1. Pemeriksaan testis: pembesaran, indurasi testis disertai tanda peradangan. Kulit
skrotum terlihat merah dan edematosa. Apabila epididimis membesar, curigai
adanya epididimo-orkitis;
2. Prehn 's sign positif. Rasa nyeri tidak bertambah atau bahkan berkurang saat testis
diangkat. (Berbeda dengan torsio testis dimana prehn sign negative).

Tata Laksana Medikamentosa


1. Orkitis viral: obat-obatan suportif berupa analgesik dan antipiretik;
2. Orkitis bakterialis diberikan antibiotik, pilihannya: seftriakson, doksisiklin,
azitromisin, siprofloksasin selama 7-14 hari, atau kotrimoksazol.

HIDROKEL TESTIS
Hidrokel testis adalah kumpulan cairan serosa di sekitar testis, yang berada di dalam
tunika vaginalis.
KLASIFIKASI (berdasarkan anatomi)
1. prosesus vaginalis paten/ congenital hydrocele (rongga hidrokel berhubungan
dengan rongga peritoneum)
2. infantil (prosesus vaginalis paten secara parsial pada bagian bawah, tidak
berhubungan dengan rongga peritoneum)
3. vaginal (cairan hanya terkumpul di sekeliling testis), dan
4. hidrokel korda (timbul dalam bentuk kista sepanjang prosesus vaginalis di korda
spermatikus).
Selain itu, hydrocele dapat dibedakan berdasarkan :
1. communicating hydrocele --> berhubungan dengan patensi prosesus vaginalis,
terdapat hubungan dengan rongga peritoneal, jadi bisa ada cairan peritoneal.
Biasanya bersifat kongenital pada anak dan bisa disertai atau tidak dengan hernia
inguinalis.
2. Non – communicating hydrocele --> tidak berhubungan dengan peritoneum.
Biasanya acquired.
DIAGNOSIS
1. Pada anamnesis, pasien datang dengan keluhan pembesaran testis yang
lunak. Testis akan terasa pada perabaan jika cairan hidrokel tidak banyak.
2. Tes transiluminasi akan positif pada hidrokel testis.
3. USG dapat dilakukan jika testis tidak dapat teraba.

TATALAKSANA

Kebanyakan kasus hidrokel pada bayi yang baru lahir dapat hilang secara spontan
pada usia pertama kehidupan. Setelah drainase dengan tujuan terapi, dapat disuntikkan
tetrasiklin ke da- lam tunika vaginalis. Operasi definitif yang dapat dilakukan adalah
repair Jaboulay. Tunika vaginalis dibuka dan cairan didrainase. Testis dan epididimis
dinilai untuk melihat patologi dasar. Repair dilakukan dengan mengalihkan tunika ke
sekeliling korda spermatikus. Tunika akan terus memproduksi cairan, namun kini
jaringan sekeliling. seperti otot Dartos, yang akan mereabsorpsi cairan sehingga tidak
terkumpul.

BPH (BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA)


Benign Prostate Hyperplasia merupakan proses patologi berupa peningkatan jumlah sel-
sel stromal dan epithel pada area periurethra dari kelenjar prostat, dengan karakteristik
gejala berupa Lower Urinary Tract Symtomps (LUTS). Prevalensinya terjadi pada laki-
laki dewasa usia lebih dari 41-50 th, prevalensinya semakin meningkat saat usia 70-80 th.
ANATOMI
Secara anatomis, kelenjar prostat terletak tepat
di bawah kandung kemih dan ditembus oleh uretra. Kelenjar ini dibagi atas empat zona,
yaitu zona perifer, sentral, stroma fibromuskularis anterior, dan transisional. kanker
prostat biasanya terjadi di zona perifer. BPH terjadi di zona transisional dan dapat
menyebabkan obstruksi pada leher vesika urinaria dan uretra,yang disebut sebagai
bladder outlet obscruction (BOO). BOO yang disebabkan oleh BPH secara spesifik
dikenal sebagai benign prostate obstruction (BPO).

GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang ditimbulkan terbagi atas dua jenis, yaitu gejala obstruksi dan gejala
iritasi. Gejala obstruksi timbul akibat sumbatan secara langsung terhadap uretra. Otot
detrusor pada kandung kemih gaga! berkontraksi cukup kuat atau cukup lama sehingga
kontraksi yang dihasilkan terputus-putus. Gejala iritatif terjadi sekunder pada kandung
kemih sebagai respons meningkatnya resistensi pengeluaran. Pengosongan yang tidak
sempurna menyebabkan rangsangan pada kandung kemih hingga sering berkontraksi
pada kondisi belum penuh.
ANAMNESIS --> Terdapat sistem scoring pada BPH, yaitu IPSS score utk mengetahui
severitas dari BPH.

PEMFIS --> RT. Colok dubur merupakan pemeriksaan yang sangat penting pada kasus
BPH. Pelaporan yang dilakukan adalah adanya pembesaran prostat, konsistensinya, dan
ada/tidaknya nodul. Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan regio suprapubik untuk
menilai distensi vesika dan fungsi neuromuskular ekstremitas bawah. Yang paling penting
adalah mengevaluasi pole atas dan sulcus mediana.
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
1. Prostate specific antigen (PSA). bersifat spesifik organ tetapi tidak spesifik
kanker. Pemeriksaaan ini dapat dilakukan untuk menilai bagaimana perjalanan
penyakit BPH selanjutnya. Kadar PSA yang lebih tinggi dapat berarti laju
pertumbuhan volume prostat yang lebih cepat, keluhan akibat BPH lebih berat,
atau lebih mudah terjadi retensi urine akut. Rentang normal nilai PSA adalah:
• 40-49 tahun: 0-2,5 ng/mL;
• 50-59 tahun: 0-3,5 ng/mL;
• 60-69 tahun: 0-4,5 ng/mL;
• 70-79 tahun: 0-6,5 ng/mL;
• Nilai PSA >4 ng/ mL merupakan indikasi tindakan biopsi prostat.
2. Flowmetri: Qmax (laju pancaran urine maksi.mal) turun, biasanya < 15 cc.
3. USG/kateter untuk menilai volume urine residual. Transrectal /Transabdominal U/
trasonography (TRUS/TAUS): mengukur volume prostat dan menemukan
gambaran hipoekoik.
4. Pemeriksaan atas indikasi: IVP dan cystogram.

TATA LAKSANA
Tata laksana untuk BPH berkisar antara observasi waspada (watchful waiting) hingga
diperlukan intervensi. Skor IPSS dapat digunakan sebagai patokan untuk panduan tata
laksana. Prinsip pengobatan BPH adalah untuk mengurangi resistensi otot polos prostat
(komponen dinamis) atau mengurangi volume prostat (komponen statis).
1. Observasi waspada.
Tidak seluruh pasien BPH yang bergejala akan terus mengalami perburukan.
Observasi waspada dapat dilakukan pada pasien bergejala ringan dengan skor
IPSS 0-7. Evalua- si dilakukan secara berkala, yaitu pada 3, 6, dan 12 bulan
kemudian, serta dilanjutkan 1 kali per tahun.
2. Farmakologis
• penyekat adrenergik- alpha1 selektif
Cara kerja: Pemberian penyekat- alpha bertujuan menghambat kontraksi otot
polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher kandung kemih dan
uretra; Contoh obat:
Prazosin 2 x 1-2 mg;
Tamsulosin 1x0,2-0,4 mg;
Pilihan lain: terazosin dan doksazosin (diberikan 1 kali per hari);
• 5 alpha reduktase inhibitor
Cara kerja: menghambat enzim 5 alfa-reduktase, suatu katalisator perubahan
testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT). Efek maksimumnya terlihat setelah
enam bulan ;
Contoh obat:
Dutasterid1x0,5mg;
Finasterid1x5mg;
Efek samping: penurunan libido, gineko- mastia, dan dapat menurunkan nilai PSA
(menimbulkan masking effect).
TEKNIK PEMBEDAHAN :
1. Prostatektomi terbuka. Prostaktemi terbuka disarankan pada pasien dengan
volume prostat >80-100 cm3. Komplikasi yang dapat terjadi adalah striktur uretra
dan inkontinensia urin.
2. lnsisi prostat transuretra (TUIP). Prosedur TUIP dilakukan pada volume prostat
yang kecil, kurang dari 30 cm3, tidak terdapat pembesaran lobus medius, dan
tanpa kecurigaan karsinoma prostat.
3. Reseksi prostat transuretra (TURP). Saat ini, TURP menjadi prosedur baku.
Kejadian trauma lebih sedikit dengan masa pemulihan lebih singkat.

TINDAKAN INVASIF MINIMAL :


Termoterapi, pemanasan dengan suhu di atas 45°C yang menyebabkan nekrosis koagulasi
jaringan prostat. Panas dapat dihasilkan melalui berbagai cara, seperti transurethral
microwave thermotherapy (TUMT) , transurethral needle ablation (TUNA) , high
intensity focused ultrasound (HIFU) , dan laser. Pemasangan stent prostat. Stent dipasang
intraluminal untuk mengatasi obstruksi akibat pembesaran prostat. Terdapat stent jenis
sementara ataupun permanen. Stent sementara terbuat dari bahan yang tidak diserap dan
d.ipasang selama 6-36 bulan.
STRIKTUR URETRA
Retensi urine adalah ketidakmampuan dalam mengeluarkan urine sesuai dengan
keinginan, sehingga urine yang terkumpul di buli-buli melampaui batas maksimal. Batas
penampungan urine normal (300 – 450 cc). Salah satu penyebabnya adalah akibat
penyempitan pada lumen uretra, disebut dengan striktur uretra. Diagnosis striktur uretra
dapat ditegakkan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Anda mungkin juga menyukai