Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH GEOLOGI LINGKUNGAN

“ PROSES PEMBENTUKAN BUMI ”

DOSEN MATA KULIAH:

Ibu Dr. Fitryane Lihawa. M.Si

DI SUSUN OLEH:

NI LUH ANANDA PUSVITA SARI

471420023

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah singkat tepat pada waktunya.
Adapun judul dari makalah ini adalah “ Proses Pembentukan Bumi ”.

Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini khususnya kepada
Ibu Dr. Fitryane Lihawa. M.Si Sebagai dosen pengampuh mata kuliah
PEMODELAN GEOLOGI serta teman-teman yang turut berpartisipasi dalam
penyelesaian makalah tersebut.

Kami menyadari bahwa dalam menulis makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan dapat
membuat makalah singkat ini menjadi lebih baik serta bermanfaat bagi penulis
dan pembaca.

Gorontalo, 14 Februari 2023

NI Luh Ananda Pusvita Sari


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keingintahuan manusia tentang Bumi selalu berkembang dari waktu ke


waktu. Namun, salah satu pertanyaan yang selalu ada pada pikiran semua orang
adalah bagaimana Bumi ini terbentuk? Jawaban yang paling singkat, namun
berbau mythos, adalah Bumi ini terbentuk dan ada karena diciptakan oleh Sang
Pencipta Alam. Bagi beberapa orang jawaban tersebut kurang memuaskan,
sehingga para filsuf kemudian menciptakan hypothesis untuk menjelaskan
terjadinya Bumi. Bumi merupakan pelanet yang luas dan didalamannya terdapat
lapisan-lapisan penyusun yang menarik untuk dipelajari.

Gambar 1.1 Ilustrasi lapisan bumi terdiri dari lapisan-lapisan (sumber pinterest)

Ilmu pengetahuan tentang bumi sangat luas, baik ilmu pengetahuan yang
membahas mengenai bawah permukaan bumi, membahas dipermukaan bumi,
bahkan mahluk hidup yang berkembang dan hidup di bumi. Sangat banyak
pertanyaan yang akan timbul saat mepelajari bumi, mengapa dari banyaknya
pelanet di sistem tata surya hanya bumi yang terdapat mahluk hidup ? proses apa
yang terjadi di bumi sehingga mahluk hidup tercipta. Untuk menjawab berbagai
pertanyaan tersebut maka makalah ini dibuat untuk menjelaskan teori
pembentukan bumi.

1.2 Tujuan dan Manfaat

a. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana proses dan sejarah pembentukan


bumi.
b. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja faktor-faktor yang mendorong
pembentukan bumi.
BAB II

TEORI PEMBENTUKAN BUMI

2.1 Pengertian Bumi


Dalam sistem tatasurya bumi merupakan planet ketiga dari matahari, dan
bumi merupakan planet terpadat dan terbesar urutan kelima dalam sistem
tatasurya. Bumi adalah sebuah lapisan cair yang memiliki ketebalan sekitar 2.266
km. Bumi merupakan planet yang memiliki siklus kehidupan didalamnya.
Menurut P. Blavatsky definisi bumi ialah suatu tubuh magnetis dalam kenyataan,
seperti ditemukan oleh beberapa ilmuan, ini suatu magnet yang sangat luas seperti
yang ditegaskan paracelcus 300 tahun lampau.

Gambar 2.1 Ilustrasi sistem tata surya (sumber pinterest)

2.2 Teori Terbentuknya Muka Bumi.


Terdapat beberapa hypotesis dan teori pembentukan bumi yang dikemukakan
para ahli berikut beberapa diataranya.
1. Teori kant
Pada pertengahan abad ke-18. atau tepatnya pada tahun 1755, seorang
filsuf Jerman yang bernama Immanuel Kant, mengemukakan teorinya tentang
terbentuknya Bumi ini. Menurutnya, solar system (tata surya) yang terdiri dari
Matahari, Bumi, dan Bulan, serta planet dan asteroid, pada mulanya berbentuk
nebula atau kumpulan bintang yang menyerupai awan atau gas dengan massa
yang berat. Melalui proses pendinginan akhirnya nebula tersebut menjadi
Bumi, Bulan, dan Matahari, serta planet- planet lainnya. Meskipun teori Kant
ini masih sederhana dan dirasakan selalu tidak memuaskan bagi dunia ilmu
pengetahuan dan teknologi, harus diakui bahwa teori Kant ini merupakan teori
pertama yang dikemukakan berkaitan dengan terbentuknya Bumi ini. Suatu
keberanian yang luar biasa pada saat itu.
2. Teori Buffon
Pada waktu yang hampir bersamaan dengan munculnya teori Kant, George
Louis Comte de Buffon, seorang ahli ilmu alam Prancis, menjawab pertanyaan
tentang terbentuknya Bumi ini. Menurut Buffon, pada masa lampau pernah
terjadi tumbukan antara Matahari dengan sebuah komet yang menyebabkan
sebagian massa Matahari terpental keluar. Massa yang terpental ini kemudian
menjadi beberapa planet, termasuk Bumi yang kita tempati ini. Apabila Anda
renungkan lebih lanjut, teori yang disampaikan Buffon ini sudah barang tentu
tidak sepenuhnya benar karena massa komet yang menumbuk Matahari jauh
lebih kecil bila dibandingkan dengan massa Matahari. Namun demikian, teori
tumbukan Buffon ini merupakan landasan terciptanya teori modern berikutnya
mengenai terbentuknya Bumi.
3. Teori Laplace
Kurang lebih setelah beberapa dasawarsa, para ilmuwan waktu itu
mendiskusikan teori terbentuknya Bumi. Pierre Simon Marquis de Laplace,
seorang ahli matematika dan astronomi Prancis, pada tahun 1790-an
menyanggah teori Buffon. Menurut Laplace, Bumi ini terbentuk dari gugusan
gas panas yang berputar pada sumbunya. Pada saat berputar dengan kecepatan
tinggi ini kemudian terbentuk cincin-cincin. Sebagian cincin gas tersebut ada
yang terlempar keluar dan tetap terus berputar. Cincin gas yang berputar pada
akhirnya mengalami pendinginan sehingga terbentuklah gumpalan-gumpalan
bola yang kemudian menjadi Bumi dan planet-planet lainnya. Pusat cincin
masih tetap panas dan ini yang kemudian menjadi Matahari. Teori Laplace ini
dinamakan juga dengan nama Nebular hypothesis yang hampir mirip dengan
teori Kant. Oleh sebab itu, banyak ilmuwan yang mengombinasikan keduanya
menjadi teori Kant dan Laplace.
4. Teori Planetisimal
Setelah kurang lebih satu abad, para ahli astronomi dan astrofisika tidak
memunculkan teori baru tentang terbentuknya Bumi. Pada awal abad ke-20,
beberapa ilmuwan dari Chicago University, Amerika Serikat, mulai tertarik
membuat hypothesis baru tentang terbentuknya Bumi. Forest Ray Moulton
(ahli astronomi) dan rekannya T.C Chamberlain (ahli geologi),
mengemukakan teori terbentuknya Bumi ini yang mereka namakan
Planetisimal hypothesis. Menurut Moulton dan Chamberlain, Matahari yang
terdiri dari gas bermassa besar sekali, pada suatu saat didekati oleh bintang
lain ("Matahari" lain) yang melintas dengan kecepatan tinggi di dekat
Matahari. Pada saat pelintasan dengan kecepatan tinggi dan jarak keduanya
relatif dekat, maka sebagian massa gas Matahari ada yang tertarik keluar.
Akibatnya, ada gaya tarik (gravitasi) dari bintang yang melintas tersebut.
Sebagian massa gas yang tertarik keluar dari Matahari berada pada lintasan
bintang dan sebagian lagi ada yang berputar mengelilingi Matahari karena
gravitasi Matahari. Setelah bintang melintas berlalu, massa gas yang berputar
mengelilingi Matahari menjadi dingin dan kemudian terbentuklah cairan yang
lama-kelamaan menjadi padat yang selanjutnya disebut planetisimal
(kumpulan planet). Planetisimal yang terbentuk kemudian akan saling tarik-
menarik bergabung menjadi satu yang pada akhirnya menjadi Bumi dan planet
lainnya.
James Jeans dan Harold Jeffreys, ilmuwan Inggris pada tahun 1918
mengemukakan teori terbentuknya Bumi yang dinamakan teori tidal. Teori ini
diilhami oleh peristiwa pasang naik (tidal) laut manakala Bulan tampak jelas
(bulan purnama) dari Bumi. Dengan demikian, teori tidal atau peristiwa
pasang naik massa gas Matahari karena bintang melintas di dekat Matahari.
Peristiwa bintang melintas di dekat Matahari ini mirip dengan teori Moulton
dan Chamberlain (teori planetisimal). Walaupun tampaknya mirip, Jeans dan
Jeffreys tidak sependapat bahwa Bumi dan planet lainnya berasal dari
kumpulan planet yang bergabung sehingga membentuk Bumi dan planet
lainnya.
Menurut Jeans dan Jeffreys, pada saat bintang melintas di dekat Matahari,
sebagian massa Matahari tertarik keluar sehingga membentuk semacam
cerutu. Bagian yang membentuk cerutu ini setelah mengalami pendinginan,
merupakan cikal bakal planet-planet yang mengelilingi Matahari, mulai dari
planet yang paling dekat dengan Matahari, yaitu Merkurius, disusul Venus,
Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan yang paling jauh adalah
Pluto.
5. Teori Weizsaecker
Teori ini diajukan oleh C.Von Weizsaecker, seorang ahli astronomi
Jerman pada tahun 1940-an, yang merupakan modifikasi dari hypothesis
nebular (yang diciptakan oleh Laplace). Menurut Weizsaecker, tata surya ini
pada mulanya terdiri atas Matahari yang dikelilingi oleh massa kabut gas.
Sebagian besar massa kabut gas ini terdiri atas unsur ringan, yaitu Hidrogen
dan Helium. Karena panas Matahari yang sangat tinggi, unsur ringan tersebut
menguap ke "angkasa" tata surya, sedangkan unsur yang lebih berat tertinggal
dan menggumpal. Gumpalan ini kemudian menarik unsur-unsur lain yang ada
di angkasa tata surya, kemudian berevolusi membentuk planet-planet,
termasuk planet Bumi. Perlu dipahami bahwa dalam teori pembentukan planet
Bumi, Weizsaecker merupakan ilmuwan pertama yang memasukkan unsur
radioaktif, yaitu Helium (pemancar radiasi sinar alpha) ke dalam teori
terbentuknya Bumi dan planet lainnya. Hipotesis Weizsaecker ini menarik
perhatian karena dalam perkembangan lebih lanjut, para ahli fisika nuklir dan
kimia nuklir, yang membuat teori tentang reaksi subatomik dan reaksi nuklir
yang terjadi di Matahari dan di angkasa luar, selalu mengacu pada teori ini.

6. Teori Kuiper
Apabila diperhatikan lebih lanjut, teori Gerald P.Kuiper ini merupakan
modifikasi teori nebular yang pernah disampaikan ilmuwan lainnya. Teori
Kuiper menyebutkan, pada mulanya ada nebula besar berbentuk piringan
cakram. Pusat piringan ini adalah proton-Matahari, sedangkan massa gas yang
berputar mengelilingi proton-Matahari adalah proton-planet. Kuiper dalam
teorinya juga memasukkan unsur-unsur ringan Hidrogen dan Helium, di
samping unsur-unsur berat. Pusat piringan yang merupakan proton-Matahari
mempunyai suhu sangat tinggi, sedangkan proton-planet, karena
perputarannya mengelilingi proton-Matahari, lama-kelamaan menjadi dingin.
Unsur ringan (Hidrogen dan Helium) tersebut menguap dan unsur-unsur berat
tertinggal dan mulai menggumpal, kemudian menjadi planet Bumi dan planet
lainnya.
7. Teori Whipple
Fred L. Whipple, seorang astronomi Amerika Serikat, mengemukakan
teori Whipple yang juga disebut sebagai teori gas dan kabut debu kosmis.
Menurut Whipple, tata surya pada mulanya terdiri atas gas dan debu kosmis
yang berotasi membentuk suatu piringan. Debu dan gas yang berotasi
menyebabkan terjadinya pemekatan massa dan akhirnya menggumpal menjadi
padat, sedangkan kabutnya hilang menguap ke angkasa. Gumpalan-gumpalan
yang padat itu saling bertabrakan kemudian membentuk planet-planet,
termasuk planet Bumi. Adapun kabut yang ada di pusat piringan yang masih
tetap panas menjadi Matahari.
8. Teori big bang
Teori Big Bang dikenal pula sebagai teori "Dentuman Besar", yang
dikemukakan pada tahun 1948 oleh dua ilmuwan, Gamow dan Alpher, bahwa
Bumi dan alam semesta ini terbentuk dari suatu ledakan yang sangat dahsyat.
Ledakan tersebut berasal dari partikel yang pecah dengan energi yang amat
besar. Ledakan dahsyat tersebut kemungkinan berasal dari ledakan thermo
nuklir alami yang belum diketahui asal mulanya. Diperkirakan ledakan
tersebut terjadi pada 10-20 triliun tahun yang lalu, dan akibat ledakan tersebut
masih terasa hingga sekarang. Diuraikan lebih lanjut bahwa dentuman dahsyat
yang berasal dari ledakan thermo nuklir ini dapat menghasilkan energi (panas)
sangat tinggi, yang mengakibatkan ekspansi materi ke segala arah dengan
kecepatan luar biasa. Bila sisa yang ekspansi tersebut berupa benda-benda
langit (bintang, planet, dan sejenis asteroid), benda-benda langit tersebut akan
bergerak makin jauh.
Gambar 2.2 Ilustrasi pembentukan bumi big bang (sumber:pinterest)

Keberhasilan pembuktian adanya gelombang gravitasi dari era inflasi


ketika alam semesta masih berusia dini, makin menguatkan teori Big Bang
(Dentuman Besar), teori yang paling sukses menggambarkan pembentukan
dan evolusi alam semesta. Sedikit demi sedikit, misteri pada beberapa bagian
teori yang belum terbuktikan mulai terkuak.
Seperti Anda ketahui teori Dentuman Besar alam semesta terbentuk dari
sebuah dentuman dahsyat pada 13,8 miliar tahun yang lalu. Dentuman ini
menandai dimulainya pembentukan ruang dan waktu. Pada masa ini, alam
semesta memiliki suhu, kerapatan, tekanan, dan energi yang sangat tinggi.
"Dentuman ini tampaknya berbeda dengan ledakan, seperti ledakan bom.
Dentuman ini memicu pengembangan ruang, bukan terjadi di ruang yang
sudah ada," demikian kata mantan peneliti di Institut Astronomi Max-Planck
Heidelberg, Jerman, Dading Nugroho, Kamis (20 Maret 2014)
Sesaat setelah dentuman, alam semesta mengembang ultramasif dalam
waktu yang relatif sangat singkat. Periode ini disebut sebagai periode inflasi.
Inflasi dimulai pada sepertriliun dari sepertriliun detik atau 10 detik hingga 10
detik setelah dentuman. Saat itu, jarak yang semula hanya hanya 1 nanometer
(10 meter) mulur menjadi 10 triliun tahun cahaya. Pengembangan ruang itu
membuat suhu alam semesta menurun. Partikel-partikel subelemeter, seperti
quark, lepton, dan foton pun terbentuk. Pembentukan materi itu berlanjut
hingga terbentuk inti-inti atom. Proses yang disebut sebagai nukleosintesis itu
akan menghasilkan hydrogen, deuterium (isotop hydrogen), dan litium.
Namun, alam semesta pada masa itu belum terlihat. Suhu yang masih
tinggi membuat foton (partikel cahaya) sulit bergerak bebas, terperangkap
dalam alam semesta yang kedap. Proses pendinginan terus berlanjut sehingga
memberi kesempatan elektron bebas bergabung dengan inti atom netral.
Proses ini disebut dengan istilah era rekombinasi. Penyerapan elektron bebas
itu membuat alam semesta menjadi transparan. Cahaya yang sebelumnya sulit
dideteksi menjadi bisa diamati dalam bentuk radiasi mikrokosmik latar
belakang (cosmic microwave background/CMB). Saat foton mulai lepas dari
kungkungan alam semesta yang kedap itulah terbentuk CMB. CMB terbentuk
pada 380.000 tahun setelah Dentuman Besar. Namun, setelah masa itu, alam
semesta memasuki zaman kegelapan (dark age).
Menurut Ferry M. Simatupang, ahli kosmologi pada Program Studi
Astronomi Institut Teknologi Bandung mengatakan bahwa pada waktu itu
disebut zaman kegelapan karena memang belum ada sumber cahaya yang
menghasikan cahaya tampak. Foton yang berada pada panjang gelombang
visual memang belum bisa diamati, tetapi foton yang berada di luar panjang
gelombang optik tetap bisa diamati. Seiring makin turunnya suhu alam
semesta, proses ionisasi terjadi. Proses ini memicu runtuhnya awan hydrogen
dan membentuk bintang-bintang generasi pertama pada 400 juta tahun setelah
Dentuman Besar. Masa ini menandai berakhirnya era kegelapan. Selanjutnya,
bintang dan galaksi berevolusi, yaitu berkembang mati dan membentuk
bintang dan galaksi baru. Proses daur ulang materi bintang dan galaksi inilah
yang menghasilkan isi alam semesta yang ada saat ini, termasuk yang memicu
munculnya kehidupan di Bumi ini.
Ada berita yang lebih menarik lagi. Hari Senin (17 Maret 2014), para
peneliti dari Pusat Astrofisika (CIA) Harvard-Smithsonian di Cambridge,
Massachusetts, Amerika Serikat mengumumkan keberhasilan mereka
mengamati gelombang gravitasi dari era inflasi. Sebelum periode inflasi,
empat gaya utama di alam semesta, yaitu gaya interaksi kuat, interaksi lemah,
elektromagnetik, dan gravitasi, menyatu. Namun, inflasi memicu pemisahan
keempat gaya tersebut. Terpisahnya gaya interaksi kuat itu menghasilkan
energi vakum dan menimbulkan medan scalar yang memicu inflasi.
Pembuktian keberadaan gelombang gravitasi itu ditentukan berdasarkan
pengamatan CMB. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan teleskop
radio Background Imaging of Cosmic Extragalactic Polarization 2 (BI-CEP2)
yang ditempatkan di Benua Antartika. CMB yang merupakan radiasi banyak
menyimpan informasi tentang kondisi alam semesta dini sebelum 380.000
tahun setelah Dentuman Besar. Pengamatan juga difokuskan pada CMB
karena sebelum era CMB, kondisi alam semesta tidak bisa diamati akibat
masih terjebaknya foton dalam alam semesta yang kedap. Menurut Ferry,
foton bergerak dalam ruang dan waktu. Gelombang gravitasi dari inflasi akan
menimbulkan perubahan ruang dan waktu. Jika ruang dan waktu terganggu,
rambatan foton juga akan terganggu. Gangguan gerak foton inilah yang
terekam pada CMB. Gelombang gravitasi yang tersimpan dalam CMB
memiliki polarisasi bergulir (curling), bukan polarisasi radial seperti pada
rambatan gelombang gravitasi dari bintang.
Penelitian tentang gelombang gravitasi dari CMB sebenarnya sudah
banyak dilakukan oleh beberapa tim ahli dari sejumah negara. Namun, tingkat
presisinya masih lebih rendah dibandingkan dengan yang diharapkan, seperti
yang diperoleh tim dari Pusat Astrofisika Harvard- Smithsonian pimpinan
John Kovac. Temuan ini membuktikan kebenaran teori inflasi yang makin
memperkuat teori Big Bang (Detuman Besar) sebagai teori pembentukan dan
evelusi alami semesta (Zaid Wahyudi, 2014).

2.4 Bentuk dan Susunan Lapisan Kulit Bumi


2.4.1 Bentuk Bumi
Sampai saat ini astronom berpendapat bahwa sistem tata surya dengan
Bumi sebagai salah satu anggotanya, dianggap terjadi dari cakram debu da gas
yang berputar. Bahan yang lebih rapat terpisah dari inti cakram (akhirnya
membentuk planet batuan, seperti Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars), sementara
bahan yang lebih ringan berada di tepi cakram (menjadi planet gas seperti Jupiter,
Saturnus, Uranus, dan Neptunus). Ilmuwan yakin bahwa saat planet terbentuk,
semua bahan disatukan oleh gravitasi dan terpisah menjadi berbagai lapisan. Bumi
berbentuk sebagai bola berisi logam dan bahan yang kaya akan silika. Besi dan
nikel membentuk inti, dan bahan yang lain yang lebih ringan di permukaan
menjadi kerak. Terdapat dua macam kerak, yaitu kerak benua dan kerak samudra.

Gambar 2.3 Ilustrasi bentuk Bumi (sumber:pinterest)


1. Kerak benua adalah lapisan luar Bumi yang membentuk daratan. Kerak benua
lebih tua dan lebih tebal daripada kerak samudra. Beberapa daratan ada yang
telah tenggelam dan ada yang muncul. Perjalanan sejarah benua yang cukup
kompleks terlihat dari strukturnya dan jenis kandungan batuan berbeda. Kerak
benua terutama tersusun dari silika dan aluminium (disingkat SIAL).
2. Kerak samudra
Kerak samudra adalah lapisan terluar Bumi yang berada di bawah
samudra. Bagian tertua kerak samudra berumur 200 juta tahun. Kerak ini terus
terbentuk pada daratan di samudra oleh gunungapi yang mengeluarkan batuan
cair. Kerak samudra hancur saat ditarik ke palung laut yang dalam. Kerak
samudra terutama tersusun dari silika dan magnesium (disingkat SIMA).
Bumi berputar pada garis semu yang disebut poros, yang memanjang dari
kutub utara hingga kutub selatan. Garis poros ini dapat dicermati pada globe
(bola dunia) yang merupakan hasil rekayasa manusia. Kedudukan poros ini
tidak vertikal, tetapi agak miring, sehingga Bumi mengorbit Matahari dalam
suatu sudut. Putaran Bumi yang miring ini sangat memengaruhi kehidupan
yang ada di Bumi; pada waktu tertentu dalam setahun, kutub
utaramembelakangi Matahari dan pada saat yang lain, kutub utara menghadap
ke Matahari. Ini menimbulkan perubahan iklim yang disebut musim. Daerah
dekat khatulistiwa (ekuator) tidak begitu dipengaruhi oleh kemiringan ini
sehingga memiliki iklim yang lebih konstan, yaitu musim kering/kemarau dan
musim basah hujan.
 Musim panas di belahan Bumi utara adalah saat kutub utara
condong ke Matahari. Di kutub utara terjadi siang terus. Sementara
itu, belahan Bumi selatan mengalami musim dingin.
 Pada musim gugur di belahan Bumi utara, terjadilah musim semi di
belahan Bumi selatan. Panjang hari di kedua tempat sama.
 Musim dingin di belahan Bumi utara adalah pada saat kutub utara
menjauh dari Matahari dan selalu gelap. Pada saat yang sama
terjadi musim panas di belahan Bumi selatan.
 Pada musim semi di belahan Bumi utara, kutub utara dan kutub
selatan menerima jumlah sinar Matahari yang sama, sehingga
panjang hari di kedua tempat itu sama.

Dengan demikian berdasarkan atas kedudukan Bumi terhadap Matahari,


pada daerah tropika, wilayah antara 23,5° Lintang Utara (LU) hingga 23,5 Lintang
Selatan (LS) hanya terjadi dua musim, yakni musim panas dan musim hujan, yang
silih berganti, artinya pada saat wilayah 0" (garis khatulistiwa) hingga 23,5 LS
sedang mengalami musim kemarau, pada waktu yang sama di wilayah 0° (garis
khatulistiwa) hingga 23,5° LU sedang mengalami musim hujan. Demikian pula
sebaliknya, untuk wilayah subtropika, 23,5° LU hingga 90° LU (Kutub Utara) dan
wilayah 23,5° LS hingga 90° LS (Kutub Selatan), secara silih berganti mengalami
empat musim, yaitu musim panas, musim gugur, musim dingin, dan musim semi.

Bumi tidak berbentuk bulat sempurna, tetapi sedikit menonjol di tengah.


Saat Bumi berputar, daerah di ekuator (khatulistiwa) berputar jauh lebih cepat
daripada di kutub. Makin cepat putarannya makin kuat gayanya, yang disebut
gaya sentrifugal, yang mendorong materi keluar dari pusat rotasi. Gejala ini
diartikan bahwa Bumi terdorong keluar pada bagian tengahnya.

2.4.2 Susunan Lapisan Kulit Bumi

Pada tahun 1990 lubang terdalam yang pernah dibuat oleh manusia ada di
Semenanjung Kola, bekas teritorial Uni Soviet, mencapai kedalaman 12 km (7
mi) dan direncanakan hingga 15 km (9 mil). Jika ingin mencapai inti Bumi,
pengeboran harus terus dilakukan hingga 6.355 km (3.947 mil). Karena ukuran
Bumi sangat besar, pengeboran sedalam 15 km belum cukup untuk menampilkan
yang sebenarnya ada di bawah. Oleh sebab itu, dipakai pendekatan dengan metode
lain untuk mengetahui apa yang ada di dalam Bumi Kebanyakan pengetahuan
yang dipergunakan adalah pendekatan studi getara gempa Bumi yang mampu
menembus Bumi. Getaran yang disebabkan oleh gempa Bumi disebut gelombang
seismik, yang dapat direkam oleh peralatan sensitif. Dua jenis gelombang
merambat di bagian dalam (interior) Bumi, yaitu gelombang primer (P) yang
cepat, dan gelombang sekunder (S) yang lambat. Waktu tunda di antaranya dapat
memberikan informasi yang berharga bagi geologist tentang asal gelombang
tersebut. Gelombang terbiaskan sa melewati bahan yang berbeda, menunjukkan
perubahan di dalam interior Bumi.

Mengacu pada konsep Suess-Wiechert kulit Bumi mulai dari bagian


terluar hingga yang paling dalam adalah sebagai berikut. Bumi tersusun dari tiga
lapisan utama, yaitu kerak (lithosfera), lapisan antara (chalkosfera), dan inti
(barysfera). Kerak adalah lapisan yang tipis dan keras yang terdiri atas batuan.
Panas dari Bumi menyebabkan beberapa batuan pada mantel meleleh, sementara
tekanan internal yang lebih besar di lapisan bawahnya menekan batuan ini hingga
menjadi padat. Pusat Bumi, yaitu inti, memiliki lapisan luar berupa logam cair dan
lapisan dalam logam padat.

 Lapisan lithosfera (kerak Bumi), yang merupakan lapisan paling luar


dengan tebal 30 km-70 km tersusun dari batuan beku basa dan batuan beku
asam. Di bawah kerak Bumi yang merupakan lapisan lithosfera bagian
dalam terdapat lapisan silikat dengan tebal kira- kira 1.200 km. Berat jenis
lapisan ini antara 3, 4 hingga 4. Dengan demikian lapisan lithosfera terdiri
dari dua lapisan besar tersebut, yaitu sekitar 6 km (4 mil) di bawah laut
dan sekitar 35 km (22 mil) di bawah benua.
 Lapisan antara yang disebut sebagai lapisan chalkosfera tersusun dari
senyawa oksida dan sulfida. Ketebalan lapisan ini diperkirakan 1700 km-
2.900 km, dengan berat jenis kira-kira 6,4.
 Lapisan barysfera adalah satu-satunya lapisan cair Bumi dengan inti luar
setebal sekitar 2.000 km (1.240 mil) yang tersusun dari besi, nikel, dan
mungkin zat lain. Inti padat bagian dalam berada 1.370 km (850 mil) dari
permukaan yang tersusun dari besi dan nikel dengan berat jenis 9.6.

Kerak Bumi (lithosfera) yang merupakan kulit Bumi terluar yang masih
dan dapat terjangkau "kemampuan manusia" terdiri dari beberapa bagian, yaitu
sebagai berikut.

 Bagian atas dengan tebal 15 km, yang mempunyai berat jenis kira-kira 2,7
merupakan tipe magma granit.
 Bagian tengah dengan tebal 25 km, yang mempunyai berat jenis kira-kira
3,5 merupakan tipe magma basalt.
 Bagian bawah dengan tebal 20 km dan mempunyai berat jenis 3,5
merupakan tipe magma peridotit dan eklogit.

Dari penelitian-penelitian yang dilakukan secara sistematis, telah berhasil


diketahui bahwa di dalam Bumi ditemukan lapisan kulit Bumi yang dibatasi oleh
bidang yang tidak menerus (bidang discontinue). Bidang discontinue pertama
ditemukan pada kedalaman kira-kira berjarak 60 km dari permukaan Bumi.
Bidang discontinue ini disebut bidang discontinue Mohorovicic atau Moho.
Bidang discontinue berikutnya ditemukan lagi pada kedalaman 1.200 km pada
kedalaman 2.900 km. Dari kedalaman 2.900 km terdapat bola dengan jari-jari
3.500 km sampai ke "pusat Bumi". Bola ini disebut inti Bumi.

Kemampuan para ahli kebumian memprediksi tentang bagian dalam dari


Bumi utamanya didasarkan pada pengamatan langsung pada bagian- bagian atas
dari kerak Bumi, dan secara tak langsung dari hasil aktivitas magma yang
mencapai permukaan melalui gejala volkanisme. Kemampuan manusia juga
sangat terbatas. Pengeboran terdalam telah dilakukan hingga mencapai 25.000 feet
(di Gulf Coast Amerika Serikat), sedangkan tambang terdalam di dunia baru
mencapai 11.000 feet dengan suhu batuan di dalam tambang mencapai 60°C.
Penelitian terus berlanjut. Amerika Serikat telah melakukan pengeboran untuk
mencapai bidang discontinue Mohorovicic Proyek ini disebut dengan nama
Mohole Proyect yang dilakukan di Pulau Guadaloupe, sebelah barat Meksiko.
Tempat ini dipilih karena diduga lapisan kerak Bumi tipis, dan diharapkan suhu
pada dasar lubang tersebut tidak lebih dari 180°C. Hasil pengeboran diharapkan
memberi informasi perihal "rahasia Bumi bagian dalam".
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam sistem tatasurya bumi merupakan planet ketiga dari matahari, dan
bumi merupakan planet terpadat dan terbesar urutan kelima dalam sistem
tatasurya. Bumi adalah sebuah lapisan cair yang memiliki ketebalan sekitar 2.266
km. Bumi merupakan planet yang memiliki siklus kehidupan didalamnya. Proses
pembentukan bumi, bumi berasal dari dua gumpalan kabut raksasa yang meledak
dengan sangat dasyat, ledakaan tersebut kemudian membentukgalaksi nebula.
Kemudia setelah selang waktu yang lama nebula mendingin dan membeku
membentuk galaksi bima sakti, lalu sistem tata surya. Bumi terbentuk dari
material kecil yang terlempar keluar saat gumpalan kabut raksasa meledak yang
mendingin dalam dan memadat sehingga terbentuklah bumi. Bumi terdiri dari
beberapa lapisan, yaitu lapisan inti dalam, lapisan inti luar, mantel dalam, matel
luar, dan kerak bumi.

3.2 Saran

Pembentukan bumi melalui proses yang sanggat panjang, berjuta-juta


tahun lamanya, sebagai manusi kita harus bisa menjaga dengan baik bumi yang
sudah tercipta ini.
DAFTAR PUSTAKA

Iqbal, MA, & Rosnelly, R. (2020). Perancangan Aplikasi Media Pembelajaran


Pengenalan Lapisan Bumi Menggunakan Augmented Reality Berbasis
Android. Jurnal Mahasiswa Fakultas Teknik dan Ilmu
Komputer , 1 (1), 927-940.

Purwantoro, S. PROSES PEMBENTUKAN PERMUKAAN BUMI.

Hidayat, D., Handayani, L., Widiwijayanti, C., Suyatno, S., & Sanyoto, A.
(2006). STRUKTUR LAPISAN BUMI DI BAWAH G.
TANGKUBAN PARAHU BERDASARKAN STUDI SEISMIK
STASIUN TUNGGAL. RISET Geologi dan Pertambangan , 16 (1), 1-
8.

Anda mungkin juga menyukai