Anda di halaman 1dari 25

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM)


2.1.1. Pengertian
Menurut peraturan Menteri Kesehatan nomor
1173/MENKES/PER/X /2004 menjelaskan bahwa Rumah Sakit Gigi dan
Mulut (RSGM) adalah sarana pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut perorangan untuk
pelayanan pengobatan dan pemulihan tanpa mengabaikan pelayanan
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit yang dilaksanakan
melalui pelayanan rawat jalan, gawat darurat dan pelayanan tindakan
medik.
Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) harus memiliki tenaga kerja
kerja sebagai berikut (Sumber: peraturan Menteri Kesehatan nomor
1173/MENKES/PER/X /2004 ,11:1) :
1. Tenaga Medis Kedokteran Gigi :
a. Dokter Gigi
b. Dokter Gigi spesialis yang meliputi :
 Bedah Mulut
 Meratakan Gigi (orthodonsi)
 Penguat Gigi (konservasi)
 Gigi Tiruan (prosthodonsi)
 Kedokteran Gigi Anak (pedodonsi)
 Penyangga Gigi (periodonsi)
 Penyakit Mulut
2. Dokter/ spesialis lainnya :
a. Dokter dengan pelatihan PPGD
b. Dokter Anestesi
c. Dokter Penyakit Dalam
d. Dokter Spesialis anak
3. Tenaga Keperawatan :
a. Perawat Gigi
b. Perawat
4. Tenaga Kefarmasian :
a. Apoteker
b. Analis Farmasi
c. Asisten Apoteker
5. Tenaga Keteknisisan Medis :
a. Radiografer
b. Teknisi Gigi
c. Analis Kesehatan
d. Perekam Medis

6. Tenaga Non Kesehatan :


a. Administrasi
b. Kebersihan
2.1.2. Ketentuan Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut
Ketentuan Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut berdasarkan
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1173/MENKES/PER/X/2004 pasal 6, sebagai berikut :
1. RSGM harus mempunyai struktur organisasi dan tata kerja.
2. Organisasi, sekurang-kurangnya meliputi bidang pelayanan kesehatan
gigi dan mulut, administrasi dan keuangan, pelayanan penunjang,
pendidikan, penelitian dan pengembangan, rekam medik dan komite
klinik, satuan medik fungsional dan instalasi.
3. Struktur organisasi ditetapkan oleh Pemilik RSGM atas usul Direktur
RSGM dengan memperhatikan fungsi dan kebutuhan rumah sakit.
2.1.3. Fasilitas Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut
1. pelayanan kefarmasian;
2. pelayanan laboratorium yang meliputi laboratorium klinik dan
laboratorium teknik gigi;
3. pelayanan radiologi gigi;
4. pelayanan anestesi;
(sumber : PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 1173/MENKES/PER/X/2004 pasal 8:2)
2.1.4. Kebutuhan Ruang dan Peralatan Kesehatan
Peraturan MenKes Nomor 1173/MENKES/PER/2004 tentang Rumah
Sakit Gigi dan Mulut menjadi sebuah standar keharusan minimal yang
harus dipenuhi setiap RSGM yang akan dibangun ataupun yang sudah
terbangun. Berikut beberapa tinjauan penting dari isi PerMenKes yang
perlu diperhatikan :
1. Persyaratan sarana dan prasarana bangunan serta peralatan RSGM
a. Ruang Rawat Jalan;
b. Ruang Gawat Darurat;
c. Ruang pemulihan/Recovery room ;
d. Ruang Operasi;
e. Farmasi dan Bahan Kedokteran Gigi;
f. Laboratorium Klinik;
g. Laboratorium Teknik Gigi;
h. Ruang Sentral Sterilisasi;
i. Radiologi;
j. Ruang Tunggu;
k. Ruang Administrasi;
l. Ruang Toilet; dan Prasarana yang meliputi tenaga listrik,
penyediaan air bersih, instalasi pembuangan limbah, alat
komunikasi, alat pemadam kebakaran dan tempat parkir.
2. Tenaga Kerja wajib pada RSGM
a. Konsultasi medis;
b. Administrasi rumah sakit;
c. Penunjang Diagnostik;
d. Tindakan Medik Operatif;
e. Tindakan Medik Non Operatif;
f. Radiologi;
g. Farmasi;
h. Ambulans dan jasa rumah sakit;
i. Bahan dan alat habis pakai;
j. Laboratorium klinik;
k. Laboratorium teknik gigi;
l. Pelayanan untuk pendidikan dan penelitian, bagi RSGM
Pendidikan
3. Jenis-jenis Komponen (Peralatan) Pelayanan RSGM
Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut berdasarkan peraturan Mentri
Kesehatan Nomor 1173 tahun 2004 harus memiliki peralatan yang
meliputi :

NAMA ALAT GAMBAR


Dental Unit

Dental Chair

Tempat Tidur
Laser

Intra Oral Camera

Dental Foto

Cephalometri x-ray

Autoclave/ sterilizator
Unit Laser

Radiografi

2.1.5. Persyaratan Ruang dan Bangunan RSGM


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit, ada beberapa persyaratan kesehatan lingkungan
rumah sakit yang berhubungan langsung dengan kenyamanan fisik
bangunan rumah sakit sendiri. Syarat-syarat tersebut diantaranya :
A. Lingkungan Bangunan Rumah Sakit
1. Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang
jelas, dilengkapi dengan pagar yang kuat dan tidak memungkinkan
orang atau binatang peliharaan keluar masuk dengan bebas.
2. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas
lahan keseluruhan sehingga tersedia tempat parkir yang memadai
dan dilengkapi dengan rambu parkir.
3. Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir. Jika
berlokasi di daerah banjir harus menyediakan fasilitas atau
teknologi untuk mengatasinya.
4. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan
dengan intensitas cahaya yang cukup.
5. Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek, atau
tidak terdapat genangan air dan dibuat landai menuju ke saluran
terbuka atau tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan
disesuaikan dengan luas halaman
6. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan
terpisah, masing-masing dihubungkan langsung dengan instalasi
pengolahan limbah.
7. Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu, dan tempat-tempat
tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat
sampah.
8. Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam
keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan
kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak
memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembang biaknya
serangga, binatang pengerat, dan binatang pengganggu lainnya.
B. Konstruksi Bangunan Rumah Sakit
1. Lantai
- Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air,
permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah
dibersihkan.
- Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai
kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan air limbah
- Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk
konus/lengkung agar mudah dibersihkan
2. Dinding
Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan
menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat
yang mengandung logam berat
3. Ventilasi
- Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam
kamar/ruang dengan baik.
- Luas ventilasi alamiah minimum 15 % dari luas lantai
- Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian
udara dengan baik, kamar atau ruang harus dilengkapi dengan
penghawaan buatan/mekanis.
- Penggunaan ventilasi buatan/mekanis harus disesuaikan
dengan peruntukkan ruangan.
4. Atap
- Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat
perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
- Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi
penangkal petir.
5. Langit-langit
- Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah
dibersihkan.
- Langit-langit tingginya minimal 2,70 meter dari lantai.
- Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu
harus anti rayap.
6. Konstruksi
Balkon, beranda, dan talang harus sedemikian sehingga tidak
terjadi genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan
nyamuk Aedes.
7. Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah
masuknya serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
8. Jaringan Instalasi
- Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air
limbah, gas, listrik, sistem pengawasan, sarana telekomunikasi,
dan lain-lain harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan
agar aman digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan.
- Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilangan dengan
pipa air limbah dan tidak boleh bertekanan negatif untuk
menghindari pencemaran air minum.
9. Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan
mudah bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan
dilengkapi ram untuk brankar.

10. Fasilitas Pemadam Kebakaran


Bangunan rumah sakit dilengkapi dengan fasilitas pemadam
kebakaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2.1.6. Tipe Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Menurut PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 1173/MENKES/PER/X/2004 rumah sakit khusus
Gigi dan Mulut (RSGM) dibagi menjadi 2 :
1. RSGM Pendidikan

Menyediakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang meliputi


pelayanan medik gigi dasar, spesialistik dan atau subspesialistik.

2. RSGM Non Pendidikan


Memberikan pelayanan medik gigi minimal pelayanan medik gigi
dasar.
2.1.7. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah
sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009,
rumah sakit mempunyai fungsi:
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatann
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis.
3. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
Dalam mendukung fungsi dan tugas dari rumah sakit khusus gigi dan
mulut, harus ada struktur organisasi yang jelas dalam sebuah rumah sakit.
Berikut contoh organisai yang disusun berdasarkan peraturan Presiden Republik
Indonesia nomor 77 tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit :
2.2. Arsitektur Prilaku
2.2.1. Pemahaman Arsitektur Prilaku
Arsitektur perilaku adalah arsitektur yang dalam penerapannya
selalu menyertakan pertimbangan-pertimbangan perilaku dalam
perancangan kaitan perilaku dengan desain arsitektur (sebagai lingkungan
fisik) yaitu bahwa desain arsitektur dapat menjadi fasilitator terjadinya
perilaku atau sebaliknya sebagai penghalang terjadinya perilaku (JB.
Watson, 1878-1958).
Arsitektur Berwawasan Perilaku adalah ilmu merancang bangunan
yang mengacu kepada aspek-aspek yang mendasar dan penting yang
terkait dengan sikap dan tanggapan manusia terhadap lingkungannya,
yang bertujuan untuk menciptakan ruang dan suasana tertentu yang sesuai
dengan perilaku manusia beserta lingkungan dan budaya masyarakat
(Romo Mangun Wijaya dalam Wicaksono, Character Building Center di
Kaliurang;35)
Untuk mendapatkan suatu lingkungan yang bertujuan untuk
menciptakan ruang dan suasana yang sesuai dengan perilaku dapat dimulai
dengan cara memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Ruang dan Perilaku Manusia
Perilaku manusia yang berdasar faktor-faktor kebiasaan,
seperti adat ataupun pengalaman terdahulu akan terbawa ke dalam
bangunan maupun lingkungannya.Faktor fisik dan psikis dapat
memiliki peran dalam membentuk persepsi dan perilaku manusia
tersebut. Misalnya pada factor fisik setiap manusia tidak ada yang
sama antara satu dengan lainnya. Beberapa faktor fisik dalam ras
atau genetis yang memiliki kecenderungan sama antara lain
adalah : jenis kelamin, warna kulit, rata-rata tinggi badan dan
rambut.Sedangkan untuk faktor psikis nya yang berpengaruh
adalah faktor tingkat pendidikan, latar belakang budaya, factor
kebiasaan, agama dan lainnya
Sebuah gubahan ruang merupakan sebuah objek yang akan
dipersepsikan oleh manusia sebagai pengamat dan pengguna.
Gubahan ruang terdiri dari objek-objek pembentuk. Objek tersebut
tidak hanya dapat dilihat secar visual saja melainkan dapat
dirasakan oleh indera penciuman, pendengaran ataupun rabaan.
Objek pembentuk sbuah gubahan ruang interior dalam gubahan
arsitektur antara lain : garis, bidang, bentuk, tektstur, material,
warna, cahaya, penghawaan, akustik dan bau (Abercrombie dalam
Wicaksono, Character Building Center di Kaliurang;).
Setelah bangunan telah memiliki ruang-ruang beserta
segala perabotnya maka faktor yang harus diperhatikan juga yaitu
kenyamanan dan kemanan bagi anak, terlebih saat mereka
melakukan berbagai aktivitas yang mengeksplore kemampuannya.
Selain di atas, hal-hal yang nantinya berpengaruh terhadap perilaku
manusia yang terjadi dalam ruang, diantaranya adalah:

 Bentuk / Ukuran Ruang


Bentuk ruang yang dibatasi oleh dinding, lantai dan plafond
memberi rasa terlindung.Interpretasi yang muncul bisa timbul
kesan luas, tetapi juga bisa timbul kesan sempit. Bentuk ruang
akan mempengaruhi psikis dari pemakai ruangan, hal ini dapat
dengan memakai bentuk-bentuk dinamis agar menarik,
disamping itu disesuaikan karakter kegiatan didalamnya. Jenis
bentuk yang akan diterapkan pada rancangan yaitu bentuk-
bentuk dasar seperti bujur sangkar, segitiga dan lingkaran.
 Bujur Sangkar
Bentuk yang statis dan netral serta tidak memiliki arah
tertentu. Bentuk ini bila berdiri pada salah satu sisinya tampak
stabil dan dinamis berdiri pada salah satu sudutnya.

 Segitiga
Bentuk yang stabil.Jika diletakan berdiri pada salah satu
sudutnya, dapat menjadi seimbang ila terletak dalam posisi
yang tepat pada suatu keseimbangan.
 Lingkaran
Bentuk yang terpusat. Berarah kedalam dan pada umumnya
bersifat stabil dan dengan sendirinya menjadi pusat dari
lingkungannya.
Bentuk-bentuk dasar tersebut dipilih karena mudah untuk
diingat oleh anak. Pengaplikasiannya bisa dengan penggabungan
ketiga bentuk dasar tersebut menjadi suatu bentuk yang lebih
memiliki nilai estetis dan lebih berekspresi daripada hanya satu
bentuk saja.Namun bentuk yang akan dirancang juga tidak
terlepas dari pengaruh keadaan sekitarnya (angin, lingkungan
sekitar)

 Bentuk tokoh kartun yang disukai anak


Bentuk-bentuk dasar yang telah dijelaskan sebelumnya dapat
digabungkan dan dimplementasikan sesuai dengan bentuk
yang disukai anak.
 Susunan Ruang
Susunan ruang harus sesuai dengan tujuannya, penggunaan
dan penyusunan perabot ditentukan oleh kebutuhan praktis.
Perabot yang digunakan untuk suatu tujuan yang sama dapat
dijadikan satu kelompok fungsi, sehingga masih tersedia
ruang sirkulasi.Hal yang perlu diperhatikan adalah perabot
yang digunakan akan disesuaikan dengan ergonomic anak-
anak.
 Tekstur dan Material
Tekstur , baik halus maupun kasar akan memberikan kesan
berbeda pada suatu ruangatau bangunan.Karena bangunan ini
dibuat untuk anak-anak maka pemilihan tekstur dapat
disesuaikan dengan fungsi ruang, sedangkan pemilihan
material dipilih yang aman, alami, tidak bau.
 Warna
Pengaruh warna sangat penting bagi psikologis manusia
sebagai pengguna karena itu penggunaan warna pada ruangan
harusnya dapat memiliki nilai positif yang akan merubah atau
mempengaruhi perilaku manusia.
Berikut tabel warna yang disertakan makna positif dan
negatifnya :

Warna Positif Negatif

Merah Hangat, hidup, Luka, sakit, tumpahan


keceriaan, kebahagiaan, darah, terbakar,
semangat, kematian, perang,
darah,kebebasan, anarki, setan, bahaya.
patriotisme.

Oranye Kehangaran, api dan Kengerian, Setan.


nyala api,pernikahan,
keramahtamahan,
pengasih, harga diri.

Kuning Matahari, cahaya, Penghianat, kepicikan,


iluminasi, intuisi, korupsi, kengerian,
intelek, kebijaksaan cinta yang tidak
tertinggi, nilai yang murni, sakit.
tinggi

Hijau Alam, kesuburan, Kematian, dengki, iri,


simpati, kemakmuran, memalukan, degradasi
harapan, hidup, moral, kegilaan
keabadian, muda

Biru Langit, hari, air tenang, Malam, keraguan,


relijius,loyalitas, dingin, kesedihan.
kepolosan, kebenaran,
keadilan.

Ungu Kekuatan, spritual, Sublimasi, kesedihan,


royalti, kecintaan pada penyesalan,
kebenaran,
loyanti,kekaisaran, kemunduran.
kesabaran,rendah
hati,nostalgia

Coklat Bumi, tanah, Kemiskinan, kering.


kesuburan, alamiah.

Putih Siang hari, kepolosan, Hantu, dingin, kosong,


kemurnian, batal, musim salju.
kesempurnaan,
kebenaran, kebijakan.

Hitam Kuat, bangsawan, Ketiadaan, malam,


canggih, kesuburan, setan, dosa, sakit,
malam, kesucian. negasi

2.2.2. Prinsip-Prinsip Arsitektur Prilaku


Manusia sebagai makhluk social tidak pernah dari lingkungan yang
membentuk diri mereka. Bangunan yang didesain oleh manusia akan
mempengaruhi poa perilaku manusia yang hidup do dalam arsitektur dan
lingkungannya tersebut. Arsitektur ada untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Begitu sebaliknya, dari arsitektur tersebut muncul suatu
kebutuhan manusia yang baru. Dari beberapa penjabaran mengenai
Behavioral Arcitecture tersebut maka dapat ditemukan beberapa prinsip-
prinsip yang harus diperhatikan dalam Arsitektur perilaku ((Romo
Mangun Wijaya dalam Wicaksono, Character Building Center di
Kaliurang;38-42) antara lain adalah :
1. Mampu berkomunikasi dengan manusia dan lingkungannya
Rancangan hendaknya dapat dipahami oelh pemakainya melalui
penginderaan ataupun imajinasi pengguna bangunan. Bentuk yang
disajikan oleh perancang dapat dimengerti sepenuhnya oleh pengguna
bangunan, dan pada umumnya bentuk adalah yang paling banysk
digunakan sebagai media komunikasi karena bentuk yang paling
mudah ditangkap dan dimengerti oleh manusia. Dari bangunan yang
diamati oleh manusia syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah :
a. Pencerminan fungsi bangnan. Simbol-simbol yang menggambarkan
tentang rupa bangunan yang nantinya akan dibandingkan dengan
pengalaman yang sudah ada, dan disimpan kembali sebagai
pengalaman baru
b. Menunjukkan skala proporsi tang tepat serta dapat dinikmati
c. Menunjukkan bahan dan struktur yang akan digunakan dalam
bangunan
2. Mewadahi akitivitas penghuninya dengan nyaman dan menyenangkan
a. Nyaman berarti nyaman secara fisik dan psikis. Nyaman secara
fisik berarti kenyamanan yang berpengaruh pada keadaan tubuh
manusia secara langsung seperti kenyamanan termal. Nyaman
secara psikis pada dasarnya sulit dicapai karena masing-masing
individu memiliki standar kenyamanan yang berbeda-beda secara
psikis. Dengan tercapainya kenyamanan secara psikis akan tercipta
rasa senang dan tenang untuk berperilaku
b. Menyenangkan dapat dijabarkan dalam beberapa aspek. Yang
pertama yaitu menyenangkan secara fisik, bisa timbul dengan
adanya pengolahan-pengolahan pada bentuk atau ruangan yang ada
di sekitar. Menyenangkan secara fisilogis bisa timbul dengan
adanya kenyamanan termal yang diciptakan lingkungan sekitar
terhadap manusia. Menyenanhkan secara fisiologi bisa timbul
dengan adanya pemenuhan kebutuhan berkaitan dengan jiwa
manusia seperti adanya ruang terbuka ruang merupakan tuntutan
atau keinginan manusia untuk bisa bersosialisasi. Menyenangkan
secara kultural bisa timbul dengan adanya penciptaan karya
Arsitektur dengan gaya yang sudah dikenal oleh masyarakat yang
berada di tempat tersebut.
3. Memenuhi nilai estetika, komposisi, dan estetika bentuk
Keindahan dalam Arsitektur harus memiliki beberapa unsur, antara
lain :
a. Keterpaduan (unity)
Yang berarti tersusunnya beberapa unsur menjadi satu kesatuan
yang utuh dan serasi
b. Kesimbangan
Yaitu suatu nilai yang ada pada setiap objek yang daya tarik
visualnya haruslah seimbang
c. Proporsi
Merupakan hubungan tertentu antara ukuran bagian terkecil
dengan ukuran keseluruhan
d. Skala
Kesan yang ditimbulkan bangunan itu mengenai ukuran
besarnya. Skala biasanya diperoleh dengan besarnya bangunan
dibandingkan dengan unsur-unsur manusiawi yang ada
disekitarnya
e. Irama
Yaitu pengulangan unsur-unsru dalam perancangan bangunan.
Seperti pengulangan garis-garis lurus, lengkung, bentuk massif,
perbedaan warna yang akan sangat mempengaruhi kesan yang
ditimbulkan dari perilaku pengguna bangunan
Beberapa konsep penting dalam kajian Arsitektur Prilaku adalah :
1. pengaturan perilaku (behavior setting) merupakan
unsur-unsur fisik atau spasial yang menjadi system tempat
atau ruang sebagai terciptanya suatu kegiatan tertentu;
2. kognisi spasial (spatial cognition) atau disebut sebagai
peta mental yang merupakan kumpulan pengalaman
mental seseorang terhadap lingkungan fisik;
3. persepsi lingkungan (environment perception) yang
mengungkapkan berbagai fenomena visual terhadap
pengaturan persepsi seseorang (Laurens, 2004).
Konsep desain tersebut digunakan dengan penyesuaian terhada
konsep behavior setting pada penyelesaian desain peruangan,
konsep spatial cognition padapenyelesaian sirkulasi, dan konsep
environment perception pada penyelesaian citra atau tampilan
bangunan.
2.2.3. Ruang Personal (Personal Space)
a. Definisi Ruang Personal
Robert Sommer (1969) mendefinisikan ruang personal sebagai
suatu area dengan batas maya yang mengelilingi diri seorang dan
orang lain tidak di perkenankan masuk kedalamnya. Jadi, ruang
personal itu seolah-olah merupakan sebuah balon atau tabung yang
menyelubungi kita,membatasi jarak dengan orang lain, dan tabung itu
membesar atau mengecil bergantung dengan siapa kita sedang
berhadapan.
b. Jarak Komunikasi
Edward Hall (1963) berpendapat bahwa ruang personal adalah
suatu jarak komunikasi, dimana jarak antara individu terhadap
gangguan-gangguan yang ada, manusia mengatur jarak personalnya
dengan pihak lain. Hall membagi 4 jarak tersebut dalam 4 jenis :
 Jarak Intim (0,00-0,15m) dan fase jauh (0,15-0,50m)
Jarak untuk saling merangkul kekasih, shabat atau anggota
keluarga, untuk melakukan hubungan seks atau olahraga kontak
fisik, seperti gulat dan tinju. Pada jarak ini tidak diperlukan usaha
keras sperti berteriak atau menggunakan gerak tubuh untuk
berkomunikasi, cukup dengan berbisik.
 Jarak Personal : fase dekat (0,50-0,75m) dan fase jauh (0,75-
1,20m)
Jarak untuk percakapam dua (2) sahabat atau antara orang
yang sudah saling akrab. Gerakan tangan diperlukan untuk
komunikasi normal.
 Jarak Sosial : fase dekat (1,20-2,10m) dan fase jauh ( 2,10-3,60m)
Merupakan batas normal bagi individu dengan kegiatan
serupa atau kelompok social yang sama. Pada jarak ini
komunikasi dapat terjadi dengan baik apabila seseorang
berbicara dengan suara agak keras dan gerak anggota badan di
sengaja untuk membantu maksud dalam berkomunikasi. Fase
jauh adalah hubungan yang bersifat formal seperti bisnis dan
sebagainya. Pada kenyataanya, jarak ini merupakan patokan
dasar dalam pembentukan ruang atau dalam perancangan ruang.
 Jarak Publik : fase dekat (3,60-7,50m) dan fase jauh (>7,50m)
Untuk hubungan yang lebih formal lagi seperti penceramah
di depan kelas atau actor dengan hadirinnya. Suatu jarak yang
tidak digunakan dalam interaksi antara dua individu, tetapi dalam
suatu pembicaraan antara satu orang dan tigapuluh atau lebih
orang. Pada jarak ini sering kali orang sudah tidak lagi
mengindahkan sesamanya dan diperlukan usaha keras untuk bias
berkomunikasi dengan baik.
c. Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Ruang Personal
 Faktor Personal
Faktor personal meliputi :
o Jenis Kelamin
Heska dan Nelson (1972) mengatakan bahwa salah
satu penentu perbedaan yang bergantung pada diriindividu
itu sendiri adalah jenis kelamin. Wanita ataupun pria
sama-sama membuat jarak pada lawan jenis kelamin.
Sebaliknya, dalam hal lawan bicaranya sesame jenis,
wanita akan mengurangi jarak ruang personalnya jika
lawan bicaranya itu akrab. Semakin akrab hubungannya
dengan lawan bicaranya maka semakin kecil jarak ruang
personalnya. Sementara itu, pada pria keakraban sesame
jenis tidak berpengaruh pada ruang personalnya. Pada
umunya, hubungan pria dan wanita mempunyai jarak
ruang personal yang terbesar (Gifford, 1982), diikuti
hubungan antara wanita dengan wanita dan ruang personal
terbesar adalah antara lawan jenis.
o Umur
Menurut Castell (1970), pada usia delapanbelas bulan
seorang anak memulai memilih jarak interpersonal yang
berbeda bergantung pada orang-orang dan situasi yang di
hadapinya. Altman ( dalam Sarlito, 1992) dalam
penelitianya menyatakan bahwa ruang personal baru
timbul pada usia remaja. Sementara itu, Evands dan
Howard (1973) mengatakan pada usia 12 tahun seorang
remaja sudah membentuk ruang personal yang sama sperti
orang dewasa.
o Tipe Kepribadian
Duke dan Nowski menyatakan bahwa orang dengan
kepribadian eksternal (merasa bahwa segala sesuatu lebih
di tentukan oleh hal di luar dirinya sendiri). Cook (1970)
juga berpendapat bahwa orang dengan kepribadian
introver (tidak mudah berteman, pemalu), memerlukan
ruang personal lebih besar dibandingkan dengan orang
bertipe ekstrover (orang yang mudah bergaul, banyak
teman).
o Latar Belakang Budaya
Holahan (1982) mengatakan bahwa latar belakang
suku bangsa dan kebudayaan juga mempengaruhi
besarnya ruang personal seseorang. Misalnya, orang
Jerman lebih formal berkomunikasi dengan orang lain dan
karenanya mrka lebih menjaga jarak. Apabila ruang
personal mereka terganggu maka mereka menjadi ofensif.
Orang Arab dalam berkomunikasi harus sangat
berdekatan, antar sesame jenis mereka ber-sentuhan,
saling memeluk, mencium, dan orientasi mereka lebih
banyak langsung (Mehrabian, 1966).
 Faktor Situasi Lingkungan
o Daya Tarik dan persahabatan membuat orang secara fisik
lebih berdekatan, tidak ada rasa takut atau terganggu oleh
kehadirannya. Demikian pula adanya ras kebersamaan dan
kegembiraan akan mengurangi besarnya ruang personal.
o Tatanan fisik seperti penyekat ruangan bisa
mempengarruhi perasaan invasi terhadap ruang personal.
Orang lebih banyak menggunakan ruang di pojok daripada
di tengah ruangan.
o Sommer (1969) melakukan sejumlah simulasi mengenai
situasi kooperatif-kompetitif dan mendapati bahwa sudut
orientasi menjadi penting. Dalam situasi kompetitif orang
akan memilih duduk berhadapan, sedangkan dalam situasi
kooperatif orang memilih duduk berdampingan atau
orientasi tidak langsung.
o Semakin besar perbedaan status ini akan semakin besar
pula ruang personalnya. Misalnya, seorang sisa yang akan
makan di kantin lebih memilih duduk berdekatan dengan
temannya daripada dengan dosen atau rektornya karena
perbedaan status social yang dirasakannya.

d. Ruang Personal dan Desain Arsitektur


Ruang personal dalam kaitannya dengan desain Arsitektur
di bagi menjadi 2 :
 Ruang Sosiopetal (sociopetal)
Istilah sosiopetal merujuk pada suatu tatanan yang mampu
memfasilitasi interaksi social. Tatanan sosiopetal yang paling
umum adalah meja makan, tempat anggota keluarga
berkumpul mengelilingi meja dan saling berhadapan satu
sama lain. Ruang rapat dengan tatanan perabotnya akan
menentukan posisi pimpinan rapat. Pemakaian meja Bundar
akan semakin memperkuat pembentukan ruang sosiopetal.
Selain tata perabot, pembentukan ruang pun akan sangat
berperan dalam keberhasilan membentuk ruang sosiopetal.
 Ruang Sosiofugal (sociofugal)
Ruang sosiofugal adalah tatanan yang mampu
mengurangi interaksi sosial. Tatanan sosiofugal kerap kali
ditemukan pada ruang tunggu. Misalnya, ruang tunggu stasiun
kereta api atau bandara tempat para pengunjung duduk saling
membelakangi.
Tatanan yang baik bergantung pada interaksi sosial yang di
harapakan terjadi di lingkungan tersebut. Misalnya, pada
ruang tunggu di bandara, tampak deretan kursi yang di baut
pada lantai sehingga tidak memungkinkan untuk di geser.
Tatanan ini disukai oleh para pembisnis yang tidak
memerlukan perbincangan kepada sesame pengguna ruang
tunggu. Namun, bagi keluarga yang menunggu kedatangan
anggota keluarga atau kerabatnya, deretan kursi ini kurang
nyaman. Banyak terlihat anak-anak berlutut di kursi agar
dapat saling berbincang dengan orang tuanya atau anggota
keluarga yang lain sambal menunggu.

2.2.4. Behaviorime dalam Kajian Arsitektur


Manusia sebagai makhluk social tidak pernah lepas dari
lingkungan yang membentuk diri mereka. Diantara sosisal dan arsitektur
dimana bangunan yang didesain manusia, secara sadar atau tidak sadar,
mempengaruhi pola perilaku manusia yang hidup didalam arsitektur dan
lingkungannya tersebut. Sebuah Arsitektur dibangun untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Dan sebaliknya, dari arsitektur itulah muncul
kebutuhan manusia yang baru kembali (Tandal dan Egam, 2011)
1. Arsitektur Membentuk Perilaku Manusia
Manusia membangun bangunan demi pemenuhan kenutuhsn
pengguna, yang kemudian bangunan itu membentuk perilaku pengguna
yang hidup dalam bangunan tersebut dan mulai membatasi manusia
untuk beregerak, berperilaku, dan cara manusia dalam menjalani
kehidupan sosialnya. Hal ini menyangkut kestabilan anatara arsitektur
dan social diamana keduanya hidup berdampingan dalam keselarasan
lingkungan.

Skema ini menjelaskan mengenai “Arsitektur membentuk perilaku


manusia”, dimana hanya terjadi hubungan satu arah yaitu desain
arsitektur yang dibangun mempengaruhi perilaku manusia sehingga
membentuk perilaku manusia dari desain arsitektur tersebut.

2. Perilaku manusia membentuk Arsitektur

Sebuah perilaku manusia terbentuk akibat arsitektur yang telah


dibuat, manusia kembali membentuk arsitektur yang telah diabngun
atas dasar perilaku yang telah terbentuk, dan seterusnya.

Pada skema ini dijelaskan mengenai “Perilaku Manuisa


membentuk Arsitektur” dimana desain arsitektur yang telah terbentuk
mempengaruhi perilaku manusia senagai pengguna yang kemudian
manusia mengkaji kembali desain arsitketur tersebut sehingga perilaku
manusia membentuk kembali desain arsitektur yang baru.

Anda mungkin juga menyukai