Meningioma adalah salah satu jenis neoplasma jinak intrakranial tersering yang berkembang dari sel epitel araknoid dan memiliki persentase sebanyak 20% dari total jumlah seluruh tumor intrakranial. Sandra dkk mendapatkan bahwa meningioma merupakan etiologi kedua tersering dari tumor retrobulbar intrakonal setelah limfoma. Prevalensi meningioma di Amerika Serikat sebanyak 97.5 dari 100.000 penduduk (Chamound, et al., 2011). Insidensi meningioma lebih tinggi pada wanita dengan rasio 2:1 dibanding pria. Risiko meningioma semakin meningkat seiring bertambahnya usia baik pada wanita maupun pria dan terutama terjadi pada usia pertengahan (Cea-Soriano, et al., 2012). Meningioma dapat di klasifikasikan menjadi berbagai subtipe berdasarkan lokasi dan stadium histologis berdasar pada klasifikasi World Health Organization (WHO) tentang tumor otak. Sebagian besar kasus meningioma (90%) adalah WHO stadium 1 yaitu jinak, kurang dari 10% adalah stadium 2 atau atipikal dan stadium 3 tumor ganas. Meningioma orbital dapat diklasifikasikan menjadi meningioma orbital primer yaitu meningioma selubung nervus optikus dan meningioma sekunder dengan lokasi yang tersering adalah sphenoid wing meningioma (Apra C, et al., 2018). Meningioma dapat menimbulkan manifestasi klinis yang bervariasi tergantung dari lokasi meningioma tersebut. Gejala yang muncul dapat berupa sakit kepala, kejang, defisit saraf kranial (termasuk kehilangan penglihatan), kelemahan wajah, anosmia, asimetri kranial (termasuk proptosis, kelainan bentuk tengkorak), defisit neurologis fokal dan perubahan kognitif atau kesadaran. Gejala neurologis yang muncul merupakan akibat dari penekanan tumor pada struktur sistem saraf setempat. Manifestasi oftalmologi sangat berkaitan dengan letak posisi tumor primer. Tumor yang muncul dekat pterion sering menghasilkan massa pada temporal fossa, yang akan berkaitan dengan proptosis nonaxial serta gangguan