Anda di halaman 1dari 2

TB Dengan HIV

No. Dokumen : /SOP/ /2017


No. Revisi :0
SOP
Tanggal Terbit :
Halaman : 1/2

UPTD ENI IDAYATI, SKM


PUSKESMAS AHUHU NIP. 19750429 200003 2 004

TB meningkatkan progresivitas HIV karena penderita TB dan HIV


sering mempunyai kadar jumlah virus HIV yang tinggi.Pada keadaan
koinfeksi terjadi penurunan imunitas lebih cepat dan pertahanan hidup
1. Pengertian lebih singkat walaupun pengobatan TB berhasil. Penderita TB/HIV
mempunyai kemungkinan hidup lebih singkat dibandingkan penderita
HIV yang tidak pernah kena TB. Obat antivirus HIV (ART)
menurunkan tingkat kematian pada pasien TB/HIV
2. Tujuan Penatalaksanaan kasus TB dengan HIV sesuai standar terapi.
Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Ahuhu Nomor 25 Tahun 2019
3. Kebijakan
Tentang Standar Layanan Klinis
 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
HK.02.02/MENKES/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinis
Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
4. Referensi Tahun 2015
 Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer PB IDI Edisi 1 Cetakan 2 Tahun 2017
5. Prosedur/Langkah 1. Anamnesa (Subjective)
Batuk tidak merupakan gejala utama pada pasien TB dengan HIV.
Pasien diindikasikan untuk pemeriksaan HIV jika:
 Berat badan turun drastis
 Sariawan/Stomatitis berulang
 Sarkoma Kaposi
 Riwayat perilaku risiko tinggi seperti
 Pengguna NAPZA suntikan
 Homoseksual
 Waria
 Pekerja seks
 Pramuria panti pijat

2. Pemeriksaan Fisik
Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru. Pada
awal permulaan perkembangan penyakit umumnya sulit sekali
menemukan kelainan.

3. Diagnosis
Pada daerah dengan angka prevalensi HIV yang tinggi pada
populasi dengan kemungkinan koinfeksi TB-HIV maka konseling
dan pemeriksaan HIV diindikasikan untuk seluruh pasien TB
sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan
prevalensi HIV yang rendah, konseling dan pemeriksaan HIV
diindikasi pada pasien TB dengan keluhan dan tanda-tanda yang
diduga berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan
riwayat risiko terpajan HIV.
Gambaran TB-HIV
Infeksi dini Infeksi lanjut
(CD4 > 200/mm3) (CD4 < 200/mm3)
Dahak mikroskopis Sering positif Sering negatif
TB ekstraparu Jarang Umum/banyak
Mikobakterimia Tidak ada Ada
Tuberkulin Positif Negatif
Foto toraks Reaktivasi TB, Tipikal primer TB
kavitas milier/interstisial
di puncak
Adenopati Tidak ada Ada
hilus/mediastinum
Efusi pleura Tidak ada Ada

4. Penatalaksanaan
 Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB
tanpa HIV/AIDS
 Prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi
beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis serta
jangka waktu yang tepat.
 Pasien dengan koinfeksi TB-HIV, segera diberikan OAT dan
pemberian ARV dalam 8 minggu pemberian OAT tanpa
mempertimbangkan kadar CD4.
 Perlu diperhatikan, pemberian secara bersamaan membuat
pasien menelan obat dalam jumlah yang banyak sehingga
dapat terjadi ketidakpatuhan, komplikasi, efek samping,
interaksi obat dan Immune Reconstitution Inflammatory
Syndrome.
 Setiap penderita TB-HIV harus diberikan profilaksis
Kotrimoksasol dengan dosis 960 mg/hari (dosis tunggal)
selama pemberian OAT.
 Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS sangat
berbahaya karena akan menyebabkan efek toksik berat pada
kulit.
 Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat
suntik sekali pakai yang steril.
 Desensitisasi obat (INH/Rifampisin) tidak boleh dilakukan
karena mengakibatkan efek toksik yang serius pada hati.

Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberi respons


terhadap pengobatan, selain dipikirkan terdapatnya malabsorbsi
obat. Pada pasien HIV/AIDS terdapat korelasi antara imunosupresi
yang berat dengan derajat penyerapan, karenanya dosis standar
yang diterima suboptimal sehingga konsentrasi obat rendah dalam
serum.

Konseling dan Edukasi


Konseling dilakukan pada pasien yang dicurigai HIV dengan merujuk
pasien ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing)

6. Unit Terkait Klinik Umum, UGD.

Anda mungkin juga menyukai