Anda di halaman 1dari 54

BIODATA MAHASISWA

1
Penuntun Praktikum Biologi Lingkungan
D3 Sanitasi UMW
PERATURAN DAN TATA TERTIB MASUK
LABORATORIUM

1. Mahasiswa yang diperkenankan menggunakan


laboratorium dan melakukan praktikum adalah
mahasiswa yang terdaftar secara akademik (praktikan).

2. Praktikan wajib hadir 10 menit sebelum praktikum


dimulai, keterlambatan lebih dari 5 menit sejak
praktikum dimulai, praktikan dianggap tidak hadir.

3. ika berhalangan hadir, praktikan harus dapat


memberikan keterangan tertulis dan resmi terkait
dengan alasan ketidakhadirannya.

4. Jika berhalangan hadir dan hendak mengganti praktikum


pada hari yang lain, praktikan wajib meminta
rekomendasi tertulis terlebih dahulu dari
koordinator pembimbing praktikum.

5. Praktikan memasuki ruang laboratorium dengan telah


mengenakan jasa praktikum.

6. Praktikan wajib membawa lembar kerja praktikum,


serbet, dan masker.

7. Praktikan mengisi daftar absensi dengan menunjukkan


segala sesuatu yang wajib dibawa.

8. Praktikan tidak diperbolehkan makan, minum, atau


merokok di dalam laboratorium selama praktikum
berlangsung.

9. Praktikan tidak diperbolehkan bersenda gurau yang


mengakibatkan terganggunya kelancaran praktikum.
10. Praktikan bertanggung jawab atas peralatan yang
dipinjamnya, kebersihan meja masing-masing, serta
lantai disekitarnya.

2
10. Setalah menggunakan reagen, praktikan wajib
meletakkan kembali pada tempatnya semula.

11. Praktikan dilarang menghambur-hamburkan reagen


praktikum dan membuang sisa bahan praktikum dengan
memperhatikan kebersihan dan keamanan.
12. Jika akan meninggalkan ruang laboratorium, praktikan
wajib meminta izin kepada dosen atau asisten jaga.

3
Penuntun Praktikum Biologi Lingkungan
D3 Sanitasi UMW
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
dapat menyelesaikan penuntun praktikum Biologi Lingkungan.
Dalam penyusunannya, kami telah berusaha semaksimal
mungkin agar pembaca dapat memahami setiap percobaan
praktikum dan dapat melakukan praktikum sesuai dengan
intruksi yang diberikan.
Penunutun praktikum Biologi Lingkungan ini masih
memiliki banyak kekurangan, untuk mencapai ke jenjang yang
lebih baik, maka masukan dan saran yang membangun dari
pembaca sangat diharapkan
Semoga penuntun Praktikum Biologi Lingkungan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca, aamiin.

Kendari, November 2023

Nurqomaria,S.Si.,M.Si

4
Percobaan

1
Pengenalan
Alat
Laboratorium
Mikrobiologi
Nurqomaria, S.Si, M.Si
A. Tujuan Praktikum
Mengenal bermacam-macam alat dan cara
penggunaanya secara benar pada praktikum Mikrobiologi
B. Dasar Teori
Praktikum mikrobiologi merupakan praktikum
yang berhubungan dengan mikroba sehingga memerlukan
beberapa alat yang mendukung pelaksanaannya seperti
autoclave, mikroskop, dll. Berikut beberapa alat-alat
mikrobiologi yang perlu dikenal : mikroskop, autoclave,
laminar air flow (LAF), cawan Petri, tabung reaksi, gelas
Beaker, Erlenmeyer, gelas ukur, mikropipet, lampu
Bunsen, batang L, jarum inokulum, pinset, skalpel, pH
indikator universal

C. Prosedur kerja
Alat dan fungsinya
1. Mikroskop

5
Penuntun Praktikum Biologi Lingkungan
D3 Sanitasi UMW
Keterangan

1) Lensa okuler, untuk memperbesar bayangan yang


dibentuk lensa objektif
2) Revolving (pemutar lensa objektif), untuk
memutar lensa objektif sehingga mengubah
perbesaran
3) Tabung pengamatan/tabung okuler
4) Stage (meja benda), spesimen diletakkan di sini
5) Condenser untuk mengumpulkan cahaya supaya
tertuju ke lensa objektif
6) Lensa objektif), untuk memperbesar specimen
7) Brightness adjustment knob (pengatur kekuatan
lampu), untuk memperbesar dan memperkecil
cahaya lampu
8) tombol on-off
9) Diopter adjustmet ring (cincin pengatur diopter)
Untuk menyamakan focus antara mata kanan
dan kiri
10) Interpupillar distance adjustment knob (pengatur
jarak interpupillar
11) Specimen holder (penjepit spesimen)

6
12) Illuminator (sumber cahaya)
13) Vertical feed knob (sekrup pengatur vertikal)
Untuk menaikkan atau menurunkan object glass
14) Horizontal feed knob (sekrup pengatur
horizontal) Untuk menggeser ke kanan / kiri
objek glas
15) Coarse focus knob (sekrup fokus kasar) Menaik
turunkan meja benda (untuk mencari fokus)
secara kasar dan cepat
16) Fine focus knob (sekrup fokus halus) Menaik
turunkan meja benda secara halus dan lambat
17) Observation tube securing knob (sekrup
pengencang tabung okuler)
18) Condenser adjustment knob (sekrup pengatur
kondenser) untuk menaik-turunkan kondenser
2. Autoclave
Autoclave adalah alat untuk mensterilkan
berbagai macam alat dan bahan yang digunakan
dalam mikrobiologi, menggunakan uap air panas
bertekanan. Tekanan yang digunakan pada umumnya
1,5 atm- 2 atm dengan suhu 121oC dan lama
sterilisasi yang dilakukan biasanya 15-20 menit.

Cara Pemakaian:

Penuntun Praktikum Biologi


Lingkungan D3 Sanitasi UMW
7

8
1) Sebelum melakukan sterilisasi cek dahulu
banyaknya air dalam autoclave, jika air dari
batas yang ditentukan, maka dapat ditambah air
sampai batas tersebut. Gunakan air hasil
destilasi/steril untuk menghindari terbentuknya
kerak dan karat.
2) Masukkan alat dan bahan.
3) Tutup dengan rapat lalu kencangkan baut
pengaman agar tidak ada uap yang keluar dari
bibir autoclave dan nyalakan.
4) Tunggu sampai air mendidih sehingga uapnya
memenuhi seluruh bagian autoclave, klep
pengaman ditutup (dikencangkan) dan tunggu
sampai selesai. Penghitungan waktu 15-20 menit
dimulai sejak tekanan mencapai 1,5-2 atm dan
nyalakan timer.
5) Jika alarm tanda selesai berbunyi, maka tunggu
tekanan turun hingga sama dengan tekanan
udara di lingkungan (jarum pada preisure
gauge/penunjuk tekanan menunjuk ke angka
nol). Kemudian klep-klep pengaman dibuka dan
keluarkan isinya dengan hati-hati.

3. Oven (hot air sterilizer)


Oven adalah alat untuk
mensterilkan alat-alat dari
kaca yang digunakan dalam
mikrobiologi, menggunakan
udara kering. Suhu 170-180oC
dan lama sterilisasi yang
dilakukan biasanya 1,5-2 jam.

Penuntun Praktikum Biologi


Lingkungan D3 Sanitasi UMW
Cara Pemakaian :

1) Masukkan alat-alat yang telah siap ke dalam oven


2) Tutup oven dan tutup tombol pengatur tekanan dan
nyalakan tombol
3) Atur suhu pada termometer dengan cara memutar pengatur
suhu sesuai suhu oven
4) Hitung waktu sterilisasi selama 1,5-2 jam dan dimulai
ketika suhu sudah mencapai 170-1800C.
5) Matikan tombol setelah 1,5-2 jam, tunggu sampai suhu
turun dan oven dingin selanjutnya alat-alat dapat
dikeluarkan.

4. Timbangan/ Neraca analitik


Alat untuk mengukur berat
(terutama yang berukuran kecil)
atau alat untuk menimbang suatu
zat. alat ini biasanya diletakkan
di laboratorium sebagai alat ukur
dalam kegiatan penelitian. Alat
penghitung satuan massa suatu
benda dengan teknik digital dan
tingkat ketelitian yang cukup
tinggi. Prinsip kerjanya yaitu
dengan penggunaan sumber
tegangan listrik yaitu stavolt dan
dilakukan peneraan terlebih
dahulu sebelum digunakan
kemudian bahan diletakkan pada
neraca lalu dilihat angka yang
tertera pada layar, angka itu
merupakan berat dari bahan
yang ditimbang
9
8
Manfaat Neraca analitik
Alat ini berfungsi untuk menimbang bahan yang
akan digunakan pada pembuatan media untuk
bakteri, jamur atau media tanam kultur jaringan dan
mikrobiologi dalam praktikum dengan tingkat
ketelitian yang tinggi. Komposisi penyusun media
yang tidak tepat akan berpengaruh terhadap
konsentrasi zat dalam media sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kekeliruan dalam hasil
praktikum.

Kekurangan neraca analitik


Alat ini memiliki batas maksimal yaitu 1 mg, jika
melewati batas tersebut maka ketelitian perhitungan
akan berkurang, tidak dapat menggunakan sumber
tegangan listrik yang besar, sehingga harus
menggunakan stavolt. Jika tidak, maka benang di
bawah pan akan putus, harga yang mahal.

Kelebihan neraca analitik


Memiliki tingkat ketelitian yang cukup tinggi dan
dapat menimbang zat atau benda sampai batas 0,0001
g atau 0,1 mg, penggunaannya tidak begitu rumit jika
dibandingkan dengan timbangan manual

5. Laminar Air Flow (LAF)

LAF adalah alat yang berguna


untuk bekerja secara aseptis karena
mempunyai pola pengaturan dan
penyaring aliran udara sehingga
menjadi steril dan aplikasi sinar
UV beberapa jam sebelum
digunakan.merupakan berat dari
bahan yang ditimbang

Penuntun Praktikum Biologi


Lingkungan D3 Sanitasi UMW
Cara Pemakaian
1) Hidupkan lampu UV selama 2 jam, selanjutnya
matikan segera sebelum mulai bekerja
2) Pastikan kaca penutup terkunci dan pada posisi
terendah
3) Nyalakan lampu neon dan blower, biarkan selama
5 menit.
4) Cuci tangan dan lengan dengan alkohol 70 %.
5) Usap permukaan LAF dengan alkohol 70 % atau
desinfektan yang cocok dan biarkan menguap
6) masukkan alat dan bahan yang akan dikerjakan,
jangan terlalu penuh (overload) karena
memperbesar resiko kontaminan.
7) Atur alat dan bahan yang telah dimasukan
sedemikian rupa sehingga efektif dalam bekerja
dan tercipta areal yang benar-benar steril
8) Jangan menggunakan pembakar Bunsen dengan
bahan bakar alkohol tapi gunakan yang
berbahan bakar gas.
9) Kerja secara aseptis dan jangan sampai pola aliran
udara terganggu oleh aktivitas kerja
10) Setelah selesai bekerja, biarkan 2-3 menit
supaya kontaminan keluar dari LAF.

6. Cawan Petri (Petri Dish) dan Tabung reaksi


(Reaction Tube / Test Tube)

Cawan Petri (a) berfungsi untuk membiakkan


(kultivasi) mikroba. Medium dapat dituang ke cawan

1
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
bagian bawah dan cawan bagian atas sebagai penutup.
Cawan petri tersedia dalam berbagai macam ukuran,
diameter cawan yang biasa berdiameter 15 cm dapat
menampung media sebanyak 15-20 ml, sedangkan cawan
berdiameter 9 cm kira-kira cukup diisi media sebanyak 10
ml.
Di dalam mikrobiologi, tabung reaksi (b)
digunakan untuk uji-uji biokimiawi dan menumbuhkan
mikroba.Tabung reaksi dapat diisi media padat maupun
cair. Tutup tabung reaksi dapat berupa kapas, tutup metal,
tutup plastik atau aluminium foil. Media padat yang
dimasukkan ke tabung reaksi dapat diatur menjadi 2
bentuk menurut fungsinya, yaitu media agar tegak (deep
tube agar) dan agar miring (slants agar). Untuk membuat
agar miring, perlu diperhatikan tentang kemiringan media
yaitu luas permukaan yang kontak dengan udara tidak
terlalu sempit atau tidak terlalu lebar dan hindari jarak
media yang terlalu dekat dengan mulut tabung karena
memperbesar resiko kontaminasi.

7. Lampu Bunsen (Pembakar Spiritus) dan pH indikator


universal

Salah satu alat yang berfungsi untuk menciptakan


kondisi yang steril adalah pembakar Bunsen (a). Api yang
menyala dapat membuat aliran udara karena oksigen
dikonsumsi dari bawah dan diharapkan kontaminan ikut
terbakar dalam pola aliran udara tersebut. Untuk sterilisasi
jarum Ose atau yang lain, bagian api yang paling cocok

1
untuk memijarkannya adalah bagian api yang berwarna
biru (paling panas). Lampu Bunsen dapat menggunakan
bahan bakar gas, alkohol, spiritus. pH Indikator Universal
(b) berguna untuk mengukur/mengetahui pH suatu
larutan. Hal ini sangat penting dalam pembuatan media
karena pH pada medium berpengaruh terhadap
petumbuhan mikroba. Kertas pH indikator dicelupkan
sampai tidak ada perubahan warna kemudian strip warna
dicocokkan dengan skala warna acuan.

8. Pinset dan Skalpel

Pinset (a) memiliki banyak fungsi diantaranya


adalah untuk mengambil benda dengan menjepit,
menjepit bahan yang akan diisolasi mikrobanya.
Skalpel (b) berfungsi untuk mengiris, memotong,
menyayat inang, bagian inang yang akan diisolasi
mikrobanya.
9. Jarum Inokulum dan Batang L (L Rod)

Batang L (a) bermanfaat untuk menyebarkan


cairan di permukaan agar supaya bakteri yang
tersuspensi dalam cairan tersebut tersebar merata. Alat
ini juga disebut spreader. Jarum inokulum (b) berfungsi
untuk memindahkan biakan yang akan
ditanam/ditumbuhkan ke media baru. Jarum inokulum
13
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
biasanya terbuat dari kawat nikrom atau platinum
sehingga dapat berpijar jika terkena panas. Bentuk ujung
jarum dapat berbentuk lingkaran (loop) dan disebut ose
atau inoculating loop/transfer loop, dan yang berbentuk
lurus disebut inokulating needle/Transfer needle.
Inokulating loop cocok untuk melakukan streak di
permukaan agar, sedangkan inoculating needle cocok
digunakan untuk inokulasi secara tusukan pada agar
tegak (stab inoculating).
10. Erlenmeyer, gelas Beaker dan gelas ukur
Erlenmeyer (a) berfungsi untuk menampung
larutan, bahan atau cairan yang. Erlenmeyer dapat
digunakan untuk meracik dan menghomogenkan bahan-
bahan komposisi media, menampung akuades, kultivasi
mikroba dalam kultur cair, dll. Gelas Beaker (b)
merupakan alat yang memiliki banyak fungsi, pada
mikrobiologi, dapat digunakan untuk preparasi media,
menampung akuades dll. Gelas ukur (c) berguna untuk
mengukur volume suatu cairan, seperti labu erlenmeyer,
gelas ukur memiliki beberapa pilihan berdasarkan skala
volumenya. Pada saat mengukur volume larutan,
sebaiknya volume tersebut ditentukan berdasarkan
meniskus cekung larutan (d).
11. Mikropipet dan Tip
pipet dan Tip Mikropipet adalah alat untuk
memindahkan/mengambil cairan yang bervolume
cukup kecil, biasanya kurang dari 1000 μl. Banyak
pilihan kapasitas dalam mikropipet, misalnya
mikropipet yang dapat diatur volume pengambilannya
(adjustable volume pipette) antara 1μl sampai 20 μl,
atau mikropipet yang tidak bisa diatur volumenya,
hanya tersedia satu pilihan volume (fixed volume
pipette) misalnya mikropipet 5 μl. dalam
penggunaannya, mikropipet memerlukan tip

1
Cara pemakaian:
1) Sebelum digunakan, thumb knob sebaiknya ditekan
berkali-kali untuk memastikan lancarnya
mikropipet.
2) Masukkan tip bersih ke dalam nozzle / ujung
mikropipet.
3) Tekan thumb knob sampai hambatan pertama /
first stop, jangan ditekan lebih ke dalam lagi.
4) Masukkan tip ke dalam cairan sedalam 3-4 mm
5) Tahan pipet dalam posisi vertikal kemudian
lepaskan tekanan dari thumb knob maka cairan
akan masuk ke tip
6) Pindahkan ujung tip ke tempat penampung yang
diinginkan
7) Tekan thumb knob sampai hambatan kedua /
second stop atau tekan semaksimal mungkin maka
semua cairan akan keluar dari ujung tip.
8) Jika ingin melepas tip putar thumb knob searah
jarum jam dan ditekan maka tip akan terdorong
keluar dengan sendirinya, atau menggunakan alat
tambahan yang berfungsi mendorong tip keluar.

12. Montar dan Penumbuk


Mortar dan penumbuk (pastle) dig
menumbuk atau menghancurkan m
misal : daging, roti atau tanah sebe
lanjut.

15
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
13. Hasil Pengamatan
No Gambar Alat Nama Alat Funfsi

1
1
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
1
Percobaan
Pembuatan Medium

2 Nurqomaria, S.Si, M.Si

A. TUJUAN
1. Mampu mengenal berbagai medium yang biasa digunakan
dalam laboratorium mikrobiologi beserta fungsinya
2. Mampu menjelaskan dan membedakan jenis-jenis
medium pertumbuhan
3. Mampu membuat medium agar lempeng, agar tegak dan
agar slant
B. DASAR TEORI
Fungsi Media

Media merupakan substrat yang diperlukan untuk


menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroorganisme.
Sebelum dipakai dalam percobaan, media ini perlu
disterilkan terlebih dahulu, supaya tidak ditumbuhi oleh
mikroorganisme yang tidak dikehendaki (kontaminan). Agar
mikroba yang kita kultur dapat tumbuh dengan baik, maka
persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu media adalah :

1) Didalamnya harus terkandung bahan-bahan yang


diperlukan oleh mikroba yang akan
ditumbuhkan. Bahan-bahan ini meliputi unsur-unsur
makro, unsur mikro, dan trace
elemen serta zat pengatur tumbuh.
2) Media tersebut harus mempunyai tekanan osmosis,
tegangan permukaan, dan pH yang
sesuai dengan kebutuhan mikroba yang akan dikultur.
3) Media harus dalam keadaan steril sebelum dipakai untuk
menumbuhkan mikroba yang
diperlukan.
1
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
Jenis Media
1) Menurut bahan yang dipakai dalam pembuatannya,
media dapat
digolongkan menjadi :
a. Media alami : Media yang komponen
pembentuknya terdiri dari bahan-bahan alam,
seperti kentang, tauge, daging, nasi, dan lain
sebagainya.
b. Media semi sintetik : Media yang bahan
pembentuknya terdiri dari campuran bahanbahan
alami dan bahan sintetik. Contoh : Agar Tauge,
Agar Kentang Dextrosa, dll.
c. Media sintetik : Media yang bahan pembentuknya
secara keseluruhan terbuat dari
bahan-bahan sintetik. Contoh : Agar Sabouraud,
Endo Agar, Agar Czapex Dox, dll.
2) Menurut bentuknya, media dapat digolongkan menjadi :
a. Media cair : Media yang tidak ditambahkan zat
pemadat (agar), sehingga media ini
dalam keadaan encer (cair). Contoh : Lactose Broth,
Nutrient Broth.
b. Media semi padat : Media yang mengandung bahan
yang sama dengan media cair,
tetapi ditambah sedikit agar (setengah konsentrasi
agar), sehingga menjadi agak padat.
Media ini dipakai untuk menumbuhkan mikroba
yang banyak memerlukan air dan
hidup dalam lingkungan yang anaerob atau anaerob
fakultatif. Media ini juga dipakai untuk uji motilitas
suatu bakteri.
c. Media padat : Media cair yang ditambahkan dengan
agar-agar sehingga menjadi padat. Contoh :
Nutrient Agar (NA), Potato Dextrose Agar (PDA),
dll.
3) Menurut kegunaanya, Media digolongkan menjadi:

2
a. Media umum: Media yang digunakan untuk
menumbuhkan satu atau lebih kelompok mikroba
secara umum. Contoh : Nutrient Agar (media untuk
menumbuhkan kelompok bakteri, Potato Dextrose
Agar (media yang dipakai untuk menumbuhkan
kelompok jamur, dll.
b. Media pengaya: Media yang dipakai untuk
menyuburkan mikroba tertentu sebelum
ditumbuhkan pada media yang dipakai dalam
penelitian. Contoh: Selenit Broth (untuk
menyuburkan pertumbuhan bakteri Salmonella)
c. Media selektif: Media yang dipakai untuk
menumbuhkan species tertentu dari
mikroba, dengan menghambat pertumbuhan
species lain yang tidak dikehendaki.
Contoh: Media SS Agar(Salmonella dan Shigella
Agar) untuk bakteri Salmonella dan Shigella.
d. Media penghitungan : Media yang dipakai untuk
menghitung jumlah mikroba suatu
bahan. Media ini dapat berupa media media umum
dan media selektif.

C. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan Media
Dalam praktikum ini, saudara akan membuat
beberapa macam media, yaitu media Nutrient Agar, Malt
extract, Lactose Broth, Brilliant Green 2 % Bile Broth, dan
media Endo Agar. Semua media tersebut merupakan
media sintetik yang banyak dijual dalam bentuk instant,
sehingga dalam pembuatannya, saudara cukup
memperhatikan petunjuk yang tertera pada setiap media.

2. Cara pembuatan Media Potato Dektosa Agar (PDA)

2
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
Bahan : 250 g kentang (potato), 20 g dekstrosa, 15-18 g
agar-agar, 1000 ml aquades, label
Alat : gelas Beaker, Erlenmeyer, timbangan analitik,
autoclave
Cara Membuat
a. Kupas kentang dan iris menjadi bentuk dadu kecil-
kecil dan timbang sebanyak 250 g.
b. Tuang 1000 ml aquades ke gelas Beaker selanjutnya
masukkan irisan kentang dan rebus sampai lunak.
c. Saring ekstrak menggunakan kertas
saring/saringan dan tampung menggunakan gelas
Beaker.
d. Tambahkan aquades sampai volume mencapai 1000
ml kembali.
e. Masukkan 15 g agar-agar, aduk dan larutkan sampai
homogen.
f. Tambahkan 20 g dekstrosa, aduk dan larutkan
sampai homogen lagi.
g. Atur pHnya menjadi 6-7 dengan menambahkan
larutan HCl 1 N atau NaOH 1 N dan ukur dengan
pH indikator universal.
h. Tuang media ke Erlenmeyer dan sterilkan
menggunakan autoclave.
3. Pembuatan Media Nutrigen Agar (NA)
Bahan : 250 g kentang (potato), 20 g dekstrosa, 1000 ml
aquades, label
Alat : gelas Beaker, Erlenmeyer, timbangan analitik,
autoclave
a. Kupas kentang iris menjadi bentuk dadu kecil-kecil
dan timbang sebanyak 250 g.
b. Tuang 1000 ml aquades selanjutnya masukkan irisan
kentang dan rebus sampai lunak.
c. Saring ekstrak menggunakan kertas
saring/saringan dan tampung menggunakan gelas
Beaker.
d. Tambahkan aquades sampai volume mencapai
1000 ml kembali.
e. Tambahkan dekstrosa, aduk dan homogenkan lagi.

2
f. Atur pHnya menjadi 6-7 dengan menambahkan
larutan HCl 1 N atau NaOH 1 N dan ukur dengan
pH indikator universal.
g. Tuang media ke Erlenmeyer dan sterilkan
menggunakan autoclave

2
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
Gambar 1 : Menyiapkan media agar yang telah disterilkan di tuang
ke dalam cawan petri. (A).
Perhatikan bahwa mulut erlenmeyer harus dibakar
pada api bunsen terlebih dahulu. Pada media tegak
dan miring, tutup kapas harus dibuat dalam
keadaan padat dan ketat sehingga tidak mudah
lepas.

2
D. Hasil Pengamatan
No Media Pengamatan Keada
Hari Ke
Kontaminasi T
i
1 1

2 1

2
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
3

3 1

2
Percobaan
Pemeriksaan Bakteri

3 Pada Makanan

Nurqomaria, S.Si, M.Si


E. TUJUAN
4. Untuk menganalisi bakteri yang terdapat pada makanan
5. Untuk mengetahui jumlah bakteri yang terdapat pada
makanan
6. Untuk mengetahui jenis bakteri yg terdapat pada makanan
F. DASAR TEORI
Salah satu kebutuhan pokok bagi manusia atau hewan
adalah makanan yang berfungsi untuk pertumbuhan dan
perkembangan, memperoleh energi, mengatur metabolisme
serta berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh
terhadap berbagai penyakit (Notoatmodjo 2003).
Perkembangan teknologi dapat mengubah gaya hidup
masyarakat seperti berubahnya pola hidup seseorang dengan
lebih banyak mengkonsumsi makanan siap saji daripada
makanan yang bergizi dan alami (Ngafifi 2014).
Kehadiran makanan siap saji di kalangan masyarakat
menjadikan makanan tersebut lebih dipilih karena dianggap
lebih efisien. Makanan siap saji memiliki keunggulan namun
memiliki resiko bagi kesehatan karena pengolahan makanan
yang tidak higienis sehingga memungkinkan makanan
terkontaminasi bakteri berbahaya, selain itu lokasi dari
makanan siap saji berada sangat berpengaruh seperti rumah
sakit yang memungkinkan terjadinya penyebaran penyakit
atau kontaminasi bakteri (Depkes RI 2004),
G. ALAT DAN BAHAN
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tabung reaksi 4 nuah, cawan petri 4 buah,
gelas ukur, gelas piala, jarum ose, batang pengaduk, vortex,
oven, otoklaf, incubator, kapas, rak tabung, lampu spiritus,
pipet mikro, erlemeyer, bunsen,

2
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
sampel makanan, media NA, aquadest, larutan Buffer field
phosphate (BPS), alkohol 90%,
H. PROSEDUR KERJA
4. Cara pengambilan sampel
Sampel makanan diambil penjual . Pengambilan
sampel menggunakan plastik steril dan bunsen.
5. Pembuatan Na
Media NA ditimbang sebanyak 4 gram, lalu
dimasukkan ke dalam gelas beker yang
telah berisi akuades 140 mL, kemudian dipanaskan pada
hotplate selama ± 15 menit,
150˚C. Media yang telah steril dituang kedalam cawan
petri (± 20 mL) dan didinginkan, bila telah mengeras
disimpan dalam lemari pendingin bersuhu 3˚C.
6. Persiapan sampel
Sampel makanan di ambil dari plastik sampel
kemudian ditimbang sebanyak 50 gr. Sampel kemudian
dihancurkan bersama Buffer field phosphate (BPS)
sebanyak 450 ml dengan blender atau ditumbuk hingga
homogen. Sampel yang telah hancur, siap untuk
digunakan.
7. Pengenceran
Sampel makanan yang telah dihomogenkan
dengan Buffer field phosphate (BPS) sebanyak 450 ml,
kemudian dilakukan pengenceran dengan memasukkan
sampel pada botol pertama (10-1) sebanyak 10 ml. Pada
botol pertama (10-1) diambil 10 ml yang telah diberi
larutan Buffer field phosphate (BPS) sebanyak 450 ml
lalu memasukkan ke dalam botol kedua(10-2) yang telah
diberi larutan Buffer field phosphate (BPS) sebanyak
450 ml. Pada botol kedua diambil 10 ml lalu
memasukkan ke botol ketiga (10-3) yang telah diberi
larutan Buffer field phosphate (BPS) sebanyak 450 ml.
selanjutnya semua botol ditambahkan media NA
kemudian dihomogenkan dan ditunggu sampai padat
lalu tabung yang telah terisi sampel diinkubasi selama
2x24 jam pada suhu 37oC dan diamati apakah terbentuk
gas pada tiap-tiap tabung. Terbentuknya gas
menandakan tes perkiraan positif.
2
2
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
Percobaan
Pemeriksaan Bakteri

4 Pada Air

Agus Kurniawan Putra, S.Si, M.Si

A. TUJUAN
1. Untuk menganalisi bakteri yang terdapat pada air
2. Untuk mengetahui jumlah bakteri yang terdapat pada air
3. Untuk mengetahui jenis bakteri yg terdapat pada air

B. DASAR TEORI
Air merupakan kebutuhan utama makhluk hidup
untuk memenuhi segala kebutuhannya sehari-hari. Air yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti minum,
memasak, mencuci dan lain-lain harus memenuhi
persyaratan kesehatan. Di Indonesia, air untuk keperluan
sehari-hari tersebut diatur dengan Peraturan Menteri
Kesehatan No. 416 tahun 199 (Permenkes untuk air bersih,
air kolam renang, dan air pemandian umum) dan Keputusan
Menteri Kesehatan No 907 tahun 2012 (Kepmenkes untuk air
minum). Selain itu, Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum menytakan air minum
dinyatakan aman bagi kesehatan apabila memenuhi
persyaratn fisika, mikrobiologis, kimiawi dan
radioaktif yang dimuat dalam
parameter wajib dan parameter tambahan. Oleh karena itu,
apabila air minum yang dikonsumsi masyarakat tidak sesuai
dengan kriteria tersebut makan air tersebut tidak layak
konsumsi.

C. ALAT DAN BAHAN


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tabung reaksi 4 buah, petri dist 4 buah, rak tabung, erlemeyer
gelas ukur, gelas piala, jarum ose, batang pengaduk, vortex,
3
oven, otoklaf, incubator, kapas, rak tabung, lampu spiritus,
pipet mikro, erlemeyer, bunsen,
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
sampel air, media NA, aquadest, larutan Buffer field phosphate
(BPS), alkohol 90%,

D. PROSEDUR KERJA
8. Cara pengambilan sampel
Sampel air diambil . Pengambilan sampel
menggunakan plastik steril
9. Pembuatan Na
Media NA ditimbang sebanyak 4 gram, lalu
dimasukkan ke dalam gelas beker yang
telah berisi akuades 140 mL, kemudian dipanaskan pada
hotplate selama ± 15 menit,
150˚C. Media yang telah steril dituang kedalam cawan
petri (± 20 mL) dan didinginkan, bila telah mengeras
disimpan dalam lemari pendingin bersuhu 3˚C.
10. Persiapan sampel
Sampel air di ambil sebanyak 25 ml dari plastic
dan ditambahkan Buffer field phosphate (BPS) sebanyak
225 ml kemudian dihomogenkan sampai semua rata.
11. Pengenceran

Sampel air yang telah dihomogenkan dengan Buffer field phosphate


(BPS) sebanyak 300 ml, lalu menyiapkan tabung yang berisi 9 ml
Buffer field phosphate (BPS) sebanyak 3 buah, kemudian
dilakukan pengenceran dengan memasukkan sampel pada botol
pertama (10-1) sebanyak 1 ml. Pada botol pertama (10 -1) diambil 1
ml yang telah diberi larutan Buffer field phosphate (BPS) sebanyak
9 ml lalu memasukkan ke dalam botol kedua(10 -2) yang telah
diberi larutan Buffer field phosphate (BPS) sebanyak 9 ml. Pada botol
kedua diambil 1 ml lalu memasukkan ke botol ketiga (10 -3) yang
telah diberi larutan Buffer field phosphate (BPS) sebanyak 9 ml.
selanjutnya pada setiap botol 10-1 10-2 dan 10-3 dipindahkan petri
dist sebanyak 1 ml selanjutnya, semua petri dist ditambahkan
media NA kemudian dihomogenkan dan ditunggu sampai padat
lalu tabung yang telah terisi sampel diinkubasi selama 2x24 jam

3
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
pada suhu 37oC dan diamati apakah terbentuk gas pada tiap-tiap
tabung. Terbentuknya gas menandakan tes perkiraan positif.

3
Percobaan
Pemeriksaan Parasit

5 Pada Feses
Manusia
A. TUJUAN
Agus Kurniawan Putra, S.Pd, M.Si
Untuk mengetahui jenis parasit yang terdapat pada feses
manusia.
B. DASAR TEORI
Keterampilan klinik pemeriksaan tinja parasitologis
merupakan cara untuk mendeteksi keberadaan parasit dalam
tubuh serta mempunyai peran yang cukup penting sebagai salah
satu cara menegakkan diagnosis infeksi oleh parasit. Keterampilan
klinis ini sebagai penunjang pemeriksaan berbagai infeksi oleh
parasit; seperti infeksi protozoa usus, infeksi cacing usus yang
meliputin nematoda usus, trematoda usus, dan cestoda usus.
dentifikasi parasit dalam tinja
dan pembuatan preparat tinja sederhana. Beberapa penyakit
infeksi oleh parasite pada organ-organ selain usus, seperti hati,
paru serta beberapa sistem vaskuler dapat dideteksi
keberadaannya dengan pemeriksaan tinja.
C. ALAT DAN BAHAN
D. PROSEDUR KERJA
1. Pemeriksaan Makroskopis
a) Segera setelah spesimen diterima di laboratorium,
amati/periksa :
1. Konsistensi : padat/keras lunak/ lembek cair
2. Warna : hijau, coklat, kuning, pucat
3. Lendir : ada/ tidak (positif / negatif)
4. Darah : ada/ tidak (positif / negatif)
5. Makanan tak tercerna
6. Cacing

3
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
b) Spesimen yang mengandung darah dan lendir, harus
diperiksa lebih dahulu (prioritas I), kemudian diikuti
spesimen cair. Spesimen tersebut sering mengandung
trofozoit amuba (yang cepat mati setelah tinja dikeluarkan)
jadi harus diperiksa dalam waktu tidak lebih dari 1 jam
setelah tinja dikeluarkan oleh pasien. Spesimen yang
padat
/ keras dapat diperiksa kapanpun pada hari pertama tinja
dikeluarkan namun tidak boleh lebih dari 24 jam
(semalam) karena kista akan rusak.

2. Pemeriksaan Mikroskopis pada Sedianaan Basah


Sediaan basah adalah teknik yang paling mudah
dan simpel untuk pemeriksaan tinja dan metode ini bisa
dilakukan di semua laboratorium pada
daerah perifer. Sediaan basah dapat disiapkan secara
langsung dari material tinja atau dari spesimen
konsentrat. Metode dasar dari sediaan basah yang dapat
dilakukan untuk pemeriksaan tinja adalah saline, iodine,
dan buffer
methylene blue.
 ediaan basah saline digunakan untuk pemeriksaan
mikroskopik pendahuluan untuk tinja. Ini dikerjakan
untuk menunjukkan telur cacing,
larva, trofozoit protozoa dan kista. Bentuk sediaan ini
juga dapat menampilkan adanya sel darah merah dan
sel darah putih.
 Sediaan basah iodine terutama digunakan untuk
pengecatan glikogen dan nukleus/inti sel kista, jika
tampak. Kista dapat diidentifikasi secara spesifik
pada sediaan ini
 Sediaan basah Buffered Methylene Blue (BMB) harus
disiapkan setiap saat ketika trofozoit amuba tampak
pada sediaan basah saline atau ketika ada
suspek trofozoit amuba. BMB dapat mengecat trofozoit
amuba, tapi tidak dapat mengecat kista amuba,

3
trofozoit atau kista flagellata. Pengecatan

3
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
BMB berguna hanya pada spesimen segar yang belum
diawetkan. Pengecatan ini tidak bisa digunakan pada
spesimen yang sudah diawetkan
dimana organisme sudah terbunuh.

Bahan Dan Reagen


1. Cover slip/ deck glass
2. Botol yang berisi : Larutan saline, isotonik iodine
Lugol (larutan 1%) Buffered Methylene Blue
3. Gelas obyek (object glass)
4. Pena atau marker untuk memberi label
5. Kawat melingkar (atau stik aplikator, batang korek
api, atau tusuk gigi)

Sediaan Langsung Saline dan Iodine


1. Dengan sebuah pensil/marker, tulislah nama
ataunomor pasien dan tanggal pada ujung sisi
kanan dari slide

2. Tempatkan 1 tetes saline di tengah dari sisi sebelah


kiri dan tempatkan 1 tetes larutan iodine di tengah
sisi sebelah kanan dari slide. Catatan : jika diduga
ada trofozoit amuba, maka gunakan larutan saline
yang hangat (37°)

3. Dengan menggunakan stik aplikator (korek api atau


tusuk gigi), ambil sedikit spesimen (seukuran
dengan pentol korek api) dan campur Bersama
setetes saline. Catatan :
Tinja keras :ambil tinja dari satu titik area yang
meliputi sisi luarmaupun dalam dari specimen.

3
Tinja dengan lendir : jika terdapat lendir pada tinja,
berilah label pada sisi slide kedua dengan nama
pasien atau nomor pasien. Taruh satu tetes saline
pada slide, ambil sedikit lendir dan campurkan
dengan saline tersebut. Trofozoit, jika terlihat,
kadang-kadang lebih mudah ditemukan pada
lender daripada di tinja.

4. Sama dengan diatas, ambil sebagian kecil dari tinja


dan campur dengan setetes larutan iodine untuk
menyiapkan sediaan iodine. Jika menggunakan
kawat, bakar kawat tersebut setelah membuat
sediaan. Jika menggunakan
stik aplikator, maka buang setelah digunakan.
5. Tutup saline dan iodine yang sudah dicampur
dengan coverslip. Tahan coverslip pada sudut
tertentu, sentuhkan salah satu ujungnya dengan
tetesan dan turunkan coverslip dengan perlahan. Hal
ini akan mengurangi terbentuknya gelembung
udara pada sediaan. Lakukan langkah 1-5 untuk
”sediaan langsung saline dan iodine”, tapi tempatkan
1 tetes besar BMB di tempat saline dan iodine.
Tunggu 5-10 menit sebelum diperiksa agar cat
dapat masuk ke dalam trofozoit. BMB akan overstain
trofozoit setelah 30 menit. Oleh karena itu, slide
harus diperiksa sebelum 30 menit setelah disiapkan.

Cara pemeriksaan
1. Tempatkan slide sediaan pada mikroskop dan
gunakan fokus 10x
3
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
2. Atur cahaya agar mengarah pada sediaan. Anda
harus dapat melihat objek pada lapang pandang
dengan jelas. Terlalu banyak atau sedikit cahaya
akan kurang baik
3. Periksa seluruh lapang pandang sediaan dengan
perbesaran 10x. Awali dari pojok kiri atas kemudian
gerakkan slide secara sistematis ke kanan sampai
perifer kanan kemudian ke bawah, gerakkan slide
ke kiri sampai perifer kiri (zig-zag)

4. Ketika terlihat organisme atau materi yang


dicurigai, ganti fokus dan perbesarannya dan
tingkatkan pencahayaan agar dapat melihat
morfologinya dengan lebih jelas.
Ini adalah pemeriksaan sistematis. Jika sediaan
diperiksa dengan cara ini, semua parasit yang ada
biasanya akan ditemukan. Jika sediaan tidak
diperiksa secara sistematis, parasit kadang akan
terlewatkan. Periksa setiap lapang pandang
mikroskop dengan hati-hati, fokuskan ke atas dan
bawah sebelum bergerak ke lapang pandang
selanjutnya.

3
Percobaan

6
Pemeriksaan Parasit
Pada Feses Hewan
Nurqomaria, S.Si, M.Si
A. TUJUAN
Untuk mengetahui keanekaragaman endoparasit pada
unggas dan memandingkan hasil metode natif dan
pengapungan bersentrifugasi dalam pemeriksaan
endoparasit.

B. DASAR TEORI
Parasit merupakan organisme yang hidup untuk
sementara ataupun tetap di dalam atau pada permukaan
organisme lain untuk mengambil makanan sebagian atau
seluruhnya dari organisme tersebut. Parasit terbagi atas dua
jenis, yaitu parasit yang hidup diluar tubuh inang atau
ektoparasit dan parasit yang hidup di dalam tubuh inang atau
endoparasit. Endoparasit yang terdapat di dalam tubuh
hewan umumnya merupakan endoparasit yang bersifat
patogen yang dapat menyebabkan sakit pada tunuhnya,
bahkan dapat menyebabkan kematian. Parasit-parasit
tersebut meliputi protozoa, helminthes (kelompok cacing),
arthropoda, fungi (jamur) dan virus.
Pemeriksaan endoparasit pada feses secara umum
dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu pemeriksaan
darah dan feses. Untuk pemeriksaan darah dapat dilakukan
dengan membuat preparat hapusan tebal dan tipis,
sedangkan untuk pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain dengan pemeriksaan secara
langsung (natif), pengapungan dengan sentrifugasi, dan
pemeriksaan dengan pewarnaan.
C. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunnakan adalah sendok plastik untuk
mengambil feses segar. Plastik steril penyimpanan sampel
3
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
feses, mikroskop cahaya, gelas ukur ukuran 25 ml, timbangan
analitik digital (ohaus). Gelas objek. Kaca penutup, ose,
tabung sentrifugasi ukuran 15 ml, alat sentrifugasi, sarung
tangan, tusuk gigi, kain kasa, pipet, gunting, gelas plastik
berdiameter 8 cm, masker, kamera.
Bahan yang digunakan adalah veses unggas, larutan
NaCl jenuh dan aquadest.

D. PROSEDUR KERJA
1. Pengambilan Sampel
Sampel diperoleh dengan cara pengumpulan feses
dari kandang unggas di pagi hari setelah unggas
melakukan defekasi dan keluar dari kangang. Berat
sampel yang diambil adalah 5 gram untuk masing-masing
spesies. Setiap sampel ditandai dengan waktu
pengambilan sampel dan penandaan kepemilikan feses
2. Persiapan Sampel
Sampel feses dari unggas ditimbang menggunakan
alat timbang. Masing-masing sampel ditimbang seberat
dua gram untuk pemeriksaan menggunakan metode natif
dan metode pengapungan dengan sentrifugasi. Sampel
yang telah ditimbang kemudian disimpan di dalam plastik
sampel dan diberikan keterangan pada kertas label

3. Pembuatan larutan NaCl jenuh


Akuades sebanyak 600 ,l ditambahkan NaCL
secara terus menerus hingga NaCl mengendap dan
berhenti larut.
4. Pemeriksaan langsung (natif)
Akuades diteteskan diatas gelas objek sebanyak
dua tetes. Sampel feses diambil menggunakan tusuk gigi
dan oleskan di atas gelas objek yang telah ditetesi
akuades. Sampel dan aquades dihogenkan menggunakan
tusuk gigi. Setelah feses dan aquadest homogen, campuran
homogen tersebut ditutup dengan kaca penutup. Preparat
diperiksa di bawah mikroskop.

4
5. Pemeriksaan Menggunakan Metode Pengapungan
Dengan Sentrifugasi
Dua gram sampel dicampurkan dengan 10 ml
larutan NaCl jenuh dan dihomogenkan . setelah
homogen, larutan disaring menggunakan kain kasa
berukuran 10x10 cm dan dituang kedalam tabung
sentrifugasi. Tabung disentrifugasi selama 5 menit
dengan putaran 100x permenit. Setelah disentrifugasi,
larutan yang terdapat pada permukaan diambil
menggunakan ose dan diteteskan di atas gelas objek.
Kemudian ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa
keberadaan dan jenis endoparasit di bawah mikroskop

4
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
6. Identifikasi
Endoparasit yang telah ditemukan kemudian
diidentifikasi untuk mengetahui jenisnya menggunakan
Atlas Parasitologi (Prianto et al, 2008. Hasil pemeriksaan
diidentifikasi hingga tingkat spesies dan dibuat
fotomikrograf dengan kamera untuk memudahkan
pengidentifikasian mengikuti cara yang dilakukan oleh
Dewi dan Nugrah (2007).

4
Percobaan

7
Koleksi, Pengawetan,
dan Penyimpanan
Serangga
Agus Krniawan Putra, S.Pd, M.Si
A. TUJUAN
Agar mahasiswa mampu dan terampil dalam mengoleksi
spesimen, mengawetkan, membuat label, dan mengelola
spesimen awetan

B. DASAR TEORI
Serangga adalah kelompok hewan yang memiliki
keanekaragaman spesies tertinggi di dunia ini. Dari 1,82 juta
spesies tumbuhan dan hewan yang telah didiskripsikan di
dunia ini, serangga adalah kelompok terbesar dengan
prosentasenya ± 60 % (Pedigo, 1989).
Serangga mampu menyesuaikan diri pada berbagai kondisi
lingkungan sehingga hewan ini dapat sukses menjalani
kehidupannya.
lmu yang mempelajari khusus mengenai serangga
termasuk seluruh tahapan dari siklus hidupnya serta
perannya di alam disebut entomologi (entomos = irisan;
potongan, logos = ilmu), sedangkan orang yang mempelajari
serangga secara khusus disebut Entomologis. Filum yang
meliputi serangga disebut Arthropoda (arthros = beruas-
ruas, podos = tungkai). Serangga dapat hidup pada tempat
dengan kisaran yang luas. Sebagian besar hidup di daratan,
sebagian kecil penghuni air.
Serangga berperan penting dalam menggerakkan
energi melalui rantai dan jarring makanan. Dari semua
takson, diperkirakan 26 % merupakan serangga fitofag yang
mengkonversikan biomassa tumbuhan menjadi energi untuk
karnivora. Sekitar 31 % serangga adalah saprofag dan
serangga predator yang membentuk komponen jaring
makanan baik di lingkungan air maupun daratan. Jadi 57 %

4
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
dari serangga terlibat sebagai perantara dalam jaring
makanan, biasanya pada tingkatan trofik ke 2 dan ke 3. Selain
itu, serangga berperan penting sebagai polinator, parasitoid,
dan sumber makanan.
C. METODE KOLEKSI
Dalam mengoleksi (mengumpulkan) spesimen dapat
dilakukan dengan menggunakan jaring untuk serangga
terbang, jaring serangga air, payung penggoyang, aspirator,
pinset, perangkap malaise, perangkap sumuran (pitfall trap),
perangkap umpan, perangkap lampu, ayakan, kantong
winkler, perangkap nampan, bor tanah, pengasapan, dan
memungut. Dalam melakukan koleksi ini diperlukan alat-alat,
yaitu botol pembunuh, botol semprot, tabung koleksi, kuas
halus, pompa tetes, gunting, jarum pemilah, pisau, tas koleksi,
kertas papilot, kotak penyimpanan, kaca pembesar, sarung
tangan kulit, kantong blacu, dan peralatan perkebunan.
Tugas :
 Persiapkan bahan dan peralatan untuk koleksi.
 Koleksi berbagai ordo serangga dengan
menggunakan peralatan yang sesuai.
Alat untuk mengoleksi rerangga

4
D. Pembunuhan, Pengawetan, dan Pelabelan

Spesimen hasil koleksi di atas diproses lebih lanjut dengan


cara mematikan, fiksasi, mengopset (mounting),
mengawetkan, dan pelabelan. Spesimen koleksi yang baru
ditangkap harus segera dimatikan dan difiksasi. Cara
mematikan serangga bervariasi tergantung takson, metode
pengumpulan, dan pengawetan yang akan diberlakukan.
Untuk spesimen basah dapat menggunakan alkohol,
sedangkan spesimen kering dapat menggunakan botol
pembunuh (killing jar) yang berisi racun sianida atau eter, etil
asetat 4 %.

Botol pembunuh dapat dibuat dari botol selai atau botol


lainnya dengan berbagai ukuran dan memiliki bagian mulut
yang lebar. Cara penyiapannya adalah mula-mula racun
sianida diletakkan di bagian dasar botol (setinggi 13 mm), di
bagian atasnya dimasukkan serbuk gergaji (setinggi2-2,5
cm), berikutnya adalah bahan gips lalu ditekan-tekan hingga
padat
4
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
dan rata. Bagian teratas adalah kertas karton yang berlubang-
lubang.

Sebagian besar serangga tidak memerlukan proses fiksasi


khusus. Pada umumnya yang memerlukan proses fiksasi
khusus adalah spesimen yang akan diawetkan dalam bentuk
awetan gelas kaca (slide). Zat yang digunakan untuk fiksasi
bervariasi tergantung pada taksonnya.

Opset untuk spesimen kering berbeda dengan spesimen


slide baik cara maupun bahan kimia yang digunakan. Secara
umum perkataan opset lebih tertuju untuk proses
pengaturan posisi spesimen kering selama opset, sedangkan
mounting lebih ditujukan untuk specimen slide atau awetan
kaca. Dalam mengopset diperlukan peralatan, yaitu jarum
serangga, papan perentang, lembar papan gabus, balok
penusuk, kertas penempel bejana pelemas, lem serangga, dan
pinset opset

Serangga yang berukuran besar diopset dengan


menggunakan jarum serangga, sedangkan serangga
berukuran kecil ditempelkan pada kertas penempel. Untuk
serangga yang berukuran besar, selain ditusuk pada
toraksnya juga dilakukan penataan embelannya.
Tusukan jarum yang sudah ada serangganya ditusukkan
pada lembar gabus, untuk diatur posisi tubuh, antena dan
kaki dengan menggunakan pinset dan jarum untuk menjepit.
Papan perentang diperlukan untuk serangga yang sayapnya
perlu direntangkan selama proses pengeringan. Jarum
ditusukkan pada celah papan perentang dengan posisi kedua
pasang sayap di atas kedua belah papan perentang dan
diartur sesuai keinginan. Jepitlah sayap tersebut dengan pita
kertas yang ditusuk jarum.

Serangga yang berukuran sangat kecil diawetkan dalam


slide, misalnya kutudaun. Cara membuat slide tersebut, yaitu
rebus spesimen selama 1-2 menit dalam alkohol 95%. Buang
alkohol, tambahkan KOH 10% secukupnya sampai spesimen
tenggelam, lalu panaskan selama 3-5 menit. Buang KOH dan
cuci spesimen sampai bebas KOH dengan dengan akuades 5-6

4
kali, tiap kali mencuci spesimen dibiarkan setidak-tidaknya 5
menit dalam air. Setelah pencucian terakhir buang akuades,
dan beri asam cuka glasial secukupnya (kedalaman 1 cm) dan
biarkan selama 2-3 menit. Buang (diisap pakai pipet) asam
cuka itu dan diganti dengan asam cuka yang sama dan
biarkan spesimen selama 2-3 menit dan setelah itu buang
asam cuka. Tambahkan minyak cengkeh sebagai penjernih,
biarkan spesimen
selama 20-30 menit hingga jernih. Pindahkankan 1-2
kutudaun yang sudah jernih ke gelas objek yang sudah
ditetesi balsam kanada encer. Secepatnya atur spesimen
(bagian dorsal di atas dan tungkai dan antena membentang
ke luar. Celupkan gelas penutup dalam xylen dan langsung
letakkan gelas penutup di atas tetesan balsam kanada pelan-
pelan, supaya balsam dapat meluas tanpa ada gelembung
udara. Keringkan slide dalam oven dengan suhu 50 oC selama
satu minggu.

Sebelum serangga disimpan dalam tempat yang permanen


harus diberi label. Label yang dipasang harus memuat
informasi sama dengan label dari lapangan. Jenis kertas lebel
yang digunakan disesuaikan dengan macam koleksi. Untuk
koleksi kering digunakan kertas bebas asam (keras
conqueror), sedangkan untuk koleksi alkohol digunakan
kertas tahan alkohol, yaitu kertas parchment goat skin. Untuk
penulisan labeldigunakan tinta cina atau dicetak dengan
printer laser. Label koleksi kering dijarumkan di bawah
spesimen dengan ketinggian yang sudah ditentukan pada
balok penusuk. Ukuran label 16 x 7 mm. Label koleksi basah
dimasukkan ke dalam botol. Biasanya ukuran label juga tidak
terlalu besar, sedangkan ketetntuan lainnya sama dengan
koleksi kering.

Tugas:

 Persiapkan bahan dan peralatan untuk fiksasi, opset,


pengawetan, dan pelabelan.

 Spesimen hasil koleksi dimatikan, fifiksasi, diopset/


diawetkan, dan diberi label.

Alat-alat untuk membunuh dan mengawetkan serangga


4
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
Alat-alat untuk mengawetkan dan menyimpan serangga

Alat-alat untuk mengawetkan dan menyimpan serangga

4
E. Penyimpanan

Koleksi kering disimpan di dalam laci kayu dengan


tutup kaca yang harus rapat dan kedap udara. Kayu yang
digunakan adalah kayu awetan, kering dengan kadar air 10%
dan bersifat netral (pH >6).

Untuk setiap jenis/kelompok takson tertentu disimpan


terpisah pada kotak karton (unit tray). Pada dasarnya unit tray
ini dialasi plastozot atau gabus. Kertas dan plastozot yang
digunakan untuk unit tray harus bebas asam. Ada delapan
ukuran unit tray yang digunakan. Penggunaannya
bergantung ukuran tubuh dan jumlah individu serangganya.
Unit tray ini kemudian secara sistematis disusun di dalam
laci kayu.

Laci kayu yang berisi serangga dimasukkan ke dalam


kabinet koleksi. Digunakan kabinet metal berkualitas bagus,
kedap udara dan rapat. Dengan demikian, diharapkan
serangga hama tidak masuk ke dalamnya.

Pada saat ini di dalam ruang koleksi serangga


digunakan AC untuk mengatur suhu udara agar berkisar 18-
20oC dan kelembabab 45-50%. Pintu ruang koleksi dijaga
agar selalu tertutup. Kebersihan harus dijaga ketat. Lampu
atau cahaya dinyalakan bilaman diperlukan. Semua
ketentuan tersebut dilaksanakan untuk menjamin
keselamatan koleksi.

Koleksi basah disimpan dalam botol-botol koleksi


dengan tutup yang sangat rapat. Botol koleksi yang jelek akan
berakibat fatal karena terjadi penguapan alkohol. Alkohol
akan mudah menguap akibatnya di dalam botol hanya tersisa
air yang lama-kelamaan akan menyebabkan spesimen
membusuk. Banyak model dan ukuran botol koleksi yang
bisa digunakan untuk koleksi basah, tetapi sebagian besar
berupa botol Denish dan US Source.
Untuk menentukan ukuran botol yang digunakan sangat
bergantung pada kelompok takson serangganya.

Tugas 4
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
 Siapkan Peralatan yang akan digunakan untuk
menyimpan koleksi kering dan basah

 Lakukan tahap-tahap dalam menyimpan koleksi


seperti yang diuraikan diatas.

5
Daftar Pustaka

Alexopoulos,C.J and Mims,C.W. 1979. Introductory Mycology, 3rd


Edition. Johnwiley and Sons. New York.

Anggraeni, T., S. Sastrodihardjo & R. E. Putra. 2001. Modul


Praktikum Hemat Biaya, Bersih Lingkungan, dan Manfaat
Tinggi: Bidang Biologi, Entomologi. Proyek
Pendidikan Tenaga Akademik. Ditjen Dikti. Depdiknas. 57
hal.

Cappuccino, J.G. and N. Sherman, 1987. Microbiology a


Laboratory Manual; 2 th ED., California. The Benjamins
Columning Publishing Company.

Chapman, R.F. 1982. The Insect: Structure and Function. Third


Edition. Harvard University Press, Cambridge.

Cowan,ST. 2004. Manual for the Identification of Medical Fungi.


Cambridge University Press. London.

Dryden, M.W., P.A. Payne, R.K. Ridley & V. Smith.2005.


Comparison of common fecal flotation technique for the
recovery of parasite eggs snd oocysts. Verinary therapeutics,
6(1):1-4.

Fardiaz,S. 2002. Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka


Utama,Jakarta

Freeman, A.S., M.K. John, C. Chloe, L.D. Shatoon & W.B. Karesh,
(2004). Endoparasites of western lowland gorillas (Gorilla
gorilla dorilla) at Bai Hokou, Central African Republic. Journal
of wildlife dieses, 40 (4); 775-781.

Herlinda, S. & C. Irsan. 2011. Modul Praktikum Dasar-dasar


Perlindungan Tanaman. Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. 57 hal

Herlinda, S. & T. Adam. 2011. Modul Praktikum Entomologi


Umum. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sriwijaya. 39 hal.

5
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW
Kesumawati, U. 1990. Teknik Penanganan Spesimen
Laboratorium Sederhana Ektoparasit. Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor. 17 hal

Khokhar, I., M.S. Haider, S. Mushtaq and I. Mukhtar, 2012.


Isolation and screening of highly cellulolytic filamentous
fungi. J. Applied Sci. Environ. Manage., 16: 223-226.

Natadisastra, D & R. Agoes (2009). Parasitologi Kedokteran : Ditinjau


dari organ tubuh yang diserang. Penerbit buku kedokteran
EGC, Jakarta: xxi+450 hlm.

Nurhari, O. (2010). Parasitologi. Sekolah tinggi farmasi, Bandung;


22 hlm.

orror, D. J. & D.M. Delong. 1975. An Introduction to the Study of


Insects. Fourth Edition. Holt Rinerhart and Winston, New
York

Pedigo, L.P. 1989. Entomology and Pest Management. Macmillan


Publishing Company, New York.

Pelczar, M.J. and E.C.S. Chan, 2005. Mikrobiologi I. UI-Press.


Jakarta

Prijono, D. & A. Rauf. Penuntun Praktikum Entomologi Umum.


Jurusan Hama dan Penyakit tumbuhan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

Sandjaja, B. (2007). Parasitologi Kedokteran: Protozoologi


Kedokteran. Prestasi pustaka Publisher, Jakarta: xii+322 hlm.

Setyawan S, Haryati S, Handayani, S.S, Dirgahayu, Sari, Mashuri


Y.A, Nrgara K.S.P,. (2022), Pemeriksaan Tinja Parasitologis.
Surakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi Universitas Sebelas Maret Fakultas Kedokteran.

Taylor, M.A., R.L. Coop & R,L. Wall. (2007) Veterinary parasitology.
3rd ed. Blackwell Publishing Ltd. Oxford; xxvi+874 hlm.

Ubaidillah, R. 1999. Pengelolaan Koleksi Serangga dan Arthropoda


Lainnya. Dalam Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi.
Balai Penelitian dan Pengembangan Zoologi. Pusat

5
Penelitian dan Pengembangan Biologi, LIPI. Cibinong. 230
hal.

5
Penuntun Praktikum Biologi
Lingkungan D3 Sanitasi UMW

Anda mungkin juga menyukai