Anda di halaman 1dari 18

IDENTIFIKASI VIBRIO SP SEBAGAI PENYEBAB PENYAKIT BERAK

PUTIH PADA UDANG VANNAME DENGAN TAMBAHAN BAHAN


HERBAL DI PROVINSI LAMPUNG TIMUR, INDONESIA

READING ASSIGNMENT

Oleh :
ADELLA SALSA BILLA

POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN


2023
IDENTIFIKASI VIBRIO SP SEBAGAI PENYEBAB PENYAKIT BERAK
PUTIH PADA UDANG VANNAME DENGAN TAMBAHAN BAHAN
HERBAL DI PROVINSI LAMPUNG TIMUR, INDONESIA

Oleh :
ADELLA SALSA BILLA
58224214564

Reading Assignment Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti


Ujian Akhir Semester

PROGRAM SERJANA TERAPAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
JAKARTA
LEMBARAN PENGESAHAN

READING ASSIGNMENT

Judul Reading : Identifikasi Vibrio sp sebagai penyebab penyakit berak putih pada udang
vanname dengan bahan herbal di Provinsi Lampung Timur, Indonesia
Nama : ADELLA SALSA BILLA
NRP : 58224214564
Program studi : Teknologi Akuakultur

Menyetujui,

( Fitrina Nazar, S.Pi.,M.Si )

i
KATA PENGANTAR

Reading yang berjudul “: Identifikasi Vibrio sp sebagai penyebab penyakit berak putih
pada udang vanname dengan bahan herbal di Provinsi Lampung Timur, Indonesia” ini disusun
untuk menyelesaikan Tugas Akhir Semester III sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Akhir
Semester lll. Sebagai wujud kesempurnaan dalam pemahaman yang disajikan dalam bentuk
makalah.

Dengan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :


1. Ibu Dra.Ani Leilani,M.Si. selaku Direktur Politeknik Ahli Usaha Perikanan
2. Ibu Fitrina Nazar,S.Pi.,M.Si. selaku Dosen Pembimbing Reading Assignment.
3. Keluarga yang senantiasa memberi dukungan moral dan material.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan Reading
Assignment.

Menyadari adanya kekurangan didalam penyusunan Reading Assignment ini,


dikarenakan penulis yang masih dalam proses pembelajaran, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dalam rangka penyempurnaan
Reading Assignment ini, dan semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta,8 Desember 2023


ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................iv
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Tujuan..........................................................................................................................................1
BAB ll PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
2.1 Bahan dan Metode............................................................................................................................2
2.2 Pengumpulan Sampel........................................................................................................................2
2.3 Jumlah Total Sampel..........................................................................................................................2
2.4 Identifukasi Bakteri............................................................................................................................3
2.5 Media Bakteri....................................................................................................................................3
2.6 Inkubasi Bakteri.................................................................................................................................3
2.7 Uji Aktivitas Bahan Herbal.................................................................................................................3
2.8 Penentuan Konsentrasi Terbaik..........................................................................................................4
2.9 Analisis Statistik.................................................................................................................................4
HASIL...........................................................................................................................................................4
a. Warna Koloni Bakteri pada Media TCBSA........................................................................................5
b. Identifikasi Actor..............................................................................................................................6
c. Aktivitas Antibakteri Bahan Herbal..................................................................................................6
d. Konsentrasi Terbaik Ekstrak Daun Mangrove...................................................................................7
DISKUSI........................................................................................................................................................7
BAB III KESIMPULAN..................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................................11
iii
Kementerian Kelautan dan Perikanan
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
Program Studi Teknologi Akuakultur

LEMBAR PENGAJUAN JUDUL READING ASSIGNMENT

Nama : Adella Salsa Billa


NRP/Angkatan : 58224214564 / 58
Program Studi : Teknologi Akuakultur
Semester : lll
Dosen Pembimbing : Fitrina Nazar, S.Pi.,M.Si
Judul Jurnal : Identification of Vibrio sp. as cause of white
feces diseases in white shrimp Penaeus
vannamei and handling with herbal
ingredients in East Lampung Regency,
Indonesia
Penulis :Supono, Wardiyanto, Esti H, Annisa HK,
Astri N
Penerbit & Tahun Penerbitan : AACL Bioflux , 2019
Judul Reading Assignment : Identifikasi Vibrio sp sebagai penyebab
penyakit berak putih pada udang vanname
dengan bahan herbal di Provinsi Lampung
Timur, Indonesia

Menyetujui : Jakarta ,8 Desember 2023


Dosen Pembimbing Yang Mengajukan

Fitrina Nazar, S.Pi.,M.Si Adella Salsa Billa


iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Udang putih (Penaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang yang banyak
dibudidayakan di Indonesia. Hal ini dikarenakan udang ini memiliki prospek yang menjanjikan
keuntungan (Babu et al 2014). Namun serangan penyakit sering terjadi pada budidaya udang
vanname. Penyakit umumnya disebabkan oleh bakteri, parasit, virus, dan jamur. Serangan
penyakit ini terjadi bila kondisi lingkungan, patogen, dan organisme yang dibudidayakan tidak
optimal (Engering et al 2013). Panyakit yang sering menyerang udang vaname adalah Vibrio
(Khamesipour et al 2014; Widowati et al 2018).
Salah satu penyakit yang muncul pada budidaya udang adalah penyakit berak putih
(white feces disease). Penyakit ini ditandai dengan munculnya feses berwarna putih pada
permukaan air. White feces disease diduga disebabkan oleh melimpahnya Vibrio sp. pada media
budidaya (Jayadi et al 2016). Peningkatan jumlah Vibrio sp. adalah karena kondisi lingkungan
yang buruk, terutama kandungan bahan organik yang tinggi. Menurut Taslihan et al (2015),
peningkatan produksi udang dapat dipertahankan dengan melakukan pemantauan kualitas air,
penyediaan pakan yang tepat, pemberian probiotik dan antibiotik dengan dosis yang tepat.
Namun penggunaan antibiotik tidak dianjurkan dalam budidaya udang karena meninggalkan
residu yang membahayakan konsumen. Bahan-bahan alami yang berpotensi sebagai anti bakteri
dapat diperoleh dari berbagai tanaman. Bahan herbal adalah segala jenis tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan sebagai tanaman obat, baik secara tunggal maupun secara campuran yang
dianggap dan diyakini dapat menyembuhkan suatu penyakit atau dapat memberikan pengaruh
bagi kesehatan. Bahan herbal digunakan karena aman dan tidak meninggalkan residu di dalam
organisme yang kita budidayakan sehingga aman dikonsumsi dan ramah lingkungan (Yuhana et
al 2008; Aminzare et al 2015; Ventola 2015)
Beberapa bahan herbal yang dapat digunakan antara lain pepaya Carica papaya, ekstrak
daun ketapang Terminalia catappa, dan ektrak bakau Rhizophora apiculata. Ekstrak daun pepaya
mengandung flavonoid, tanin, alkaloid, vitamin C, karpain , enzim sianogenik, glukosida, dan
papain sehingga berpotensi sebagai antioksidan dan antiseptik (Eleazu et al 2012). Sedangkan
ekstrak daun ketapang mempunyai efek bahan kimia antibakteri yang efektif (bakterisida).
Salah satu daerah budidaya udang di Indonesia yang menghadapi wabah WFD adalah
Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Wilayah ini adalah salah
satunya daerah penghasil udang di Provinsi Lampung. Kondisi tambak udang di lokasi tersebut
telah terserang WFD yang menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi petambak udang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab WFD dan pencegahannya menggunakan
bahan herbal.

1.2 TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan Vibrio sp. dan keberadaan Vibrio
sp. sebagai pemicu merebaknya penyakit WFD pada udang vanname dan mengkaji penggunaan
beberapa bahan herbal dalam menekan pertumbuhan bakteri gram negatif Vibrio sp.
1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bahan dan Metode


Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lampung Timur, Indonesia. Sampel
diambil dari saluran sekunder, saluran tersier, saluran primer, perairan tambak udang
yang tidak tertular WFD, air tambak udang terjangkit WFD, dan udang yang tertular
WFD. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi penelitian

2.2 Pengumpulan sampel.


Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil sampel air sebanyak 100 ml
dengan menggunakan botol sampel. Sampel diambil dari 6 lokasi dengan 3 ulangan
untuk setiap lokasi. Sampel yang diambil langsung diinokulasi pada media TCBS.
Sampel juga dikumpulkan dari udang vanname yang sehat dan terinfeksi WFD.

2.3 Jumlah total bakteri.


Setelah diinkubasi selama 24 jam, terbentuklah koloni bakteri dihitung dengan
meletakkan cawan petri di atas alat Colony Counter dan bakteri koloni kemudian
dihitung dengan menggunakan rumus:

2
1 1
N=Cx x
p v

Keterangan :
N = Jumlah koloni (CFU ml-1)
C= Jumlah koloni bakteri yang dihitung pada cawan petri
P= Faktor pengenceran
V= Volume sampel identifikasi bakteri.

2.4 Identifikasi bakteri.


Identifikasi Vibrio dilakukan dengan metode kuadran dengan beberapa tahapan
sehingga diperoleh satu isolat murni. Isolat tersebut kemudian diidentifikasi.
Identifikasi Vibrio sp. dilakukan dengan menggunakan MICROBACTTM 24 E Gram
Negatif Identification System (OXOID) dan dibaca menggunakan software
microrobact 2000. Observasi morfologi sel meliputi pewarnaan gram, bentuk sel, dan
uji motilitas. Fisiologis sifat-sifatnya antara lain uji katalase, uji indol, uji MR-VP, uji
Sitrat Simmons, dan TSIA tes.

2.5 Media bakteri.


Sebanyak 3,2 g media Nutrient Agar (NA) ditimbang lalu dimasukkan ke dalam
erlemeyer dan diencerkan dengan 160 ml air laut. Tabung erlemeyer yang
mengandung nutrisi agar dipanaskan menggunakan hot plate hingga larutan menjadi
pekat homogen, kemudian diautoklaf selama 15 menit dengan suhu 121°C dibawah
tekanan 1 atm. Sebanyak 20 ml agar steril dituangkan ke dalam cawan petri dan
dibiarkan hingga mengeras. Penuangan dilakukan pada aliran udara laminar untuk
mencegahnya kontaminasi.

2.6 Inkubasi bakteri.


Media Nutrient Broth (NB) ditimbang sebanyak 0,09 g. Dipindahkan ke
erlemeyer dan ditambahkan 90 ml air laut. Tabung erlemeyer berisi media NB
dipanaskan menggunakan hot plate hingga larutan homogen dan dipanaskan dengan
autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C pada tekanan 1 atm. Kultur murni Vibrio
parahaemolyticus diinokulasi secara aseptik ke dalam 2 tabung uji berisi 15 ml media
Nutrient Broth (NB) . Tabung reaksi diinkubasi dalam inkubator selama 4 sampai 5
jam (Tampemawa et al 2016).
2.7 Uji antibakteri bahan herbal.
Sebanyak 20 µL cairan isolat Vibrio parahaemolyticus dengan kepadatan 107 CFU
1
mL−¿ ¿ diteteskan pada media Nutrient Agar (NA) dan diratakan dengan spreader.
Kertas cakram diletakkan pada media yang berisi bakteri dengan sedikit tekanan.

3
Sebanyak 40 µL ekstrak daun carica pepaya, ekstrak daun ketapang, dan ekstrak daun
bakau dengan konsentrasi 500 mg L−¿1 ¿ , masing-masing ekstrak diteteskan pada
kertas cakram berdiameter 6 mm. Cawan petri itu kemudian diinkubasi selama 24
jam. Selanjutnya dilakukan pengukuran daya hambat masing-masing ekstrak terhadap
bakteri. Kemampuan untuk menghambat bakteri di cirikan dengan terbentuknya zona
bening di sekitar kertas cakram yang diuji.

2.8 Penentuan konsentrasi terbaik.


Sebanyak 20 µL cairan isolat Vibrio parahaemolyticus dengan kepadatan
7 1
10 CFU mL−¿ ¿ diteteskan pada Nutrient Agar (NA) media dan diratakan dengan
spreader. Kertas cakram diletakkan pada media yang berisi penyebaran isolat dengan
sedikit tekanan. Sebanyak 40 µL ekstrak daun R. apiculata diseduh dan diteteskan
pada kertas disk berukuran 6 mm dengan konsentrasi 300, 400, 500, 600, dan 700 mg
1
L−¿ ¿ . Kontrol positif diwakili dengan pemberian kertas cakram berisi
chloramfenicol antibiotics sedangkan kontrol negatif adalah kertas cakram netral (air
desinfektan saja). Semua perlakuan diinkubasi selama 24 jam. Setelah periode
inkubasi, dapat diamati dan diukur diameter zona hambat yang terbentuk di sekitar
kertas cakram.

2.9 Analisis statistik.


Data kelimpahan Vibrio sp. disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara
deskriptif sesuai tujuan penelitian. Data dari aktivitas antibakteri dianalisis
menggunakan Anova.

 HASIL
Pada saluran primer atau saluran utama kelimpahan Vibrio sp. 3,9±2,1×104 CFU
1
mL−¿ ¿ sehingga saluran ini masih pada tingkat aman untuk budidaya udang
(Taslihan dkk 2015). Kelimpahan total Vibrio sp. pada saluran sekunder adalah
1,0±0,1×105CFU mL−¿1 ¿ sehingga melebihi batas aman di perairan. Sementara di
saluran tersier yaitu saluran masuk dan saluran keluar, total kelimpahan Vibrio sp.
3,2±1,1×105 CFU mL−¿1 ¿ . Selanjutnya total kelimpahan Vibrio sp. di tambak udang
1 adalah 2,2±0,3×105CFU mL−¿1 ¿ dan 1,3±0,3×105CFU mL−¿1 ¿ di tambak udang
2. Sedangkan total kelimpahan Vibrio sp. di tambak udang 2 adalah 5,2±1,0×104 CFU
1
mL−¿ ¿ . Kelimpahan Vibrio sp. di seluruh lokasi penelitian disajikan pada Tabel 1.
4
Tabel 1 Kelimpahan Vibrio sp. di semua lokasi penelitian

Sampel Kelimpahan Vibrio (CFU mL−¿1 ¿ )


Air (+) 3.5±0.9×105
Saluran primer 3.9±2.1×104
Saluran sekunder 1.0±0.1×105
Saluran tersier 3.2±1.1×105
Tambak udang 1 (+) 2.2±0.3×105
Tambak udang 2 1.3±0.3×105
Tambak udang 3 5.2±1.0×104
Usus udang (+) 4±0.1×4105
Usus udang yang sehat ≤2.5±0.5×104
+ = terinfeksi WFD

a. Warna koloni bakteri pada media TCBSA.


Media TCBSA merupakan media selektif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
yang tidak diinginkan dan dapat membedakan Vibrio menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok yang
memfermentasi sukrosa yang bercirikan koloni berwarna kuning dan kelompok yang tidak
memfermentasi sukrosa yang ditandai dengan koloni berwarna hijau.
Ciri-ciri koloni Vibrio parahaemolyticus dan vibrio vulnificus pada Media TCBSA berupa
koloni berbentuk bulat, berwarna hijau atau hijau kebiruan di tengah koloni dengan diameter 2-3
mm dan tidak memfermentasikan sukrosa. Koloni Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio vulnificus
ditemukan di tambak sekunder, tersier, tambak udang 1 dan tambak udang 2. Saluran primer dan
tambak udang 3 menunjukkan karakteristik morfologi koloni berwarna kuning dan kemampuan
koloni untuk memfermentasi sukrosa (Gambar 2). Ini terlihat dari perubahan koloni dari hijau
menjadi kuning pada media TCBSA. Karakteristik dari koloni-koloni Vibrio alginolyticus, Vibrio
fluvialis, Listonella anguillara, dan lain-lain.
Gambar 2. Warna Vibrio sp. di media. A -Koloni Vibrio sp berwarna kuning., B-Koloni Vibrio sp
berwarna hijau.

5
b. Identifikasi bakteri.
Identifikasi Vibrio sp. Dilakukan dengan mengambil koloni yang paling banyak terbentuk
pada TVC (Total Vibrio Count). Identifikasi dilakukan dengan menggunakan MICROBACTTM
24 E Gram Negative Identification System (OXOID) dan hasilnya dibaca menggunakan software
microbact 2000. Hasilnya disajikan pada Tabel 2 berikut .

Tabel 2 Hasil Identifikasi Vibrio sp. di lokasi penelitian

Sampel Jenis vebrio


Fases (+) Vibrio parahaemolyticus
Saluran primer Vibrio alginolyticus
Saluran sekunder Vibrio vulnificus
Saluran tersier Vibrio vulnificus
Tambak udang 1 (terinfeksi WFD) Vibrio parahaemolyticus
Tambak udang 2 Vibrio alginolyticus
Tambak udang 3 Vibrio alginolyticus
Usus udang (+) Vibrio parahaemolyticus

c. Aktivitas antibakteri bahan herbal.


Hasil pengukuran aktivitas antibakteri dari beberapa ekstrak bahan herbal dengan
konsentrasi 500 mg L−¿1 ¿ yang diinkubasi selama 24 jam dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengamatan aktivitas antibakteri bahan herbal

Bahan herbal Diameter zona Rata – rata


hambatan (mm)
L Ll Lll
Ekstrak daun 3.57 4.68 5.25 4.5±0.85
papaya
Ekstrak daun 3.64 5.58 5.46 4.9±1.08
ketapang
Ektrak daun 4.11 6.28 6.44 5.6±1.30
bakau

Aktivitas antibakteri bahan herbal diuji berdasarkan analisis statistik, tidak ada perbedaan yang
signifikan antar perlakuan.

6
d. Konsentrasi terbaik ekstrak daun mangrove.
Hasil pengukuran aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan adanya zona hambat yaitu
zona dimana bakteri tidak tumbuh di sekitar kertas cakram setelah inkubasi 24 jam seperti pada
Tabel 4.

Tabel 4 Pengamatan aktivitas antibakteri ekstrak daun mangrove

Konsentrasi Diameter zona


ekstrak daun hambatan (mm) Rata – rata
mangrove (
1
mL−¿ ¿ )
Sampel l Sampel ll Sampel lll
300 4.87 4.98 5.44 5.09±0.30
400 5.26 5.14 5.79 5.39±0.35
500 6.42 6.50 7.57 6.83±0.64
600 7.11 7.19 7.36 7.22±0.13
700 8.11 8.11 8.16 8.17±0.07

Pada uji antibakteri ekstrak daun herbal dalam menghambat pertumbuhan Vibrio
parahaemolyticus, kontrol positif digunakan antibiotic chloramphenicol dan kontrol negatif
berupa air murni. Pengujian antibakteri menggunakan chloramphenicol menunjukkan diameter
zona hambat yang dihasilkan sebesar 10,98 mm yang dikategorikan sedang. Air yang sudah
didesinfeksi tidak membentuk zona hambatan karena merupakan air murni tanpa kandungan
senyawa aktif yang dimiliki sifat antibakteri (Tampemawa et al 2016). Jadi, setiap perbedaan
konsentrasi menunjukkan zona hambatan yang berbeda. Semakin besar konsentrasi ekstrak
semakin besar pula zona hambatan yang terbentuk. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun
bakau yang digunakan maka semakin tinggi pula kemampuan antibakterinya, sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio parahaemolyticus. Analisis statistik menunjukkan
adanya perbedaan konsentrasi ekstrak daun bakau berpengaruh terhadap daya hambat
pertumbuhan Vibrio parahaemolyticus.

 DISKUSI
Saluran sekunder dan tersier umumnya merupakan saluran tertutup yang tidak dilintasi
oleh saluran utama. Selain itu, kedua saluran tersebut memiliki kadar organik yang cenderung
lebih tinggi dibandingkan saluran primer. Hal ini menyebabkan penumpukan jumlah bakteri dan
bahan organik total (TOM) di dalam salurannya saat air surut. Total bahan organik akan memicu
pertumbuhan Vibrio sp. (Eiler et al 2003). Tingginya total bahan organik pada saluran tersier dan
sekunder disebabkan oleh adanya buangan dari tambak udang yang tidak bisa dibuang ke laut. Di
lokasi penelitian, air masuk dan keluar tambak berada dalam satu saluran.

7
Kondisi tambak udang 2 dan tambak udang 3 belum menunjukkan gejala terserang oleh
WFD namun jumlah total Vibrio ≥104 CFU mL−¿1 ¿ dapat memicu serangan WFD. Hal ini
terlihat dari hasil yang diperoleh pada sampel air yang positif WFD dan usus udang positif WFD
dengan total kelimpahan Vibrio sp 3,5±0,9×105CFU mL−¿1 ¿ dan 4,4±0,1×105 CFU mL−¿1 ¿ .
Di lokasi penelitian, sebelumnya telah terjadi serangan WFD dan WSSV, sehingga tidak
menutup kemungkinan penyakit WFD akan menyerang kembali. Usus udang yang sehat
memiliki kelimpahan bakteri Vibrio total ≤2,5±0,5×104 CFU mL−¿1 ¿ yang menunjukkan bahwa
keberadaan Vibrio pada udang sehat tidak menjadi patogen karena sifatnya bakteri bersifat
oportunistik, namun dapat bersifat patogen pada kondisi tertentu. Riset yang dilakukan oleh
Kharisma & Manan (2012) melaporkan bahwa, pada udang vanname, kelimpahan Vibrio
melebihi 104 CFU mL−¿1 ¿ rentan terhadap serangan Vibriosis. Menurut Taslihan et al (2015)
kelimpahan bakteri Vibrio sebesar 104 CFU mL−¿1 ¿ bisa menyebabkan kematian massal pada
udang budidaya.
Rendahnya populasi bakteri patogen pada media budidaya akan meningkatkan kesehatan
udang sehingga pertumbuhan udang akan lebih baik (Nurbaya et al 2010). Menurut Kharisma &
Manan (2012), jumlah bakteri yang melebihi ambang batas berpotensi meningkatkan penularan
penyakit yang pada akhirnya menyebabkan kematian massal udang budidaya. Peningkatan
populasi Vibrio sp. dapat disebabkan oleh tingginya bahan organik yang berasal dari sisa pakan
dan kotoran udang (Paena et al 2018).
Hasil identifikasi menunjukkan beberapa jenis Vibrio yaitu Vibrio parahaemolyticus,
Vibrio vulnificus, dan Vibrio alginolyticus. Kelompok yang berhasil diisolasi pada penelitian ini
menunjukkan keanekaragaman spesies yang rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa perairan
tambak udang tidak mengandung banyak jenis Vibrio.
Vibrio merupakan bakteri dominan yang biasa ditemukan pada telur, larva dan pasca
larva udang (Hameed et al 2003). Menurut Otta & Karunasagar (2001), terjadinya peningkatan
bahan organik bersumber dari sisa pakan dan kotoran udang yang mendorong berkembangnya
microflora menjadi patogen. Limsuwan (2010) melaporkan bahwa Vibrio harveyi, Vibrio
vulnificus, Vibrio parahaemolyticus, Vibrio alginolyticus, dan Vibrio sp merupakan bakteri
patogen yang selalu ditemukan di area pembenihan dan pembesaran udang. Menurut Taslihah et
al (2015) dan Anjaini et al (2018), WFD disebabkan oleh mikrosporidia (dari kelompok
Enterocytozoon) dan gregarin (diduga berasal dari Nematopsis sp.) yang tergabung dengan
Vibrio. Beberapa golongan bakteri Vibrio diidentifikasi pada udang yang terinfeksi WFD,
termasuk Vibrio vulnificus, Vibrio fluvialis, Vibrio parahaemolyticus, Vibrio alginolyticus,
Vibrio mimikus, Vibrio cholerae, dan Listonella damsela. Ralalage et al (2017) menemukan
Vibrio alginolyticus dan Vibrio fluvialis yang menyebabkan penyakit WFD pada udang P.
monodon di Sri Lanka.
Hasil pengukuran aktivitas antibakteri ekstrak daun pepaya, ekstrak daun ketapang dan
ekstrak daun bakau menunjukkan potensi antibakteri terhadap Vibrio sp. Masing-masing
mempunyai nilai zona hambat yang berbeda, yaitu ekstrak daun pepaya sebesar 4,5 mm, ekstrak
daun ketapang sebesar 4,9 mm, dan ekstrak daun bakau 5,61mm. Ekstrak daun bakau
mempunyai rata-rata zona hambat tertinggi dibandingkan dengan ekstrak daun pepaya dan daun
ketapang. Perbedaan rata-rata zona hambat daun papaya, daun ketapang, dan ekstrak daun
mangrove disebabkan oleh perbedaan senyawa antibakteri yang dikandungnya.
Marshall et al (2015) melaporkan bahwa senyawa antibakteri terdapat pada ektrak daun
papaya dan ekstrak daun ketapang mengandung alkaloid sebanyak 0,05 g, flavonoid sebanyak
2,80g, saponin sebanyak 0,07 g, dan tanin sebanyak 1,05 gram. Sedangkan ekstrak daun
ketapang

8
mengandung senyawa antibakteri seperti alkaloid 1,20 g, flavonoid 0,93 g, saponin 2,67 g, tanin
0,50 g. Berdasarkan Okpako et al (2017), ekstrak daun ketapang mengandung saponin, tanin,
fenol dan flavonoid sebagai senyawa fitokimia yang mampu menekan pertumbuhan bakteri.
Penelitian yang dilakukan oleh Ekwueme et al (2015) menunjukkan bahwa ekstrak daun bakau
mengandung senyawa aktif berupa alkaloid sebanyak 3,43 g, flavonoid sebanyak 2,67 g, saponin
sebanyak 1,97 g, tanin sebanyak 4,75 g, steroid sebanyak 0,86 g, dan terpenoid sebanyak 0,87 g.
Aktivitas senyawa antibakteri yang terdapat pada ekstrak daun herbal mempunyai
mekanisme berbeda-beda untuk menekan pertumbuhan bakteri. Menurut Darsana et al (2012),
Mekanisme kerja alkaloid sebagai antibakteri adalah dengan mengganggu komponen penyusun
sel bakteri yang menyebabkan kematian sel bakteri. Senyawa flavonoid berfungsi menghambat
membran sel (Kumar et al 2012). Sedangkan saponin berfungsi untuk menurunkan tegangan
permukaan sel sehingga permeabilitas akan meningkat atau terjadi kebocoran sel sehingga
senyawa intraseluler akan keluar (Nuria et al 2009). Tanin bekerja dengan cara menghambat
sintesis peptidoglikan sehingga bakteri tidak dapat membelah sel-selnya sehingga menyebabkan
kematian (Ngajow et al 2013).
Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun mangrove menunjukkan kemampuannya sebagai
antibakteri. Uji antibakteri ekstrak daun mangrove dapat dilihat pada Tabel 4 diatas yang
ditandai dengan terbentuknya zona bening yang menunjukkan bahwa pada konsentrasi 300 mg
1 1 1 1 1
L−¿ ¿ , 400 mg L−¿ ¿ , 500 mg L−¿ ¿ , 600 mg L−¿ ¿ , dan 700 mg L−¿ ¿ .Ekstrak daun
mangrove mampu menghambat pertumbuhan Vibrio parahaemolyticus.
Hasil pengukuran diameter zona hambat ektra daun mangrove pada konsentrasi 300 mg
1 1
L−¿ ¿ dan 400 mg L−¿ ¿ dikategorikan lemah yang masing-masing 5,09 mm dan 5,39 mm.
Ekstrak daun mangrove pada konsentrasi 500 mg L−¿1 ¿ , 600 mg L−¿1 ¿ , dan 700 mg L−¿1 ¿
termasuk kategori sedang yaitu 6,83 mm, 7,22 mm; dan 8,17 mm, masing-masing. Nilai aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 700 mg L−¿1 ¿ mempunyai zona hambat paling tinggi dengan nilai
rata-rata sebesar diameter 8,17 mm yang termasuk kategori sedang.
9
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:


1. Kelimpahan bakteri di lokasi penelitian bervariasi. Kelimpahan Vibrio sp. sebagai
pemicu WFD adalah sekitar 105 CFU mL−¿1 ¿ atau bisa dikatakan melebihi batas aman yaitu dengan nilai 104
CFU mL−¿1 ¿ .
2. Identifikasi pada kontrol positif dan usus udang positif WFD jenis Vibrio sp. yang ditemukan di lokasi penelitian
adalah Vibrio. parahaemolyticus, vibrio vulnificus, dan vibrio alginolyticus. Jenis Vibrio sp. sebagai pemicu WFD
adalah Vibrio parahaemolyticus.
3. Konsentrasi ekstrak daun mangrove (R. apiculata) yang terbaik dalam menekan pertumbuhan Vibrio
parahaemolyticus adalah sebesar 700 mg L−¿1 ¿
10
DAFTAR PUSAKA

MARBUN, Juliana; HARPENI, Esti; WARDIYANTO, Wardiyanto. Penanganan Penyakit White Feces
Disease Pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Menggunakan Aplikasi Pakan Yang Dicampur
Ekstrak Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum). Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan
Perikanan (Depik), 2018.

MARBUN, JULIANA. Pengobatan Penyakit White Feces Disease pada Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) Menggunakan Ekstrak Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum). Universitas
Lampung, 2018.

HELDA, YENI, et al. EFEKTIVITAS PENGGUNAAN EKSTRAK DAUN KETAPANG (Terminalia catappa L.)
UNTUK PENANGGULANGAN PENYAKIT WHITE FECES DISEASE (WFD) PADA UDANG
VANAME (Litopenaeus vannamei). 2018.

SYAMSURI, AULIA IKHSAN, et al. UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga)
TERHADAP PERTUMBUHAN Vibrio alginolyticus DAN Vibrio parahaemolyticus YANG DITEMUKAN
PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) YANG TERSERANG WHITE FECES DISEASE. 2018.
PhD Thesis. Universitas Airlangga.

MUHAMMAD, FAUZI. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI Vibrio sp. PENYEBAB PENYAKIT BERAK
PUTIH (WHITE FECES DISEASE) PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei). Diss. Universitas
Mataram, 2021.

NUR’AINI, Y.; HANGGONO, B.; FARIES, Arman. Penanggulangan penyakit berak putih pada udang
vaname ( Litopenaeus vannamei). Jurnal Perekayasaan Budidaya Air Payau Dan Laut, 2019, 14:
108-117.
11

Anda mungkin juga menyukai