Anda di halaman 1dari 29

USULAN MAKALAH KHUSUS

PROFIL GELATINISASI DAN WARNA TEPUNG


CAMPOLAY MASAK PENUH DAN LEWAT MATANG
(Pouteria campechiana)

Oleh :
ARI IRAWAN
B.1510263

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI


FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
BOGOR
2019

i
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI

PROFIL GELATINISASI DAN WARNA TEPUNG


CAMPOLAY MASAK PENUH DAN LEWAT MATANG
(Pouteria campechiana)

Oleh :
ARI IRAWAN
B.1510263

Usulan Makalah Khusus


sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian

Disetujui,
Bogor, 25 Maret 2019

Aminullah, S.TP.,M.Si. Sri Rejeki Retna pertiwi, Ir., M.S


Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,
Ketua Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi

Tiana Fitria, S.Pd., M.Si


NPP. 213 870 707

ii
I. JUDUL : PROFIL GELATINISASI DAN WARNA
TEPUNG CAMPOLAY MASAK PENUH DAN
LEWAT MATANG (Pouteria campechiana)
II. PERSONALIA
A. PELAKSANA : Ari Irawan
Mahasiswa semester akhir Program Studi
Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Ilmu Pangan
Halal, Universitas Djuanda Bogor

B. PEMBIMBING 1 : Aminullah, S.TP., M.Si.


Staf pengajar pada Jurusan Teknologi Pangan dan
Gizi, Fakultas Ilmu Pangan Halal, Universitas
Djuanda Bogor

C. PEMBIMBING 2 : Sri Rejeki Retna Pertiwi, Ir., M.S


Staf pengajar pada Jurusan Teknologi Pangan dan
Gizi, Fakultas Ilmu Pangan Halal, Universitas
Djuanda Bogor

iii
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat,
petunjuk dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini.
Shalawat serta salam penulis juga panjatkan kepada junjungan besar Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman.
Sehingga, usulan penelitian ini berjudul “PROFIL GELATINISASI DAN
WARNA TEPUNG CAMPOLAY MASAK PENUH DAN LEWAT MATANG
(Pouteria campechiana)” dapat diselesaikan. Usulan penelitian ini dimaksudkan
sebagai syarat untuk melakukan penelitian dan pedoman bagi penulis dalam
melaksanakan penelitian.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu
dalam penyusunan usulan penelitian ini, yaitu Aminullah, S.TP., M.Si. selaku
Dosen Pembimbing I dan Sri Rejeki Retna Pertiwi, Ir.,M.S. selaku Dosen
Pembimbing II. Penulis mengucapkan terimakasih atas dukungan semua pihak
yang telah membantu, memberikan motivasi, serta doa.
Usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran sangat diperlukan untuk perbaikan dalam proses penelitian yang akan
penulis laksanakan. Semoga ide yang disampaikan dalam usulan penelitian ini
dapat tersampaikan dengan baik, penelitian yang akan dilakukan diberikan
kelancaran dan hasil dari penelitian dapat memberikan manfaat.

Bogor, 25 Maret 2019

Ari Irawan
B.1510263

iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................…iv
DAFTAR ISI ............................................................................................................v
DAFTAR TABEL…...............................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................vi
I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Tujuan.............................................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................3
A. Buah Campolay .............................................................................................. 3
B. Tepung Campolay .......................................................................................... 5
C. Pati ..................................................................................................................6
D. Gelatinisasi Pati .............................................................................................. 8
E. Warna ...........................................................................................................11
III. METODE PENELITIAN .................................................................................12
A. Bahan dan Alat ............................................................................................. 12
B. Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................................12
C. Metode Penelitian ......................................................................................... 12
D. Analisis Produk ............................................................................................ 15
E. Analisis data .................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 16
LAMPIRAN ...........................................................................................................19

v
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi Buah Cmpolay ...............................................................................…4
2. Komposisi Kimia Tepung Campolay Masak Penuh dan Lewat Matang .............6
3. Karakteristik granula pati .....................................................................................7
4. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati ...................................................................9

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Mekanisme gelatinisasi pati .............................................................................…9
2. Diagram Alir Tepung Campolay Masak Penuh .................................................13
3. Diagram Alir Tepung Campolay Lewat Matang ...............................................14

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Lampiran Matrik Perencanaan Penelitian ...................................................... …20
2. Lampiran Prosedur Analisis ...............................................................................21
3. Lampiran Rencana Anggaran Biaya ..................................................................23

vi
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap tepung terigu meningkat setiap
tahunnya yang menyebabkan tingkat impor yang semakin tinggi. Dari data USDA
(2018), Indonesia merupakan negara ke dua pengimpor tepung terigu terbesar di
dunia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan terobosan baru
untuk mengembangkan dan menciptakan berbagai jenis tepung yang dapat
mengurangi penggunaan tepung terigu di Indonesia. Salah satu sumber pangan
yang memiliki potensi untuk diolah sebagai tepung yaitu buah campolay
(Pouteria campechiana).
Buah campolay (Pouteria campechiana) merupakan buah tropis yang
banyak ditemukan di Indonesia terutama Jawa Barat (Padalarang dan Cirebon).
Buah campolay yang muda berwarna kehijauan dan sering memiliki rasa asam
pahit. Buah campolay yang sudah matang mempunyai warna kuning krem, daging
buahnya bertekstur seperti mentega, rasanya manis, kaya akan beta karoten
(Kanak, 2018) serta senyawa fitokimia (Mehraj et al., 2015). Buah ini belum
dimanfaatkan secara optimal.
Nurhalimah (2018) melakukan penelitian pembuatan tepung campolay
dengan bahan baku campolay masak penuh. Pada penelitiannya perlakuan yang
terbaik adalah sebelum pengeringan dilakukan perendaman dengan larutan
garam konsentrasi 7,5% dan waktu perendaman 30 menit dengan suhu
pengeringan 40oC dan waktu pengeringan 6 jam. Metode yang digunakan yaitu
metode tray drying. Sedangkan Sunarya (2018) sama membuat tepung campolay
tetapi dengan bahan baku buah campolay lewat matang menggunakan metode
foam-mat drying dengan RSM dan di proses dengan pembuatan bubur buah
terlebih dahulu sebelum pengeringan dengan penambahan bahan tambahan yaitu
air 50%, maltodekstrin 8,13% sebagai pembusa, dan putih telur 16,87% sebagai
penstabil dengan suhu pengeringan 45oC dan waktu 7 jam.
Nurhalimah (2018) pada penelitian tepung campolay masak penuh
menguji sifat sensori, sifat kimia, sifat fisik, dan sifat fitokimia. Sedangkan
Sunarya (2018) dalam penelitiannya menguji sifat kimia, dan sifat fisik tepung

1
campolay lewat matang tetapi untuk analisa profil gelatinisasi, total pati, amilosa,
amilopektin dan warna tepung campolay belum dilakukan. Seperti yang kita
ketahui pada tepung mayoritas mengandung pati. Setiap pati yang terkandung
dalam tepung akan mempengaruhi sifat gelatinisasinya. Untuk pengujian warna
pada tepung campolay juga sangat penting karena tepung ini bersifat non gluten
dan warnanya tidak seperti tepung biasanya yang warnanya putih tetapi warna
pada tepung campolay ini berwarna kuning karena mengandung karotenoid. Oleh
karena itu pada penelitian ini untuk mengetahui lebih lanjut penggunaan dalam
pembuatan produk pada tepung campolay baik yang masak penuh maupun lewat
matang perlu dikaji profil gelatinisasi, total pati, amilosa, amilopektin, dan warna
pada tepung campolay masak penuh dan lewat matang.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari karakteristik
tepung campolay masak penuh dan lewat matang.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui profil
gelatinisasi, total pati, amilosa, amilopketin dan warna tepung
campolay masak penuh dan lewat matang.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Buah Campolay
Buah campolay dengan nama ilmiah Pouteria campechiana, merupakan
tumbuhan tropis asal Meksiko Selatan, Belize, Guatemala dan El Salvador.
Tumbuhan ini kemudian tersebar ke Amerika Tengah, Caribian, Asia Tenggara,
dan Afrika (Crane dan Balerdi, 2016). Di Amerika Tengah, Florida, dan Pilipina
buah campolay dibudidayakan dan buahnya dipasarkan untuk dikonsumsi dalam
keadaan segar. Sedangkan di Indonesia buah campolay banyak ditemukan di
provinsi Jawa Barat terutama Padalarang dan Cirebon. Buah campolay dikenal
dengan beberapa nama seperti egg-fruit,canistel (Inggris), zapote mante
(Spanyol), toesa (Pilipina), khe maa (Thailand) dan sebagainya (Crane and
Balerdi, 2016). Di Indonesia, buah campolay juga dikenal dengan nama alkesah
atau sawo mentega. Buah campolay termasuk kedalam family Sapotaceae. Dalam
taksonomi buah campolay menurut USDA 2005 sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Plants)
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Dilleniidae
Order : Ebenales
Family : Sapotaceae
Genus : Pouteria Aubl.
Species : Pouteria campechiana (Kunt) Baehni

Buah campolay berasal dari pohon dengan ketinggian sekitar 8 meter. Bentuk
dan ukurannya bervariasi, ada yang bulat, bulat telur dan lonjog. Buah campolay
termasuk kedalam buah klimaterik yang dapat matang dalam waktu sekitar 5-6
hari (Crane et al., 2001). Buah campolay yang masih muda berwarna kehijauan
dan sering memiliki rasa asam pahit (Kanak, 2018). Buah campolay yang masak
penuh mempunyai warna hijau kekuningan sedangkan buah yang sudah matang
berwarna kuning lemon, kuning keemasan sampai kuning orange lewat matang.

3
Menurut Mehraj et al. (2015) buah campolay mengandung senyawa alkaloid,
tannin, flavonoid, steroid dan terpenoid. Buah campolay yang matang
mengandung karbohidrat yang tinggi, beta karoten, dan kadar gula yang tinggi.
Daging buah campolay bertekstur mirip dengan ubi rebus. Teksturnya semakin
lunak ketika matang. Rasa daging buahnya manis dengan flavor mirip ubi jalar
manis yang dipanggang (Morton, 1987). Kandungan beta karoten berkontribusi
terhadap warna orange daging buah campolay. Semakin matang buah campolay
maka semakin tinggi kadar gula yang terkandung didalamnya (Tabel 1).
Tabel 1. Komposisi kimia buah campolay per 100 gram
Kandungan Berat
Kalori 138,8 kkal
Air 60,6 g
Lemak 0,13 g
Karbohidrat 36,69 g
Serat 0,10 g
Abu 0,90 g
Fosfor 37,3 mg
Protein 1,68 g
Lemak 0,13 g
Kalsium 26,5 g
Beta Karotein 0,92
Thiamin 0,17 mg
Riboflavin 0,01 mg
Niacin 3,72 mg
Lyisin 84 mg
Sumber : Morton (1987)
Di Indonesia, buah campolay belum dimanfaatkan secara maksimal,
biasanya dimakan segar. Di negara lain, termasuk negara asalnya, buah campolay
dimanfaatkan dalam bentuk segar sebagai campuran es krim, selai, milk shakes,
cupcake dan sebagainya. Bubur campolay dapat ditambahkan untuk adonan kue
atau ice cream sebagai rasa dan digunakan sebagai isian untuk pie (Kanak, 2018).
Buah campolay dapat dimanfaatkan menjadi tepung. Nurhalimah (2018) dalam
penelitiannya memanfaatkan buah campolay masak penuh menjadi tepung dengan
metode tray drying dan Sunarya (2018) dalam penelitiannya memanfaatkan buah
campolay lewat matang menjadi tepung menggunakan metode foam-mat drying.

4
B. Tepung Campolay
Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat
halus bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara penggilingan atau penepungan
(Ridal, 2003). Tepung memiliki kadar air yang rendah, hal tersebut berpengaruh
terhadap keawetan tepung. Jumlah air yang terkandung dalam tepung dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain sifat dan jenis atau asal bahan baku pembuatan
tepung, perlakuan yang telah dialami oleh tepung, kelembaban udara, tempat
penyimpanan dan jenis pengemasan (Winarno, 1993).
Tepung campolay merupakan tepung yang berasal dari buah campolay dan
termasuk kedalam tepung non gluten. Hal tersebut dikarenakan buah campolay
tidak mempunyai protein gluten. Nurhalimah (2018) melakukan penelitian
pembuatan tepung campolay dengan bahan baku campolay masak penuh. Pada
penelitiannya perlakuan yang terbaik adalah sebelum pengeringan dilakukan
perendaman dengan larutan garam konsentrasi 7,5% dan waktu perendaman 30
menit dengan suhu pengeringan 40oC dan waktu pengeringan 6 jam. Metode
yang digunakan yaitu metode tray drying. Sedangkan Sunarya (2018) sama
membuat tepung campolay tetapi dengan bahan baku buah campolay lewat
matang menggunakan metode foam-mat drying dengan RSM dan di proses
dengan pembuatan bubur buah terlebih dahulu sebelum pengeringan dengan
penambahan bahan tambahan yaitu air 50%, maltodekstrin 8,13% sebagai
pembusa, dan putih telur 16,87% sebagai penstabil dengan suhu pengeringan
45oC dan waktu 7 jam.
Tepung yang dihasilkan dari buah campolay mempunyai warna kuning
menarik, sehingga dapat menambah ketertarikan konsumen terhadap produk yang
dibuat dari tepung campolay. Tepung campolay memiliki kandungan beta
karotennya yang cukup tinggi. Nurhalimah (2018) kandungan beta karoten yang
terkandung didalam tepung buah campolay masak penuh sebesar 1,025 mg/kg.
Sedangkan Sunarya (2018) pada tepung lewat matang mengandung beta karoten
sebesar 0,63 mg/kg. Berikut merupakan komposisi kimia Tepung campolay
masak penuh dan lewat matang.

5
Tabel 2. Komposisi kimia tepung campolay per 100 gram
Tepung Campolay
No Kandungan
1.Masak penuh 2.Lewat matang
1 Kadar Air (%) 9,17 7,09
2 Kadar Abu (%) 2,23 1,71
3 Protein 4,55 12,36
4 Lemak Total 1,53 1.49
5 Karbohidrat 82,52 79,26
6 Serat Pangan 23,11 2,25
7 Gula (%) 7,37 29,04
8 Beta Karoten (mg/Kg) 1,025 0,63
9 Energi Total (kcal/100g) 362,05 379,89
Sumber : 1. Nurhalimah (2018)
2. Sunarya (2018)

C. Pati
Pati merupakan salah satu bentuk karbohidrat yang jumlahnya cukup
banyak dalam suatu bahan pangan. Pati diperoleh dengan cara ekstraksi dalam
air, diikuti dengan proses penyaringan, pengendapan, pencucian dan
pengeringan. Secara fisik, pati dapat dibedakan dari tepung, antara lain pati
lebih putih dan lebih halus. Sebagian bahan pangan, pati merupakan sumber
energi yang menghasilkan 4 kkal/gram (Amrinola, 2015).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik.
Berbagai pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta
apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi
yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan
fraksi tidak larut disebut amilopketin (winarno, 2002).
Amilosa dan amilopketin merupakan komponen penting pembentuk
struktur dasar pati, dan sangat mempengaruhi pada karakteristik fisiko kimia
pati yang dihasilkan. Amilosa memiliki karakteristik rantai relatif lurus,
struktur gel kuat, serta apabila diberi pewarna iodine akan menghasilkan
warna biru. Sementara itu, amilopketin memiliki karakteristik rantai cabang,
struktur gel lembek, dan apabila diberi pewarna iodine akan menghasilkan
warna cokelat kemerahan (Herawati, 2009).

6
Secara alami, bentuk asli pati merupakan butiran-butiran kecil yang
disebut granula. Secara mikroskopis, campuran molekul dalam granula pati
berstruktur linier dan bercabang tersusun membentuk lapisan-lapisan tipisyang
berbentuk cincin atau lamela, dimana lamela tersebut tersusun terpusat
mengelilingi titik awal yang disebut hilus atau hilum. Letak hilus dalam granula
pati ada yang di tengah dan ada yang ditepi. Granula pati dari golongan tanaman
Graminae (beras, jagung, dan gandum) mempunyai hilum yang terletak di tengah.
Sedangkan pati pada kentang dan sagu mempunyai letak hilum di tepi (aminulah,
2009). Berikut tabel karakteristik granula jenis pati.
Tabel 3. Karakteristik granula pati

No Jenis Pati Bentuk granula (µm) Bentuk granula

1 Padi 3-8 Poligonal


2 Gandum 20-35 Lentikular atau buat
3 Jagung 15 Polihedral atau bulat
4 Sorgum 25 Bulat
5 Rye 28 Lentikular atau bulat
6 Barley 20-25 Bulat atau elips
Sumber : Hoseney (1998)

Dalam keadaan murni granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak


berbau, dan tidak berasa. Granula pati bervariasi dalam bentuk tidak beraturan
(tabel 3). Pati jagung biasa dan pati jagung berlilin (waxy/glutinous corn)
memiliki diameter berkisar antara 2-30 µm. Jagung yang tinggi amilosa memiliki
diameter berkisar antara 2-24 µm. Sedangkan pati pada kentang, tapioka, dan
gandum masing-masing memiliki diameter berkisar antara 5-100 µm, 4-35 µm
(fennema, 1996). Menurut Hoseney (1998), granula pati memiliki struktur
kristalin yang terdiri dari unit Kristal dan unit amorf. Derah kristalin pada
kebanyakan pati tersusun atas fraksi amilokpektin. Sedangkan fraksi amilosa
banyak terdapat pada daerah amorf.
Supriadi (2012) pada penelitiannya menunjukkan kadar kadar pati tepung
beras 72,37% lebih tinggi dari pada tepung beras ketan sebesar 71,37% ,
kandungan amilosa pada tepung beras 26,58% lebih tinggi dibandingkan

7
dengan tepung beras ketan 2,46%, dan kadar amilopektin pada tepung beras
45,80% lebih rendah dari pada tepung beras ketan 68,85%. Pada penelitian
Setyaningsih (2008) kadar pati beras 73,7%, kadar amilosa 24,6% dan
amilopektin 49,2%. Pada penelitian Argasasmita (2008) kadar pati beras
ketan sebesar 81,33%, kadar amilosa 7,32% dan amilopektin 73,99%. Ini
menunjukkan bahwa kandungan pati tiap tepung berbeda-beda
kandungannya. Amilosa dan amilopektin ini sangat berpengaruh nyata
terhadap karakteristik gelatinisasi dan retrogradasi pati (june et al. 1999).

D. Gelatinisasi Pati
1. Konsep dan Mekanisme Gelatinisasi
Gelatinisasi adalah perubahan yang terjadi pada granula pada
waktu mengalami pembengkakan yang luar biasa dan tidak dapat kembali
ke bentuk semula (winarno, 2002). Gelatinisasi juga disebut sebagai
peristiwa koagulasi koloid dengan ikatan rantai polimer atau penyerapan
zat terlarut yang membentuk jaringan tiga dimensi yang tidak terputus
sehingga dapat mengakibatkan terperangkapnya air dan terhentinya aliran
zat cair yang ada disekelilingnya kemudian mengalami proses
pengorientasian partikel (Meyer, 1973). Granula pati bersifat tidak larut
dalam air dingin, tetapi akan mengembang dalam air panas atau hangat.
Pengembangan granula pati tersebut bersifat bolak-balik (reversible) jika
tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi tidak bolak-balik
(irreversible) jika telah mencapai suhu gelatinisasi (Fennema, 1996).
Perubahan-perubahan yang terjadi selama proses gelatinisasi yaitu
granula pati akan kehilangan sifat birefringence, yaitu sifat yang dapat
merefleksikan atau memantulkan cahaya terpolarisasi sehingga akan
tampak seperti susunan Kristal gelap terang (biru-kuning) di bawah
mikroskop (Hoseney, 1998). Selain itu, granula pati juga akan mengalami
hidrasi dan mengembang, molekul amilosa larut, kekuatan ikatan di dalam
granula pati akan berkurang yang diikuti dengan semakin kuatnya ikatan
antar granula, kekentalan (viskositas), semakin meningkat, dan kejernihan
pasta juga meningkat. Terjadinya peningkatan viskositas disebabkan air

8
yang awalnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi
dipanaskan, kini sudah berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak
dengan bebas lagi (Winarno, 2004).

Granula pati tersusun dari amilosa (berpilin) dan


amilopektin (bercabang)

Masuknya air merusak kristalinitas amilosa dan


merusak helix. Granula membengkak

Adanya panas dan air menyebabkan pembengkakan


tinggi. Amilosa berdifusi keluar dari granula

Granula mengandung amilopektin, rusak dan


terperangkap dalam matriks amilosa membentuk gel

Gambar 3. Mekanisme gelatinisasi pati (Harper, 1981)

Pada dasarnya mekanisme gelatinisasi terjadi dalam tiga tahap, yaitu : (1)
penyerapan air oleh granula pati sampai batas yang akan mengembang secara
lambat dimana air secara perlahan-lahan dan bolak-balik berimbibisi ke dalam
granula, sehingga terjadi pemutusan ikatan hidrogen antara molekul-molekul
granula, (2) pengembangan granula secara cepat karena menyerap air secara
cepat sampai kehilangan sifat birefringence dan (3) granula pecah jika cukup
air dan suhu terus naik sehingga molekul amilosa keluar dari granula
(Swinkels, 1985). Mekanisme gelatinisasi dapat diilustrasikan seperti pada
Gambar 3.
2. Suhu Gelatinisasi
Suhu atau titik gelatinisasi adalah titik saat sifat birefringence pati mulai
menghilang (BeMiller dan Whistler, 1999 dalam Fennema, 1996). Suhu
gelatinisasi tidak sama pada berbagai jenis pati (Tabel 4).
Tabel 4. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati
No Sumber pati Suhu gelatinisasi (oC)
1 Beras 65-73
2 Ubi jalar 82-83

9
3 Tapioka 59-70
4 Jagung 61-72
5 Gandum 53-64
Sumber : Fennema (1996)
Suhu gelatinisasi tiap-tiap pati berbeda dan merupakan suatu kisaran. Hal
ini disebabkan karena populasi granula yang bervariasi dalam ukuran, bentuk,
dan energi yang diperlukan untuk mengembang (Aminullah, 2009). Suhu
gelatinisasi diawali dengan pembengkakan irreversible granula pati dalam air
panas dan diakhiri tepat ketika granula pati telah kehilangan sifat kristalnya.
Suhu gelatinisasi dipengaruhi pula oleh ukuran amilosa dan amilopektin serta
keadaan media pemanasan. Wirakartakusumah (1981) menyatakan keadaan
media pemanasan yang mempengaruhi proses gelatinisasi adalah rasio air/pati,
laju pemanasan, dan adanya komponenkomponen lain dalam media
pemanasnya.
3. Sifat Birefringence
Keberadaan sifat birefringence pati dapat diketahui dengan pengamatan di
bawah mikroskop (polarizing microscope, yaitu sifat merefleksikan cahaya
terpolarisasi, sehingga terlihat kristal gelap terang. Intensitas birefringence
pati sangat tergantung dari derajat dan orientasi kristal. Pati yang mempunyai
kadar amilosa tinggi, intensitas sifat birefringence-nya lemah jika
dibandingkan dengan pati dengan kadar amilopektin tinggi (Hoseney, 1998).
Pati mentah dan belum mendapat perlakuan jika diamati di bawah
mikroskop polarisasi akan memperlihatkan pola birefringence yang jelas
daerah gelap terangnya. Sedangkan pada pati yang dipanaskan bersama air,
sifat birefringence secara bertahap akan hilang tergantung suhu dan waktu
yang digunakan. Jika suhu yang digunakan di atas suhu gelatinisasi, maka
hilangnya sifat birefringence disebabkan oleh pecahnya molekul pati sehingga
granula pati kehilangan sifat merefleksikan cahayanya. Penetrasi panas
menyebabkan peningkatan derajat ketidakteraturan, dan meningkatnya
molekul pati yang terpisah, serta penurunan sifat kristal (Hoseney, 1998).

10
E. Warna
Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas
makanan. Warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam
makanan. Warna juga mempengaruhi persepsi akan rasa. Oleh karena itu,
warna menimbulkan banyak pengaruh terhadap konsumen dalam memilih
suatu produk makanan (Azizahwati, 2007). Warna merupakan sebuah nama
yang mucul atas segala aktifitas pada retina mata. Selain itu, warna adalah hal
penting bagi berbagai macam seperti misalnya browning karamelisasi (Desi,
2014). Untuk beberapa makanan cair yang jernih seperti minyak, warna
merupakan refleksi dari cahaya (de Man, 1999).
Pengukuran warna secara objektif penting dilakukan karena pada produk
pangan warna merupakan daya tarik utama sebelum konsumen mengenal dan
menyukai sifat-sifat lainnya. Warna tepung dapat diamati secara kuantitatif
dengan metode hunter menghasilkan tiga nilai pengukuran yaitu L,a dan b.
nilai L menunjukkan tingkat kecerahan sampel. Semakin cerah sampel yang
diukur maka nilai L mendeteksi 100. Sebaiknya semakin kusam (gelap), maka
nilai L mendeteksi 0. Nilai a merupakan pengukuran warna kromatik
campuran merah-hijau. Nilai b merupakan pengukuran warna kromatik
campuran kuning-biru (Hutching, 1999). Panjang gelombang warna yang bisa
ditangkap mata berkisar 380-780 nanometer dan panjang gelombang ini
menentukan sifat warna. Warna juga berarti interpretasi otak dari campuran
warna primer, yaitu merah, hijau dan biru dengan komposisi tertentu
(Rosimari, 2006).

11
III. METODE PENELITIAN

A. Bahan dan Alat Penelitian


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari buah campolay
masak penuh dan buah campolay lewat matang (3-5 hari setelah matang), Air,
dan bahan-bahan kimia untuk analisis.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tray drayer, Loyang,
timbangan analitik, baskom, mixer, blender, grinder, refrigerator (kulkas)
sarung tangan, pisau, alat pengering atau oven dan alat-alat untuk analisa
kimia.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan Februari sampai
bulan April. Tempat di Laboratorium Sains dan Pangan Universitas Djuanda
Bogor.
C. Metode Penelitian
Pada Penelitian ini dilakukan pembuatan tepung campolay masak penuh
dan tepung campolay lewat matang. Tepung yang dihasilkan di analisa profil
gelatinisasi, total pati, amilosa, amilopektin dan warna pada tepung campolay
masak penuh dan lewat matang . Pembuatan tepung campolay masak penuh
dan tepung lewat matang dapat dilihat pada gambar 1 dan 2. Tiap jenis tepung
dibuat tiga kali ulangan.

12
Buah
Campolay

pengupasan Kulit dan


Buah
Pengirisan tipis

Larutan Garam
terpilih 7,5 % Perendaman
t=30 menit
Pencucian Air kotor

Penirisan

Pengeringan try dryerT =40 0C


t=6 jam

Penggilingan dan Pengayakan


100 Mesh

Tepung campolay
masak penuh

Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung campolay masak penuh


(Nurhalimah, 2018)

13
Buah Campolay
Lewat Matang

Air Bersih Pencucian Air kotor

Pemblansiran
T=800C ; t=3 menit

Penirisan

Pengupasan dan Pemisahan Biji Kulit &


Biji Buah

Daging
Buah (25%)

Air (50%) Penghancuran T= 1 menit

Bubur Buah
Maltodekstrin
8,13%, putih Pengocokkan t= 20 menit
telur 16,87%,

Busa Bubur

Pengeringan try dryer


T= 45oC ; t=7 jam

Penggilingan dan Pengayakan 100 mesh

Tepung Campolay
lewat matang

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan tepung campolay lewat


matang (Sunarya, 2018)

14
D. Analisa Produk
Analisa produk yang dilakukan yaitu uji total pati (AOAC, 1970), uji
amilosa (Apriyantono et al., 1989), uji amilopektin (Apriyantono et al., 1989),
uji profil gelatinisasi pati (Singh et al., 2010), dan uji warna (Hutching, 1999).

E. Analisis Data
Analisis data yang digunakan yaitu analisis uji-t untuk mengetahui
perbedaan total pati, amilosa, amilopketin, profil gelatinisasi dan warna pada
tepung campolay masak penuh dan lewat matang.

15
DAFTAR PUSTAKA
[USDA] United State Departement of Agriculture. 2018. Pouteria campechiana
(Kunth) Baehni Canistle. https://plants.usda.gov/. [28 Januari 2019].

AOAC. 1970. Method of Analysis. Association of Official Analytical Chemistry,


Washington DC.

Aminullah, 2009. Pengaruh Penambahan Tawas, Guar gum, dan kadar Air
Terhadap Mutu Fisik Mi Jagung Giling Basah yang Dibuat dengan Ekstruder
Pasta [skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian
Bogor.

Amrinola, W. 2015. Pati Alami VS Pati Termidifikasi. Jurnal Teknologi Pangan


2(1): 15-18

Argasasmita T Utama. 2008. Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Indeks Glikemik


Varietas Beras Beramilosa Rendah dan Tinggi [skripsi]. Fakultas Pertanian
IPB. Bogor

Azizahwati, Maryati Kurniadi, Heidi Hidayati. 2007. Analisa Zat Warna Sintesik
Terlarang Untuk Makanan yang Beredar di Pasaran. Najalah Ilmu
Kefarmasian. Vol. IV, No. 7-5

BeMiller, J.N dan Whistler, R.L. 1996. Carbohydrates. Di dalam : Fennema, O.R
(ed). Food Chemistry. 3th Edition. Marcel Dekker, Inc. New York. Basel.

Crane, J.H. dan Balerdi, C.F. 2016. Canistel Growing in The Florida Home
Landscape. Document HS1049, One of a Series of The Horticultural Science
Department, UF/IFAS Extention, Florida. http://edis.ifas.ufl.edu. [28 januari
2019].

Crane, J.H., Balerdi, C.F., Campbell, C.W., and Regalado, R. 2001. Evaluation of
„Oro‟ and „Trompo‟ Canistel (Pouteria campechiana Baehni) at The
University Of Florida Tropical Research and Education Center, Homestead.
Proc. Fla. State Hort. Soc. 114:3-4.

De Man. J.M. 1999. Principles Of Food Chemistry Third edition, An Aspen


Publication. Gaithersburg.

Desi, S. 2014. Analisis Hasil Pertanian Colour Reader. Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian. Universitas Jambi. Jambi

Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. Marcell Dekker Inc., Basel.

Herawati, D. 2009. Modifikasi Pati Sagu dengan Teknik Heat Moisture Treatment
(HMT) dan Aplikasi Dalam Memperbaiki Kualitas Bihun. Skripsi. Program
Pasca Sarjana –IPB, Bogor.

16
Harper, J. M. 1981. Extrusion of Food Vol II. CRC Press Inc. Boca Roton,
Florida

Hoseney, R. C. 1998. Principles of Cereal Science and Technology, 2nd edition.


American Association of Cereal Chemist Inc., St. Paul, Minnesota.

Hutching, J. B. 1999. Food Color and Appearance, 2nd ed. Aspen publisher, Inc,
Gaithersburg, Maryland.

June J, Chen YY, Lee LF, Mc Pherson AE, Wong KS, Radosavljevic M, and
Kasemsuwan T. 1999. Effect of amylopectin branch chain length and
amylose content on the gelatiziation and pasting properties of starch. Cereal
Chem 76(5): 629-637

Kanak, F.A. dan Mohd, F.A.B. 2018. Canistel-Pouteria campechiana (Kunth)


Baehni. https://www.sciencedirect.com. [20 januari 2019].

Mehraj, H., Sikder, R.K., Mayda, U., Taufique, T., dan Jamal Uddin, A.F.M.
2015. Plant Physiology and Fruit Secondary Metabolites of Canistel
(Pouteria campechiana). World Applied Sciences Journal. 33(12): 1908-
1914.

Meyer, L.H. 1973. Food Chemistry. Affiliated East West Press Pvt, Ltd. New
York.

Morton, J. 1987. Canistel. Fruits of Warm Climates. Julia F. Morton, Miami, FL.
P. 402-405.

Nurhalimah, S. 2018. Optimasi Proses PembuatanTepung campolay (Pouteria


campechiana) dengan Metode Try Drying [skripsi]. Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi, UniversitasDjuanda, Bogor

Ridal. 2003. Pengolahan Tepung umbi-umbian. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian


2(2): 20-23

Rosmisari, A. 2006. Review: Tepung jagung komposit, pembuatan dan


pengolahannya. Prosiding Seminar Nasonal Teknologi Inovatif Pascapanen
pengembangan Pertanian. BPPPT. Bogor.

Setyaningsih P. 2008. Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Indeks Glikemik


Varietas Beras Beramilosa Sedang [skripsi]. Fakultas Pertanian IPB. Bogor

Sunarya, R. 2018. Optimasi Formula Tepung Campolay (Pouteria campechiana)


lewat Matang Menggunakan Foam-mat drying [skripsi]. Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi,Universitas Djuanda, Bogor.

17
Supriyadi, D. 2012. Studi Pengaruh Rasio Amilosa Amilopektin dan kadar Air
Terhadap Kerenyahan dan Kekerasan Model Produk Gorengan [skripsi].
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Swinkels, J. J. M. 1985. Source of Starch, Its Chemistry and Physics. in: Beynum
V. dan J. A. Roels (eds). Starch Conversion Tehnology. Marcel Dekker Inc.,
New York, Basel.

Winarno, F. G. 1993. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wirakartakusumah, M. A. 1981. Kinetics of Starch Gelatinization and Water


Absorption in Rice. PhD Disertation, University of Wisconsin, Madison.

18
LAMPIRAN

19
Lampiran 1. Matrik Prencanaan Penelitian

2019
No. Kegiatan
Februari Maret April Mei
1 Pengajuan Judul
2 Penulusuran
Pustaka
3 Penyusunan
Proposal
4 Kolokium
5 Penelitian
6 Pengolahan Data
7 Penyusunan
Laporan
8 Seminar Hasil
9 Sidang skripsi

20
Lampiran 2. Prosedur Analisis

1. Kadar Pati (AOAC 1970)


Sebanyak 2-5 gram contoh ditimbang dan ditambahkan 50 ml akuades
lalu diaduk selama 1 jam. Suspensi disaring dengan kertas saring dan dicuci
dengan akuades sampai volume filtrat 250 ml. Residu dipindahkan secara
kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer dengan pencucian 200 ml
akuades dan ditambahkan 20 ml HCl dipanaskan di atas penangas air
mendidih selama 2.5 jam. Setelah dingin dinetralkan dengan larutan
NaOH 45% dan diencerkan sampai volume 500 ml, kemudian
disaring. Kadar gula dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang
diperoleh. Berat glukosa dikalikan 0.9 merupakan berat pati.
2. Amilosa (Apriyantono et al., 1989)
Penentuan kadar amilosa diawali dengan pembuatan kurva standar.
Sampel 40 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Lalu dipanaskan dalam air
mendidih selama 10 menit dan didinginkan. Larutan dipipet masing-masing
sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-
masing labu takar ditambahkan asam asetat 1 N masing-masing 0.2, 0.4, 0.6,
0.8, dan 1 ml lalu ditambahkan masing-masing 2 ml larutan iod. Campuran
ditepatkan hingga tanda tera dan didiamkan selama 20 menit. Intensitas warna
biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
625 nm. Kurva standar dibuat dengan memplotkan kadar amilosa pada sumbu
X dan absorbansi pada sumbu Y. Kemudian dihitung persamaan linear yang
menggambarkan hubungan antar keduanya. Persamaan linear yang diperoleh
berupa :
Y = a + bX
Penetapan sampel dilakukan dengan menimbang 100 mg sampel dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9
ml NaOH 1 N. Campuran dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit
lalu dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, ditepatkan sampai tanda tera
dengan akuades. Larutan dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu

21
takar 100 ml, ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod,
ditepatkan sampai tanda tera, lalu didiamkan selama 20 menit. Intensitas
warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 625 nm. Kadar amilosa dihitung menggunakan persamaan linear
yang diperoleh dari kurva standar.

3. Amilopektin (Apriyantono et al., 1989)


Kadar Amilopektin = Total pati - Kadar Amilosa
4. Profil Gelatinisasi Pati (Singh et al., 2010)
Analisa profil gelatinisasi pati dilakukan dengan menggunakan Rapid
Visco Analyzer (RVA) . Sebelum dilakukan pengukuran dengan RVA, kadar
air sempel harus diukur terlebih dahulu. Sejumlah sampel dan air destilata
ditimbang dan dimasukkan ke dalam canister. Junmlah sampel dan air
destilata ditentukan oleh program pada alat RVA sesuai dengan kadar air
sampel. Selanjutnya, campuran tersebut diaduk menggunakan paddle plastik
hingga bercampur sempurna untuk menghindari pembentukan gumpalan
sebelum dimasukkan ke dalam RVA.
Sampel kemudian dimasukkan pada alat RVA dan dilakukan analisis.
Selanjutnya dilakukan siklus pemanasan dan pendinginan dan pengadukan
konstan yang diatur selama 23 menit./ Sampel dipanaskan hingga suhu 300C
dan dipertahankan selama 1 menit. Kemudian sampel dipanaskan lagi hingga
suhu 950C selama 7,5 menit. Suhu 950C dipertahankan selama 5 menit
sebelum didinginkan hingga suhu 500C selama 7,5 menit. 500C dipertahankan
selama 2 menit. Parameter yang diamati adalah suhu awal gelatinisasi,
viskositas maksimum (peak viscosity), viskositas pada suhu 950C, viskositas
pada suhu 500C, viskositas breakdown, dan viskositas setback.
5. Analisa Warna Metode Color Hunter (Hutching, 1999)
Sampel (tepung campolay) ditempatkan pada wadah yang transparan.
Pengukuran menghasilkan nilai L, a, b. L menyatakan parameter kecerahan,
(warna kromatis, 0: hitam sampai 100:putih). Warna kromatik campuran
merah hijau ditunjukkan oleh nilai a(a+ = 0-100 untuk warna merah, a- = 0-(-
80) untuk warna hijau). Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan
oleh nilai b (b+ =0-70, untuk warna kuning, b- = 0-(-70) untuk warna biru).

22
Lampiran 3. Rencana Anggaran Biaya

No Kegiatan Penelitian Harga


1 Penulusuran Pustaka Rp. 200.000
2 Penulusuran Proposal Rp. 350.000
3 Utama Rp. 700.000
Penelitian Bahan
Tambahan Rp. 500.000
4 Uji kadar Pati amilosa dan
Rp. 2.000.000
amilopektin
Laboratorium
Uji gelatinisasi Rp. 1.000.000
Uji Warna Rp. 1.500.000
5 Pengolahan Data Rp. 300.000
6 Penyusunan Laporan Rp. 300.000
7 Biaya tak terduga Rp. 500.000
Total Rp. 7.350.000

23

Anda mungkin juga menyukai