Oleh :
HIKMAH NUR CHOSIDA
B.1611100
Oleh :
HIKMAH NUR CHOSIDA
B.1611100
Disetujui:
Bogor,
Mengetahui,
Ketua Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala
berkat rahmat, petunjuk, nikmat dan hidyah-Nya penulis dapat menyelesaikan
usulan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
junnjungan besar Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga
dan sahabatnya hingga akhir zaman. Sehingga usulan penelitian yang berjudul
”Pemanfaatan Ekstrak Secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai Label
Indikator Kebusukan Daging Ayam” dapat diselesaikan. Usulan penelitian ini
dimaksudkan sebagai syarat untuk melakukan penelitian dan sebagai pedoman
bagi penulis dalam melaksanakan penelitian.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu
dalam penyusunan usulan penelitian ini, yaitu Tiana Fitrilia, S.Pd., M.Si selaku
Dosen Pembimbing Utama dan M. Fakih Kurniawan, S.Si., M.Si selaku Dosen
Pembimbing Pendamping. Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan
semua pihak terutama orang tua, keluarga, serta rekan-rekan mahasiswa
Teknologi Pangan dan Gizi yang telah memberikan motivasi, semangat, dan doa
bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran sangat diperlukan untuk perbaikan dalam proses
penelitian yang akan penulis laksanakan. Semoga ide yang disampaikan dalam
usulan penelitian ini dapat tersampaikan dengan baik, penelitian yang akan
dilakukan diberikan kelancaran dan hasil dari penelitian yang dilaksanakan dapat
memberikan manfaat.
Bogor,
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Pengembangan label indikator dari pewarna alami dari ekstrak kayu
secang (Caesalpinia sappan L) untuk diaplikasikan pada pengemasan daging
ayam.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan mempelajari pengaruh jenis carrier (kertas saring, film
kitosan dan pati) terhadap kualitas label indikator ekstrak secang.
b. Mengetahui jenis carrier terbaik yang dapat digunakan sebagai label
indikator kebusukan daging ayam.
c. Mengetahui hubungan tingkat kesegaran daging ayam meliputi pH dan
Total Volatil Base Nitrogen (TVB-N) terhadap laju perubahan warna
indikator.
B. Indikator Kimia
Indikator (sensor) adalah zat umumnya pewarna yang mengalami
perubahan warna pada interaksi dengan suatu komponen kimia. Menurut
Kuswandi (2008), indikator kimia adalah suatu alat analisa (analytical device)
berisi reagen kimia (chemical material/reagent) yang dapat bereaksi dengan analit
tertentu dalam larutan atau gas sehingga menghasilkan perubahan fisika-kimiawi
yang dapat dirubah (physicochemical transducer) menjadi sinyal elektrik atau
warna proporsional dengan konsentrasi dari analit tersebut. Indikator kimia ideal
adalah yang mampu berinteraksi dengan analit secara reversibel, sehingga sinyal
sensor dapat dikontrol dengan mudah baik secara kinetik maupun termodinamik.
Pada indikator kimia, biasanya reagen yang digunakan diimobilisasi
terlebih dahulu atau dijadikan fasa padat sehingga mudah dikendalikan.
Imobilisasi merupakan suatu proses pengikatan molekul reagen pada bahan
pendukung (solid support material), sehingga molekul reagen dapat tersebar
didalam material pedukung (carrier) tersebut secara merata dan homogen. Metode
imobilisasi terbagi menjadi dua jenis yaitu secara fisik dan kimia. Metode
imobilisasi secara fisik meliputi proses penyerapan (adsorpsi), pemerangkapan
(entrapmen), dan interaksi elektrostatik. Sedangkan secara kimia meliputi
pembentukan ikatan kovalen dan cross linking (Kuswandi, 2008).
Menurut Asih (2018), beberapa faktor yang harus diperhatikan agar
imobilisasi dapat berhasil adalah sebagai berikut :
(a) Carrier harus hanya berinteraksi dengan gugus tertentu dari reagen tersebut,
yang bukan gugus aktif yang diperlukan untuk mengikat analit.
(b) Carrier cukup berpori untuk memfasilitasi terjadinya difusi analit kedalam
fase reagen.
(c) Reagen cukup stabil dalam kondisi (biasanya suhu dan pH) yang dibutuhkan
selama proses imobilisasi berlangsung.
(d) Proses pencucian yang dilakukan untuk menghilangkan reagen yang tidak
terikat dengan baik harus tidak berpengaruh terhadap reagen yang telah
diimobilisasi.
(e) Carrier tersebut harus tidak larut dalam air, stabil dan dapat mengikat reagen
dengan cukup kuat pada permukaannya.
(f) Karakter mekanis dari carrier harus diperhatikan, khususnya bila imobilisasi
reagen dibuat dalam bentuk membran atau film.
Secara umum dalam proses immobilisasi, carrier merupakan satu elemen
penting. Karenanya kesesuaian pemilihan carrier dengan reagen memberikan
pengaruh yang amat besar dalam proses imobilisasi. Proses imobilisasi tidak akan
berhasil bila carrier tidak sesuai atau kompatibel dengan reagen (Kuswandi,
2008). Jenis carrier yang telah banyak dikembangkan berupa membran polimer
seperti polivinil alkohol, polietilen, selulosa, agarosa, dan bahan biodegradable
yang berasal dari sumber daya alam. Khalil et al. (2010) menggunakan
polytetrafluoroethylene (PFTE) pada indikator yang menunjukkan perubahan
karakteristik pada paparan senyawa asam dan basa. Smolander et al. (2002)
menggunakan agarosa sebagai carrier dari myoglobin untuk mendeteksi produksi
hidrogen sulfida selama masa pembusukan daging ayam potong. Kim et al. (2017)
menggunakan kertas saring sebagai material pembawa indikator bromophenol
blue dan beromocresol purple. Senyawa polimer alami seperti kitosan juga
digunakan sebagai carrier untuk indikator kolorimetrik berbasis senyawa
antosianin yang dapat memonitor perubahan nilai pH (Yoshida et al., 2014)
Selama proses kemunduran mutu produk daging terjadi pembentukan
senyawa amin yang mudah menguap seperti trimetilamin (TMA), amonia (NH 3)
dan dimetilamin (DMA). Total amin dari senyawa tersebut yang dikenal sebagai
Total Volatile Base (TVB) akan terus meningkat, serta berkorelasi langsung
dengan pola kemunduran mutu dan bau yang muncul pada daging setelah
melewati fase kesegarannya. Pada sistem FQI, basa mudah menguap ini akan
terakumulasi dalam kemasan dan menyebabkan perubahan pH pada sistem
kemasan yang akan terdeteksi oleh indikator melalui perubahan warna. Karena
itu, indikator yang digunakan merupakan pewarna indikator pH dan senyawa
indikator tersebut diletakkan di dalam kemasan yang biasanya ditempatkan dalam
membran polimer berbasis selulosa (Pacquit et al., 2008).
C. Daging Ayam
Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang baik, karena
mengandung asam amino esensial lengkap dalam jumlah seimbang. Selain itu,
daging ayam lebih diminati oleh konsumen karena mudah dicerna, dapat diterima
oleh mayoritas orang (Yashoda et al., 2001) dan memiliki harga yang relatif
murah (Cohen et al., 2007). Nilai gizi daging ayam terletak pada protein daging
yang mengandung beberapa asam amino essensial arginin, sistin dan fenialanin
yang diperlukan oleh tubuh manusia untuk memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak
(Rahayu et al., 2009). Menurut Forest et al., (1975) dalam Rahayu et al. (2009)
kandungan daging ayam terdiri dari protein 16-22%, lemak 1,5-13%, senyawa non
protein nitrogen 1%, karbohidrat 0,5% dan kadar air 65-80% dan mineral.
Berdasarkan data statistik dari tahun 2012- 2018 (Gambar 1), rata-rata
konsumsi daging ayam di Indonesia meningkat dari tahun 2012 sampai 2017, dan
terjadi penurunan di tahun 2018 (BPS, 2019). Peningkatan ini perlu diiring
dengan perkembangan teknologi pengemasannya untuk dapat memastikan kualitas
produk yang dikemas.
0.2
0.15
Rata-Rata (kg)
0,0124 0,121
0,103 0,111
0.1 0,076 0,078
0,086
0.05
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tahun
D. Kayu Secang
Secang (Caesalpinia sappan L.) termasuk famili Leguminoseae yang
termasuk tanaman perdu yang memanjat atau pohon kecil, berduri banyak,
tingginya mencapai 5-10 m (Gambar 2). Caesalpinnia sappan L disebut juga
Biancaea sappan, dinamai sappan wood karena asli dari india Selatan dan Asia,
dan dinamai brazil wood karena ditemukan juga di daerah Brazil (Safitri, 2009).
(a) (b)
Gambar 2. Pohon secang (a) dan kayu secang (b) (Azmi dan Nurandriea, 2017)
Secang banyak dijumpai pada dataran rendah hingga ketinggian 1700
mdpl. Tanaman ini tumbuh pada tempat-tempat yang berbukit, pada daerah
dengan ketinggian tempat rendah dan sedang. Di semenanjung Malaysia, pohon
ini tumbuh dengan sangat baik pada tepi-tepi sungai yang berpasir. Pohon ini
tidak toleran pada tanah yang terlalu basah. Pohon kayu secang tumbuh pada
lokasi-lokasi yang memiliki kisaran curah hujan tahunan 700-4300 mm, rata-rata
suhu udara tahunan adalah 24-27,5°C, dan dengan kisaran pH tanah adalah 5-7,5
(Safitri, 2009). Menurut Heyne (1987), taksonomi tanaman secang adalah :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Class : Dicotyledone
Sub class : Aympetale
Ordo : Rosales
Famili : Leguminosae
Genus : Caesalpinia
Spesies : Caesalpinia sappan L.
Hingga akhir abad ke 19, kayu secang telah dimanfaatkan sebagai sumber
pewarna merah untuk tekstil karena mengandung brazilein yang merupakan
pigmen berwarna merah. Bagian secang yang sering digunakan adalah kayu dalam
potongan atau serutan kayu (Gambar 2). Dalam perdagangan internasional
brazilein dikenal dengan nama natural red no.24 sebagai pewarna tekstil (Safitri,
2009). Bagian kayu secang mengandung brazilin, brazilein, sappanchalcone,
caesalpin J, caesalpin P, protosappanin A, protosappanin B, homoisoflavonoid β-
sitosterol, monohidroksibrazilin, benzil dihidrobenzofuran. Selain itu juga
mengandung sappanol, episappanol, 3-deoksisappanol, 3-0-metilsappanol, 3-0-
metilepisappanol, 3-0-metilbrazilin, 4-0-metilepisappanol, sappanon β, 3-
deoksisappanon β, dibenzoksosin, 10-0-metilsappanion β, dll (Pawar et al., 2008).
Menurut Sanusi (1993), dikatakan bahwa kayu secang dapat digunakan
sebagai pewarna karena adanya kandungan brazilin yang mempunyai arah warna
merah dan bersifat mudah larut dalam air. Rondao et al. (2013) menyebutkan
bahwa senyawa utama brazilin yang apabila teroksidasi dan terpapar oleh cahaya
akan berubah menjadi brazilein yang memiliki warna merah tua. Brazilein
memiliki warna yang khas pada pH tertentu. Adawiyah dan Indriati (2003) telah
melakukan penelitian bahwa pada pH asam Brazilein berwarna kuning sedangkan
pada pH basa berwarna merah keunguan.
Gambar 3. Struktur kimia (a) Brazilin dan (b) Brazilein (Oliveira et al., 2002)
Brazilein termasuk ke dalam golongan flavonoid sebagai
homoisoflavonoid (Wongsookin et al., 2008). Brazilein mudah larut dalam pelarut
polar termasuk air, memiliki titik leleh 150ºC, dengan berat molekul sebesar 284,3
g/mol, memiliki pH 4,5-5,5 dan berwarna kuning-merah. Pigmen brazilein dapat
berfungsi sebagai analgesik, antiinflamasi, antioksidan, antidiabetes, antimikroba,
penghambat aktivitas iNOS, antiaterogenik, pengatur haid, obat diare dan disentri,
serta jamu bersalin (Lim et al., 1997).
Brazilein telah lama digunakan sebagai pewarna merah untuk keramik,
tekstil, dan sangat berpotensi digunakan untuk mewarnai makanan. Namun
stabilitasnya sangat rendah. Stabilitas pigmen brazilein dipengaruhi oleh pH, suhu
dan pemanasan, sinar ultraviolet, oksidator dan reduktor, serta metal. Pada pH 2-5
pigmen brazilein berwarna kuning sedangkan pada pH 6-7 berwarna merah, dan
pada pH 8 ke atas berwarna merah keunguan (Adawiyah dan Indriati, 2003).
ekstrak secang
Homogenisasi
Pemasan
2 mL gliserol T = 50ºC
t = 60 menit
10 mL ekstrak
Larutan film
secang
Pencampuran
Pengeringan
T = 40ºC
t = 48 Jam
Pendinginan
Kertas whatman no 1
(ukuran 2×2 cm)
20 mL ekstrak Perendaman (5
secang ment)
Kertas indikator
Pelarutan Pelarutan
Pencampuran
Pemanasan
T = 75°C
t = 20 menit
Pengeringan
T = 50°C
t = 10 jam
3 mL Ekstrak
secang Pengolesan
Pendinginan
T = ̵ 18°C
t = 3 jam
Penyimpanan
Kulkas : Ruang :
T = 3-5 ºC T = 25-30 ºC
t = 5 hari t = 5 hari
Analisis :
Intensitas warna film
pH daging ayam
Total Basa Volatil (TVB) daging ayam
Yij = µ + αi + εij
Keterangan :
Yijk = Hasil pengamatan untuk faktor A level ke-i pada ulangan ke-j
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh faktor A pada level ke-i
εij = Galat percobaan untuk faktor A level ke-i pada ulangan ke-j
Keterangan :
Yijk = Hasil pengamatan untuk faktor A level ke-i, faktor B level ke-j,
pada ulangan ke-k
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh faktor A pada level ke-i
βj = Pengaruh faktor B pada level ke-j
(αβ)ij = Interaksi antara A dan B pada level ke-i
εijk = Galat percobaan untuk faktor A level ke-i, faktor B level ke-j
pada ulangan ke-k
B. Prosedur Analisis
Label indikator dari ekstrak kayu secang dengan variasi jenis carrier diuji
kinerjanya dengan dilakukan pengamatan respon terhadap basa (NaOH),
sensitivitas terhadap uap NH3, serta stabilitasnya terhadap perbedaan suhu dan
kondisi penyimpanan.
1. Uji Respon Label Indikator terhadap NaOH (Warsiki et al., 2012)
Label indikator yang dihasilkan diuji responnya terhadap perubahan pH
lingkungan selama pembusukan daging. Gas amin yang terbentuk selama proses
pembusukan akan menyebabkan pH lingkungan dalam kemasan daging menjadi
basa. Pengaturan kondisi basa dilakukan dengan direndam dalam larutan NaOH
20%. Lembaran indikator disimpan dalam cawan petri ukuran 100×15 mm,
kemudian direndam dalam 10 ml larutan NaOH 20% selama 1 jam. Perubahan
warna yang terjadi diamati, semakin jelas perubahan yang terjadi maka semakin
baik kinerja label indikator.
2. Uji Sensitivitas Label terhadap Uap NH3 (Riyanto et al., 2014)
Label indikator diuji sensitivitasnya terhadap gas amin yang terbentuk
selama pembusukan daging. Pengujian ini dilakukan dengan simulasi gas amin
menggunakan uap NH4OH yang menguap didalam wadah tertutup yang kedap.
Sebanyak 10 mL larutan NH4OH 1N dan lembaran indikator warna ditempatkan
dalam wadah terbuka, kemudian dimasukkan ke dalam wadah kedap kaca tertutup
yang sama. Dengan cara ini, HN3 yang menguap dari NH4OH akan tertangkap dan
bereaksi dengan indikator yang ada. Jika cukup sensitif, indikator akan bereaksi
dengan NH3 dan menyebabkan terjadinya perubahan warna. Pengamatan
perubahan warna pada indikator dilakukan setiap jam selama 24 jam.
3. Uji Stabilitas Label Indikator Warna (Nofrida, 2013)
Uji stabilitas warna label indikator dititik beratkan pada perubahan
degradasi warna, kadar air dan ketebalan label seiring dengan lama waktu dan
suhu penyimpanan, sehingga akan diperoleh rekomendasi penggunaan kemasan
cerdas untuk produk nyata.
a) Uji Stabilitas warna
Pengukuran stabilitas warna dilakukan terhadap suhu dan kondisi
penyimpanan. Respon label indikator terhadap suhu diuji dengan penyimpanan
indikator warna pada suhu kulkas (3±2 ºC) dan ruang (25±3 ºC), serta
penyimpanan dengan perlakuan diberi paparan cahaya lampu flouroscent dalam
kotak yang diasumsikan sebagai cahaya matahari selama 6 jam. Perubahan warna
yang terjadi selama penyimpanan dilihat secara visual dengan metode analisis
optik dengan software ImageJ.
b) Penentuan Kadar Air (Sudarmadji et al., 1997)
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selama 1-2
jam. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin, lalu
ditimbang. Lembaran bahan dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam
oven bersuhu 105 ºC selama 3-5 jam, atau hingga mencapai berat konstan. Cawan
yang berisi lembaran bahan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama
5 menit dan ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut :
W 1−W 2
% Kadar Air = × 100%
W1
( Vc−Vb ) × N HCl × Ar N × Fp
TVB = (mgN/100 g) = × 100
bobot sampel
Keterangan :
Vc = Volume larutan HCl pada titrasi sampel
Vb = Volume larutan HCl pada titrasi blanko
Ar N = Berat atom Nitrogen (14,007)
Fp = Faktor pengenceran
C. Analisis Data
Adawiyah, D. R., dan Indriati. 2003. Color stability of natural pigment from
secang woods (Caesalpinia sappan L.). Di dalam Prosiding 8th Asean Food
Conference. 8–11 Oktober 2003. Agriculture Publishing House, Hanoi.
Afrianti, M., Dwiloka, B., dan Setiani, B. E. 2013. Total bakteri, pH, dan kadar air
daging ayam broiler setelah direndam dengan ekstrak daun senduduk
(Melastoma malabathricum L.) selama masa simpan. Jurnal Pangan dan
gizi 4(7):49-56.
AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of AOAC International 18th edition..
AOAC International, Maryland.
Asih, N. P. N. 2018. Karakterisasi sensor edible berbasis indikator alami kubis
merah (Brassica oleracea var. capitata L.) dengan membran selulosa
berbakterial untuk penentuan pH pada minuman [Skripsi]. Fakultas Farmasi,
Universitas Jember, Jember.
Azmi, D. D., dan Nurandriea, E. 2017. Ekstraksi zat warna alami dari kayu secang
(Caesalpinia sappan Linn) dengan metode ultrasound assisted extraction
untuk aplikasi produk pangan [Skripsi]. Fakultas Teknik Industri, Institut
Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 01-2354-8-2009 tentang Cara Uji
Kimia - bagian 8 : Penentuan Kadar TVB pada Produk Perikanan. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 3924:2009 tentang Mutu Karkas
dan Daging Ayam. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan
2018. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Jakarta.
Cohen, N., Ennaji, H., Bouchrif, B., Hassar, M., dan Karib, H. 2007. Comparative
study of microbiological quality of raw poultry meat at various seasons and
for different slaughtering processes in Casablanca (Morocco). The Journal
of Applied Poultry Research 16(4):502-508.
Dahuri R. 2005. Road Map Pembangunan Nasional Menuju Indonesia yang Maju,
Adil-Makmur dan Bermartabat. Di dalam BEM KM IPB Membangun
Indonesia. IPB Press, Bogor.
Day, B. P. F. 2008. Active packaging of food. in : smart packaging technologies
for fast moving consumer goods. Di dalam Willey John (Eds). 75-96, John
Wiley & Sons Ltd, England.
Gontrad, N., Gulibert, S., dan Cuq. 1993. Water and glycerol as plasticizers affect
mechanical and water vapor barrier properties of an ediblewheat film.
Journal Food Science 58: 206-211.
Hajrawati, Fadliah, M., Wahyuni, dan Arief, I.I. 2016. Kualitas fisik,
mikrobiologis, dan organoleptik daging ayam broiler pada pasar tradisional
di Bogor. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 4(3) : 386-
389.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Badan Litbang
Kehutanan, Jakarta.
Hubday, D., Higson, S. P. J., dan Mena, C. 2010. Role of diagnostic packaging in
food supply chain management. Di dalam Mena, C. and Stevens, G. (eds.).
Delivering Performance in Food Supply Chains. Woodhead Publishing Ltd.
and CRC Press LLC, USA.
Imawan, C., Fitriana, R., Listyarini, A., Sholihah, W., dan Pudjiastuti, W. 2018.
Kertas label kolorimetrik dengan ekstrak ubi ungu sebagai indikator pada
kemasan pintar untuk mendeteksi kesegaran susu. Jurnal Kimia dan
Kemasan, 40(1): 25-32.
Iskandar, A. Y. S. 2014. Label indikator besi (II) sulfat (FeSO 4) pendeteksi
kebusukan daging. [SKRIPSI] Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Ismed, Sayuti, K., dan Andini, F. 2017. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan
terhadap indikator alami film dari ekstrak kelopak bunga rosella
(Hibiscus sabdariffa L.) sebagai smart packaging untuk mendeteksi
kerusakan daging ayam. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 6(4): 167-172.
Kato, E. T., Yoshida, C. M. P., Reis, A. B., Melo, I. S., dan Franco, T. T. 2011.
Fast setection of hydrogen sulfide using a diodegradable colorimetric
indicator system. Polymer International Journal 60: 951-956.
Khalil, G. E., Putnal, D. L. dan Hubbard, T. W. 2010. Ammonia detection and
measurement device. US Patent Aplication 330: 692.
Kim, D. S., Nam, I. B., Sei, R. O., Keun, Y. J., Im, S. L., dan Hyeong, K. L. 1997.
NMR assignment of brazilein. Phytochem Journal 46:177-178.
Kim, D., Lee, S., Lee, K., Baek, S. dan Seo, J. 2017. Development of a pH
indicator composed of high moisture-absorbing materials for real-time
monitoring of chicken breast freshness. Food Science and Biotechnology
Journal 26(1): 37-42.
Krochta, J. M., Baldwin, E. A., dan Nispero, C. M. 1994. Edible Coatings and
Films to Improve Food Quality. 1st ed. Lancaster Technomic Publishing Co
Inc, Pennsylvania.
Kuswandi, B. 2008. Sensor Kimia: Teori, Praktek dan Aplikasi. PS Farmasi
Universitas Jember, Jember.
Laham, M., dan Lee, C. 1995. Biodegradability of chitin and chitosan containing
films in soil environment. Journal of Polym and the Environ 3: 31-36.
Lim, D. K., Choi, dan Shin. 1997. Antioxidative activity of some solvent extract
from Caesalpinia sappan L. Korean Journal Food Science Technology 28:
77 – 82.
Nofrida, R. 2013. Film indikator warna daun erpa (Aerva sanguinolenta) sebagai
kemasan cerdas untuk produk rentan suhu dan cahaya. [Tesis] Sekolah
Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nofrida, R., Warsiki, E., dan Yuliasih, I. 2013. Pengaruh suhu penyimpanan
terhadap perubahan warna label indikator daun erpa (Aerva sanguinolenta).
Jurnal Teknologi Industri Petanian 23(3): 232-241.
Nurfawaidi, A., Kuswandi, B., dan Wulandari, L. 2018. Pengembangan label
pintar untuk indikator kesegaran daging sapi pada kemasan. e-Jurnal
Pustaka Kesehatan 6(20): 199-204.
Oliveira, L. F. C., Howell G. M. E., Eudes S. V., dan Nesbitt, M. 2002.
Vibrational spectroscopic study of brazilin and brazilein, the main
constituents of brazilwood from Brazil. Vibrational Spectroscopy Journal
28: 243-249.
Pacquit, A., Lau, K. T., McLaughlin, H., Frisby, J., Quilty, B., dan Diamond, D.
2005. Development of a volatile amine indikator for the monitoring of fish
spoilage. Jurnal Talanta 69: 515–520.
Pacquit, A., Crowley, K., dan Diamond, D. 2008. Smart packaging technologies
for fish and seafood products. Di dalam Willey John (ed.). Smart Packaging
Technologies for Fast Moving Consume.
Pawar, C. R., Amol, D. L., dan Sanjay, J. S. 2008. Phytochemical and
pharmacological aspects of Caesalpinia sappan. Journal of Pharm
Research 1: 131-138.
Prihharsanti, A. H. T. 2009. Populasi bakteri dan jamur pada daging sapi dengan
penyimpanan suhu rendah. Jurnal Sains Peternakan 7(2): 66-72
Rahayu, L., Bintoro, V. P., dan Nurwantoro. 2009. Efektifitas penggunaan
chitosan sebagai agen antimikroba pada daging ayam broiler. Jurnal El-
Hayah 1(1) : 30-33.
Rahardjo, K. K. E., dan Widjanarko, S. B. 2015. Biosensor pH berbasis antosianin
stroberi dan klorofil daun suji sebagai pendeteksi kebusukan fillet daging
ayam. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(2) : 333-344.
Riyanto, R., Hermana, I., dan Wibowo, S. 2014. Karakteristik plastik indikator
sebagai tanda peringatan dini tingkat kesegaran ikan dalam kemasan plastik.
Jurna Pascapanen dan Bioteknologi Perikanan 9(2) : 153-163.
Robertson, G. L. 2006. Food Packaging – Principles and Practice. CRC Press,
Boca Raton, FL, USA.
Rondao, R., Melo, J. S. S., Pina, J., Melo, M. J., Vitorio, T., dan Parola, A. J.,
2013, Brazilwood reds: The (photo) chemistry of brazilin and brazilein, J.
Phys. Chem., Vol 117 :10650−10660.
Safitri. G. I. 2009. Pengaruh kopigmentasi pewarna alami brazilein kayu secang
(Caesalpinia sappan L.) dengan sinapic acid terhadap stabilitas warna pada
model minuman [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sanford, P. A. 2003. World market of chitin and its derivatives. Dalam: Varum
KM, A Domand dan O Smidsrod. Editors. Di dalam Chitin Science VI.
Trondheim, Norway.
Sanusi, M. (1993). Isolasi dan identifikasi zat warna dari Caesalpinia lignum. Di
dalam Majalah Kimia Balai Industri Ujung Pandang, Ujung Pandang.
Setiautami, A. 2013. Pembuatan kemasan cerdas indikator warna dengan pewarna
bit (B. vulgaris L. var cicla L.) [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Singh, B. P., Shukla, V., Lalawmpuii, H. dan Kumar, S. 2018. Indicator sensors
for monitoring meat quality : a review. Journal of Pharmacolognosy and
Phytochemistry 7(4): 809-812.
Smolander, M., Hurme, E., Latva-Kala, K., Louma, T., Alakomi, H. L. dan
Ahvenaine, R. 2002. Myoglobin based indicator sensor for the evaluation of
freshness of unmerinated broiler cuts. Innovative Food Science anda
Emerging Technologies Journal 3: 277-285.
Sudarmadji. 1997. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Percetakan Liberty,
Yogyakarta.
Sumarto. 2008. Mempelajari pengaruh penambahan asam lemak dan natrium
benzoat terhadap sifat fisik, mekanik, dan aktivitas antimikroba film edible
kitosan [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suradi, K.2012. Pengaruh lama penyimpanan pada suhu ruang terhadap
perubahan nilai pH, TVB dan total bakteri daging kerbau. Jurnal Ilmu
Ternak 12 (2).
Suyatma, Copinet, Tighzert, dan Coma. 2004. Mechanical and barrier properties
of biodegradable films made from chitosan and poly (lactic acid) blends.
Journal Polymers and the Environment 12: 1-4.
Tang, Z., Shi, L., dan Qian, J. 2007. Neutral lipase from aqueous solutions on
chitosan nano particles. Journal biochemical engineering 34: 217-223.
Tranggono. 1990. Kimia dan Nutrisi Pangan, PAU Pangan dan Gizi. Universitas
Gadjah Mada,Yogyakarta.
Warsiki, E., dan Putri, C. D. W. 2012. Pembuatan label/film indikator warna
dengan pewarna alami dan sintesis. E-Jurnal Agroindustri Indonesia 1(2):
82-87.
Widiastuti, D. R. 2016. Kajian Kemasan Pangan Aktif dan Cerdas (Active and
Intelligent Food Packaging). Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan
Berbahaya. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta.
Wongsookin, K., Saowanee, R., Malee, T., Vichitr, R., dan John, B. B. 2008.
Study of an Al(III) complex with the plant dye brazilein from Caesalpinia
sappan Linn. Journal Science Technology 15(2): 159-165.
Yashoda, K., Sachindra, N., dan Sakhare. P. 2001. Microbiological quality of
broiler chicken carcasses processed hygienically in a small scale poultry
processing unit. Journal of food quality 24(3): 249-259.
Yoshida, C. M. P., Maciel, V. B. V., Mendonca, M. E. D. dan Franco, T. T. 2014.
Vhotisan biobades and intellegent films : Monitoring pH variation. LWT-
Food Science and Technology 55: 83-89.