Anda di halaman 1dari 35

USULAN MASALAH KHUSUS

PEMANFAATAN EKSTRAK SECANG (Caesalpinia sappan L.)


SEBAGAI LABEL INDIKATOR KEBUSUKAN DAGING
AYAM

Oleh :
HIKMAH NUR CHOSIDA
B.1611100

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI


FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL UNIVERSITAS
DJUANDA BOGOR BOGOR
2020
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI

PEMANFAATAN EKSTRAK SECANG (Caesalpinia sappan L.)


SEBAGAI LABEL INDIKATOR KEBUSUKAN DAGING
AYAM

Oleh :
HIKMAH NUR CHOSIDA
B.1611100

Usulan Masalah Khusus


Sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian

Disetujui:
Bogor,

Tiana Fitrilia, S.Pd., M.Si M Fakih Kurniawan, S.Si., M.Si


Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Mengetahui,
Ketua Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi

Tiana Fitrilia, S.Pd., M.Si


NPP. 213 870 707
I. JUDUL : PEMANFAATAN EKSTRAK SECANG
(Caesalpinia sappan L.) SEBAGAI LABEL
INDIKATOR KEBUSUKAN DAGING
AYAM
II. PERSONALIA :
A. PELAKSANA : Hikmah Nur Chosida
Mahasiswa semester akhir Program Studi Teknologi
Pangan, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi,
Fakultas Ilmu Pangan Halal Universitas Djuanda
Bogor
B. PEMBIMBING UTAMA : Tiana Fitrilia, S.Pd., M.Si
Staff pengajar dan Ketua Jurusan Teknologi Pangan
dan Gizi, Fakultas Ilmu Pangan Halal,
Universitas Djuanda Bogor.
C. PEMBIMBING PENDAMPING : M Fakih Kurniawan,
S.Si., M.Si
Staff pengajar pada Jurusan Teknologi Pangan dan
Gizi, Fakultas Ilmu Pangan Halal, Universitas
Djuanda Bogor.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala
berkat rahmat, petunjuk, nikmat dan hidyah-Nya penulis dapat menyelesaikan
usulan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
junnjungan besar Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga
dan sahabatnya hingga akhir zaman. Sehingga usulan penelitian yang berjudul
”Pemanfaatan Ekstrak Secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai Label
Indikator Kebusukan Daging Ayam” dapat diselesaikan. Usulan penelitian ini
dimaksudkan sebagai syarat untuk melakukan penelitian dan sebagai pedoman
bagi penulis dalam melaksanakan penelitian.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu
dalam penyusunan usulan penelitian ini, yaitu Tiana Fitrilia, S.Pd., M.Si selaku
Dosen Pembimbing Utama dan M. Fakih Kurniawan, S.Si., M.Si selaku Dosen
Pembimbing Pendamping. Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan
semua pihak terutama orang tua, keluarga, serta rekan-rekan mahasiswa
Teknologi Pangan dan Gizi yang telah memberikan motivasi, semangat, dan doa
bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran sangat diperlukan untuk perbaikan dalam proses
penelitian yang akan penulis laksanakan. Semoga ide yang disampaikan dalam
usulan penelitian ini dapat tersampaikan dengan baik, penelitian yang akan
dilakukan diberikan kelancaran dan hasil dari penelitian yang dilaksanakan dapat
memberikan manfaat.

Bogor,

Hikmah Nur Chosida


B.1611100
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
DAFTAR ISI............................................................................................................v
DAFTAR TABEL..................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii
I. PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................3
A. Kemasan Pintar.............................................................................................3
B. Indikator Kimia.............................................................................................4
C. Daging Ayam................................................................................................6
D. Kayu Secang.................................................................................................8
E. Pigmen Warna Brazilein...............................................................................9
III. METODE PENELITIAN............................................................................11
A. Alat dan Bahan............................................................................................11
B. Tempat dan Waktu......................................................................................11
C. Metode Penelitian.......................................................................................11
1. Pembuatan Label Indikator.....................................................................11
1. Aplikasi Film Indikator pada Kemasan Daging Ayam ..........................14
A. Rancangan Percobaan.................................................................................15
B. Prosedur Analisis........................................................................................17
C. Analisis Data...............................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Syarat mutu fisik karkas ayam.............................................................................7
2. Syarat mutu mikrobiologi karkas ayam...............................................................8
3. Bagan penelitian pembuatan label indikator ekstrak secang.............................17
4. Bagan penelitian aplikasi film pada kemasan daging ayam..............................18
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Konsumsi ayam ras tahun 2012 – 2018 (BPS, 2019)..........................................6
2. Pohon secang (a) dan kayu secang (b) (Azmi dan Nurandriea, 2017).................8
3. Struktur kimia (a) Brazilin dan (b) Brazilein (Oliveira et al., 2002).................10
4. Diagram alir pembuatan ekstrak secang............................................................12
5. Pembuatan film indikator kitosan.......................................................................14
6. Pembuatan kertas indikator................................................................................14
7. Pembuatan film indikator pati............................................................................15
8. Pengemasan daging ayam..................................................................................16
9. Aplikasi film indikator pada kemasan daging ayam..........................................16
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daging ayam merupakan produk pangan yang mudah mengalami
kerusakan karena merupakan sumber protein dan lemak hewani yang sangat baik.
Kandungan nilai gizi dan kelembaban tinggi pada daging merupakan media yang
subur dan ideal bagi pertumbuhan bakteri dan jamur. Pertumbuhan bakteri dan
jamur selalu diikuti dengan kegiatan enzimatis, sehingga akan merubah komposisi
kimia daging (Prihharsanti, 2009). Perubahan komposisi yang terjadi selama masa
penyimpanan, distribusi dan penjualan terekspresi dalam bentuk penurunan mutu
dan pembusukan, sehingga daging tidak layak untuk dikonsumsi (Tranggono et
al., 1990). Penurunan mutu ini ditunjukkan dengan pembentukan senyawa amin
yang mudah menguap seperti trimetilamin (TMA), amonia (NH 3) dan dimetilamin
(DMA) serta perubahan nilai pH (Riyanto et al., 2014).
Kerusakan produk daging ayam sulit terindentikasi karena produk tersebut
tidak memberikan perubahan nyata pada bentuk visual, melainkan terjadi reaksi
yang menghasilkan gas maupun senyawa kimia lain. Bentuk kerusakan yang tidak
kasat mata ini dapat disiasati dengan penggunaan kemasan pintar bersensor atau
berindikator. Kemasan dengan indikator ini merupakan pengembangan teknologi
baru untuk memastikan keamanan dan kualitas produk pangan. Pengembangan
yang tengah banyak dilakukan yaitu dengan pembuatan label indikator untuk
memantau pembusukan daging dan memprediksi sisa umur simpannya (Singh et
al., 2018). Label dibuat dari zat pewarna dan material pembawa (carrier) yang
dapat menahan indikator warna. Penambahan zat warna ini dapat memberikan
informasi mengenai kondisi produk selama penyimpanan di luar informasi dari
tanggal kadarluarsa.
Penelitian yang dilakukan Pacquit et al. (2005) mendeteksi kebusukan
ikan menggunakan sensor yang sensitif terhadap kehadiran volatil amin dengan
memanfaatkan pewarna indikator pH bromocresol green. Penelitian lainnya
dilakukan pula menggunakan zat warna alami yang umumnya merupakan
senyawa flavonoid pada beberapa bagian tanaman yaitu bunga rosella (Ismed et
al., 2017), daun erpa (Nofrida et al., 2013), daun suji (Rahardjo et al., 2015),
umbi ubi ungu (Imawan et al., 2018), serta buah stroberi (Rahardjo et al., 2015).
Zat warna tersebut diantaranya senyawa antosianin yang dapat dimanfaatkan
dalam pembuatan indikator untuk mendeteksi kerusakan produk daging. Salah
satu tanaman yang berpotensi sebagai indikator adalah ekstrak kayu secang
(Caesalpinia sappan L).
Menurut Rondao et al. (2013), kayu secang mengandung senyawa utama
Brazilin yang apabila teroksidasi dan terpapar oleh cahaya akan berubah menjadi
brazilein yang memiliki warna merah tua. Brazilein merupakan pigmen larut air
yang termasuk ke dalam golongan flavonoid sebagai homoisoflavonoid
(Wongsookin et al., 2008). Senyawa ini biasa digunakan sebagai pewarna tekstil
dan telah diaplikasikan sebagai kemosensor untuk mendeteksi ion sianida (CN -)
dan fluorida (F-). Brazilein memiliki warna yang khas pada pH tertentu. Adawiyah
dan Indriati (2003) telah melakukan penelitian bahwa pada pH asam brazilein
berwarna kuning sedangkan pada pH basa berwarna merah keunguan. Hal ini
menunjukkan bahwa brazilein berpotensi sebagai senyawa indikator.
Salah satu elemen penting yang bengaruh terhadap kerja indikator yaitu
material pembawa (carrier) yang digunakan untuk membawa zat warna.
Pemilihan carrier dengan reagen memberikan pengaruh yang amat besar dalam
proses imobilisasi yang terjadi untuk menghasilkan respon yang baik. Oleh karena
itu, perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan ekstrak kayu secang sebagai
pewarna indikator pada beberapa jenis carrier untuk mendeteksi proses
kebusukan daging ayam selama masa penyimpanan tertentu.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Pengembangan label indikator dari pewarna alami dari ekstrak kayu
secang (Caesalpinia sappan L) untuk diaplikasikan pada pengemasan daging
ayam.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan mempelajari pengaruh jenis carrier (kertas saring, film
kitosan dan pati) terhadap kualitas label indikator ekstrak secang.
b. Mengetahui jenis carrier terbaik yang dapat digunakan sebagai label
indikator kebusukan daging ayam.
c. Mengetahui hubungan tingkat kesegaran daging ayam meliputi pH dan
Total Volatil Base Nitrogen (TVB-N) terhadap laju perubahan warna
indikator.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Kemasan Pintar
Kemasan pintar merupakan suatu sistem kemasan yang mampu
mendeteksi, dan memberi informasi sebagai pedoman untuk memperpanjang masa
simpan, meningkatkan keamanan, dan meningkatkan kualitas yang berkaitan
dengan produk (Nurfawaidi et al., 2018). Sementara itu, menurut Robertson
(2006), kemasan pintar adalah suatu kemasan berindikator yang dapat diletakkan
secara internal maupun eksternal dan dapat memberikan informasi mengenai
keadaan kemasan dan atau kualitas makanan di dalamnya. Adanya indikator
tersebut dapat mempermudah pengawasan kondisi produk terkemas selama
transportasi dan penyimpanan. Produk terkemas tersebut dapat berupa makanan,
minuman, farmasi, berbagai jenis produk kecantikan, dan produk rumah tangga.
Kemasan jenis ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemasan pintar
dengan indikator eksternal dan indikator internal. Kemasan dengan indikator
eksternal dapat mengukur kondisi kemasan pada bagian luar, sedangkan kemasan
dengan indikator internal dapat langsung mengukur kualitas produk di dalam
kemasan. Fungsi cerdas dari kemasan ini dapat diperoleh dari indikator atau
sensor yang mampu mengkomunikaskan informasi dalam sistem kemasan.
Indikator dapat memberikan informasi mengenai perubahan yang terjadi di dalam
produk atau lingkungan sekitar produk (seperti suhu, pH) melalui perubahan
visual (Widiastuti, 2016).
Aplikasi kemasan pintar yang paling banyak digunakan adalah Time-
temperature indicators (TTI). TTI ini merupakan metode untuk menentukan
kemunduran mutu. Selain TTI terdapat satu metode lagi, yaitu Food Quality
Indicators (FQI). Metode TTI adalah indikator yang bekerja atau bereaksi
terhadap waktu dan suhu penyimpanan dari lingkungan sekitar kemasan yang ada
(Day, 2008). Taoukis et al. (2011) dalam Riyanto et al. (2014) menyatakan,
perubahan warna indikator pada TTI disebabkan karena adanya perubahan suhu
yang menyebabkan terjadinya reaksi kimia antara produk dan indikator. Namun,
TTI masih belum dapat menginformasikan mutu produk yang dikemas.
Metode FQI adalah indikator yang bereaksi terhadap perubahan kimiawi
atau biologi dari kemasan produk yang menandakan rusaknya produk (Pacquit et
al., 2008). Dua indikator ini memiliki prinsip kerja sebagai colorimetric dengan
melihat perubahan warna akibat menurunnya mutu produk di dalam kemasan.
Perbedaannya hanya pada reaksi yang digunakan sebagai sensor, TTI
menggunakan reaksi kimia produk sebagai indikator sedangkan FQI
menggunakan reaksi kimiawi atau biologi di dalam kemasan. Pada FQI,
perubahan warna terjadi akibat reaksi kimiawi atau biologis yang terjadi di dalam
kemasan yang mengindikasikan turunnya mutu atau rusaknya produk yang
dikemas (Hubday et al., 2010).

B. Indikator Kimia
Indikator (sensor) adalah zat umumnya pewarna yang mengalami
perubahan warna pada interaksi dengan suatu komponen kimia. Menurut
Kuswandi (2008), indikator kimia adalah suatu alat analisa (analytical device)
berisi reagen kimia (chemical material/reagent) yang dapat bereaksi dengan analit
tertentu dalam larutan atau gas sehingga menghasilkan perubahan fisika-kimiawi
yang dapat dirubah (physicochemical transducer) menjadi sinyal elektrik atau
warna proporsional dengan konsentrasi dari analit tersebut. Indikator kimia ideal
adalah yang mampu berinteraksi dengan analit secara reversibel, sehingga sinyal
sensor dapat dikontrol dengan mudah baik secara kinetik maupun termodinamik.
Pada indikator kimia, biasanya reagen yang digunakan diimobilisasi
terlebih dahulu atau dijadikan fasa padat sehingga mudah dikendalikan.
Imobilisasi merupakan suatu proses pengikatan molekul reagen pada bahan
pendukung (solid support material), sehingga molekul reagen dapat tersebar
didalam material pedukung (carrier) tersebut secara merata dan homogen. Metode
imobilisasi terbagi menjadi dua jenis yaitu secara fisik dan kimia. Metode
imobilisasi secara fisik meliputi proses penyerapan (adsorpsi), pemerangkapan
(entrapmen), dan interaksi elektrostatik. Sedangkan secara kimia meliputi
pembentukan ikatan kovalen dan cross linking (Kuswandi, 2008).
Menurut Asih (2018), beberapa faktor yang harus diperhatikan agar
imobilisasi dapat berhasil adalah sebagai berikut :
(a) Carrier harus hanya berinteraksi dengan gugus tertentu dari reagen tersebut,
yang bukan gugus aktif yang diperlukan untuk mengikat analit.
(b) Carrier cukup berpori untuk memfasilitasi terjadinya difusi analit kedalam
fase reagen.
(c) Reagen cukup stabil dalam kondisi (biasanya suhu dan pH) yang dibutuhkan
selama proses imobilisasi berlangsung.
(d) Proses pencucian yang dilakukan untuk menghilangkan reagen yang tidak
terikat dengan baik harus tidak berpengaruh terhadap reagen yang telah
diimobilisasi.
(e) Carrier tersebut harus tidak larut dalam air, stabil dan dapat mengikat reagen
dengan cukup kuat pada permukaannya.
(f) Karakter mekanis dari carrier harus diperhatikan, khususnya bila imobilisasi
reagen dibuat dalam bentuk membran atau film.
Secara umum dalam proses immobilisasi, carrier merupakan satu elemen
penting. Karenanya kesesuaian pemilihan carrier dengan reagen memberikan
pengaruh yang amat besar dalam proses imobilisasi. Proses imobilisasi tidak akan
berhasil bila carrier tidak sesuai atau kompatibel dengan reagen (Kuswandi,
2008). Jenis carrier yang telah banyak dikembangkan berupa membran polimer
seperti polivinil alkohol, polietilen, selulosa, agarosa, dan bahan biodegradable
yang berasal dari sumber daya alam. Khalil et al. (2010) menggunakan
polytetrafluoroethylene (PFTE) pada indikator yang menunjukkan perubahan
karakteristik pada paparan senyawa asam dan basa. Smolander et al. (2002)
menggunakan agarosa sebagai carrier dari myoglobin untuk mendeteksi produksi
hidrogen sulfida selama masa pembusukan daging ayam potong. Kim et al. (2017)
menggunakan kertas saring sebagai material pembawa indikator bromophenol
blue dan beromocresol purple. Senyawa polimer alami seperti kitosan juga
digunakan sebagai carrier untuk indikator kolorimetrik berbasis senyawa
antosianin yang dapat memonitor perubahan nilai pH (Yoshida et al., 2014)
Selama proses kemunduran mutu produk daging terjadi pembentukan
senyawa amin yang mudah menguap seperti trimetilamin (TMA), amonia (NH 3)
dan dimetilamin (DMA). Total amin dari senyawa tersebut yang dikenal sebagai
Total Volatile Base (TVB) akan terus meningkat, serta berkorelasi langsung
dengan pola kemunduran mutu dan bau yang muncul pada daging setelah
melewati fase kesegarannya. Pada sistem FQI, basa mudah menguap ini akan
terakumulasi dalam kemasan dan menyebabkan perubahan pH pada sistem
kemasan yang akan terdeteksi oleh indikator melalui perubahan warna. Karena
itu, indikator yang digunakan merupakan pewarna indikator pH dan senyawa
indikator tersebut diletakkan di dalam kemasan yang biasanya ditempatkan dalam
membran polimer berbasis selulosa (Pacquit et al., 2008).

C. Daging Ayam
Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang baik, karena
mengandung asam amino esensial lengkap dalam jumlah seimbang. Selain itu,
daging ayam lebih diminati oleh konsumen karena mudah dicerna, dapat diterima
oleh mayoritas orang (Yashoda et al., 2001) dan memiliki harga yang relatif
murah (Cohen et al., 2007). Nilai gizi daging ayam terletak pada protein daging
yang mengandung beberapa asam amino essensial arginin, sistin dan fenialanin
yang diperlukan oleh tubuh manusia untuk memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak
(Rahayu et al., 2009). Menurut Forest et al., (1975) dalam Rahayu et al. (2009)
kandungan daging ayam terdiri dari protein 16-22%, lemak 1,5-13%, senyawa non
protein nitrogen 1%, karbohidrat 0,5% dan kadar air 65-80% dan mineral.
Berdasarkan data statistik dari tahun 2012- 2018 (Gambar 1), rata-rata
konsumsi daging ayam di Indonesia meningkat dari tahun 2012 sampai 2017, dan
terjadi penurunan di tahun 2018 (BPS, 2019). Peningkatan ini perlu diiring
dengan perkembangan teknologi pengemasannya untuk dapat memastikan kualitas
produk yang dikemas.
0.2

0.15
Rata-Rata (kg)
0,0124 0,121
0,103 0,111
0.1 0,076 0,078
0,086

0.05

0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tahun

Gambar 1. Konsumsi ayam ras tahun 2012 – 2018 (BPS, 2019)


Daging ayam tergolong dalam perishable food dengan kandungan air dan
protein tinggi yang cocok untuk pertumbuhan mikroba. Secara biologi kerusakan
daging ayam lebih banyak diakibatkan oleh adanya pertumbuhan mikroba yang
berasal dari ternak, pencemaran dari lingkungan baik pada saat pemotongan
maupun selama pemasaran. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba dipengaruhi oleh
faktor suhu penyimpanan, waktu, tersedianya oksigen dan kadar air daging
(Hajrawati et al., 2016). BPS telah mengeluarkan standar mutu fisik (Tabel 1) dan
standar muru mikrobiologi (Tabel 2) karkas ayam sesuai dengan SNI nomor
3924:2009.

Table 1. Syarat mutu fisik karkas ayam


Tingkat Mutu
No Faktor Mutu
I II III
1 Konformasi Sempurna Ada sedikit kelainan Ada kelainan pada
pada tulang dada atau tulang dada atau paha
paha
2 Perdagingan Tebal Sedang Tipis
3 Perlemakan Banyak Banyak Sedikit
4 Keutuhan Utuh Tulang utuh, kulit sobek Tulang ada yang
sedikit, tetapi tidak pada patah. Ujung sayap
bagian dada terlepas, ada kulit
yang sobek pada
bagian dada
5 Perubahan Bebas dari Ada memar sedikit Ada memar sedikit
warna memar dan tetapi tidak pada bagian tetapi tidak ada
atau freeze dada dan tidak ada freeze burn
burn freeze burn
6 Kebersihan Bebas dari Ada bulu tunas sedikit Ada bulu tunas
bulu tunas yang menyebar, tetapi
(pin feather) tidak pada bagian dada
(Badan Standardisadi Nasional, 2009)
Hajrawati et al. (2016) menyatakan nilai pH dan aW merupakan
merupakan indikator penting dalam menilai kualitas fisik daging. Kedua indikator
tersebut terkait erat dengan keberadaan mikroba pada daging sehingga sangat
menentukan tingkat keawetan dan kualitasnya. Menurut penelitian Afrianti et
al. (2013), daging ayam broiler tanpa perlakuan apapun memiliki pH rata-rata
6,79 dalam rentang masa simpan 6–12 jam. Berdasarkan lama waktu setelah
proses pemotongan, pH daging ayam mengalami penurunan, sedangkan menurut
Hajrawati et al. (2016), nilai aW daging ayam berada 0,84 – 0,85.

Table 2. Syarat mutu mikrobiologi karkas ayam


No Jenis Persyaratan
1 Total Plate Count (Cfu/g) Maksimum 1 x 106
2 Coliform (Cfu/g) Maksimum 1 x 102
3 Staphylococcus aureus (Cfu/g) Maksimum 1 x 102
4 Salmonella sp ((Per 25 g) Negatif
5 Eschericia coli (Cfu/g) Maksimum 1 x 101
6 Campylobacter sp (Per 25 g) Negatif
(Badan Standardisadi Nasional, 2009)

D. Kayu Secang
Secang (Caesalpinia sappan L.) termasuk famili Leguminoseae yang
termasuk tanaman perdu yang memanjat atau pohon kecil, berduri banyak,
tingginya mencapai 5-10 m (Gambar 2). Caesalpinnia sappan L disebut juga
Biancaea sappan, dinamai sappan wood karena asli dari india Selatan dan Asia,
dan dinamai brazil wood karena ditemukan juga di daerah Brazil (Safitri, 2009).

(a) (b)
Gambar 2. Pohon secang (a) dan kayu secang (b) (Azmi dan Nurandriea, 2017)
Secang banyak dijumpai pada dataran rendah hingga ketinggian 1700
mdpl. Tanaman ini tumbuh pada tempat-tempat yang berbukit, pada daerah
dengan ketinggian tempat rendah dan sedang. Di semenanjung Malaysia, pohon
ini tumbuh dengan sangat baik pada tepi-tepi sungai yang berpasir. Pohon ini
tidak toleran pada tanah yang terlalu basah. Pohon kayu secang tumbuh pada
lokasi-lokasi yang memiliki kisaran curah hujan tahunan 700-4300 mm, rata-rata
suhu udara tahunan adalah 24-27,5°C, dan dengan kisaran pH tanah adalah 5-7,5
(Safitri, 2009). Menurut Heyne (1987), taksonomi tanaman secang adalah :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Class : Dicotyledone
Sub class : Aympetale
Ordo : Rosales
Famili : Leguminosae
Genus : Caesalpinia
Spesies : Caesalpinia sappan L.
Hingga akhir abad ke 19, kayu secang telah dimanfaatkan sebagai sumber
pewarna merah untuk tekstil karena mengandung brazilein yang merupakan
pigmen berwarna merah. Bagian secang yang sering digunakan adalah kayu dalam
potongan atau serutan kayu (Gambar 2). Dalam perdagangan internasional
brazilein dikenal dengan nama natural red no.24 sebagai pewarna tekstil (Safitri,
2009). Bagian kayu secang mengandung brazilin, brazilein, sappanchalcone,
caesalpin J, caesalpin P, protosappanin A, protosappanin B, homoisoflavonoid β-
sitosterol, monohidroksibrazilin, benzil dihidrobenzofuran. Selain itu juga
mengandung sappanol, episappanol, 3-deoksisappanol, 3-0-metilsappanol, 3-0-
metilepisappanol, 3-0-metilbrazilin, 4-0-metilepisappanol, sappanon β, 3-
deoksisappanon β, dibenzoksosin, 10-0-metilsappanion β, dll (Pawar et al., 2008).
Menurut Sanusi (1993), dikatakan bahwa kayu secang dapat digunakan
sebagai pewarna karena adanya kandungan brazilin yang mempunyai arah warna
merah dan bersifat mudah larut dalam air. Rondao et al. (2013) menyebutkan
bahwa senyawa utama brazilin yang apabila teroksidasi dan terpapar oleh cahaya
akan berubah menjadi brazilein yang memiliki warna merah tua. Brazilein
memiliki warna yang khas pada pH tertentu. Adawiyah dan Indriati (2003) telah
melakukan penelitian bahwa pada pH asam Brazilein berwarna kuning sedangkan
pada pH basa berwarna merah keunguan.

E. Pigmen Warna Brazilein


Brazilein merupakan hasil oksidasi dari brazilin yaitu komponen utama
yang diisolasi dari tanaman secang (Caesalpinia sappan L.). Brazilin tidak hanya
dihasilkan dari Caesalpinia sappan namun juga dari beberapa spesies tanaman
Caesalpinia seperti Caesalpinia echinata, Caesalpinia crista, dan Haematoxylum
camphecianum (Oliveira et al., 2002). Brazilin merupakan kristal berwarna
kuning, akan tetapi jika teroksidasi akan menghasilkan brazilein yang berwarna
merah kecoklatan dan dapat larut dalam air (Safitri, 2009).
Brazilein dapat diekstrak dalam jumlah banyak selama ekstraksi kayu
secang maupun penyimpanan brazilin (Kim et al., 1997). Paparan udara dan
cahaya pada brazilin dapat menyebabkan oksidasi gugus hidroksil dari brazilin
menjadi gugus karbonil. Kedua komponen brazilin dan brazilein merupakan
tetrasiklik dengan dua cincin aromatik, satu piron, dan satu cincin lima karbon
(Oliveira et al., 2002). Struktur brazilin dan brazilein tampak pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur kimia (a) Brazilin dan (b) Brazilein (Oliveira et al., 2002)
Brazilein termasuk ke dalam golongan flavonoid sebagai
homoisoflavonoid (Wongsookin et al., 2008). Brazilein mudah larut dalam pelarut
polar termasuk air, memiliki titik leleh 150ºC, dengan berat molekul sebesar 284,3
g/mol, memiliki pH 4,5-5,5 dan berwarna kuning-merah. Pigmen brazilein dapat
berfungsi sebagai analgesik, antiinflamasi, antioksidan, antidiabetes, antimikroba,
penghambat aktivitas iNOS, antiaterogenik, pengatur haid, obat diare dan disentri,
serta jamu bersalin (Lim et al., 1997).
Brazilein telah lama digunakan sebagai pewarna merah untuk keramik,
tekstil, dan sangat berpotensi digunakan untuk mewarnai makanan. Namun
stabilitasnya sangat rendah. Stabilitas pigmen brazilein dipengaruhi oleh pH, suhu
dan pemanasan, sinar ultraviolet, oksidator dan reduktor, serta metal. Pada pH 2-5
pigmen brazilein berwarna kuning sedangkan pada pH 6-7 berwarna merah, dan
pada pH 8 ke atas berwarna merah keunguan (Adawiyah dan Indriati, 2003).

III. METODE PENELITIAN


A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah software Image-J, hotplate,
magnetic stirer, neraca analitik, lemari pendingin, Branson 5800 ultrasonic
cleaner bath, rotary evaporator, Memmert UN110 universal oven, alat simulasi
sinar matahari, kotak kedap udara, sudip, buret, mortar, cawan petri, desikator,
scanner, erlenmeyer, labu kjedahl, pipet tetes, gelas piala, dan gelas ukur.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk kayu secang,
etanol 96%, HCl 1%, kertas saring whatman no 1, kitosan, asam asetat glasial 1%,
akuades, gliserol, tepung tapioka, daging ayam, styrofoam, aluminium foil, plastik
wrap, amonium hidroksida (NH4OH) 2N, asam perklorat (PCA) 6%, asam borat
3%, NaOH 20%, HCl 0,02N, indikator fenolftalein, metil merah, metil biru dan
tisue.

B. Tempat dan Waktu


Penelitian dilaksanakan di Fakultas Ilmu Pangan Halal, Universitas
Djuanda Bogor, Laboratorium PT Asia Health Energi Beverages, dan
Laboratorium PT Embrio Biotekindo. Kajian teoritis dilakukan di Fakultas Ilmu
Pangan Halal, Universitas Djuanda Bogor.
Pembuatan label indikator dilakukan di Laboratorium PT Asia Health
Energi Beverages. Uji respon, sensitivitas dan stabilitas indikator, serta uji pH
daging ayam dilakukan di Laboratorium PT Asia Health Energi Beverages. Uji
Total Volatile Base (TVB) daging ayam di Laboratorium PT Embrio Biotekindo.
Penelitian dilaksanakan pada Agustus 2020 - November 2020.
C. Metode Penelitian
1. Pembuatan Label Indikator
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah
pembuatan label indikator dengan variasi jenis carrier. Pada tahap ini dilakukan
variasi jenis carrier yaitu menggunakan kertas saring whatman no 1, film kitosan
dan pati tapioka. Tahap ini bertujuan untuk memperoleh label indikator yang
memberikan respon perubahan warna terbaik, serta menentukan jenis carrier
yang kompatibel dengan zat warna brazilein dari ekstrak kayu secang.

a. Pembuatan Ekstrak Secang ( Modifikasi Azmi dan Nurandriea, 2017 )


Pembuatan ekstrak kayu secang dilakukan secara maserasi dengan bantuan
gelombang ultrasonik. Pada proses ekstraksi digunakan pelarut etanol 96%
dengan perbandingan pelarut dengan kayu secang yaitu 1:20. Serbuk kayu secang
diayak menggunkan ayakan dengan ukuran 35 mesh. Sebanyak 10 gram serbuk
secang dimasukkan ke dalam botol kaca dan ditambah 200 mL pelarut etanol 96%
dan ditutup rapat. Botol kemudian ditempatkan dalam Branson 5800 ultrasonic
cleaning bath. Ultrasonic cleaning bath dinyalakan dengan frekuensi 20 kHz.
Proses maserasi dilakukan selama 60 menit pada tekanan atmosfer. Larutan
ekstrak disaring dengan kertas whatman no 1. Diagram alir pembuatan ekstrak
secang dapat dilihat pada Gambar 4

5 gram kayu secang

100 mL etanol 95% Perendaman

Ekstraksi dengan Ultrasonic


( 60 menit )

ekstrak secang

Gambar 4. Pembuatan ekstrak secang


b. Pembuatan Film Indikator Kitosan (Modifikasi Iskandar, 2014)
Sebanyak 200 mL larutan film dibuat dari kitosan 80 mesh sebanyak 3
gram yang dilarutkan dalam 178 mL asam asetat glasial 2%, kemudian
dihomogenkan dengan pengaduk stirer dan dipanaskan pada suhu 40°C selama 60
menit hingga larutan film tersuspensi sempurna. Setelah kitosan larut sempurna,
ke dalam larutan film ditambahkan plasticizer gliserol sebanyak 1% dari volume
film yang dibuat (2 mL). Kemudian larutan didinginkan hingga suhu 40°C,
ditambahkan ekstrak secang sebanyak 10 mL lalu dihomogenkan.
Pembuatan film dilakukan dengan metode casting, yaitu dengan
melakukan pencetakan larutan formulasi pada sebuah plat kaca. Pada penelitian
dilakukan pencetakan film dengan menggunakan cawan petri ukuran 160×10 mm.
Larutan film dituangkan ke dalam petri dan dikeringkan dengan pemanasan oven
suhu 40ºC selama 48 jam (Kato et. al.,2011). Film yang
3 gram telah kering di dinginkan,
kitosan
kemudian dipotong dengan ukuran 2×2 cm dan dilepaskan dari cetakan. Diagram
alir pembuatan filmAsam
indikator
asetatkitosan
2% dapat dilihatPelarutan
pada Gambar 5.
sampai 200 mL

Homogenisasi

Pemasan
2 mL gliserol T = 50ºC
t = 60 menit

10 mL ekstrak
Larutan film
secang

Pencampuran

Pendinginan sampai suhu 40 ºC

Penuangan di plat kaca


(Metode Casting)

Pengeringan
T = 40ºC
t = 48 Jam

Pendinginan

Pelepasan film dari cetakan

Film indikator kitosan


Gambar 5. Pembuatan film indikator kitosan
c. Pembuatan Kertas Indikator (Imawan et al., 2018)
Kertas saring whatman no 1 dipotong dengan ukuran 2×2 cm. Pewarnaan
label dilakukan dengan mencelupkan potongan kertas ke dalam ekstrak secang
selama 5 detik. Selanjutnya kertas dikeringkan dengan blower pada suhu ruang.
Diagram alir pembuatan kertas indikator dapat dilihat pada Gambar 6.

Kertas whatman no 1
(ukuran 2×2 cm)

20 mL ekstrak Perendaman (5
secang ment)

Pengeringan dengan blower


(suhu ruang)
T = 25 – 30 °C

Kertas indikator

Gambar 6. Pembuatan kertas indikator


d. Pembuatan Film Indikator Pati (Ismed et al., 2017)
Pembuatan film dilakukan dengan melarutkan sebanyak masing-masing
4,5 gram pati tapioka dan gliserol ke dalam 15 mL air demineralisasi. Kedua
larutan dicampur dalam gelas piala kemudian dipanaskan pada suhu 75°C sambil
diaduk dengan magnetic stirrer selama 20 menit sampai terjadi gelatinisasi pati.
Setelah proses pemanasan dan pengadukan kemudian dituang ke cawan petri
ukuran 120×5 cm dan dikeringkan di dalam oven vakum dengan suhu 50°C
selama 10 jam. Setelah kering, sebanyak 3 mL ekstrak secang dioleskan merata di
atas film dan disimpan dalam freezer selama 3 jam agar pewarna dapat menempel
dan menyatu dengan film. Diagram alir pembuatan film indikator pati disajikan
pada Gambar 7.
Pemilihan indikator terbaik didasarkan pada penampakan visual dan reaksi
perubahan warna indikator setelah pengujian yang meliputi uji respon terhadap
basa (NaOH), sensitivitas uap NH3, serta stabilitasnya terhadap perbedaan suhu
dan konsisi penyimpanan.

15 gram pati 15 gram gliserol

Pelarutan Pelarutan

Pencampuran

Pemanasan
T = 75°C
t = 20 menit

Pencetakan di plat kaca

Pengeringan
T = 50°C
t = 10 jam

3 mL Ekstrak
secang Pengolesan

Pendinginan
T = ̵ 18°C
t = 3 jam

Pelepasan film dari cetakan

Film indikator pati


Gambar 7. Pembuatan film indikator pati

2. Aplikasi Indikator pada Kemasan Daging Ayam (Modifikasi Iskandar, 2014)


Label terbaik diaplikasikan pada daging dengan cara meletakkan label
indikator berukuran 2×2 cm disisi dalam styrofoam. Kemudian sebanyak 50 gram
daging diletakkan pada styrofoam dan ditutup dengan cling wrap film yang
sebelumnya telah direkatkan label indikator (Gambar 7). Sampel disimpan pada
lemari pendingin suhu 3°C dan suhu ruang (25°C) selama 5 hari. Perbedaan
penyimpanan diharapkan dapat memberikan respon yang berbeda dari indikator
terhadap proses kerusakan daging. Respon yang diamati berupa perubahan warna
film dari kuning menjadi merah. Pengujian dilakukan setiap hari hingga hari ke-5.

Film Indikator Plastic wrap


Styrofoam
Daging Ayam

Gambar 8. Pengemasan daging ayam


Pada tahap ini dilakukan uji untuk mengetahui mutu daging ayam dan
kinerja indikator selama penyimpanan. Pengujian dilakukan terhadap karakteristik
label indikator dan daging ayam. Pengujian tersebut meliputi respon perubahan
warna indikator dan penurunan mutu daging ayam yang terdiri dari pH dan Total
Volatile Base Nitrogen (TVB-N). Analisis dilakukan setiap hari selama 5 hari
penyimpanan. Aplikasi label indikator pada kemasan daging ayam dapat dilihat
pada Gambar 9.

50 gram daging ayam

Indikator Pengemasan Plastik wrap

Penyimpanan

Kulkas : Ruang :
T = 3-5 ºC T = 25-30 ºC
t = 5 hari t = 5 hari
Analisis :
Intensitas warna film
pH daging ayam
Total Basa Volatil (TVB) daging ayam

Gambar 9. Aplikasi film indikator pada kemasan daging ayam


A. Rancangan Percobaan
1. Pembuatan label indikator
Pembuatan label indikator dari ekstrak secang menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu jenis carrier (A) dengan 2 taraf perlakuan
yaitu film kitosan (A1) dan kertas saring (B2). Masing-masing perlakuan
dilakukan 3 kali ulangan sehingga didapatkan 6 unit penelitian.

Table 3. Bagan penelitian pembuatan label indikator ekstrak secang


Ulangan
Jenis carrier (A)
1 2 3
Kertas saring A11 A12 A13
Kitosan A21 A22 A23
Pati A31 A32 A33
Keterangan :
A1 = Kertas saring
A2 = Kitosan
A3 = Pati
Model matematika yang digunakan adalah :

Yij = µ + αi + εij

Keterangan :
Yijk = Hasil pengamatan untuk faktor A level ke-i pada ulangan ke-j
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh faktor A pada level ke-i
εij = Galat percobaan untuk faktor A level ke-i pada ulangan ke-j

2. Aplikasi label Indikator pada Kemasan Daging Ayam


Aplikasi label indikator pada pengemasan daging ayam menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor yaitu suhu penyimpanan (B) dan
waktu penyimpanan (C), dengan 12 taraf perlakuan yaitu B1C0, B1C1, B1C2,
B1C3, B1C4, B1C5, B2C0, B2C1, B2C2, B2C3, B2C4 dan B2C5. Masing-
masing dilakukan 2 kali ulangan sehingga diperoleh 24 unit perlakuan.

Table 4. Bagan penelitian aplikasi film pada kemasan daging ayam


Suhu penyimpanan Penyimpanan hari ke- (C)
(B) 0 1 2 3 4 5
Ruang B1C0 B1C1 B1C2 B1C3 B1C4 B1C5
Kulkas B2C0 B2C1 B2C2 B2C3 B2C4 B2C5
Keterangan :
B1C0 = Penyimpanan suhu ruang hari ke-0
B1C1 = Penyimpanan suhu ruang hari ke-1
B1C2 = Penyimpanan suhu ruang hari ke-2
B1C3 = Penyimpanan suhu ruang hari ke-3
B1C4 = Penyimpanan suhu ruang hari ke-4
B1C5 = Penyimpanan suhu ruang hari ke-5
B2C0 = Penyimpanan suhu kulkas hari ke-0
B2C1 = Penyimpanan suhu kulkas hari ke-1
B2C2 = Penyimpanan suhu kulkas hari ke-2
B2C3 = Penyimpanan suhu kulkas hari ke-3
B2C4 = Penyimpanan suhu kulkas hari ke-4
B2C5 = Penyimpanan suhu kulkas hari ke-5
Model matematika yang digunakan dalam penelitian adalah :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan :
Yijk = Hasil pengamatan untuk faktor A level ke-i, faktor B level ke-j,
pada ulangan ke-k
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh faktor A pada level ke-i
βj = Pengaruh faktor B pada level ke-j
(αβ)ij = Interaksi antara A dan B pada level ke-i
εijk = Galat percobaan untuk faktor A level ke-i, faktor B level ke-j
pada ulangan ke-k

B. Prosedur Analisis
Label indikator dari ekstrak kayu secang dengan variasi jenis carrier diuji
kinerjanya dengan dilakukan pengamatan respon terhadap basa (NaOH),
sensitivitas terhadap uap NH3, serta stabilitasnya terhadap perbedaan suhu dan
kondisi penyimpanan.
1. Uji Respon Label Indikator terhadap NaOH (Warsiki et al., 2012)
Label indikator yang dihasilkan diuji responnya terhadap perubahan pH
lingkungan selama pembusukan daging. Gas amin yang terbentuk selama proses
pembusukan akan menyebabkan pH lingkungan dalam kemasan daging menjadi
basa. Pengaturan kondisi basa dilakukan dengan direndam dalam larutan NaOH
20%. Lembaran indikator disimpan dalam cawan petri ukuran 100×15 mm,
kemudian direndam dalam 10 ml larutan NaOH 20% selama 1 jam. Perubahan
warna yang terjadi diamati, semakin jelas perubahan yang terjadi maka semakin
baik kinerja label indikator.
2. Uji Sensitivitas Label terhadap Uap NH3 (Riyanto et al., 2014)
Label indikator diuji sensitivitasnya terhadap gas amin yang terbentuk
selama pembusukan daging. Pengujian ini dilakukan dengan simulasi gas amin
menggunakan uap NH4OH yang menguap didalam wadah tertutup yang kedap.
Sebanyak 10 mL larutan NH4OH 1N dan lembaran indikator warna ditempatkan
dalam wadah terbuka, kemudian dimasukkan ke dalam wadah kedap kaca tertutup
yang sama. Dengan cara ini, HN3 yang menguap dari NH4OH akan tertangkap dan
bereaksi dengan indikator yang ada. Jika cukup sensitif, indikator akan bereaksi
dengan NH3 dan menyebabkan terjadinya perubahan warna. Pengamatan
perubahan warna pada indikator dilakukan setiap jam selama 24 jam.
3. Uji Stabilitas Label Indikator Warna (Nofrida, 2013)
Uji stabilitas warna label indikator dititik beratkan pada perubahan
degradasi warna, kadar air dan ketebalan label seiring dengan lama waktu dan
suhu penyimpanan, sehingga akan diperoleh rekomendasi penggunaan kemasan
cerdas untuk produk nyata.
a) Uji Stabilitas warna
Pengukuran stabilitas warna dilakukan terhadap suhu dan kondisi
penyimpanan. Respon label indikator terhadap suhu diuji dengan penyimpanan
indikator warna pada suhu kulkas (3±2 ºC) dan ruang (25±3 ºC), serta
penyimpanan dengan perlakuan diberi paparan cahaya lampu flouroscent dalam
kotak yang diasumsikan sebagai cahaya matahari selama 6 jam. Perubahan warna
yang terjadi selama penyimpanan dilihat secara visual dengan metode analisis
optik dengan software ImageJ.
b) Penentuan Kadar Air (Sudarmadji et al., 1997)
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selama 1-2
jam. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin, lalu
ditimbang. Lembaran bahan dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam
oven bersuhu 105 ºC selama 3-5 jam, atau hingga mencapai berat konstan. Cawan
yang berisi lembaran bahan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama
5 menit dan ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut :

W 1−W 2
% Kadar Air = × 100%
W1

Dimana : W1 = Berat awal sampel (g)


W2 = Berat sampel setelah pengeringan (g)
c) Ketebalan
Ketebalan label indikator warna diukur dengan micrometer secrup. Alat
ini memiliki ketelitian 0,01 mm. Pengukuran dilakukan pada lima titik yang
berbeda kemudian hasilnya dirata-ratakan sehingga diperoleh nilai ketebalan label
rata-rata dalam satuan mm.
4. Pengamatan Intensitas Warna Label Indikator (Nurfawaidi et al., 2018)
Pengukuran intensitas warna label dilakukan dengan metode analisis
gambar (foto) digital menggunakan software ImageJ. Parameter yang diukur yaitu
nilai mean RGB (Red Green Blue) yang dimiliki setiap pikselnya. Pengambilan
gambar film dilakukan dengan cara scanning menggunakan scanner. Kemudian
dilakukan cropping untuk mendapatkan sebagian kecil dari sampel tersebut.
Langkah selanjutnya adalah mengekstraksi nilai indeks warna RGB untuk tiap-
tiap sampel dengan software ImageJ. Label indikator dengan respon perubahan
warna terbaik yang dipilih untuk pengujian selanjutnya.
Prosedur selanjutnya adalah pemeriksaan mutu daging ayam. Analisis
yang dilakukan pada daging ayam adalah uji pH dan uji Total Volatile Base
(TVB).
1. Uji pH Daging Ayam (Nurfawaidi et al., 2018)
Sampel daging ayam dihancurkan, kemudian diambil sebanyak 1 gram
dihomogenkan dengan 10 mL akuades. Larutan diukur nilai pH menggunakan
elektroda pH meter. Katoda dikalibrasi, kemudian dicelupkan dalam larutan
sampel dan dibiarkan hingga angka yang tertera pada pengukuran digital tidak
berubah lagi. Katoda pH meter, dibilas dengan aquades dan dikeringkan sebelum
digunakan lagi (AOAC, 2005).
2. Penentuan Total Volatile Base (TVB) Daging Ayam (SNI, 2009)
Analisis ini bertujuan untuk menentukan jumlah kandungan senyawa basa
volatil yang terbentuk akibat degradasi. Prosedur kerja analisis kadar TVB terbagi
atas 3 tahap sebagai berikut :
a. Tahap ekstraksi
Sebanyak 10 gram daging ayam halus ditambah 100 mL asam perklorat
(PCA) 6%, kemudian diaduk dengan stirer selama 5 menit. Selanjutnya sampel
disaring dengan menggunakan kertas saring kasar dan menghasilkan filtrat yang
akan digunakan pada tahap selanjutnya.
b. Tahap destilasi
Sebanyak 50 ml sampel filtrat dimasukan ke tabung destilasi, kemudian
ditambahkan beberapa tetes indikator fenolftalein dan ditambahkan beberapa tetes
silikon anti foaming. Tabung destilasi dipasang pada desikator dan ditambahkan
10 ml NaOH 20% sampai basa yang ditandai dengan warna merah. Kemudian
disiapkan penampung erlenmeyer yang berisi 100 ml H3BO4 3% dan 3– 5 tetes
indikator tashiro (metil merah-metil biru) yang berwarna ungu. Sampel didestilasi
uap kurang lebih 10 menit sampai memperoleh destilasi 100 ml sehingga pada
volume akhir mencapai kurang lebih 200 ml larutan berwarna hijau. Larutan
blangko disiapkan dengan mengganti ekstrak sampel dengan 50 ml asam perklorat
(PCA) 6% dan dikerjakan dengan proses yang sama dengan sampel.
c. Tahap titrasi
Larutan destilasi sampel dan blangko kemudian dititrasi dengan
menggunakan larutan HCl 0,02 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya
kembali warna ungu. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali ulangan. Perhitungan
kadar TVB dapat dilakukan dengan rumus berikut :

( Vc−Vb ) × N HCl × Ar N × Fp
TVB = (mgN/100 g) = × 100
bobot sampel

Keterangan :
Vc = Volume larutan HCl pada titrasi sampel
Vb = Volume larutan HCl pada titrasi blanko
Ar N = Berat atom Nitrogen (14,007)
Fp = Faktor pengenceran

C. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan


menggunakan program SPSS 17. Data yang diperoleh diolah menggunakan uji
statistik. Uji statistik yang digunakan adalah uji sidik ragam (ANOVA), jika
p<0,05 (berbeda nyata) maka dilakukan uji lanjut Duncan dengan taraf
kepercayaan 5%.
DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, D. R., dan Indriati. 2003. Color stability of natural pigment from
secang woods (Caesalpinia sappan L.). Di dalam Prosiding 8th Asean Food
Conference. 8–11 Oktober 2003. Agriculture Publishing House, Hanoi.
Afrianti, M., Dwiloka, B., dan Setiani, B. E. 2013. Total bakteri, pH, dan kadar air
daging ayam broiler setelah direndam dengan ekstrak daun senduduk
(Melastoma malabathricum L.) selama masa simpan. Jurnal Pangan dan
gizi 4(7):49-56.
AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of AOAC International 18th edition..
AOAC International, Maryland.
Asih, N. P. N. 2018. Karakterisasi sensor edible berbasis indikator alami kubis
merah (Brassica oleracea var. capitata L.) dengan membran selulosa
berbakterial untuk penentuan pH pada minuman [Skripsi]. Fakultas Farmasi,
Universitas Jember, Jember.
Azmi, D. D., dan Nurandriea, E. 2017. Ekstraksi zat warna alami dari kayu secang
(Caesalpinia sappan Linn) dengan metode ultrasound assisted extraction
untuk aplikasi produk pangan [Skripsi]. Fakultas Teknik Industri, Institut
Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 01-2354-8-2009 tentang Cara Uji
Kimia - bagian 8 : Penentuan Kadar TVB pada Produk Perikanan. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 3924:2009 tentang Mutu Karkas
dan Daging Ayam. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan
2018. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Jakarta.
Cohen, N., Ennaji, H., Bouchrif, B., Hassar, M., dan Karib, H. 2007. Comparative
study of microbiological quality of raw poultry meat at various seasons and
for different slaughtering processes in Casablanca (Morocco). The Journal
of Applied Poultry Research 16(4):502-508.
Dahuri R. 2005. Road Map Pembangunan Nasional Menuju Indonesia yang Maju,
Adil-Makmur dan Bermartabat. Di dalam BEM KM IPB Membangun
Indonesia. IPB Press, Bogor.
Day, B. P. F. 2008. Active packaging of food. in : smart packaging technologies
for fast moving consumer goods. Di dalam Willey John (Eds). 75-96, John
Wiley & Sons Ltd, England.
Gontrad, N., Gulibert, S., dan Cuq. 1993. Water and glycerol as plasticizers affect
mechanical and water vapor barrier properties of an ediblewheat film.
Journal Food Science 58: 206-211.
Hajrawati, Fadliah, M., Wahyuni, dan Arief, I.I. 2016. Kualitas fisik,
mikrobiologis, dan organoleptik daging ayam broiler pada pasar tradisional
di Bogor. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 4(3) : 386-
389.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Badan Litbang
Kehutanan, Jakarta.
Hubday, D., Higson, S. P. J., dan Mena, C. 2010. Role of diagnostic packaging in
food supply chain management. Di dalam Mena, C. and Stevens, G. (eds.).
Delivering Performance in Food Supply Chains. Woodhead Publishing Ltd.
and CRC Press LLC, USA.
Imawan, C., Fitriana, R., Listyarini, A., Sholihah, W., dan Pudjiastuti, W. 2018.
Kertas label kolorimetrik dengan ekstrak ubi ungu sebagai indikator pada
kemasan pintar untuk mendeteksi kesegaran susu. Jurnal Kimia dan
Kemasan, 40(1): 25-32.
Iskandar, A. Y. S. 2014. Label indikator besi (II) sulfat (FeSO 4) pendeteksi
kebusukan daging. [SKRIPSI] Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Ismed, Sayuti, K., dan Andini, F. 2017. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan
terhadap indikator alami film dari ekstrak kelopak bunga rosella
(Hibiscus sabdariffa L.) sebagai smart packaging untuk mendeteksi
kerusakan daging ayam. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 6(4): 167-172.
Kato, E. T., Yoshida, C. M. P., Reis, A. B., Melo, I. S., dan Franco, T. T. 2011.
Fast setection of hydrogen sulfide using a diodegradable colorimetric
indicator system. Polymer International Journal 60: 951-956.
Khalil, G. E., Putnal, D. L. dan Hubbard, T. W. 2010. Ammonia detection and
measurement device. US Patent Aplication 330: 692.
Kim, D. S., Nam, I. B., Sei, R. O., Keun, Y. J., Im, S. L., dan Hyeong, K. L. 1997.
NMR assignment of brazilein. Phytochem Journal 46:177-178.
Kim, D., Lee, S., Lee, K., Baek, S. dan Seo, J. 2017. Development of a pH
indicator composed of high moisture-absorbing materials for real-time
monitoring of chicken breast freshness. Food Science and Biotechnology
Journal 26(1): 37-42.
Krochta, J. M., Baldwin, E. A., dan Nispero, C. M. 1994. Edible Coatings and
Films to Improve Food Quality. 1st ed. Lancaster Technomic Publishing Co
Inc, Pennsylvania.
Kuswandi, B. 2008. Sensor Kimia: Teori, Praktek dan Aplikasi. PS Farmasi
Universitas Jember, Jember.
Laham, M., dan Lee, C. 1995. Biodegradability of chitin and chitosan containing
films in soil environment. Journal of Polym and the Environ 3: 31-36.
Lim, D. K., Choi, dan Shin. 1997. Antioxidative activity of some solvent extract
from Caesalpinia sappan L. Korean Journal Food Science Technology 28:
77 – 82.
Nofrida, R. 2013. Film indikator warna daun erpa (Aerva sanguinolenta) sebagai
kemasan cerdas untuk produk rentan suhu dan cahaya. [Tesis] Sekolah
Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nofrida, R., Warsiki, E., dan Yuliasih, I. 2013. Pengaruh suhu penyimpanan
terhadap perubahan warna label indikator daun erpa (Aerva sanguinolenta).
Jurnal Teknologi Industri Petanian 23(3): 232-241.
Nurfawaidi, A., Kuswandi, B., dan Wulandari, L. 2018. Pengembangan label
pintar untuk indikator kesegaran daging sapi pada kemasan. e-Jurnal
Pustaka Kesehatan 6(20): 199-204.
Oliveira, L. F. C., Howell G. M. E., Eudes S. V., dan Nesbitt, M. 2002.
Vibrational spectroscopic study of brazilin and brazilein, the main
constituents of brazilwood from Brazil. Vibrational Spectroscopy Journal
28: 243-249.
Pacquit, A., Lau, K. T., McLaughlin, H., Frisby, J., Quilty, B., dan Diamond, D.
2005. Development of a volatile amine indikator for the monitoring of fish
spoilage. Jurnal Talanta 69: 515–520.
Pacquit, A., Crowley, K., dan Diamond, D. 2008. Smart packaging technologies
for fish and seafood products. Di dalam Willey John (ed.). Smart Packaging
Technologies for Fast Moving Consume.
Pawar, C. R., Amol, D. L., dan Sanjay, J. S. 2008. Phytochemical and
pharmacological aspects of Caesalpinia sappan. Journal of Pharm
Research 1: 131-138.
Prihharsanti, A. H. T. 2009. Populasi bakteri dan jamur pada daging sapi dengan
penyimpanan suhu rendah. Jurnal Sains Peternakan 7(2): 66-72
Rahayu, L., Bintoro, V. P., dan Nurwantoro. 2009. Efektifitas penggunaan
chitosan sebagai agen antimikroba pada daging ayam broiler. Jurnal El-
Hayah 1(1) : 30-33.
Rahardjo, K. K. E., dan Widjanarko, S. B. 2015. Biosensor pH berbasis antosianin
stroberi dan klorofil daun suji sebagai pendeteksi kebusukan fillet daging
ayam. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(2) : 333-344.
Riyanto, R., Hermana, I., dan Wibowo, S. 2014. Karakteristik plastik indikator
sebagai tanda peringatan dini tingkat kesegaran ikan dalam kemasan plastik.
Jurna Pascapanen dan Bioteknologi Perikanan 9(2) : 153-163.
Robertson, G. L. 2006. Food Packaging – Principles and Practice. CRC Press,
Boca Raton, FL, USA.
Rondao, R., Melo, J. S. S., Pina, J., Melo, M. J., Vitorio, T., dan Parola, A. J.,
2013, Brazilwood reds: The (photo) chemistry of brazilin and brazilein, J.
Phys. Chem., Vol 117 :10650−10660.
Safitri. G. I. 2009. Pengaruh kopigmentasi pewarna alami brazilein kayu secang
(Caesalpinia sappan L.) dengan sinapic acid terhadap stabilitas warna pada
model minuman [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sanford, P. A. 2003. World market of chitin and its derivatives. Dalam: Varum
KM, A Domand dan O Smidsrod. Editors. Di dalam Chitin Science VI.
Trondheim, Norway.
Sanusi, M. (1993). Isolasi dan identifikasi zat warna dari Caesalpinia lignum. Di
dalam Majalah Kimia Balai Industri Ujung Pandang, Ujung Pandang.
Setiautami, A. 2013. Pembuatan kemasan cerdas indikator warna dengan pewarna
bit (B. vulgaris L. var cicla L.) [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Singh, B. P., Shukla, V., Lalawmpuii, H. dan Kumar, S. 2018. Indicator sensors
for monitoring meat quality : a review. Journal of Pharmacolognosy and
Phytochemistry 7(4): 809-812.
Smolander, M., Hurme, E., Latva-Kala, K., Louma, T., Alakomi, H. L. dan
Ahvenaine, R. 2002. Myoglobin based indicator sensor for the evaluation of
freshness of unmerinated broiler cuts. Innovative Food Science anda
Emerging Technologies Journal 3: 277-285.
Sudarmadji. 1997. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Percetakan Liberty,
Yogyakarta.
Sumarto. 2008. Mempelajari pengaruh penambahan asam lemak dan natrium
benzoat terhadap sifat fisik, mekanik, dan aktivitas antimikroba film edible
kitosan [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suradi, K.2012. Pengaruh lama penyimpanan pada suhu ruang terhadap
perubahan nilai pH, TVB dan total bakteri daging kerbau. Jurnal Ilmu
Ternak 12 (2).
Suyatma, Copinet, Tighzert, dan Coma. 2004. Mechanical and barrier properties
of biodegradable films made from chitosan and poly (lactic acid) blends.
Journal Polymers and the Environment 12: 1-4.
Tang, Z., Shi, L., dan Qian, J. 2007. Neutral lipase from aqueous solutions on
chitosan nano particles. Journal biochemical engineering 34: 217-223.
Tranggono. 1990. Kimia dan Nutrisi Pangan, PAU Pangan dan Gizi. Universitas
Gadjah Mada,Yogyakarta.
Warsiki, E., dan Putri, C. D. W. 2012. Pembuatan label/film indikator warna
dengan pewarna alami dan sintesis. E-Jurnal Agroindustri Indonesia 1(2):
82-87.
Widiastuti, D. R. 2016. Kajian Kemasan Pangan Aktif dan Cerdas (Active and
Intelligent Food Packaging). Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan
Berbahaya. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta.
Wongsookin, K., Saowanee, R., Malee, T., Vichitr, R., dan John, B. B. 2008.
Study of an Al(III) complex with the plant dye brazilein from Caesalpinia
sappan Linn. Journal Science Technology 15(2): 159-165.
Yashoda, K., Sachindra, N., dan Sakhare. P. 2001. Microbiological quality of
broiler chicken carcasses processed hygienically in a small scale poultry
processing unit. Journal of food quality 24(3): 249-259.
Yoshida, C. M. P., Maciel, V. B. V., Mendonca, M. E. D. dan Franco, T. T. 2014.
Vhotisan biobades and intellegent films : Monitoring pH variation. LWT-
Food Science and Technology 55: 83-89.

Anda mungkin juga menyukai