Anda di halaman 1dari 11

MEMAKSIMUMKAN LABA (Pratama Raharja)

Seperti yang telah diketahui bahwa salah satu dari mempelajari teori ekonomi mikro adalah
mengetahui tujuan perusahaan untuk mencapai laba (profit). Secara teoritis laba adalah
kompensasi atas risiko yang ditanggung oleh perusahaan. Makin besar risiko, laba yang
diperoleh harus semakin besar.

Laba atau keuntungan adalah nilai penerimaan total perusahaan dikurangi biaya total yang
dikeluarkan perusahaan. Jika laba dinotasikan , Pendapatan total dinotasikan TR, dan biaya
total adalah TC, maka :

LABA : kompensasi atas risiko yang ditanggung oleh perusahaan.


Makin besar risiko, laba yg diperoleh harus semakin besar.

 = TR - TC
Profit = Total Revenue – Total Cost  = Laba
TR = Total Revenue/ penerimaan Total
TC = Total Cost / biaya total

Laba maksimum jika nilai (  ) positif atau (  > 0 )

Perusahaan dikatakan memperoleh laba kalau nilai π positif (π > 0) di mana TR > TC. Laba
maksimum (maximum profit) tercapai bila nilai π mencapai maksimum.

Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara perusahaan menghitung laba maksimum? Ada
tiga pendekatan penghitungan laba maksimum :
1. Pendekatan totalitas (totality approach)
2. Pendekatan rata-rata (average approach)
3. Pendekatan marjinal (marginal approach)

ADA TIGA PENDEKATAN PENGHITUNGAN LABA MAKSIMUM :

1. PENDEKATAN TOTALITAS ( TOTALITY APPROACH )

Pendekatan totalitas membandingkan pendapatan total (TR) dan biaya total (TC).
Pendapatan total adalah sama dengan jumlah unit output yang terjual (Q) dikalikan harga
output per unit. Jika harga jual per unit output adalah P, maka TR = P.Q

Pada saat membahas teori biaya, kita telah mengetahui bahwa biaya total (TC) adalah sama
dengan biaya tetap (FC) ditambah biaya variabel (VC), atau TC = FC + VC. Dalam
pendekatan totalitas, biaya variabel per unit output dianggap konstan, sehingga biaya
variabel adalah jumlah unit output (Q) dikalikan biaya variabel per unit. Jika biaya variabel
per unit adalah v, maka VC = v.Q.
Dengan demikian, 𝜋 = 𝑃𝑄 − (𝐹𝐶 + 𝑉𝑄) .................. (persamaan 1)
 = TR - TC
 = P . Q - ( FC + VC )
 = P.Q - ( FC + v.Q ) v = biaya variable per unit

Persamaan 1 dapat dipresentasikan dalam bentuk diagram kurva 1.


Dalam diagram tersebut kita melihat bahwa:
• Pada awalnya perusahaan mengalami kerugian, terlihat dari kurva TR yang masih
di bawah kurva TC.
• Tetapi jika output ditambah, kerugian makin kecil, terlihat dari makin mengecilnya
jarak kurva TR dengan kurva TC. Pada saat jumlah output mencapai Q*, kurva
TR berpotongan dengan kurva TC yang artinya pendapatan total sama dengan
biaya total.
• Titik perpotongan ini disebut titik impas (break event point, disingkat BEP).
Setelah titik BEP, perusahaan terus mengalami laba yang makin membesar,
dilihat dari posisi kurva TR yang di atas kurva TC.

Implikasi dari pendekatan totalitas adalah perusahaan menempuh strategi penjualan


maksimum (maximum selling) :
• Sebab makin besar penjualan makin besar laba yang diperoleh. Hanya saja
sebelum mengambil keputusan, perusahaan harus menghitung berapa unit output
harus diproduksi (Q*) untuk mencapai titik impas. Kemudian besarnya Q*
dibandingkan dengan potensi permintaan efektif.
• Jika persentasenya 80%, maka untuk mencapai BEP perusahaan harus
menjangkau 80% potensi permintaan efektif.
• Makin kecil Q* dan atau makin kecil persentase Q* terhadap potensi permintaan
efektif dianggap makin baik, sebab risiko yang ditanggung perusahaan makin
kecil.

Titik Impas tercapai pada saat  = 0

0 = P.Q – ( FC + v.Q )
= P.Q – v.Q – FC
= (P-v).Q – FC
Q = FC
(P-v)
Contoh Kasus : Emilia : seorang dosen di Kota Jambi. Sebagai seorang Ibu
Rmh Tangga yg kreatif, dia merencanakan menambah penghasilan keluarga
dengan menjual jajanan anak (permen coklat) hasil olah sendiri. Produknya
dipasarkan ke beberapa SD yg ada di sekitar tempat tinggal. Jumlah permintaan
potensial (dilihat dari jumlah murid yg diberi uang jajan ) adalah 1.000 orang
perhari. Untuk mewujudkan rencananya, dia harus membeli alat2 produksi &
mesin cetak sederhana seharga Rp. 5 juta. Biaya produksi perbiji permen Rp.
250,00. Harga Jual per biji Rp.500,00

Apakah rencana di atas layak dilaksanakan ?

Biaya pembelian alat produksi & mesin cetak sederhana = FC = 5.000.000


Biaya variable per unit ( v ) = Rp.250,00
Harga jual per unit ( P) = Rp. 500,00
Untuk mencapai titik impas, jumlah output (permen coklat) yg harus terjual (Q*)
=

Q* = 5.000.000 / (500-250) = 20.000 biji permen

Apakah target terlalu berat ? Tergantung Optimisme Emilia.


Jika pesimis, missal hanya 10% dari permintaan potensial yg terjangkau, berarti
tiap hari hanya dpt menjual 100 permen. Shg 20.000 permen akan terjual dlm
wkt 200 hari.
Jika yakin minimal 50% potensi psr terjangkau atau = 500 permen per hari,
20.000 permen akan terjual hanya dlm 40 hari.
Setelah 20.000 permen, penjualan selanjutnya memberi keuntungan Rp. 250,00
perbiji, krn itu makin banyak permen yg dpt dijual, makin besar laba yg
diperoleh.

2. PENDEKATAN RATA-RATA ( AVERAGE APPROACH )

Dalam pendekatan ini perhitungan laba per unit dilakukan dengan membandingkan antara
biaya produksi rata-rata (AC) dengan harga jual output (P). Laba total adalah laba per unit
dikalikan dengan jumlah output yang terjual. Dapat dijelaskan secara matematis :

 = ( P – AC ) .Q

Mencapai Laba jika P > AC. Dan mencapai Impas Jika P = AC

AR = TR = P.Q = P
Q Q

• Dari persamaan ini perusahaan akan mencapai laba bila harga jual per unit output (P) tinggi
dari biaya rata-rata (AC). Perusahaan hanya mencapai angka impas bila P sama dengan AC.
• Keputusan untuk memproduksi atau tidak didasarkan perbandingan besarnya P dengan AC.
Bila P lebih kecil atau sama dengan AC, Perusahaan hanya mencapai angka impas (BEP) bila P
= AC.
• Keputusan untuk memproduksi didasarkan pada perbandingan antara P dengan AC. Bila P
lebih kecil atau sama dengan AC maka perusahaan tidak mau memproduksi.
• Implikasi pendekatan rata-rata adalah perusahaan atau unit laba usaha harus menjual sebanyak-
banyaknya (maximum selling) agar laba (π) makin besar.

Contoh kasus :
PT. Tani Makmur ingin menanam singkong di Lampung. Produk Singkong akan dibeli
di lahan oleh produsen tapioka seharga Rp. 150,00 per kilogram. Setiap hektar
diperkirakan menghasilkan singkong minimal 25 ton. Berdasarkan studi pendahuluan
biaya produksi seperti berikut:

a. Biaya Persiapan lahan = Rp. 500.000,00 per hektar


b. Biaya penanaman & perawatan ( termasuk pupuk & obat2-an), serta Tenaga
Kerja + Rp.1.000.000,00 per hektar.
c. Biaya panen (pencabutan, pemotongan) = Rp.10,00 per kg

Jika perusahaan menargetkan keuntungan sebesar Rp. 1.000.000.000,00 pada musim


tanam mendatang, Berapa Hektar singkong yg hrs ditanam?

Caranya :
1. hitung AC. Yaitu biaya persiapan lahan, penanaman & perawatan =
Rp.1.500.000,00 /hektar. Jika per hektar lahan menghasilkan 25 ton singkong,
maka biaya rata2 persiapan, penanaman &perawatan = Rp.60,00 /kg.
Shg AC = Rp.60,00 + Rp. 10,00 = Rp. 70,00
P = Rp.150,00/kg, maka :

 = ( P – AC ) .Q
1.000.000.000 = (150-70 ). Q
Q = ( 1.000.000.000 : 80) kg
Q = 12.500.000 kg
Q = 12.500 ton

Jumlah singkong untuk laba Rp.1 Milyar = 12.500 ton. Krn perhektar menghslkan 25
ton maka jumlah yg hrs ditanam = 500 hektar.

3.PENDEKATAN MARJINAL (MARGINAL APPROACH)

Dalam pendekatan marginal perhitungan laba dilakukan dengan membadingkan biaya


marginal (MC) dan pendapatan marginal (MR). Laba maksimum akan tercapai pada saat
MR = MC. Suatu perusahaan akan menambah keuntungannya apabila menambah
produksinya pada saat MR > MC, yaitu hasil penjualan marginal (MR) melebihi biaya
marginal (MC). Dalam keadaan ini pertambahan produksi dan penjualan akan menambah
keuntungannya. Dalam keadaan sebaliknya, yaitu apabila MR < MC, mengurangi produksi
dan penjualan akan menambah untung. Maka keuntungan maksimum di capai dengan
keadaan di mana MR = MC berlaku sehingga π= TR - TC.
Dlm pendekatan ini, perhitungan laba dilakukan dgn membandingkan MC & MR.
Laba maksimum tercapai pada saat MR = MC. Berikut penjelasannya:

a. Secara matematis :

 = TR – TC
Laba max, jika turunan pertama fungsi  (/Q) = nol dan nilainya = turunan
pertama TR (TR /Q atau MR ) dikurangi nilai turunan pertama TC (TC/Q
atau MC ) ∆TC/∆Q= MC , ∆TR/∆Q = MR

 = TR - TC = 0
Q Q Q

= MR – MC = 0

MR = MC  maksimum, atau kerugian minimum

Dgn demikian perusahaan akan peroleh laba max/ rugi min. bila ia berproduksi pada
tingkat Output di mana MR = MC

b. Secara Grafis
Di pembahasan teori biaya produksi, kita telah mengonstruksi kurva biaya total (TC)
yang bentuk kurvanya seperti huruf S terbalik. Kurva pendapatan total (TR) diperoleh
dengan cara mengalikan kurva produksi total (TP) dengan harga jual output per unit (P).
Pada pembahasan teori produksi, telah diketahui bahwa kurva TP berbentuk huruf S.
Karena kurva TR diperoleh dengan cara mengalikan kurva TP dengan sebuah bilangan
sebesar nilai P, maka kurva TR juga berbentuk huruf S. Kurva TR dikurangi kurva TC
menghasilkan kurva laba (Tt) seperti tampak pada Diagram kurva berikut ini.
• Pada Kurva Diagram diatas kita melihat bahwa tingkat output yang memberikan laba
adalah interval Q1 - Q5. Jika output di bawah jumlah Q1, perusahaan mengalami kerugian
karena TR < TC.
• Begitu juga jika jumlah output melebihi Q5 Interval Q1 - Q5 dalam pembahasan teori
produksi disebut sebagai daerah produksi ekonomis (tahap II). Perusahaan akan mencapai laba
maksimum di salah satu titik antara Q1 - Q5.
• Dalam Q1 - Q5 Diagram diatas terlihat bahwa laba maksimum tercapai jika tingkat
produksinya adalah Q3. Secara grafis hal itu terlihat dari kurva π (laba) yang mencapai nilai
maksimum pada saat output sebesar Q3.
• Pada pembuktian secara matematis telah diketahui bahwa nilai π (laba) akan maksimum
bila MR = MC.
• Dalam grafis kondisi itu terbukti dengan membandingkan dua garis singgung b1 dan b2.
Garis singgung b1 adalah turunan pertama fungsi TR atau sama dengan MR.
• Garis singgung b2 adalah turunan pertama fungsi TC atau sama dengan MC. Kita melihat
garis singgung b1 sejajar garis singgung b2 yang artinya MR = MC.

C. Penjelasan secara verbal


Apakah benar perusahaan akan mencapai laba maksimum bila memproduksi di
Q3? Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita mengonsentrasikan diri pada
pergerakan kurva π (laba) sepanjang interval Q1 - Q5. Pergerakan tersebut kita
bagi menjadi tiga sub-interval: Q1 - Q3, Q3, dan Q3 - Q5.
Dengan demikian, tingkat output yang membuat perusahaan mencapai laba
maksimum adalah Q3. Penjelasan di atas dapat diringkas dengan menyatakan:
• Pada interval Q1 - Q3, MR > MC. Karenanya penambahan output akan
meningkatkan laba.
• Pada interval Q3 - Q5, MR < MC. Karenanya penambahan output akan
menurunkan laba.
• Pada saat output adalah Q3, MR = MC. Perusahaan mencapai laba maksimum
CONTOH TABEL LAIN :
Contoh :
Sebuah perusahaan menghadapi Kurva Permintaan Q = 100-2P
Biaya Marjinal dan biaya Rata-rata adaah konstan 10/unit

a) Buktikan dengan grafik atau tabulasi bahwa MR = 50 – Q


b) bBerapa tingkat output untuk mencapai Laba Maksimum ? Berapa Besarnya Laba maksimum tersebut?
c) Berapa tingkat output untuk mencapai penerimaan maksimum?
d) Berapa besarnya penerimaan tersebut? Berapa besar Laba pada saat itu?
e) Gambarkan jawaban dalam bentuk diagram

Jawab :
Q = 100 – 2P atau P = 50 -1/2 Q
TR = P.Q
= (50-1/2 Q). Q
= 50Q -1/2 Q2

MR = ∂TR = 50- Q ( secara matematis terbukti)


∂Q
BARANG PUBLIK DAN EKSTERNALITAS

BARANG PRIVAT :
a. Rival : tdk dpt dinikmati secara bersamaan, baju
b. Eksklusive : syarat, membayar, jln tol

BARANG PUBLIK :
a. Non Rival : kebun raya bogor,TNI,
b. Non Eksklusive : jlan raya propinsi,TNI,TVRI

SIFAT BARANG EXLUSIF NON EXLUSIF

RIVAL PRIVAT GOODS PUBLIK SEMU


(QUASY Public Goods)
- Es krim, pakaian, jln tol
macet -Konsultasi guru bk, ikan di
laut,lingkungan, jln biasa yg macet

NON RIVAL PUBLIK SEMU BARANG PUBLIK


(QUASY Public Goods)
-tanda bahaya angin ribut, TNI,ABRI,jln
-pemadam kebakaran,TV kabel, biasa yg kosong
jl tol yg kososng

100% privat publik semu 100% publik

- Sumber Daya milik bersama / common resource) ; QUASY Public Goods : Rival- , non
esklusive

- Monopoli alamiah ( dlm situasi ini) :non rival- eksklusive


EKSTERNALITAS : KERUGIAN/ KEUNTUNGAN yang diderita/dinikmati pelaku ekonomi
karena tindakan pelaku ekonomi yg lain, yang tidak tercermin dalam harga pasar.

Eksternalitas hadir setiap kali kesejahteraan beberapa agen ekonomiyang


secara langsung dipengaruhi oleh tindakan agen lain baik konsumen ataupun
produsen di dalam perekonomian. Istilah eksternalitas merujuk pada suatu
kegiatan produksi ataupun konsumsi suatu barang yang dapat menghasilkan
manfaat atau biaya yang belum tercakup pada perhitungan proses produksi
maupun konsumsi dari barang tersebut.

Ada banyak macam-macam dari eksternalitas ada yang ditinjau dari


segi dampaknya, ada juga yang ditinjau dari segi pihak-pihak yang
melakukan dan pihak yang menerima akibat dari eksternalitas dan macam-
macam yang lainnya adalah eksternalitas uang dan eksternalitas teknikal.

Ditinjau dari segi dampak yang ditimbulkan eksternalitas ada dua yaitu
eksternalitas positif dan eksternalitas negatif. Eksternalitas positif adalah
tindakan seseorang yang memberikan manfaat bagi orang lain. Sedangkan
eksternalitas negatif adalah biaya yang dikenakan pada orang lain diluar
sistem pasar sebagai produk dari kegiatan produktif.

Ditinjau dari segi pihak-pihak yang melakukan dan pihak yang menerima
akibat dari eksternalitas ada empat yaitu eksternalitas produsen terhadap
produsen. eksternalitas produsen terhadap konsumen, eksternalitas konsumen
terhadap produsen dan yang terakhir eksternalitas konsumen terhadap
konsumen.

Ronald coase membuat sebuah teori tentang bagaimana cara mengatasi


eksternalitas tanpa harus adanya intervensi atau campur tangan dari
pemerintah, teori tersebut dinamakan teorema coase.

Teorema coase adalah suatu pendapat jika pihak-pihak swasta dapat


melakukan tawar menawar mengenai alokasi sumber-sumber daya tanpa harus
mengeluarkan biaya, mereka dapat menyelesaikan masalah eksternalitas
mereka sendiri.

Eksternalitas dapat menyebabkan inefisiensi pasar.


Eksternalitas dapat menyebabkan pasar tidak dapat mengalokasikan
sumber-sumber ekonomi secara efisien. Hal ini disebabkan oleh harga pasar
yang tidak secara tepat mencerminkan biaya tambahan atau manfaat bagi pihak
lain.

Untuk mengatasi dampak-dampak yang ditimbulkan dari eksternalitas


ada tiga cara untuk mengatasinya yaitu regulasi, pajak pigovian dan
pemberian subsidi.
1. Regulasi adalah tindakan mengendalikan perilaku
manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan. Dengan adanya
regulasi memaksa penghasil polusi untuk mengurangi polusi yang dihasilkan
industri karena polusi tersebut merupakan tanggung jawab pihak yang
menghasilkan polusi.

2. Solusi yang kedua adalah penetapan pajak. Konsumen atau


perusahaan yang menyebabkan eksternalitas harus membayar pajak
samadengan dampak marjinal yang dibuat. Dengan ditetapkannya pajak
memberikan insentif kepada para pemilik pabrik untuk sebanyak-banyaknya
mengurangi polusi yang ditimbulkannya. Intinya, semakin tinggi tingkat pajak
yang dikenakan maka semakin banyak penurunan polusi yang terjadi.

3. Solusi yang terakhir adalah pemberian subsidi. Subsidi diberikan


kepada konsumen atau produsen ketika manfaat social melebihi manfaat
pribadi. Namun pemberian subsidi ini memiliki kelemahan karena
perusahaan-perusahan condong untuk melakukan eksternalitas, karena
dengan melakukan eksternalitas mereka akan mendapat subsidi dari
pemerintah

Anda mungkin juga menyukai