Anda di halaman 1dari 6

KETENTUAN PENULISAN

PRAKTIK BAIK PEMBELAJARAN & KEPEMIMPINAN

Halo, Sobat Guru Belajar! Ingin tulisan Anda diterbitkan di Surat Kabar Guru
Belajar, Surat Kabar Pemimpin Belajar, atau portal gurubelajar.org? Ikuti
ketentuan penulisan berikut ini!

1. KONTEN TULISAN
- Satu tulisan fokus menceritakan satu cerita praktik baik
(pembelajaran atau kepemimpinan), bukan menceritakan banyak
praktik baik sehingga tulisan tidak mendalam
- Tulisan sesuai dengan prinsip-prinsip atau nilai-nilai Merdeka
Belajar
- Tulisan boleh memuat topik khusus sesuai dengan tema Temu
Pendidik Nusantara X (https://bit.ly/Topik_SKGB-SKPB_2023)
atau topik umum (selain topik-topik TPN X)

2. PANJANG TULISAN
Panjang tulisan berkisar antara 750 – 1200 kata.

3. GAYA PENUTURAN
- Praktik baik ditulis dengan gaya bercerita (storytelling) yang luwes,
namun bersifat reflektif dan menginspirasi
- Perhatikan aturan penulisan sesuai KBBI
(https://kbbi.kemdikbud.go.id/) dan PUEBI
(https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/defaul
t/files/PUEBI.pdf)

4. SUDUT PANDANG
Praktik baik ditulis dengan menggunakan sudut pandang orang pertama
tunggal (saya)

5. STRUKTUR TULISAN
Praktik baik ditulis dengan menggunakan struktur ATAP (Awal,
Tantangan, Aksi, Perubahan). Jika ingin memahami struktur ATAP,
silakan baca penjelasan MENULIS DENGAN STRUKTUR ATAP.

6. DOKUMENTASI
Sertakan dokumentasi foto kegiatan/praktik baik yang ditulis

7. IDENTITAS PENULIS
Lengkapi profil Anda di portal gurubelajar.org dan/atau sertakan NAMA
LENGKAP, JABATAN & ASAL INSTANSI, NOMOR HP, dan NAMA AKUN
MEDIA SOSIAL (IG/FB) di bagian bawah tulisan

MENULIS DENGAN STRUKTUR ATAP

Bagi Anda yang ingin menulis di Surat Kabar Guru Belajar, Surat Kabar
Pemimpin Belajar atau portal gurubelajar.org, Anda perlu memahami kaidah
penulisan dengan struktur ATAP.

Jika Anda belum memahami apa itu struktur ATAP, silakan baca penjelasan di
bawah ini!

Apa itu struktur penulisan ATAP?


ATAP (Awal, Tantangan, Aksi, Perubahan/Pelajaran) adalah struktur yang
menjadi ciri khas penulisan di Surat Kabar Guru Belajar, Surat Kabar Pemimpin
Belajar dan portal gurubelajar.org.

1. Awal
Bagian yang menceritakan situasi awal meliputi tanggung jawab sebagai
guru dan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.

Pertanyaan pembantu:
- Apa tanggung jawab anda sebagai guru dalam menjalankan suatu
strategi pengajaran/pendidikan tersebut (sesuai topik)?
- Apa sasaran yang ingin anda capai dalam menjalankan tanggung
jawab itu?

2. Tantangan
Bagian yang menceritakan tantangan atau kesulitan yang harus dicapai
untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pertanyaan pembantu:
- Apa yang Anda lakukan untuk melakukan persiapan pengajaran
termasuk untuk memahami siswa Anda dan mencari peralatan
yang dibutuhkan?
- Apa tantangan (kesulitan, hambatan, kendala dll) yang anda
hadapi dalam mengemban tanggung jawab dan dalam mencapai
sasaran yang ingin anda capai? Tantangan bisa berupa
kemampuan diri, karakteristik siswa, sikap masyarakat, kondisi
geografis dan lainnya.
3. Aksi
Bagian yang menceritakan strategi dan pelaksanaan strategi belajar
termasuk penyesuaian strategi bila ada.

Pertanyaan pembantu:
- Bagaimana strategi belajar yang anda siapkan? Jelaskan setiap
tahapannya!
- Bagaimana serunya pelaksanaan strategi tersebut? Bagaimana
respon siswa anda dan bagaimana anda menanggapi respon siswa
tersebut?
4. Perubahan/Pelajaran
Bagian yang menceritakan perubahan/pelajaran yang dihasilkan oleh
keseluruhan proses.

Pertanyaan pembantu:
- Apa perubahan/pelajaran yang anda wujudkan dari pelaksanaan
strategi tersebut? Bila ada, ceritakan juga pengalaman dan
komentar mengesankan mengenai perubahan tersebut!
- Apa yang perlu dikembangkan dari strategi tersebut?

Contoh tulisan praktik baik pembelajaran dengan struktur ATAP dapat Anda
lihat di sini:

Kegiatan Bercerita, Bikin Murid Berkebutuhan


Khusus Berani Bicara

[AWAL]

SD Hikmah Teladan, sekolah tempat saya bertugas, terletak di Kota Cimahi.


Sebagai sekolah inklusi, kami menerima dan mendidik berbagai murid berkebutuhan
khusus. Dalam proses pembelajaran, mereka tidak dipisahkan, melainkan tetap
bersama murid umum lainnya.

Rata-rata jumlah murid sekelas sebanyak 28 orang, dengan 2 murid


berkebutuhan khusus. Begitu juga di kelas saya, ada 2 murid yang didiagnosis autis
sedang. Perlu diketahui, murid autis biasanya sulit berkomunikasi, mengendalikan
emosi, dan berinteraksi sosial. Hal ini disebabkan oleh gangguan dalam saraf
otaknya.

Saya ingin mereka terlibat dalam semua proses pembelajaran di kelas bersama
murid lainnya, termasuk pada saat kegiatan bercerita di depan kelas. Harapannya,
semua murid dapat tampil di depan kelas, bercerita tentang buku yang sudah dibaca
atau pengalaman berlibur bersama keluarga.

[TANTANGAN]

Untuk mengawali kegiatan tersebut, saya pilih murid-murid pemberani dengan


harapan dapat memancing murid yang masih takut untuk berbicara di depan kelas.
Alhamdulillah, sebagian besar murid sudah tampil. Ada yang lama, ada juga yang
sebentar. Bahkan, ada yang perlu dipancing dengan beberapa pertanyaan, baru
mereka dapat bercerita.

Tiba giliran murid berkebutuhan khusus. Mereka dibantu oleh guru pendamping.
Gama adalah murid autis. Dia senang belajar di luar kelas. Dia dapat bercerita
tentang pengalaman berlibur bersama keluarganya dengan beberapa kalimat
sederhana dan bantuan guru pendampingnya.

Selesai bercerita, Gama nampak gusar. Dia ingin segera keluar kelas. Rekan
saya menenangkan murid tersebut.

Saya hampiri Syifa, murid berkebutuhan khusus lainnya. Saya mengajaknya


untuk ke depan kelas. Setelah ke depan, tidak sepatah kata pun keluar dari
mulutnya. Dia hanya menatap saya dan teman-temannya dengan mata indahnya
yang berkaca-kaca.

Saya sangat terenyuh. Saya berkata dalam hati, “Ya Allah, Engkau anugerahkan
anak ini paras yang cantik, tetapi Engkau batasi mulutnya untuk berbicara.
Kumohon, berikanlah saya petunjuk untuk membantunya.”

Saya ingin dalam kegiatan bercerita semua murid dapat berbicara dan tampil di
depan kelas, termasuk Syifa. Tentu saja sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Saya bertekad mencari cara agar suatu saat dia mampu berbicara meskipun hanya
beberapa patah kata.

Gama, walaupun lamban belajar memahami dan melakukan suatu keterampilan,


sudah bisa berkomunikasi dan mau mengikuti instruksi guru. Hanya saja
konsentrasinya tidak lama. Dia senang sekali keluar kelas, berjalan di taman sekolah,
dan bermain tanah.

Syifa, menurut guru sebelumnya, memiliki kesulitan dalam berbicara dan


berinteraksi dengan teman-temannya. Dia cenderung diam. Kalau ada keinginan, dia
akan menghampiri dan menarik lengan. Ucapan yang keluar dari mulutnya hanya
kata-kata sederhana, seperti makan, minum, jajan, atau pipis. Ketika ditanya, ia
hanya menjawab dengan ya, mau dan tidak.

Dibandingkan dengan murid-murid lainnya, tentu saja, menangani kedua murid


berkebutuhan khusus ini memiliki tantangan tersendiri. Oleh karenanya, saya terus
berupaya untuk mencari ide-ide kreatif agar mereka tetap terlibat dalam proses
pembelajaran.
[AKSI]

Saya mulai dengan pendekatan personal kepada Gama dan Syifa. Pada jam
istirahat, saya menemani Gama bermain tanah dan berbicara dengannya tentang
apa yang dia lakukan dan senangi. Dalam kesempatan lain, saya mendekati Syifa
dan memperbanyak interaksi dengannya.

Untuk mengetahui informasi yang lebih banyak tentang mereka, saya pun
berbicara dengan orang tua mereka dan berdiskusi dengan guru kelas serta guru
pendamping khusus sebelumnya.

Agar saya memahami lebih jauh tentang autisme, buku-buku yang terkait
dengan autisme yang ada di perpustakaan sekolah saya baca. Termasuk artikel
tentang cara menangani anak autis yang saya cari di beberapa website.

Akhirnya, saya menemukan ide untuk melakukan kegiatan bercerita mengenai


mimpi setiap murid sebagai strategi agar murid berkebutuhan khusus, dalam hal ini
autis, berani berbicara dan tampil di depan kelas.

Setiap pagi, di sekolah kami, semua murid rutin melaksanakan Salat Duha.
Biasanya dilanjutkan dengan zikir dan hafalan surat. Pada saat itu, saya persingkat
dengan doa pendek saja, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan yang telah
disepakati dengan murid sehari sebelumnya, yaitu bercerita tentang mimpinya tadi
malam.

Awalnya, semua anak secara bergiliran menceritakan mimpinya. Ternyata,


banyak cerita menarik, mulai dari cerita pertemanan, fantasi, lucu, sedih, dan yang
menyeramkan. Setiap penampilan pasti diselingi canda dan tawa mereka. Semua
murid sangat senang dan menikmati kegiatan tersebut.

Ketika giliran Syifa, dia menggeleng sambil tersenyum. Walau sudah saya bujuk,
dia tetap tidak mau. Saya pun melanjutkan dengan Gama. Dia belum bisa bercerita
sendiri, harus dipancing dengan pertanyaan-pertanyaan, baru dia menjawabnya.

Beberapa murid bercerita cukup panjang sehingga perlu waktu lebih lama
dibanding lainnya. Melihat murid-murid sangat antusias dengan kegiatan tersebut,
saya merelakan satu jam pelajaran materi berikutnya.

Selanjutnya, saya tanyakan apakah mereka senang dengan kegiatan tersebut.

Semuanya menjawab dengan serempak, “Senang!”

“Apakah besok kita akan lanjutkan?”

“Ya,” jawab mereka.

Saya ajak mereka berdiskusi tentang waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan
tersebut. Sebab, ada mata pelajaran lain yang harus mereka ikuti. Akhirnya, mereka
menyepakati hanya 10 murid yang bercerita setiap hari, ditambah dengan memberi
kesempatan kepada dua orang murid berkebutuhan khusus jika mereka ingin
bercerita.

Setelah berjalan tiga minggu, semua murid terbiasa tampil di depan kelas dan
bercerita tentang mimpinya. Murid yang awalnya malu-malu atau takut menjadi
berani dan terbiasa.

Ada peristiwa yang paling menakjubkan. Syifa, murid autis yang awalnya diam
saja ketika diminta untuk bercerita, tidak disangka mau tampil ke depan dan
berbicara menceritakan tentang mimpinya walaupun hanya dua kalimat.

“Tadi malam Syifa bermimpi bermain bersama teman.”

Saya bersama guru pendamping khusus dan semua murid terpana sekaligus
terharu menyaksikan apa yang terjadi. Selesai bercerita kami sambut Syifa dengan
tepuk tangan yang meriah. Syifa tersenyum malu. Dia terlihat senang sekali.

Sejak saat itu, jika saya atau temannya bertanya, Syifa bisa menjawab dengan
beberapa kata atau satu kalimat.

[PERUBAHAN/PELAJARAN]

Mendampingi murid berkebutuhan khusus memberikan pelajaran yang sangat


berharga bagi saya. Pertama, guru harus tetap positive thinking kepada semua
murid. Jangan mudah berputus asa dan cepat mengambil kesimpulan bahwa murid
tidak bisa. Apalagi memberi label nakal, bodoh, sulit diatur, dan sebagainya.

Kedua, melalui kegiatan belajar mendengarkan cerita mimpi temannya, banyak


hal yang dapat murid pelajari. Di antaranya, murid tanpa terasa belajar kosakata
baru dari temannya, cara berkomunikasi, belajar menyimak, dan menghargai teman
yang sedang berbicara. Ternyata, belajar dari teman sebaya sangat efektif,
termasuk juga bagi murid berkebutuhan khusus.

Ketiga, ketika kita fokus dan konsisten pada proses, apalagi kegiatan tersebut
telah disepakati dengan murid, maka kita akan menghargai setiap pencapaian
murid sekecil apa pun. Ketika mengalami kegagalan pun, kita akan lebih banyak
introspeksi dan memperbaiki diri. Bukan menyalahkan atau memvonis kemampuan
murid.

Anda mungkin juga menyukai