Anda di halaman 1dari 9

LECTURE NOTES

PEMBELAJARAN SESI KE-4

PEMANFAATAN KAMUS SEBAGAI SUMBER DIKSI

A. Pengertian dan Macam-Macam Diksi

Dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan, penggunaan kata-kata yang tepat akan
menjadikan komunikasi lebih efektif, gagasan yang disampaikan lebih mudah dipahami dan
dimengerti oleh lawan bicara, oleh pembaca, atau oleh pendengar. Pilihan kata yang tepat dan
selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu
(seperti apa yang diharapkan) ini disebut diksi. Meskipun demikian, diksi tidak hanya berkaitan
dengan pilih-memilih kata saja untuk mengungkapkan gagasan penulis atau pengarang,
melainkan juga meliputi gaya bahasa dan ungkapan-ungkapan.

Berikut ini adalah macam-macam diksi yang perlu diketahui.

1. Sinonim, yaitu pilihan kata yang memiliki persamaan makna. Penggunaan kata sinonim
biasanya dimaksudkan untuk membuat apa yang dikatakan/dituliskan menjadi lebih sesuai
dengan ekspresi yang ingin diungkapkan. Contohnya: 'mati' (ekspresi pengungkapan yang kasar)
dan 'wafat' (ekspresi pengungkapan yang lebih halus).

2. Antonim, yaitu pilihan kata yang memiliki makna berlawanan atau pun berbeda. Contoh kata
antonim adalah 'besar' dan 'kecil'.

3. Polisemi, yaitu frasa kata yang memiliki banyak makna. Contohnya kata 'kepala' yang dapat
bermakna bagian tubuh yang terletak di atas leher, atau dapat juga bermakna bagian yang
terletak di sebelah atas atau pun depan.

4. Homograf, yaitu kata-kata yang memiliki tulisan sama, akan tetapi memiliki arti dan pelafalan
yang berbeda. Contohnya kata 'apel' dapat berarti buah dan dapat berarti upacara, tergantung
kalimatnya dan bunyi pengucapannya.

5. Homofon, yaitu kata-kata yang memiliki pelafalan yang sama, akan tetapi makna dan ejaannya
berbeda. Contohnya kata 'bank' yang berarti lembaga keuangan untuk menyimpan uang dan
mendapatkan kredit, dan kata 'bang' yang dalam bahasa Betawi merupakan kata sapaan untuk
kakak laki-laki.

6. Homonim, yaitu kata-kata yang memiliki ejaan yang sama, namun makna dan pelafalannya
berbeda.
LECTURE NOTES

7. Hiponim, yaitu kata yang maknanya telah tercakup di dalam kata lainnya. Contohnya kata
salmon yang telah termasuk ke dalam makna kata ikan.

8. Hipernim, yaitu kata yang telah mencakup makna kata lain. Contohnya ada pada kata
'sempurna' yang telah mencakup kata baik, bagus, dan beberapa kata lainnya.

B. Pengertian dan Jenis-Jenis Kamus

Kata yang tepat dapat membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin
disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Selain itu, pemilihan kata tersebut juga harus sesuai
dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu. Untuk mendapatkan pilihan kata-kata
dengan makna yang tepat, maka proses pencarian ini dapat menggunakan bantuan kamus.

Menurut Keraf (2007), kamus merupakan sebuah buku referensi yang memuat daftar kosa kata
yang terdapat dalam sebuah bahasa, yang disusun secara alfabetis disertai keterangan bagaimana
menggunakan kata itu. Pada beberapa kesempatan, ada yang menyebut daftar kata (glosarium)
sebagai kamus. Namun yang dimaksud dengan kamus di sini adalah kamus dalam arti yang
sebenarnya, yang harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu.

Kamus dibedakan menurut luas lingkup isinya, ada kamus umum, ada kamus khusus, ada kamus
istilah yang sebenarnya merupakan varian dari kamus khusus, ada kamus eka bahasa, kamus dwi
bahasa, dan ada kamus multibahasa. Dilihat dari sifatnya ada kamus standar, dan ada kamus
nonstandar. Berikut ini adalah penjelasannya.

1. Kamus umum adalah kamus yang memuat segala macam topik yang ada dalam sebuah bahasa.

2. Kamus khusus/istilah adalah kamus yang hanya memuat kata-kata dari suatu bidang tertentu.

3. Kamus ekabahasa merupakan kamus mengenai suatu bahasa tertentu.

4. Kamus dwi/multi bahasa merupakan kamus yang memuat dua bahasa dan banyak bahasa.

5. Kamus standar merupakan kamus yang diakui dan memuat kata yang standar dalam suatu
bahasa.

Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), atau yang sekarang adalah Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah kamus umum yang ekabahasa dan bersifat standar.

C. Sifat Kamus

Setiap penyusun kamus/leksikograf, mencatat kata-kata yang dijumpainya hanya sampai saat
sebelum kamus itu diterbitkan. Yang dimaksud dengan ”sampai saat sebelum kamus itu
diterbitkan” adalah bukan pada waktu kamus itu dikeluarkan dari percetakan, tetapi pada waktu
LECTURE NOTES

kamus itu mulai diketik sebagai sebuah naskah dan kemudian dikirim ke penerbit. Pengetikan itu
sendiri sudah memerlukan waktu yang tidak sedikit. Belum lagi urusan-urusan lain antara pihak
penerbit dan pihak percetakan. Semua ini memakan waktu yang cukup lama. Sementara itu, kata-
kata baru tetap bermunculan dalam bahasa, di samping ada kata-kata yang mengalami perluasan
makna. Leksikograf hanya mencatat kata-kata secara konservatif, sehingga pada saat kamus itu
muncul dalam masyarakat, ia sudah ketinggalan zaman.

Selain dari alasan tersebut di atas, ada juga faktor lain mengapa sebuah kamus tidak selalu
memuaskan pemakainya. Betapapun cermatnya seorang leksikograf, pasti ada satu-dua kata yang
luput dari pengamatannya, malahan ada pula arti yang luput dari pencatatannya, meskipun kata
itu sendiri ada dalam kamus. Pencatatan kata-kata bersama maknanya biasanya dilakukan dengan
menggunakan bahan publikasi. Dalam suatu wilayah bahasa yang luas dengan beraneka ragam
kegiatan publikasi, sangat sulit bagai seorang leksikograf untuk memperoleh semua bahan
tersebut. Inilah faktor kedua yang memengaruhi sifat sebuah kamus, apakah ia memuaskan atau
tidak memuaskan para pemakainya.

Faktor lain yang memengaruhi sifat sebuah kamus adalah minat dan tujuan seorang leksikograf.
Ada leksikograf yang menganggap bahwa kata-kata tua, ungkapan-ungkapan kuno, dan
peribahasa-peribahasa yang sudah usang dan tidak dipakai lagi, tidak perlu dimasukkan dalam
sebuah kamus. Tetapi ada leksikograf yang beranggapan bahwa unsur-unsur itu harus
dimasukkan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pertama, unsur-unsur tua itu masih
sangat diperlukan terutama dalam menghadapi naskah-naskah tua, terutama bagi para filolog,
etnolog, dan ahli-ahli sejarah. Kedua, perkembangan bahasa itu sendiri tidak selalu bergerak
maju ke depan, tetapi dapat mengikuti perkembangan yang berbentuk spiral. Perkembangan yang
berbentuk spiral adalah bahwa pada suatu waktu, perkembangan maju itu berbalik kembali ke
titik tolak semula, tetapi dalam keadaan yang lebih tinggi dari yang dulu. Kata-kata lama
dihidupkan kembali dalam pemakaian, tetapi diberi makna baru. Hal ini terutama dengan giat
dilakukan dalam rangka mencari istilah-istilah baru sesuai dengan kemajuan teknologi dewasa
ini

D. Susunan Kamus

Kamus yang baik umumnya terdiri dari tiga bagian utama, yaitu bagian pendahuluan, kemudian
diikuti dengan isi kamus, dan diakhiri dengan bagian pelengkap. Berikut penjelasannya.

1. Bagian Pendahuluan.

Biasanya sebelum daftar kata yang menjadi inti kamus itu, terdapat bagian pendahuluan yang
memuat keterangan tentang cara menggunakan kamus. Kamus Umum Bahasa Indonesia
misalnya, dalam bagian pendahuluan memuat hal-hal berikut:
LECTURE NOTES

keterangan mengenai abjad dan ejaan;

keterangan mengenai perbendaharaan kata;

keterangan mengenai batasan kata dan keterangan lainnya;

tentang susunan dan urutan kata yang diterangkan;

tanda-tanda yang dipakai; dan

kependekan atau singkatan-singkatan yang dipergunakan.

2. Isi Kamus.

Isi kamus merupakan bagian yang terpenting dari sebuah kamus. Isi kamus terdiri dari daftar
kata yang disusun menurut urutan abjad, disertai keterangannya. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
misalnya, menggunakan abjad Latin, yaitu: a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, l, m, n, o, p, q, r, s, t, u, v,
w, x, y, z. Dengan demikian, beberapa fonem tidak diberi status tersendiri tetapi dimasukkan
dalam huruf awal yang digunakannya, misalnya: ‘ny’ dan ‘ng’ dimasukkan dalam huruf huruf n;
dan ‘kh’ dimasukkan dalam huruf k.

Bagian isi kamus memuat ejaan, suku kata, aksen, kapitalisasi, ucapan, etimologi, sinonim, dan
definisi. Penjelasan mengenai ini akan dibahas di Bagian E.

3. Bagian Pelengkap.

Kamus yang baik biasanya menambahkan suatu bagian pelengkap. Bagian ini terdiri dari:

kata dan frasa asing;

tokoh mitologis dan literer;

tokoh terkenal dan nama geografis; dan

hal-hal lain yang dianggap perlu.

Tokoh mitologis dan literer (kesusastraan) yang terkenal dapat dimasukkan juga dalam daftar
kata umum (Isi Kamus). Tetapi dapat juga dimasukkan dalam bagian pelengkap.

Sebuah kamus yang baik dan lengkap pasti akan memasukkan pokok-pokok ini, terutama tokoh-
tokoh yang melambangkan perwatakan.
LECTURE NOTES

E. Isi Kamus

Sebagai sumber diksi, maka isi kamus adalah bagian yang terpenting. Berikut ini adalah isi
kamus yang perlu diperhatikan oleh si pemakai kata.

1. Ejaan

Tiap kata yang tercatat dalam kamus sekaligus merupakan ejaan yang berlaku bagi kata itu,
sehingga siapapun yang ragu-ragu ketika menuliskan kata itu, hendaknya membuka kembali
sebuah kamus untuk mendapatkan kepastian mengenai ejaannya. Kata anjing misalnya,
walaupun diucapkan ‘an-ny-jing’ ditulis anjing. Demikian juga kata-kata seperti cincang,
pincang, janji, dan sebagainya. Dalam beberapa hal terdapat dua bentuk untuk sebuah kata yang
sama. Dalam hal ini kedua bentuk dicatat dalam kamus, dengan catatan dari yang lain:liwat—
lewat, nasihat—nasehat, kukuh—kokoh, kurban—korban, hafal—hapal, afal—apal, dan
sebagainya. Persoalan ejaan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, mungkin tidak membawa
akibat yang besar, karena antara tulisan dan ucapan boleh dikatakan tak ada perbedaan dalam
cara menuliskannya, namun dalam bahasa Inggris, persoalan ejaan adalah hal yang sangat
penting, mengingat perbedaan yang sangat besar antara tulisan dan ucapannya. Meskipun
demikian, dalam bahasa Indonesia masih dijumpai di sana-sini kesulitan tertentu pada kata-kata
yang homograf akibat adanya ejaan yang sama bagi bunyi /ė/ dan /e/.

2. Suku Kata

Suku kata adalah bagian dari sebuah kata yang membentuk suatu kesatuan puncak kenyaringan,
kecuali kata-kata yang monosilabis (yaitu kata-kata yang terdiri dari satu suku kata saja: mas, las,
khas, bab, dan sebagainya) suku kata sama sekali tidak mengandung pengertian. Walaupun suku
kata merupakan bagian dari sebuah kata, sangat penting untuk diketahui setiap bagian-
bagiannya, khususnya pada akhir sebuah baris. Dalam tulisan harus diadakan pemisahan suku
kata itu dengan cermat.

3. Aksen

Keterangan lain yang dapat diperoleh dalam sebuah kamus adalah tekanan atau aksen kata. Agar
sebuah kata dapat diucapkan dengan benar, maka kata-kata dalam sebuah kamus dapat diberi
tanda-tanda tekanan pada

suku-suku kata yang patut mendapatkan tekanan. Bahasa-bahasa yang memiliki tekanan
membedakan empat macam tekanan, yaitu tekanan paling keras (accent aigu), tekanan keras
(accent grave). Tekanan lembut (accent circonflex), dan tekanan paling lembut (accent breve).
LECTURE NOTES

4. Kapitalisasi

Huruf-huruf kapital atau huruf besar dalam sebuah kamus bukan saja digunakan untuk kata-kata
kepala yang perlu mendapatkan huruf kapital, tetapi juga huruf awal baik dari kata dasarnya
maupun unsur tambahan yang ditempatkan pada awal kata itu. Misalnya nama kata-kata berikut
ditulis dengan huruf kapital: Pla’tonism, Cam;brian. Kata turunan yang menggunakan kata-kata
tadi sebagai kata dasar tetap menggunakan huruf kapital, baik pada unsur tambahan maupun
pada unsur dasarnya, contohnya: Neo’ Pla’tonism, Pre’-Cam’brian, dan sebagainya.

5. Ucapan

Cara mengucapkan sebuah kata, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, dapat pula
dimasukkan dalam sebuah kamus. Gunanya jelas, yaitu membantu para pemakai agar dapat
mengucapkan sebuah kata dengan benar dan tepat. Keterangan mengenai ucapan (kalau ada)
langsung ditempatkan di belakang kata yang bersangkutan.

6. Etimologi

Kamus yang baik menyertakan pula keterangan tentang asal-usul kata tersebut atau
etimologinya, bila hal itu memang ada. Meskipun kebanyakan orang menganggap bahwa asal-
usul kata itu tidak perlu diketahui, namun tidak dapat disangkal bahwa mengetahui asal-usul
sebuah kata dengan maknanya yang dahulu, sering lebih memantapkan makna kata itu daripada
sekadar menghafal arti yang sekarang.Bahasa Indonesia banyak menerima dari kata asing,
misalnya dari bahasa Sanskerta dan bahasa Arab.

7. Sinonim

Kata sinonim adalah kata-kata yang sama artinya.

8. Definisi

Inti dari sebuah kamus adalah memberikan batas pengertian atau definisi sebuah kata. Pengertian
batasan atau definisi di sini tidak dapat diartikan secara formal, tetapi dibuat secara singkat dan
sederhana. Karena arti kata sering mengalami perubahan atau pergeseran, maka sesudah diberi
pengertian yang sentral, disertai pula pengertian turunan atau arti yang sudah bergeser itu. Ada
kata-kata yang tidak dapat dibatasi dalam pengertian tunggal, tetapi ada sejumlah pengertian
yang diberikan polisemi. Semua makna yang secara potensial dimiliki oleh sebuah kata disebut
makna potensial, misalnya ‘tata nilai’ mempunyai makna potensial yaitu: (1) harga; (2) harga
sesuatu; (3) angka kepandaian; (4) kadar, mutu; (5) sifat-sifat penting atau berguna bagi
kemanusiaan.
LECTURE NOTES

9. Kelas Kata

Agar setiap pemakai kamus segera mengetahui termasuk dalam kelas apa sebuah kata, maka
sesudah keterangan mengenai ucapan, dicantumkan pula keterangan mengenai kelas katanya.
Dalam kamus-kamus bahasa Inggris misalnya dicantumkan singkatan-singkatan seperti v. yang
berarti verb atau kata kerja; verb ini biasanya dibedakan lagi menjadi v.t. singkatan dari verb
transitive atau kata kerja transitif.

KATA BAKU DAN TIDAK BAKU

A. Pengertian dan Ciri-Ciri Kata Baku

Dalam ilmu bahasa, kata merupakan satuan terkecil. Dalam penggunaannya, baik pada kalimat
verbal maupun tulisan, kata-kata yang tersusun menjadi kalimat itu adakalanya tercampur
dengan kata-kata tidak baku. Mengapa demikian? Karena masih banyak orang yang tidak bisa
membedakan antara kata baku dan kata tidak baku. Hal ini akan fatal akibatnya jika kata-kata
tidak baku tersebut digunakan dalam penulisan buku ilmiah, pidato resmi, atau pun dalam
komunikasi formal, karena dapat menimbulkan perbedaan makna dan persepsi bagi yang
membacanya atau yang mendengarnya.

Kata baku adalah kata yang digunakan sesuai dengan pedoman atau kaidah bahasa yang telah
ditentukan, atau kata baku merupakan kata yang sudah benar dengan aturan maupun ejaan kaidah
bahasa Indonesia. Sumber utama dari bahasa baku yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Kata baku umumnya sering digunakan pada kalimat dalam situasi yang resmi, baik itu dalam
suatu tulisan maupun dalam pengungkapan kata-kata secara lisan.

Kita dapat mengidentifikasi antara kata baku dan tidak baku dengan melakukan pengecekan di
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) melalui https://kbbi.kemdikbud.go.id/Cari/Index.
Pengguna cukup menuliskan kata yang ingin dicari artinya ataupun diperiksa apakah merupakan
kata baku atau kata tidak baku, maka sistem akan menampilkan informasinya.

Kata-kata baku dapat dikenali dengan ciri-ciri sebagai berikut, yaitu:

1. memiliki sifat kemantapan dinamis, yang berupa kaidah atau aturan yang tetap.

2. memiliki sifat kecendekiaan, maksudnya bahwa bahasa baku mampu mengungkapkan


penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal; dan

3. keseragaman kaidah. Penyeragaman kaidah bukan berarti penyamaan ragam bahasa atau
penyeragaman variasi bahasa.
LECTURE NOTES

Pada perkembangannya, antara kata baku dan kata tidak baku sifatnya tidak abadi, sebab bahasa
merupakan ilmu yang dinamis, sehingga seiring dengan perkembangan zaman akan muncul kata-
kata baru. Kata-kata yang baru muncul tersebut dapat menjadi kata baku dan dapat menjadi kata
tidak baku. Demikian pula kata baku yang lama, bisa berubah menjadi kata tidak baku.

Kata tidak baku biasanya digunakan saat percakapan sehari-hari atau dalam bahasa tutur.
Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan munculnya kata tidak baku antara lain:

Pengguna bahasa tidak mengetahui bentuk penulisan dari kata yang dimaksud.

Pengguna bahasa tidak memperbaiki kesalahan dari penggunaan suatu kata, sehingga
menyebabkan kata tidak baku selalu ada.

Pengguna bahasa sudah terpengaruh oleh orang-orang yang terbiasa menggunakan kata yang
tidak baku.

Pengguna bahasa sudah terbiasa memakai kata tidak baku.

B. Fungsi Bahasa Baku

Bahasa baku itu difungsikan atau dipakai sebagai model atau acuan oleh masyarakat secara luas.
Acuan itu dijadikan ukuran yang disepakati secara umum tentang kode bahasa dan kode
pemakaian bahasa di dalam situasi tertentu atau pemakaian bahasa tertentu.

Menurut Hasan Alwi, dkk (2003) bahasa baku mendukung empat fungsi, yaitu:

Fungsi pemersatu.

Indonesia terdiri dari beragam suku dan bahasa daerah. Jika setiap masyarakat menggunakan
bahasa daerahnya, maka dia tidak dapat berkomunikasi dengan masyarakat dari daerah lain.
Fungsi bahasa baku menghubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu. Dengan
demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bangsa.

Fungsi pemberi kekhasan.

Suatu bahasa baku membedakan bahasa itu dari bahasa yang lain. Melalui fungsi itu, bahasa
baku memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan.

Fungsi pembawa kewibawaan.

Pemilikan bahasa baku membawa serta wibawa atau prestise. Fungsi pembawa wibawa
bersangkutan dengan usaha orang mencapai kesederajatan dengan peradaban lain yang dikagumi
LECTURE NOTES

lewat pemerolehan bahasa baku sendiri. Penutur atau pembicara (masyarakat) yang mahir
berbahasa Indonesia dengan baik dan benar memperoleh wibawa di mata orang lain.

Fungsi kerangka acuan.

Sebagai kerangka acuan bagi pemakaian bahasa dengan adanya norma dan kaidah (yang
dikodifikasi) yang jelas. Norma dan kaidah itu menjadi tolok ukur bagi benar tidaknya
pemakaian bahasa seseorang atau golongan.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, H., dkk. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai
Pustaka.

Pusat Bahasa. (2007). Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Edisi Ketiga Cetakan Keempat).
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Rukanah. (2016, 5 April). Makalah Penggunaan Kata Baku dan Tidak Baku dalam Bahasa
Indonesia. https://rukanahep.wordpress.com/2016/04/05/makalah-penggunaan-kata-baku-dan-
tidak-baku-dalam-bahasa-indonesia/

(Diakses pada 16 Agustus 2017). https://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Van_Ophuijsen

(Diakses pada 16 Agustus 2017). https://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Republik

(Diakses pada 16 agustus 2017). https://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_yang_Disempurnakan

(Diakses pada 16 Agustus 2017). https://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Bahasa _Indonesia

Anda mungkin juga menyukai