Anda di halaman 1dari 6

Obat Herbal tanpa Efek Samping, Benarkah?

Aufa Nafilah Siregar

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Jakarta,
Indonesia

Korespondensi : Aufa Nafilah Siregar. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi
Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Jakarta, Indonesia. Email : aufanafilah7@gmail.com

Akhir-akhir ini gaya hidup back to nature sedang ramai diperbincangkan oleh masyarakat.
Gaya hidup ini menekankan pada penggunanya untuk mengkonsumsi bahan-bahan yang
berasal dari alam dan tidak memerlukan banyak proses pengolahan, salah satunya adalah
penggunaan obat tradisional atau obat herbal. Hasil Riskesdas dari tahun 2010 hingga 2018
memperlihatkan bahwa masyarakat yang menggunakan upaya kesehatan tradisional makin
meningkat menjadi sebesar 44,3% (1). Hal ini menunjukkan minat masyarakat dalam
penggunaan obat tradisional dan upaya kesehatan tradisional meningkat.

Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap obat tradisional ini bukan tanpa alasan.
Masyarakat percaya bahwa obat tradisional dianggap lebih aman karena berasal dari alam.
Terutama apabila ramuan tersebut sudah digunakan secara turun temurun. Sehingga
memunculkan presepsi bahwa obat tradisional sudah pasti aman, tidak mengandung bahan
kimia, dan bebas dari efek samping yang berbahaya bagi tubuh karena berasal dari alam.

Benarkah demikian?

Obat Tradisional dan Regulasinya di Indonesia

Menurut Peraturan BPOM NO.32 Tahun 2019, obat tradisional adalah bahan atau ramuan
bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik)
atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (2). Di
Indonesia, obat tradisional dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu jamu, obat herbal
terstandardisasi dan fitofarmaka.
• Jamu adalah obat tradisional yang dibuat di Indonesia

• Obat herbal terstandard adalah obat tradisional yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandardisasi.

• Fitofarmaka adalah obat tradisional yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik serta bahan baku dan produk jadinya telah
distandardisasi.

Perbedaan ketiga kategori obat tersebut terletak pada uji yang dilakukan untuk
membuktikan keamanan dan khasiat dari obat. Keamanan dan khasiat obat tradisional
seperti jamu dibuktikan berdasarkan pendekatan empiris secara turun temurun. Sedangkan
obat tradisional seperti obat herbal terstandar dan fitofarmaka, memiliki serangkaian uji
untuk membuktikan keamanan dan khasiatnya.

Obat tradisional tidak mengandung bahan kimia ?

Banyak masyarakat menilai bahwa kata “kimia” adalah suatu zat buatan yang berbahaya
dan buruk sehingga harus dihindari. Padahal sejatinya, ada banyak aspek dari kehidupan
kita yang berkaitan dengan kimia. Air yang kita minum (H 2O), udara yang kita hirup (O2),
garam untuk memasak (NaCl) dan lain-lain. . Begitu pula dengan tumbuhan, yang di
dalamnya terkandung jutaan zat kimia yang mungkin belum dapat diidentifikasi (3). Zat
kimia pada tumbuhan tersebutlah yang digunakan untuk mencegah bahkan
menyembuhkan penyakit. Misalnya, bawang putih yang ditunjukkan dari berbagai
penelitian dibuktikan dapat bermanfaat sebagai penurun tekanan darah pada pasien
tekanan darah tinggi (4). Hal tersebut dikarenakan bawang putih mengandung Allicin,
sebuah senyawa kimia yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah. Selain Allicin,
bawang putih mengandung lebih dari 200 zat kimia lainnya (5)

Ada banyak obat-obatan sintetik yang kita ketahui mengandung zat aktif yang berasal dari
alam. Contohnya adalah aspirin, obat anti-inflamasi yang berasal dari Pohon Willow
(Salix alba) atau Artemisin, obat antimalaria yang berasal dari tanaman Annua (Artemisia
annua). Kedua zat aktif tersebut ditemukan dari alam oleh para peniliti, lalu kemudian
disintesis untuk dijadikan obat (6).

Sehingga, tidak tepat untuk menganggap segala hal yang berasal dari alam itu bebas dari
zat kimia.Walaupun mengandung banyak zat kimia, bukan berarti obat tradisional tidak
baik untuk dikonsumsi. Zat kimia bukan berarti hal yang buruk dan harus dihindari. Yang
perlu diperhatikan adalah zat kimia apa yang terkandung dan apakah komponen tersebut
bermanfaat atau berbahaya untuk tubuh kita (7).

Obat tradisional tanpa efek samping?

Zat kimia memiliki manfaat apabila digunakan sesuai dengan kebutuhan. Tetapi, ada pula
zat kimia yang bersifat toksik sehingga berbahaya bagi tubuh manusia ataupun lingkungan
sekitarnya. Terdapat juga zat kimia beracun yang berasal dari alam seperti Arsenik,
beberapa tanaman yang beracun, dan juga hewan berbisa seperti ular dan kalajengking.
Racun-racun yang dihasilkan berbentuk zat kimia yang dapat menyebabkan kematian (3).

“Semua obat adalah racun, yang membedakan adalah dosisnya”. Pepatah ini berlaku untuk
semua obat, tak terkecuali obat tradisional. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,
bahwa tumbuhan mengandung ratusan hingga jutaan zat kimia yang belum dapat
diidentifikasi, sehingga tentunya obat tradisional dapat memiliki efek samping dan dapat
membahayakan tubuh apabila tidak digunakan sesuai dengan kebutuhan . Terlebih lagi,
obat tradisional seperti jamu belum terbukti secara klinis efektivitas dan keamanannya (6).
Oleh karena itu, pengobatan tradisional tetap harus mengikuti dengan dosis yang sesuai,
lama pengobatan yang tepat dan cara pengobatan yang tepat, yang berfungsi untuk
meminimalkan adanya efek samping yang tidak diinginkan. Kita harus menyadari
walaupun obat tradisional berisiko lebih rendah dibandingkan dengan obat sintetik, bukan
berarti obat tradisional sepenuhnya bebas dari zat toksik maupun efek samping. (6)

Obat Tradisional vs Obat Sintetik

Jika kita meneliti perbedaan dari obat tradisional dan obat sintetik, masing-masing dari
obat memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Obat tradisional seperti jamu,
diproduksi secara home-made atau manual, sehingga higienitas produk masih diragukan,
dikarenakan adanya kemungkinan kontaminasi parasit, bakteri atau virus dalam proses
pembuatan obat. Berbeda halnya dengan obat sintetik yg pembuatannya harus mengikuti
standadr tertentu dan harus mengikuti kaidah CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).

Dari mekanisme kerja obat, obat sintetik bekerja secara spesifik untuk penyakit tertentu,
sedangkan obat tradisional bekerja sebagai support system untuk menyembuhkan penyakit
ataupun sebagai usaha preventif (8). Obat tradisional mengandung jutaan zat kimia yang
mungkin belum teridentifikasi, sedangkan untuk obat sintetik hanya mengandung zat aktif
yang sesuai untuk mengobati penyakit. Dosis dari obat sintetik sudah ditentukan oleh
industri yang penetapannya berdasarkan uji klinis, sedangkan untuk obat tradisional,
penetapan dosis tidak dilakukan (2).

Berbicara keamanan dan khasiat, keamanan dan efektivitas obat tradisional belum teruji
secara klinis. Keamanan dan efektivitas obat tradisional hanya berdasarkan pengalaman
empiris, sedangkan obat sintetik harus diuji secara klinis baru boleh diedarkan. Walaupun
memiliki jutaan kandungan zat kimia didalamnya, namun masing-masing zat kimia
tersebut berada dalam konsentrasi yang sangat kecil, sehingga obat tradisional memiliki
kemungkinan minim efek samping, berbeda dengan obat sintetik yg dapat memiliki efek
samping apabila dikonsumsi dalam jangka panjang (9).

Pada akhirnya, baik obat tradisional maupun obat sintetik sama-sama mengandung zat
kimia yang berfungsi untuk menyembuhkan penyakit, sehingga kedua obat tersebut aman
apabila dikonsumsi sesuai dengan anjuran. Baik obat tradisional maupun obat sintetik,
dapat menjadi racun apabila digunakan secara berlebihan dan tidak sesuai aturan. Apabila
anda berniat mengkonsumsi obat tradisional atau mengkombinasikan obat-obatan tersebut
dengan pengobatan yang sedang anda jalani, konsultasikan dahulu kepada tenaga ahli agar
keamanan pengobatan lebih terjamin

Referensi:

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI. 2018. Riset


Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta.
2. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 32 Tahun 2019. Persyaratan
Keamanan Dan Mutu Obat Tradisional. Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan.
Jakarta.
3. U.S. Department of Health and Human Services. Natural Doesn't Necessarily Mean
Safer, or Better [Internet]. Available from: https://www.nccih.nih.gov/health/know-
science/natural-doesnt-mean-better
4. Karin Ried. Garlic Lowers Blood Pressure in Hypertensive Individuals, Regulates
Serum Cholesterol, and Stimulates Immunity: An Updated Meta-analysis and
Review. The Journal of Nutrition. 2016;146(2).
5. Ehécatl M. A. García-Trejo, Abraham S. Arellano-Buendía, Raúl Argüello-García,
María L. Loredo-Mendoza, Fernando E, et al. Effects of Allicin on Hypertension and
Cardiac Function in Chronic Kidney Disease. Oxidative medicine and cellular
longevity. Hindawi Publishing Corporation. 2016. DOI:
https://doi.org/10.1155/2016/3850402
6. Zhang J, Onakpoya IJ, Posadzki P, Eddouks M. The Safety of Herbal Medicine: From
Prejudice to Evidence. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine.
Hindawi Publishing Corporation. 2015. DOI: https://doi.org/10.1155/2015/316706
7. Bent S. Herbal medicine in the United States: review of efficacy, safety, and
regulation: grand rounds at University of California, San Francisco Medical Center. J
Gen Intern Med. 2008;23(6):854-9.
8. Karimi A, Majlesi M, Rafieian-Kopaei M. Herbal versus Synthetic Drugs; Beliefs and
Facts. Journal of Nephropharmacology. 2015; 4(1): 27–30
9. Fabio Firenzuoli, Luigi Gori. Herbal Medicine Today: Clinical and Research Issues.
Evid Based Complement Alternat Med. 2007;4(1):37-40.
Profil Penulis :

Email : aufanafilah7@gmail.com

Aufa Nafilah Siregar merupakan seorang mahasiswa. Beliau sedang menjalani program
sarjana di Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai