Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

“Penatalaksanaan Kasus Abses Periapikal


Et Causa Radix 22”

Pembimbing:

Drg. Dian Ekawati

Disusun Oleh :

Drg. Maulida Ulfa


Drg. Ana Maliah
Drg. Syaidatul Fauziah
Drg. Siti Nurmalina
Drg. Sinta Ramadhani

PROGRAM INTERNSIP DOKTER GIGI INDONESIA


RSUD SITI AISYAH KOTA LUBUK LINGGAU
2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas segala rahmat, hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “Penatalaksanaan Kasus Abses
Periapikal et causa Radix 46”. Penyusunan laporan kasus ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu syarat kelulusan program internsip dokter gigi tahun
2023/2024.
Dalam penulisan laporan kasus ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan,
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menghaturkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada dokter
Endy Zefri Eryadi, drg., selaku pembimbing program internsip di puskesmas Wates,
serta Kepala UPTD, paradokter dan pegawai UPTD Puskesmas Wates.
Penulis menyadari kesederhanaan dari laporan kasus ini, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga dengan terselesaikannya
laporan kasus ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Wates, Oktober 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................4
1.1. Latar Belakang..............................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2.1. Abses Periapikal............................................................................................5
2.2. Penatalaksanaan Abses Periapikal................................................................6
2.3. Pemberian Antibiotik....................................................................................6
2.4. Pemberian Analgesik....................................................................................7
2.5. Drainase Abses..............................................................................................8
2.6. Ekstraksi Sisa Akar.......................................................................................8
BAB III TINJAUAN KASUS..................................................................................9
3.1. Identitas Pasien...........................................................................................10
3.2. Kunjungan 1................................................................................................10
3.3. Kunjungan 2................................................................................................12
3.4. Kunjungan 3................................................................................................14
3.5. Kunjungan 4................................................................................................16
3.6. Dokumentasi...............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1.............................................................................................................12
Gambar 3.2.............................................................................................................13
Gambar 3.3.............................................................................................................15
Gambar 3.4.............................................................................................................17
Gambar 3.4.............................................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan gigi merupakan hal yang sangat penting untuk dijaga oleh setiap
manusia. Sehingga pada perawatan dan penggunaan ornamen-ornamen pada gigi harus
selalu diperhatikan dari segi kehigenisan serta kesehatannya. Salah satunya dengan
pembuatan gigi tiruan untuk seseorang yang umunya pada mereka tersisa hanya satu
atau beberapa gigi saja. Gigi tiruan merupakan gigi palsu yang digunakan sebagai alat
bantu fungsional pengganti gigi manusia yang hilang akibat adanya proses pencabutan,
trauma dan seorang lanjut usia yang sudah rentan mengalami gigi ompong. Adapun
fungsi dari gigi tiruan tesebut yakni mengembalikan fungsi gigi, estetika dan rongga
mulut juga mengembalikan kepercayaan diri bagi seseorang. Gigi tiruan terbuat dari
bahan heat curing acrylic sesuai dengan ketentuan kesehatan yang berlaku.
Gigi tiruan tidak dapat dipasang secara asal-asalan oleh seseorang yang tidak
piawai dalam bidangnya. Pembuatan gigi tiruan harus memenuhi syarat dan ketentuan
yang berlaku sesuai dengan PERMENKES, yang paling penting adalah adannya izin
dan syarat ketentuan resmi dari pihak yang berwajib. Sayangnya pembuatan gigi tiruan
seringkali dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dimana hal ini
akan sangat membahayakan pasien yang meminta untuk dibuatkan gigi tiruan. Praktik
pembuatan gigi tiruan yang kurang bertanggung jawab tersebut biasanya dilakukan oleh
tukang gigi yang pada prakteknya tidak jarang tidak memiliki izin resmi dan persyaratan
hygenie dan sanitasi. Sebenarnya tukang gigi dapat melakukan praktek untuk membuat
gigi tiruan namun mereka harus memenuhi ketentuan dan syarat yang berlaku di
PERMENKES tiga diantaranya yakni tidak membahayakan kesehatan, membuat gigi
tiruan berbahan heat curing acrylic yang memenuhi persyaratan dan kesehatan, dan
memasangkan gigi tiruan lepasan kepada pasien sebagian dan/atau penuh yang terbuat
dari bahan heat curing acrylic dengan tidak memenuhi sisa akar. Sebagai perizinan
resmi maka tukang gigi harus mendapatkan izin resmi tersebut kepada pemerintah
setempat supaya dapat dilakukan pengawasan penuh pada praktek sekaligus tempat
yang digunakan ungtuk praktek. Apakah layak dan memenuhi standar untuk melakukan
praktek pembuatan gugi tiruan atau tidak. Persyaratan kehigeniasan dan sanitasi juga
sangat penting dalam pembukaan praktek tersebut.
Akibat banyaknya praktek tukang gigi dalam membuat gigi tiruan yang sangat
kurang dari segi sanitaasi, higenitas dan ke ilegalan dalam melakukan praktek karena
tidak memiliki izin tersebut sangat berpotensi buruk pada kesehatan gigi pasien. Banyak
pasien setelah melakukan pemasangan gigi tiruan oleh tukang gigi merasakan sakit yang
tidak seperti pada umumnya.
Salah satu dampak dari pemasangan gigi tiruan yaitu timbulnya abses pada
rongga mulut. Abses gigi adalah sebutan yang digunakan untuk menggambarkan
kumpulan nanah yang terlokalisasi di tulang alveolar di puncak akar gigi. Biasanya
terjadi akibat karies gigi, trauma, kegagalan penumpatan atau perawatan saluran akar.
Setelah memasuki jaringan periapikal melalui foramen apikal, bakteri ini mampu
menginduksi peradangan akut yang menyebabkan pembentukan nanah (Shu dkk.,
2000).
4
Abses periapikal dapat dianggap sebagai tahap lanjut dari bentuk serta gejala pada
periodontitis apikalis. Pada infeksi endodontik akut, bakteri yang terlibat tidak hanya
terletak di saluran akar, namun juga menyerang jaringan periradikular dan berpotensi
menyebar ke ruang anatomi lain di kepala dan leher untuk membentuk selulitis atau
phlegmon, yang merupakan peradangan difus yang menyebar. proses dengan
pembentukan nanah (Siqueira, 2013).
Pasien tentunya mengalami berbagai kerugian tidak hanya rasa sakit yang
ditimbulkan setelah pemasangan gigi tiruan oleh tukang gigi tetapi juga kerugian materi
yang mengharuskan pasien berobat untuk memulihkan giginya seperti semula. Menurut
jurnal kedokteran gigi Surakarta, pasien banyak yang mengalami kerusakan pada gigi
hingga infeksi dikarenakan pemasangan gigi tiruang yang tidak sesuai prosedural.
Dampak yang dirasakan oleh pasien tentunya jauh lebih merugikan secara fisik dan
materil. Untuk itu, supaya orang- orang dapat memilih pilihan yang tepat dimana
mereka harus membuat dan memasang gigi tiruan makalah ini akan membahas lebih
lanjut terkait dampak apa saja yang ditimbulkan akibat pembuatan gigi tiruan oleh
tukang gigi. Hal tersebut guna memberikan edukasi dan literasi bagi orang-orang yang
memiliki pengetahuan awam terkait hal tersebut.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Abses Periapikal


Abses periapikal adalah suatu lesi supuratif yang berasal dari pulpa, terlokalisir atau difus,
yang menghancurkan jaringan periapikal sebagai respon inflamasi terhadap bakteri yang
berperan sebagai iritan pada pulpa yang nekrosis. Anamnesis diperdalam berdasarkan gejala
yang dirasakan oleh pasien, klasifikasi abses periapikal dibagi menjadi dua yaitu yang disertai
dengan gejala atau disebut abses periapikal akut (simptomatis) dan tanpa gejala atau disebut
abses periapikal kronis (asimptomatis). Kedua klasifikasi tersebut merupakan suatu proses yang
dapat rekuren apabila tidak dilakukan eliminasi terhadap faktor etiologic (Skolastika, 2021).
Abses periapikal diakibatkan oleh adanya bakteri yang masuk ke jaringan periapikal dan
menyebabkan inflamasi pada jaringan. Gigi yang mengalami nekrosis merupakan factor utama
penyebab terjadinya abses. Gigi yang nekrosis terjadi karena bakteri pada awalnya melakukan
demineralisasi pada struktur gigi menyebabkan pulpitis reversible, lalu bakteri akan mencapai
pulpa, mengiritasi dan lama kelamaan menyebabkan kerusakan pada pulpa sampai nekrosis.
Kondisi tersebut akan mendorong bakteri mencapai foramen apikal dan menginvasi jaringan
pendukung gigi, menyebabkan timbulnya inflamasi pada jaringan periapikal dan menginisiasi
respon imun. Respon awal sistem pertahanan jaringan periapikal adalah adanya infiltrasi sel
PMN dan diikuti dengan peningkatan jumlah sel osteoklas. PMN akan menghancurkan bakteri
secara intraseluler juga akan membentuk neutrophil extracellular traps (NETs) yang berperan
penting karena memiliki respon degradasi bakteri spektrum luas yaitu bakteri gram positif dan
gram negative. PMN, makrofag, limfosit T dan limfosit B, sel mast, osteoklas, osteoblast,
fibroblast, sel epitel rest dan adanya kemokin yang mengatur terjadinya reaksi inflamasi
merupakan elemen penting pada inflamasi periapikal. IgG berperan sebagai pertahanan
terhadap patogen dengan spesifitas beberapa bakteri spesifik yang berhubungan dengan infeksi
endodontis.
Salah satu tanda klinis yang dapat ditemui pada abses periapikal adalah kerusakan yang
parah pada gigi. Karena reaksi akut terhadap infeksi endodontik dapat terjadi dengan sangat
cepat, gigi yang terkena mungkin tidak menunjukkan bukti radiografi adanya kerusakan tulang
periradikuler. Bila radiolusensi periradikular diamati secara radiografi, abses biasanya
merupakan akibat darieksaserbasi kondisi kronik tanpa gejala sebelumnya. Dalam kebanyakan
kasus, gigisangat sensitif terhadap perkusi, sehingga dinyatakan (+) (Siqueira, 2013).
Eksudat purulen yang terbentuk sebagai respons terhadap infeksi saluran akar menyebar
melalui tulang meduler untuk melubangi tulang kortikal dan keluarke jaringan lunak
submukosa atau subkutan. Dalam banyak kasus, pembengkakan hanya terjadi secara intraoral.
Pada rahang atas, abses apikal dapat mengalir melaluitulang bukal atau palatal ke dalam rongga
mulut atau kadang-kadang ke dalam sinusmaksilaris atau rongga hidung. Abses apikal pada gigi
mandibula dapat mengalir melalui tulang bukal atau lingual ke dalam rongga mulut. Namun,
proses infeksijuga dapat meluas ke ruang fasia kepala dan leher dan mengakibatkan selulitis
sertatanda dan gejala sistemik, yang mengakibatkan komplikasi (Siquieira, 2013).
Perawatan untuk abses periapical adalah drainase abses untuk meredakan tekanan jaringan,
perawatan saluran akar atau melakukan ekstraksi gigi. Bakteri yang paling umum diisolasi pada
abses dento alveolar meliputi streptokokus anaerobik, spesies fusobacterium, dan bakteri
anaerob seperti prevotella. dan spesies porphyromonas. Spesies prevotella telah dilaporkan
sebagai yang paling sering ditemukan dalam berbagai penelitian, ditemukan pada 10-87% abses

6
dentoalveolar.

7
Prevotella intermedia, Prevotella nigrescens dan Prevotella pallens, Porphyromonas
endodontalis, dan Porphyromonas gingivalis adalah patogen yang umum terdeteksi (Swestha
dan Krishna, 2014).
Bakteri anaerob fakultatif termasuk dalam kelompok streptokokus viridans dan
streptokokus kelompok anginosus umumnya terlibat dalam abses gigi. Streptokokus kelompok
viridans meliputi kelompok mitis, kelompok oralis, kelompok liurarius, kelompok sanguinis,
dan kelompok mutans. Kelompok anginosus (sebelumnya disebut sebagai “Streptococcus
milleri” atau S. anginosus) juga telah dilaporkan dengan tingkat akurasi yang bervariasi.
Staphylococcus aureus telah sering dilaporkan dari abses gigi akut, berkisar antara 0,7% hingga
15% (Swestha dan Krishna, 2014).

2.2. Penatalaksanaan Abses Periapikal


Perawatan abses periapikal dapat meliputi drainase abses, pemberian
antibiotik,pengendalian nyeri, dan ekstraksi gigi sebagai sumber infeksi. Umumnya, konsumsi
antibiotik peroral disertai janji temu dokter gigi yang tepat waktu sudah cukup. Abses apikal
jarang memerlukan rawat inap di rumah sakit dan pemberian antibiotik intravena (IV) kecuali
pasien menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan seperti demam, dispnea, atau gangguan
saluran napas akibat pembengkakan. Kebanyakan abses apikal dapat diobati dengan antibiotik
untuk mengatasi bakteri gram negatif, anaerob fakultatif, dan anaerob (Stephens dkk., 2018).

2.3. Pemberian antibiotik


Antibiotik diresepkan oleh dokter gigi untuk perawatan serta pencegahan infeksi. Indikasi
penggunaan antibiotik sistemik di bidang kedokteran gigi adalah sebagai perawatan definitif
dalam penanganan infeksi postoperative, sebagai perawatan penunjang untuk penanganan
bedah infeksi (drainase abses), demam dan menggigil yang berlangsung lebih dari 24 jam,
trismus dikarenakan infeksi, cellulitis yang menyebar luas, Individu yang
immunocompromised, infeksi maksilofasial yang terkontaminasi, prosedur yang memiliki
resiko infeksi tinggi, profilaksis untuk mencegah SABE (sub-acute bacterial endocarditis)
(Ahmadi dkk., 202).
Antibiotik empiris merupakan langkah awal untuk infeksi bakteri yang memproduksi
betalactamase. Pemberian antibiotik dapat mempersingkat penjalaran infeksidan memberikan
proteksi kepada penderita yang mengalami tindakan ekstraksi serta mengurangi risiko
komplikasi. Pemberian antibiotic dilanjutkan sampai tanda-tanda infeksi hilang, dan tindakan
selanjutnya adalah menilai keadaan gigi penyebab. Antibiotik adalah antimikroba yang
digunakan untuk pengobatan dan pencegahan infeksi. Antibiotik diklasifikasikan sebagai
bakterisidal atau bakteriostatik. Antibiotik bakterisida membunuhbakteri dengan menghambat
sintesis dinding sel dan antibiotic bakteriostatik menghambat pertumbuhan dan reproduksi
bakteri.
Antibiotik yang paling sering digunakan di kedokteran gigi adalah golongan penicillin.
Penicillin sampai saat ini masih merupakan gold standard dalam mengobati infeksi dental.
Diantara kelompok penicillin, penicillin V, amoxicillin, dan amoxicillin clavulanate telah
dianjurkan untuk merawat infeksi odontogenik dan penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan hasil klinis penggunaan tiga jenis antibiotik tersebut (Ahmadi et al., 2021).
Amoxicillin merupakan antibiotik spektrum luas yang efektif untuk bakteri gram positif
dan gram negative (Ahmadi et al., 2021). Dosis amoxicilin yang dianjurkan adalah 500 mg,
tiga kali sehari untuk dewasa dengan durasi pemberian yang banyak diresepkan oleh praktisi

8
adalah 3 sampai 7 hari (Skolastika, 2021).

9
Metronidazole merupakan antibiotik sintetis yang efektif melawan bakteri anaerob dengan
mengganggu DNA bakteri, sehingga sintesis asam nukleat terhambat. Mekanisme aksi belum
dapat dijelaskan sepenuhnya, namun, reduksi gugus nitro oleh organisme anerob bertanggung
jawab terhadap efek sitotoksik dan antimikroba. Metronidazol yang masuk ke dalam tubuh
melalui sistem pencernaan dimetabolisme di dalam hati, diedarkan ke seluruh tubuh, lalu
melintasi membran sel target dengan difusi pasif, kemuadian kelompok nitronya direduksi
menjadi radikal nitro oleh ferredoxindanflavodoxin.Dosis pemberian pada orang dewasa
adalah 500 mg, dapat dikonsumsi sebanyak tiga kali sehari dengan lama pemberian sampai
dengan 7 hari. Antibiotik golongan ini memberikan cakupan antibiotik yang sangat baik jika
digunakan bersamaan dengan penisilin (Skolastika, 2021).
Penggunaan kombinasi metronidazole dan amoksisilin dalam perawatan abses periapikal
kronis adalah untuk mengatasi infeksi yang melibatkan bakteri berspektrum luas.
Metronidazole mencakup bakteri anaerob dan amoksisilin mencakup bakteri fakultatif aerob
yang terlibat dalam infeksi. Kombinasi metronidazole dan amoksisilin ini akan menghasilkan
efek sinergis karena amoksisilin dapat meningkatkan penyerapan metronidazole sehingga
konsentrasinya menjadi lebih tinggi dapat mencapai batas konsentrasi hambat minimum
(Skolastika, 2021).

2.4. Pemberian analgesik


Praktik dalam tatalaksana nyeri, secara garis besar stategi farmakologi mengikuti ”WHO
Three Step Analgesic Ladder” yaitu (Morgan, 1996):
1. Tahap pertama dengan menggunakan abat analgetik nonopiat seperti NSAID atau
COX2 spesific inhibitors.
Contoh non opioid analgesik: Aspirin, Paracetamol, Ketorolac, Asam Mefenamat,
Ibuprofen, Ketoprofen,
2. Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka diberikan obat-obat
seperti pada tahap 1 ditambah opiat secara intermiten.
Contoh opioid ringan: codeine, tramadol, hydrocodone, oxycodone
3. Tahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap 2 ditambah opiat yang lebih kuat.
Penanganan nyeri berdasarkan patofisiologi nyeri paada proses transduksi dapat diberikan
anestesik lokal dan atau obat anti radang non steroid, pada transmisi inpuls saraf dapat
diberikan obat-obatan anestetik lokal, pada proses modulasi diberikan kombinasi anestetik
lokal, narkotik, dan atau klonidin, dan pada persepsi diberikan anestetik umum, narkotik, atau
parasetamol
Contoh opioid kuat: morfin, fentanyl, buprenorphine, methadone, levarphanol
Analgesik yang sering dipakai di kedokteran gigi adalah golongan asam mefenamat. Tetapi
obat ini tidak dianjurkan penggunaannya pada anak-anak atau wanita hamil. Pada uji analgetik,
asam mefenamat merupakan satu satunya fenamat menunjukkan kerja pusat dan juga kerja
perifer. Senyawa fenamat memiliki sifat-sifat tersebut terutama karena kemampuannya
menghambat siklooksigenase (Goodman dan Gilman, 2012). Asam mefenamat terikat sangat
kuat pada protein plasma. Dengan demikian interaksi terhadap obat antikoagulan harus
diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dyspepsia dan gejala
iritasi lain terhadap mukosa lambung. Pada orang usia lanjut efek samping diare hebat lebih
sering dilaporkan. Efek samping lain yang berdasarkan hipersensitivitas ialah eritema kulit,
bronkokonstriksi. Anemia hemolitik pernah dilaporkan. Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali
250-500 mg sehari (Gan dan Wilmana, 2011).

1
2.5. Drainase abses
Drainase abses adalah prosedur medis yang digunakan untuk mengeluarkan nanah atau
cairan lain dari abses, yaitu kantong infeksi yang terbentuk di dalam tubuh ketika bakteri,
jamur, atau kuman lain menyerang suatu jaringan. Drainase abses melibatkan pembuatan
sayatan kecil pada abses dan mengeluarkan cairan yang terinfeksi dari dalamnya. Hal ini
membantu mengurangi rasa sakit dan bengkak serta memungkinkan antibiotik mencapai lokasi
infeksi dengan lebih efektif.
Tujuan dilakukannya drainase abses yaitu mencegah terjadinya perluasan abses/infeksike
jaringan lain, mengurangi rasa sakit, menurunkan jumlah populasi mikroba beserta toksinnya,
memperbaiki vaskularisasi jaringan (karena pada daerah abses vaskularisasi jaringan biasanya
buruk) sehingga tubuh lebih mampu menanggulangi infeksi yang ada danpemberian antibiotok
lebih efektif serta mencegah terjadinya jaringan parut akibat drainasespontan dari abses. Selain
itu, drainase dapat juga dilakukan dengan melakukan open bur dan ekstirpasi jarngan pulpa
nekrotik, atau dengan pencabutan gigi penyebabnya (Topazian et al, 2002).

2.6. Ekstraksi pada sisa akar


Pencabutan gigi merupakan salah satu tindakan yang paling sering dilakukan dalam
praktik dokter gigi. Pencabutan gigi pada ilmu kedokteran gigi biasa disebut dengan ekstraksi
gigi merupakan tindakan pengeluaran gigi dari lubang soket pada tulang alveolar. Pada
umumnya, penyebab pencabutan gigi adalah kejadian karies pada gigi yang tidak bisa dilakukan
perawatan lagi, penyakit periodontal, fraktur, impaksi gigi, kebutuhan perawatan ortodonti,
persistensi gigi, serta sisa akar (Loekman, 2017).
Karies yang meluas dan tidak dapat dirawat mengakibatkan hilangnya mahkota gigi
sepenuhnya dan menyisikan akar (sisa akar) atau disebut juga sebagai gangrene radiks. Gigi
dengan kondisi sisa akar yang kronis menyebabkan jaringan periapikal rentan infeksi karena
jaringan pulpa yang mati merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
Melalui foramen apikal gigi, mikroorganisme penyebab infeksi pada jaringan pulpa dapat
menjalar ke jaringan periodontal di sekitar apeks gigi, menyebabkan keradangan atau infeksi
jaringan. Keradangan ini mengakibatkan pembentukan lesi pada periapikal. Lesi periapikal yang
sering terjadi adalah abses periapical, granuloma periapikal dan juga kista radikuler (Yuwono,
2010).
Pencabutan adalah salah satu terapi dari lesi periapikal di atas untuk menghilangkan
sumber infeksi, namun perlu diperhatikan bahwa penatalaksanaan pencabutan yang tidak tepat
dapat mengakibatkan kegagalan dalam menghilangkan lesi atau dapat terjadi infeksi sekunder
bahkan dapat terjadi kerusakan tulang rahang akibat ekspansi kista radikular yang tidak terambil
(Yuwono, 2010).

A. Syarat dan Ketentuan Tukang Gigi Melakukan Praktik


Dalam melakukan praktiknya, tukang gigi harus memiliki standar kelayakan dari segi
pengetahuan, keahlian dan tempat yang higenis untuk melakukan praktik pembuatan
sekaligus pemasangan gigi tiruan. Sedangkan untuk mendapatkan izin atas standar tukang
gigi tersebut apakah layak atau tidak dapat dilihat pada peraturan PERMENKES nomor 39
tahun 2014 mengenai pembinaan, pengawasan dan perizinan pekerjaan tukang gigi. Berdasar
pada ketentuan pasal 1 angka 1 PERMENKES no.39 tahun 2014 mengenai pembinaan,
pengawasan dan perizinan pekerjaan tukang gigi di Indonesia menyatakan bahwasannya :
“tukang gigi merupakan setiap orang yang memiliki kemampuan membuat dan memasangkan
gigi tiruan lepasan.” Sedangkan pekerjaan atau sebuah syarat dan ketentun tukang gigi
1
dapat

1
diperbolehkan melakukan praktiknya dalam membuat dan memasang gigi tiruan yang diatur
pada pasal 6 ayat (1) dan (2), yaitu :
1) Pekerjaan Tukang Gigi hanya boleh dilakukan apabila ;
a) Tidak membahayakan dan tidak membahayakan kesakitan dan kematian dalam
artian aman.
b) Tidak bertentangan dengan upaya-upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
c) Tidak bertentangan dengan adanya norma-norma dan nilai-nilai yang hidup
didalam masyarakat.
2) Pekerjaan Tukang Gigi sebagaimana yang termaksud pada ayat (1) hanya berupa ;
a) Untuk membuat gigi tiruan lepasan Sebagian dan/atau penuh yang bahnnya
dianjurkan terbuat dari bahan heat curing acrylic yang telah memenuhi ketentuan
persyaratan kesehatan.
b) Memasang gigi tiruan lepasan sebagian dan/atau penuh pada pasien yang terbuat
dari bahan heat curing acrylic dengan tidak menutupi sisa akar gigi.
Semua kewajiban tukang gigi juga diatur lebih lanjut lagi pada pasal 7 PERMENKES
no. 39 tahun 2014 mengenai pembinaan, pengawasan, dan perizinan. Dalam peraturan
PERMENKES pekerjaan tukang gigi disebutkan bahwasannya dalam melakukan preaktik,
tukang gigi berkewajiban diantaranya sebagai berikut.
a) Melakukan pekerjaan tukang gigi sesuai dengan standarisasi pekerjaan tukang
gigi.
b) Menghormati hak pengguna jasa tukang gigi.
c) Memberitahu informasi yang jelas dan tepat terhadap pengguna jasa tukang
gigi terkait tindakan yang dilakukannya.
d) Melakukan pencatatan pelayanan (services) yang dibuat dalam pembukuan
khusus.
e) Membuat laporan secara berkala tiap tiga bulan kepada pemerintah (Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) yang meliputi diantaranya jumlah
pengguna jasa tukang gigi serta tindakan yang dilakukan oleh tukang gigi.
Jadi, sudah jelas tukang gigi dapat membuat dan memasang gigi tiruan pada pasien
dengan hanya memiliki standar sesuai aturan yang sudah disebutkan dalam PERMENKES.
Banyaknya tukang gigi hanya mengandalkan minim pengetahuan mereka terkait pemasangan

1
dan pembuatan gigi tiruan dalam menerapkannya kepada pasien tanpa berfikir bahwa hal
tersebut dapat membahayakan kesehatan gigi pasien. Tukang gigi harus sigap menaati
peraturan pemerintah tentang apa yang harus mereka lakukan sebelum menjalankan
pekerjaannya sebagai tukang gigi. Setelah dirasa cukup maka tukang gigi dapat mendaftarkan
diri pada pihak yang berwajib supaya tukang gigi dapat dilihat kredibilitasnya dalam
menangani pasien serta pembuatan alat bantu kesehatan gighi, lalu adanya pengawasan yang
akurat dari pemerintrah terkait kelayakan tempat pelayanan berlangsung.

B. Dampak Akibat Pembuatan Gigi Tiruan oleh Tukang Gigi


1. Peradangan Gigi dan Gusi
Meskipun tukang gigi dapat melakukan praktik untuk membuat sekaligus
memasangkan gigi tiruan kepada pasien, tetapi tukang gigi nyatanya masih banyak yang
memiliki ilmu yang sangat rendah terkait hal tersebut. Banyak pasien yang sering
mengeluhkan gigi sakit usai melakukan pemasangan gigi tiruan oleh tukang gigi.Tak hanya
itu, pasien juga mengalami kondisi gigi yang berongga yang sebelumnya terlebih dahulu
melakukan penambalan gigi di tukang gigi. Dokter gigi yang mendapati keluhan serupa
memberikan keterangan bahwa gigi yang sakit tersebut disebabkan oleh adanya peradangan
dan kondisi seluruh bagian gigi yang mengalami kegoyangan. Gigi dengan kondisi yang
dialami pasien tentunnya sangat merugikan pasien dari segi kesehatan dan materi. Biaya yang
dikeluarkan untuk menyembuhkan kondisi gigi yang seperti itu sangatlah tidak sedikit jauh
dari biaya yang dikeluarkan untuk memasang dan membuat gigi tiruan kepada tukang gigi.

Gambar 1.1 Peradangan pada Gigi dan Gusi

2. Bau Mulut dan Infeksi Gigi


Tukang Gigi pada pembuatan gigi tiruan sekaligus memasangkannya kepada pasien
juga didapati membuat pasiennya mengalami bau mulut dan infeksi pada gigi. Pada kasus
yang dialami oleh pasien drg.Erfa Santoso yang menegluhkan mulutnya yang bau padahal
sudah gosok gigi secara rutin dan masalah lainnya pada gigi yang ternyata itu merupakan
infeksi gigi. Saat ditanya oleh dr.Erfa Santoso ternyata pasiennya usai melakukan
pembuatan sekaligus pemasangan gigi tiruan dengan tukang gigi. Pasalnya gigi tiruan
yang

1
dibuat oleh tukang gigi bukan dibuat dengan model gigi tiruan lepasan, justru dibuat
permanen dan dipasangkan cekat atau dipasang permanen pada gigi pasien.

Gambar 1.2 Bau Mulut Gambar 1.3 Infeksi Gigi

Kondisi gigi dan mulut seperti pada gambar diatas, merupakan dampak dari praktik
yang dilakukan oleh tukang gigi yang tidak bertangung jawab. Tukang gigi tersebut
melakukan pembuatan dan pemasangan gigi tiruan dengan ilmu yang sangat trendah dan
menggunakan prosedur yang asal-asalan. Selain itu menurut drg.Erfa Santoso akan sangat
berbahaya apabila tukang gigi melakukan pencabutan gigi apalagi pada gigi dewasa. Tukang
gigi tidak memiliki ilmu untuk mengetahui indikasi sekaligus kontra indikasi saat pencabutan
gigi. Terlebih lagi jika tukang gigi melakukan penambalan gigi tanpa adanya pengetahuan
terkait kondisi gigi yang berlubang tersebut sangatlah berbahaya, dan hanya akan merugikan
pasien karena untuk melakukan penambalan gigi harus melalui berbagai macam prosedur
kepada pasien itu sendiri termasuk perawatan intensif pada saluran akar sebelum ditambal.
3. Susunan Gigi yang Berantakan
Susunan gigi yang berantakan akibat korban tukang gigi sudah sering ditemui oleh
dokter gigi setelah melakukan pemeriksaan terhadap pasiennya. Seperti yang dialami
pasien drg. Handoko yang merupakan dokter gigi asal Surakarta, beliau mengatakan
bahwa ada pasiennya yang mengalami gigi yang susunannya berantakan seusai
melakukan pemasangan behel dengan tukang gigi. Kerusakan yang dialami oleh pasien
drg.Handoko sudah terlanjur parah sehingga mengharuskan pasiennya dilakukan
penanganan oleh dokter gigi spesialis orthodonti guna memperbaiki susunan rahang
menjadi normal kembali dan dapat digunakan serta berfungsi dengan benar.

Gambar 1.4 Susunan Gigi Berantakan KorTuGi

1
4. Kista/Tumor di Seluruh Bagian Rahang Atas
Kista rahang atau dapat disebut dengan kista odontogenic merupakan kantung yang
berisikan cairan yang berkembang pada tulang rahang diatas gigi yang belum mengalami
erupsi. Kist ini biasanya memengaruhi gigi geraham atau gigi taring. Kista rahang juga
sering ditemui oleh pasien dokter gigi yang merupakan korban tukang gigi. Dokter gigi
asal Surakarta, drg. Handoko menyatakan bahwa adanya korban tukang gigi yang
sebelumnya melakukan pemasangan gigi tiruan pada tukang gigi dengan alasan ingin
memiliki gigi yang cantik dengan harga yang murah namun malah berujung penyakit.
Pasien yang dating pada drg.Handoko tersebut mengalami komplikasi yang parah akibat
tukang gigi yang tidak membuat sekaligus memasang gigi tiruan sesuai dengan standar
peraturan KEMENKES.

Gambar 1.5 Hasil Rontgen Pasien Kista Rahang

Gigi tiruan yang dibuat oleh tukang gigi tersebut dibuat permanen sehingga tidak
dapat dibersihkan oleh pasien., selain itu juga ternyata pasien masih mempunyai sisa akar gigi
yang tidak diambil ditutup permanen oleh tukang gigi dengan adanya gigi palsu tersebut.
Akibatnya, gusi pasien tersebut mengalami infeksi yang kemudian tidak sesegera mungkin
diobati dan akhirnya menimbulkan jista atau tumor diseluruh bagian rahang atas pasien.
Pasien tersebut lalu dirujuk ke rumah sakit terdekat hingga pada akhirnya nyawa pasien sudah
tidak dapat tertolong lagi. Hal seperti inilah yang sangat disayangkan oleh dokter gigi karena
apabila tukang gigi melakukan praktik sesuai aturan yang berlaku dengan benar, maka tidsk
akan terjadi hal serupa hingga merenggut nyawa seseorang.
5. Gusi Bengkak
Gusi bengkak merupakan kondisi ketika gusi memerah, nyeri, menonjol dan mudah
berdarah. Kondisi tersebut umumnya terjadi akibat penyakit pada gigi atau gusi tetapi
tidak dipungkiri adanya sebab lain. Kondisi seperti ini juga tidak jarang dialami oleh
seseorang yang menjadi korban tukang gigi. Pada pasien drg. Maria, dokter gigi asal
Surakarta itu menemui pasien yang mengalami pembengkakan yang cukup serius pada
gusinya. Pembengkakan gusi tersebut diakibatkan karena pemasangan gigi tiruan oleh
tukang gigi yang tidak sesuai prosedur yang benar. Didapati juga pasien dengan usia
lanjut yang mengalami gusi yang sangat bengkak dan cukup besar akibat penambalan gigi
oleh tukang gigi yang menambal dengan bahan gigi tiruan atau akrilik yang seharusnya
tidak digunakan untuk menambal gigi. Akhirnya terpaksa semua gigi yang ada pada
pasien lanjut usia tersebut harus dicabut dikarenakan kondisi yang membahayakan bagli
kesehatannya. Gusi bengkak yang dialami oleh pasien korban tukang gigi rata-rata hanya
mendiamkan hal tersebut, menganggap bahwa gusi bengkak tersebut hanya masaklah
biasa dan bukan akibat dari praktik tukang gigi yang tidak memenuhi standar untuk
melakukan hal tersebut.

1
Gambar 1.6 Gusi Bengkak
Menurut drg. Maria, tukang gigi yang melakukan praktik diluar kewenangannya
sangatlah membahayakan masyarakat. Kebanyakan dari mereka tidak mengerti standar
sterilisasi alat-alat yang mereka gunakan untuk memeberikan pelayanan bagi pasien. Mereka
juga tidak memiliki pengetahuan yang cukup terkait obat-obatan yang mereka berikan kepada
pasiennya.

C. Hal yang Harus Dilakukan Agar Terhindar dari Malapraktik Tukang Gigi
Sebagai orang yang menempatkan kesehatan pada urutan pertama yang
terpenting dalam hidup, tentunnya harus memilih pelayanan yang tentunnya baik dan
aman bagi kesehatan. Salah satunnya pada kesehatan gigi, banyak yang masih
menagnggap enteng bahwagigi seseorang dapat diberikan pelayanannya kepada tukang
gigi yang mereka tidak ketahui bahwa tukang gigi yang melakukan praktih terhadap
mereka tidaklah memiliki ilmu yang cukup bahkan tidak mengikuti anjuran dari
KEMENKES.
Menurut jurnal kedokteran gigi oleh Sofi, Rosihah dan Widodo Universitas
Lambung Mangkurat, Banjarmasin, pengetahuan pengguna gigi tiruan yang dibuat
oleh dokter gigi jauhkebih tinggi dibandingkan dengan tukang gigi, tetapi tidak sedikit
juga orang yang memilih untuk melakukan pembuatan sekaligus pemasangan gigi
tiruan dengan tukang gigi. Alasannyapembuatan gigi tiruan di dokter gigi lebih tinggi
biayanya dibandingkan dengan pembuatan gigi tiruan di tukang gigi. Padahal,
pembuatan sekaligus pemasangan dengan dokter gigi jauh lebih aman dan tentunya
dokter gigi sudah memiliki ilmu yang cukup dengan standar sterlisasiyang sangat
memadai, tak hanya itu izin praktik juga mereka sudah pasti mendapatkan dari
pemerintah sesuai dengan syarat dan ketentuam yang berlaku untuk melakukan
praktik.Sehingga pasien tidak akan mengalami kerugian yang fatal seperti yang
dialami oleh pasien tukang gigi. Berikut hal-hal yang harus dilakukan agar terhindar
dari malapraktik tukang gigi.
a) Membaca banyak literatur terkait ketentuan apa saja yang harus dilakukan oleh
tukanggigi secara benar.
b) Melihat alat dan bahan apakah steril atau tidak.
c) Tidak tergiur dengan harga murah yang ditawarkan oleh tukang gigi.
d) Bertanya apakah tukang gigi sudah memiliki izin resmi praktik atau belum.
e) Konsultasikan pada dokter gigi terlebih dahulu untuk menghindari hal-hal
yang tidakdiinginkan.

1
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. Lili Suryani
Umur : 34 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Megang
Suku : Melayu
Pekerjaan : Wiraswasta
Jenis Pasien : Umum

3.2. Kunjungan 1 (Selasa, 5 September 2023)


a. Pemeriksaan Subjektif
 Keluhan Utama :
Bibir bengkak meluas ke pipi sebelah kiri sejak 1 minggu yang lalu
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli gigi RSUD Siti Aisyah pada hari Selasa, 5 September
2023 dengan keluhan bibir bengkak dan sakit meluas ke pipi sebelah kiri sejak 1
minggu yang lalu. Pasien mengatakan awalnya gigi atas kiri tersebut berlubang
hingga tersisa akar kemudian dilakukan penambalan gigi tanam ke tukang gigi
sekitar 1 bulan yang lalu. Pasien mulai merasakan sakit sejak kurang lebih seminggu
terakhir. Pasien belum pernah ke dokter gigi untuk memeriksakan keluhan
tersebut. Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat maupun makanan tertentu.
Pasien tidak mengonsumsi obat rutin.
 Riwayat Penyakit Sistemik
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluhan serupa saat
ini
 Riwayat Alergi
Alergi obat maupun makanan disangkal
 Riwayat Dental
Pasien belum pernah datang ke dokter gigi untuk melakukan perawatan apapun

b. Pemeriksaan Objektif
 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Pasien demam dan terdapat edema pada pipi sebelah
kiri Kesadaran : Kompos Mentis
TB/BB : 155 cm/60 kg
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Suhu : 36,1℃
RR : 18x/menit
Nadi : 71x/menit

1
 Pemeriksaan obyektif
Terdapat sisa akar gigi 22
Perkusi (+)
Palpasi (+)

Gambar 3.1. Foto klinis


c. Assesment
Diagnosa: Abses periapikal gigi 22
Prognosis: Prognosis baik jika segera dilakukan eliminasi faktor penyebab, selama
pasienmelakukan pengobatan dengan baik dan diikuti dengan usia pasien yang
masih muda diharapkan mempercepat proses recovery.

d. Prosedur Perawatan
Kunjungan I (Selasa, 5 September 2023)
1. isolasi daerah kerja
2. Pembongkaran tambalan gigi 22 dengan menggunakan round end diamond bur
3. Pengambilan kawat yang ditanam oleh tukang gigi pada gigi 22
4. Lakukan irigasi,dan dibiarkan gigi 22 terbuka
5. Pasien diberikan medikasi
R/ ciprofloxacine tab 500mg no x
S 3 dd 1
R/ Paracetamol tab 500mg no x
S 4dd 1
6. KIE
 Komunikasi
Menjelaskan kepada pasien bahwa kondisi yang dialami oleh pasien dalam istilah
kedokteran disebut dengan abses periapikal, yaitu benjolan berisi cairan yang
sering ditemukan pada gusi gigi. Kondisi tersebut bukan suatu keganasan, bukan
penyakit menular, dan dapat disembuhkan.
 Informasi
Menginformasikan kepada pasien terkait etiologi dari abses periapikal, yaitu
disebabkan oleh adanya gigi berlubang sebagai jalur masuk dari bakteri aerob dan
anaerob yang dapat menyebabkan adanya nanah pada gusi pasien. Kondisi
tersebut apabila ingin disembuhkan, harus melalui perawatan meliputi drainase
abses disertai konsumsi medikasi serta pencabutan gigi sebagai sumber infeksi
apabila

1
kondisi abses sudah membaik.
 Edukasi
Mengedukasikan kepada pasien untuk segera dilakukan perawatan yaitu drainase
abses dan pemberian medikasi dilanjutkan dengan observasi dan ekstraksi gigi.
Pasien juga diberikan edukasi untuk menjaga kesehatan gigi dan mulutnya
dengan rutin menyikat gigi 2 kali sehari, yaitu pada saat pagi dan malam sebelum
tidur. Selain itu, pasien juga diberikan edukasi untuk mengonsumsi makanan
yang bergizi, minum air putih yang cukup, serta kontrol rutin ke dokter gigi
minimal setiap 6 bulan sekali.
Penjelasan mengenai perawatan abses apikal yaitu drainase abses serta ekstraksi
gigi. Dikarenakan gigi terkait sudah non-vital dan tidak dapat dirawat kembali
sehingga perlu diekstraksi untuk menghindari kemungkinan adanya kekambuhan
abses.

3.3. Kunjungan II (Sabtu, 9 September 2023)


e. Pemeriksaan Subjektif
 Keluhan Utama :
Bibir bengkak meluas ke pipi sebelah kiri sejak 1 minggu yang lalu
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang kembali ke poli gigi RSUD Siti Aisyah pada hari Sabtu, 9
September 2023 untuk kontrol, setelah dilakukan pemeriksaan masih terdapat
pembengkakan pada gusi rahang atas dan gusi kanan rahang bawah, namun
untuk keluhan sakitnya sudah berkurang.
 Riwayat Penyakit Sistemik
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluhan serupa saat
ini
 Riwayat Alergi
Alergi obat maupun makanan disangkal
 Riwayat Dental
Pasien belum pernah datang ke dokter gigi untuk melakukan perawatan apapun

f.Pemeriksaan Objektif
 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Pasien demam dan terdapat edema pada pipi sebelah
kiri Kesadaran : Kompos Mentis
TB/BB : 155 cm/60 kg
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Suhu : 36,1℃
RR : 18x/menit
Nadi : 71x/menit

2
 Pemeriksaan obyektif
Terdapat sisa akar gigi 22
Perkusi (+)
Palpasi (+)

Gambar 3.2. Foto klinis


g. Assesment
Diagnosa: Abses periapikal gigi 22
Prognosis: Prognosis baik jika segera dilakukan eliminasi faktor penyebab, selama
pasienmelakukan pengobatan dengan baik dan diikuti dengan usia pasien yang
masih muda diharapkan mempercepat proses recovery.

Kunjungan 2 (Sabtu, 9 September 2023)


1. Pasien diberikan medikasi
R/Amoxicilin tab 500 mg no x
S3dd tab 1 pc
R/ Metrodinazole tab 250 mg no x
S3dd tab 1 pc
R/ Farsipen plus tab 500 mg no x
s.p.r.n max 3dd tab 1 pc
2. KIE :
Mengedukasikan kepada pasien untuk segera dilakukan perawatan yaitu ekstraksi
gigi, dikarenakan gigi terkait sudah non-vital dan tidak dapat dirawat kembali
sehingga perlu diekstraksi untuk menghindari kemungkinan adanya kekambuhan
abses.
Pasien juga diberikan edukasi untuk tidak kembali ke tukang gigi dan menjaga
kesehatan gigi dan mulutnya dengan rutin menyikat gigi 2 kali sehari, yaitu pada saat
pagi dan malam sebelum tidur. Selain itu, pasien juga diberikan edukasi untuk
mengonsumsi makanan yang bergizi, minum air putih yang cukup, serta kontrol rutin
ke dokter gigi minimal setiap 6 bulan sekali.

2
Dokumentasi Kasus Sebelum Perawatan

Ekstraoral

Intraoral

2
Dokumentasi Kasus Setelah Perawatan

Ekstraoral

Intraoral

2
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmadi, Hanie & Ebrahimi, Alireza & Ahmadi, Fatemeh. (2021). Antibiotic Therapy
In Dentistry. International Journal Of Dentistry. 2021. 1-10. 10.
Am Fam Physician. ;98(11):654-660
2. Atmojo & Sidiqa. 2021. Penanganan Abses Periapikal Kronis Palatal Anterior Pada
Gigi Insisif Lateral Rahang Atas. Doi 10.32793/Jmkg.V10i1.693
3. Freddy P. Wilmana & Sulistia Gan. (2011). Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-
Inflamasi Nonsteroid Dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam D. F.-U. Indonesia,
S.
G. Gunawan, R. Setiabudy, Nafrialdi, & Elysabeth (Penyunt.), Farmakologi Dan Terapi
(Hal. 230-246). Jakarta: Badan Penerbit Fkui.

2
4. Goodman & Gilman, 2012, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Editor Joel. G.
Hardman & Lee E. Limbird, Konsultan Editor Alfred Goodman Gilman,
Diterjemahkan Oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi Itb, Penerbit Buku Kedokteran
Egc, Jakarta.
5. Loekman M. 2017. Teknik Dasar Pencabutan Gigi. J Ilm Dan Teknol Kedokt Gigi.
2017;3(3):82–4.
6. Malinda Y, Prisinda D. 2023. The Antibiotics Sensitivity Test On Staphylococcus And
Streptococcus From Chronic Apical Abscess. 9(1):130-37
7. Morgan, G.E. 1996. Pain Management, In: Clinical Anesthesiology 2 nd ed.
Stamford: Appleton and Lange. 274-316.
8. Sasiwi R. 2004. Hubungan Tingkat Keparahan Karies Gigi Dengan Status Gizi Anak
Di Kabupaten Kendal. Universitas Diponegoro. Fkm-Undip. Semarang.
9. Shu M, Wong L, Miller Jh, Sissons Ch. 2000. Development Of Multi- Species
Consortia Biofilms Of Oral Bacteria As An Enamel And Root Caries Model System.
Arch Oral Biol 2000;45:27-40.
10. Shweta, Krishna Prakash S. 2013. Dental Abscess: A Microbiological Review. Dental
Research Journal. Department Of Microbiology, Maulana Azad Medical College, New
Delhi, India
11. Siqueira Jf Jr, Rôças In. 2013. Microbiology And Treatment Of Acute Apical
Abscesses. Clin Microbiol Rev. 2;255-73.
12. Skolastika, P.S. 2021. Penanganan Abses Periapikal Kronis Palatal Anterior Pada Gigi
Insisif Lateral Rahang Atas. Jurnal Material Kedokteran Gigi.
13. Stephens Mb, Wiedemer Jp, Kushner Gm. 2018. Dental Problems In Primary Care.
Am Fam Physician. 98(11):654-660
14. Tarigan, R., (2012). Karies Gigi. Edisi 2. EGC, Jakarta.
15. Topazian Rg, Goldberg Mh. 2010. Oral And Maxillofacial Infections. Ed. Ke-4.
Philadelphia: W.B. Sauders.
16. Yuwono, Budi. 2010. Penatalaksanaan Pencabutan Gigi Dengan Kondisi Sisa Akar
(Gangren Radik). Stomatognatic (J.K.G Unej) Vol. 7 No. 2 2010: 89-95

Anda mungkin juga menyukai