Pembimbing:
Disusun Oleh :
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................4
1.1. Latar Belakang..............................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2.1. Abses Periapikal............................................................................................5
2.2. Penatalaksanaan Abses Periapikal................................................................6
2.3. Pemberian Antibiotik....................................................................................6
2.4. Pemberian Analgesik....................................................................................7
2.5. Drainase Abses..............................................................................................8
2.6. Ekstraksi Sisa Akar.......................................................................................8
BAB III TINJAUAN KASUS..................................................................................9
3.1. Identitas Pasien...........................................................................................10
3.2. Kunjungan 1................................................................................................10
3.3. Kunjungan 2................................................................................................12
3.4. Kunjungan 3................................................................................................14
3.5. Kunjungan 4................................................................................................16
3.6. Dokumentasi...............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1.............................................................................................................12
Gambar 3.2.............................................................................................................13
Gambar 3.3.............................................................................................................15
Gambar 3.4.............................................................................................................17
Gambar 3.4.............................................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
dentoalveolar.
7
Prevotella intermedia, Prevotella nigrescens dan Prevotella pallens, Porphyromonas
endodontalis, dan Porphyromonas gingivalis adalah patogen yang umum terdeteksi (Swestha
dan Krishna, 2014).
Bakteri anaerob fakultatif termasuk dalam kelompok streptokokus viridans dan
streptokokus kelompok anginosus umumnya terlibat dalam abses gigi. Streptokokus kelompok
viridans meliputi kelompok mitis, kelompok oralis, kelompok liurarius, kelompok sanguinis,
dan kelompok mutans. Kelompok anginosus (sebelumnya disebut sebagai “Streptococcus
milleri” atau S. anginosus) juga telah dilaporkan dengan tingkat akurasi yang bervariasi.
Staphylococcus aureus telah sering dilaporkan dari abses gigi akut, berkisar antara 0,7% hingga
15% (Swestha dan Krishna, 2014).
8
adalah 3 sampai 7 hari (Skolastika, 2021).
9
Metronidazole merupakan antibiotik sintetis yang efektif melawan bakteri anaerob dengan
mengganggu DNA bakteri, sehingga sintesis asam nukleat terhambat. Mekanisme aksi belum
dapat dijelaskan sepenuhnya, namun, reduksi gugus nitro oleh organisme anerob bertanggung
jawab terhadap efek sitotoksik dan antimikroba. Metronidazol yang masuk ke dalam tubuh
melalui sistem pencernaan dimetabolisme di dalam hati, diedarkan ke seluruh tubuh, lalu
melintasi membran sel target dengan difusi pasif, kemuadian kelompok nitronya direduksi
menjadi radikal nitro oleh ferredoxindanflavodoxin.Dosis pemberian pada orang dewasa
adalah 500 mg, dapat dikonsumsi sebanyak tiga kali sehari dengan lama pemberian sampai
dengan 7 hari. Antibiotik golongan ini memberikan cakupan antibiotik yang sangat baik jika
digunakan bersamaan dengan penisilin (Skolastika, 2021).
Penggunaan kombinasi metronidazole dan amoksisilin dalam perawatan abses periapikal
kronis adalah untuk mengatasi infeksi yang melibatkan bakteri berspektrum luas.
Metronidazole mencakup bakteri anaerob dan amoksisilin mencakup bakteri fakultatif aerob
yang terlibat dalam infeksi. Kombinasi metronidazole dan amoksisilin ini akan menghasilkan
efek sinergis karena amoksisilin dapat meningkatkan penyerapan metronidazole sehingga
konsentrasinya menjadi lebih tinggi dapat mencapai batas konsentrasi hambat minimum
(Skolastika, 2021).
1
2.5. Drainase abses
Drainase abses adalah prosedur medis yang digunakan untuk mengeluarkan nanah atau
cairan lain dari abses, yaitu kantong infeksi yang terbentuk di dalam tubuh ketika bakteri,
jamur, atau kuman lain menyerang suatu jaringan. Drainase abses melibatkan pembuatan
sayatan kecil pada abses dan mengeluarkan cairan yang terinfeksi dari dalamnya. Hal ini
membantu mengurangi rasa sakit dan bengkak serta memungkinkan antibiotik mencapai lokasi
infeksi dengan lebih efektif.
Tujuan dilakukannya drainase abses yaitu mencegah terjadinya perluasan abses/infeksike
jaringan lain, mengurangi rasa sakit, menurunkan jumlah populasi mikroba beserta toksinnya,
memperbaiki vaskularisasi jaringan (karena pada daerah abses vaskularisasi jaringan biasanya
buruk) sehingga tubuh lebih mampu menanggulangi infeksi yang ada danpemberian antibiotok
lebih efektif serta mencegah terjadinya jaringan parut akibat drainasespontan dari abses. Selain
itu, drainase dapat juga dilakukan dengan melakukan open bur dan ekstirpasi jarngan pulpa
nekrotik, atau dengan pencabutan gigi penyebabnya (Topazian et al, 2002).
1
diperbolehkan melakukan praktiknya dalam membuat dan memasang gigi tiruan yang diatur
pada pasal 6 ayat (1) dan (2), yaitu :
1) Pekerjaan Tukang Gigi hanya boleh dilakukan apabila ;
a) Tidak membahayakan dan tidak membahayakan kesakitan dan kematian dalam
artian aman.
b) Tidak bertentangan dengan upaya-upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
c) Tidak bertentangan dengan adanya norma-norma dan nilai-nilai yang hidup
didalam masyarakat.
2) Pekerjaan Tukang Gigi sebagaimana yang termaksud pada ayat (1) hanya berupa ;
a) Untuk membuat gigi tiruan lepasan Sebagian dan/atau penuh yang bahnnya
dianjurkan terbuat dari bahan heat curing acrylic yang telah memenuhi ketentuan
persyaratan kesehatan.
b) Memasang gigi tiruan lepasan sebagian dan/atau penuh pada pasien yang terbuat
dari bahan heat curing acrylic dengan tidak menutupi sisa akar gigi.
Semua kewajiban tukang gigi juga diatur lebih lanjut lagi pada pasal 7 PERMENKES
no. 39 tahun 2014 mengenai pembinaan, pengawasan, dan perizinan. Dalam peraturan
PERMENKES pekerjaan tukang gigi disebutkan bahwasannya dalam melakukan preaktik,
tukang gigi berkewajiban diantaranya sebagai berikut.
a) Melakukan pekerjaan tukang gigi sesuai dengan standarisasi pekerjaan tukang
gigi.
b) Menghormati hak pengguna jasa tukang gigi.
c) Memberitahu informasi yang jelas dan tepat terhadap pengguna jasa tukang
gigi terkait tindakan yang dilakukannya.
d) Melakukan pencatatan pelayanan (services) yang dibuat dalam pembukuan
khusus.
e) Membuat laporan secara berkala tiap tiga bulan kepada pemerintah (Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) yang meliputi diantaranya jumlah
pengguna jasa tukang gigi serta tindakan yang dilakukan oleh tukang gigi.
Jadi, sudah jelas tukang gigi dapat membuat dan memasang gigi tiruan pada pasien
dengan hanya memiliki standar sesuai aturan yang sudah disebutkan dalam PERMENKES.
Banyaknya tukang gigi hanya mengandalkan minim pengetahuan mereka terkait pemasangan
1
dan pembuatan gigi tiruan dalam menerapkannya kepada pasien tanpa berfikir bahwa hal
tersebut dapat membahayakan kesehatan gigi pasien. Tukang gigi harus sigap menaati
peraturan pemerintah tentang apa yang harus mereka lakukan sebelum menjalankan
pekerjaannya sebagai tukang gigi. Setelah dirasa cukup maka tukang gigi dapat mendaftarkan
diri pada pihak yang berwajib supaya tukang gigi dapat dilihat kredibilitasnya dalam
menangani pasien serta pembuatan alat bantu kesehatan gighi, lalu adanya pengawasan yang
akurat dari pemerintrah terkait kelayakan tempat pelayanan berlangsung.
1
dibuat oleh tukang gigi bukan dibuat dengan model gigi tiruan lepasan, justru dibuat
permanen dan dipasangkan cekat atau dipasang permanen pada gigi pasien.
Kondisi gigi dan mulut seperti pada gambar diatas, merupakan dampak dari praktik
yang dilakukan oleh tukang gigi yang tidak bertangung jawab. Tukang gigi tersebut
melakukan pembuatan dan pemasangan gigi tiruan dengan ilmu yang sangat trendah dan
menggunakan prosedur yang asal-asalan. Selain itu menurut drg.Erfa Santoso akan sangat
berbahaya apabila tukang gigi melakukan pencabutan gigi apalagi pada gigi dewasa. Tukang
gigi tidak memiliki ilmu untuk mengetahui indikasi sekaligus kontra indikasi saat pencabutan
gigi. Terlebih lagi jika tukang gigi melakukan penambalan gigi tanpa adanya pengetahuan
terkait kondisi gigi yang berlubang tersebut sangatlah berbahaya, dan hanya akan merugikan
pasien karena untuk melakukan penambalan gigi harus melalui berbagai macam prosedur
kepada pasien itu sendiri termasuk perawatan intensif pada saluran akar sebelum ditambal.
3. Susunan Gigi yang Berantakan
Susunan gigi yang berantakan akibat korban tukang gigi sudah sering ditemui oleh
dokter gigi setelah melakukan pemeriksaan terhadap pasiennya. Seperti yang dialami
pasien drg. Handoko yang merupakan dokter gigi asal Surakarta, beliau mengatakan
bahwa ada pasiennya yang mengalami gigi yang susunannya berantakan seusai
melakukan pemasangan behel dengan tukang gigi. Kerusakan yang dialami oleh pasien
drg.Handoko sudah terlanjur parah sehingga mengharuskan pasiennya dilakukan
penanganan oleh dokter gigi spesialis orthodonti guna memperbaiki susunan rahang
menjadi normal kembali dan dapat digunakan serta berfungsi dengan benar.
1
4. Kista/Tumor di Seluruh Bagian Rahang Atas
Kista rahang atau dapat disebut dengan kista odontogenic merupakan kantung yang
berisikan cairan yang berkembang pada tulang rahang diatas gigi yang belum mengalami
erupsi. Kist ini biasanya memengaruhi gigi geraham atau gigi taring. Kista rahang juga
sering ditemui oleh pasien dokter gigi yang merupakan korban tukang gigi. Dokter gigi
asal Surakarta, drg. Handoko menyatakan bahwa adanya korban tukang gigi yang
sebelumnya melakukan pemasangan gigi tiruan pada tukang gigi dengan alasan ingin
memiliki gigi yang cantik dengan harga yang murah namun malah berujung penyakit.
Pasien yang dating pada drg.Handoko tersebut mengalami komplikasi yang parah akibat
tukang gigi yang tidak membuat sekaligus memasang gigi tiruan sesuai dengan standar
peraturan KEMENKES.
Gigi tiruan yang dibuat oleh tukang gigi tersebut dibuat permanen sehingga tidak
dapat dibersihkan oleh pasien., selain itu juga ternyata pasien masih mempunyai sisa akar gigi
yang tidak diambil ditutup permanen oleh tukang gigi dengan adanya gigi palsu tersebut.
Akibatnya, gusi pasien tersebut mengalami infeksi yang kemudian tidak sesegera mungkin
diobati dan akhirnya menimbulkan jista atau tumor diseluruh bagian rahang atas pasien.
Pasien tersebut lalu dirujuk ke rumah sakit terdekat hingga pada akhirnya nyawa pasien sudah
tidak dapat tertolong lagi. Hal seperti inilah yang sangat disayangkan oleh dokter gigi karena
apabila tukang gigi melakukan praktik sesuai aturan yang berlaku dengan benar, maka tidsk
akan terjadi hal serupa hingga merenggut nyawa seseorang.
5. Gusi Bengkak
Gusi bengkak merupakan kondisi ketika gusi memerah, nyeri, menonjol dan mudah
berdarah. Kondisi tersebut umumnya terjadi akibat penyakit pada gigi atau gusi tetapi
tidak dipungkiri adanya sebab lain. Kondisi seperti ini juga tidak jarang dialami oleh
seseorang yang menjadi korban tukang gigi. Pada pasien drg. Maria, dokter gigi asal
Surakarta itu menemui pasien yang mengalami pembengkakan yang cukup serius pada
gusinya. Pembengkakan gusi tersebut diakibatkan karena pemasangan gigi tiruan oleh
tukang gigi yang tidak sesuai prosedur yang benar. Didapati juga pasien dengan usia
lanjut yang mengalami gusi yang sangat bengkak dan cukup besar akibat penambalan gigi
oleh tukang gigi yang menambal dengan bahan gigi tiruan atau akrilik yang seharusnya
tidak digunakan untuk menambal gigi. Akhirnya terpaksa semua gigi yang ada pada
pasien lanjut usia tersebut harus dicabut dikarenakan kondisi yang membahayakan bagli
kesehatannya. Gusi bengkak yang dialami oleh pasien korban tukang gigi rata-rata hanya
mendiamkan hal tersebut, menganggap bahwa gusi bengkak tersebut hanya masaklah
biasa dan bukan akibat dari praktik tukang gigi yang tidak memenuhi standar untuk
melakukan hal tersebut.
1
Gambar 1.6 Gusi Bengkak
Menurut drg. Maria, tukang gigi yang melakukan praktik diluar kewenangannya
sangatlah membahayakan masyarakat. Kebanyakan dari mereka tidak mengerti standar
sterilisasi alat-alat yang mereka gunakan untuk memeberikan pelayanan bagi pasien. Mereka
juga tidak memiliki pengetahuan yang cukup terkait obat-obatan yang mereka berikan kepada
pasiennya.
C. Hal yang Harus Dilakukan Agar Terhindar dari Malapraktik Tukang Gigi
Sebagai orang yang menempatkan kesehatan pada urutan pertama yang
terpenting dalam hidup, tentunnya harus memilih pelayanan yang tentunnya baik dan
aman bagi kesehatan. Salah satunnya pada kesehatan gigi, banyak yang masih
menagnggap enteng bahwagigi seseorang dapat diberikan pelayanannya kepada tukang
gigi yang mereka tidak ketahui bahwa tukang gigi yang melakukan praktih terhadap
mereka tidaklah memiliki ilmu yang cukup bahkan tidak mengikuti anjuran dari
KEMENKES.
Menurut jurnal kedokteran gigi oleh Sofi, Rosihah dan Widodo Universitas
Lambung Mangkurat, Banjarmasin, pengetahuan pengguna gigi tiruan yang dibuat
oleh dokter gigi jauhkebih tinggi dibandingkan dengan tukang gigi, tetapi tidak sedikit
juga orang yang memilih untuk melakukan pembuatan sekaligus pemasangan gigi
tiruan dengan tukang gigi. Alasannyapembuatan gigi tiruan di dokter gigi lebih tinggi
biayanya dibandingkan dengan pembuatan gigi tiruan di tukang gigi. Padahal,
pembuatan sekaligus pemasangan dengan dokter gigi jauh lebih aman dan tentunya
dokter gigi sudah memiliki ilmu yang cukup dengan standar sterlisasiyang sangat
memadai, tak hanya itu izin praktik juga mereka sudah pasti mendapatkan dari
pemerintah sesuai dengan syarat dan ketentuam yang berlaku untuk melakukan
praktik.Sehingga pasien tidak akan mengalami kerugian yang fatal seperti yang
dialami oleh pasien tukang gigi. Berikut hal-hal yang harus dilakukan agar terhindar
dari malapraktik tukang gigi.
a) Membaca banyak literatur terkait ketentuan apa saja yang harus dilakukan oleh
tukanggigi secara benar.
b) Melihat alat dan bahan apakah steril atau tidak.
c) Tidak tergiur dengan harga murah yang ditawarkan oleh tukang gigi.
d) Bertanya apakah tukang gigi sudah memiliki izin resmi praktik atau belum.
e) Konsultasikan pada dokter gigi terlebih dahulu untuk menghindari hal-hal
yang tidakdiinginkan.
1
BAB III
TINJAUAN KASUS
b. Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Pasien demam dan terdapat edema pada pipi sebelah
kiri Kesadaran : Kompos Mentis
TB/BB : 155 cm/60 kg
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Suhu : 36,1℃
RR : 18x/menit
Nadi : 71x/menit
1
Pemeriksaan obyektif
Terdapat sisa akar gigi 22
Perkusi (+)
Palpasi (+)
d. Prosedur Perawatan
Kunjungan I (Selasa, 5 September 2023)
1. isolasi daerah kerja
2. Pembongkaran tambalan gigi 22 dengan menggunakan round end diamond bur
3. Pengambilan kawat yang ditanam oleh tukang gigi pada gigi 22
4. Lakukan irigasi,dan dibiarkan gigi 22 terbuka
5. Pasien diberikan medikasi
R/ ciprofloxacine tab 500mg no x
S 3 dd 1
R/ Paracetamol tab 500mg no x
S 4dd 1
6. KIE
Komunikasi
Menjelaskan kepada pasien bahwa kondisi yang dialami oleh pasien dalam istilah
kedokteran disebut dengan abses periapikal, yaitu benjolan berisi cairan yang
sering ditemukan pada gusi gigi. Kondisi tersebut bukan suatu keganasan, bukan
penyakit menular, dan dapat disembuhkan.
Informasi
Menginformasikan kepada pasien terkait etiologi dari abses periapikal, yaitu
disebabkan oleh adanya gigi berlubang sebagai jalur masuk dari bakteri aerob dan
anaerob yang dapat menyebabkan adanya nanah pada gusi pasien. Kondisi
tersebut apabila ingin disembuhkan, harus melalui perawatan meliputi drainase
abses disertai konsumsi medikasi serta pencabutan gigi sebagai sumber infeksi
apabila
1
kondisi abses sudah membaik.
Edukasi
Mengedukasikan kepada pasien untuk segera dilakukan perawatan yaitu drainase
abses dan pemberian medikasi dilanjutkan dengan observasi dan ekstraksi gigi.
Pasien juga diberikan edukasi untuk menjaga kesehatan gigi dan mulutnya
dengan rutin menyikat gigi 2 kali sehari, yaitu pada saat pagi dan malam sebelum
tidur. Selain itu, pasien juga diberikan edukasi untuk mengonsumsi makanan
yang bergizi, minum air putih yang cukup, serta kontrol rutin ke dokter gigi
minimal setiap 6 bulan sekali.
Penjelasan mengenai perawatan abses apikal yaitu drainase abses serta ekstraksi
gigi. Dikarenakan gigi terkait sudah non-vital dan tidak dapat dirawat kembali
sehingga perlu diekstraksi untuk menghindari kemungkinan adanya kekambuhan
abses.
f.Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Pasien demam dan terdapat edema pada pipi sebelah
kiri Kesadaran : Kompos Mentis
TB/BB : 155 cm/60 kg
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Suhu : 36,1℃
RR : 18x/menit
Nadi : 71x/menit
2
Pemeriksaan obyektif
Terdapat sisa akar gigi 22
Perkusi (+)
Palpasi (+)
2
Dokumentasi Kasus Sebelum Perawatan
Ekstraoral
Intraoral
2
Dokumentasi Kasus Setelah Perawatan
Ekstraoral
Intraoral
2
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmadi, Hanie & Ebrahimi, Alireza & Ahmadi, Fatemeh. (2021). Antibiotic Therapy
In Dentistry. International Journal Of Dentistry. 2021. 1-10. 10.
Am Fam Physician. ;98(11):654-660
2. Atmojo & Sidiqa. 2021. Penanganan Abses Periapikal Kronis Palatal Anterior Pada
Gigi Insisif Lateral Rahang Atas. Doi 10.32793/Jmkg.V10i1.693
3. Freddy P. Wilmana & Sulistia Gan. (2011). Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-
Inflamasi Nonsteroid Dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam D. F.-U. Indonesia,
S.
G. Gunawan, R. Setiabudy, Nafrialdi, & Elysabeth (Penyunt.), Farmakologi Dan Terapi
(Hal. 230-246). Jakarta: Badan Penerbit Fkui.
2
4. Goodman & Gilman, 2012, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Editor Joel. G.
Hardman & Lee E. Limbird, Konsultan Editor Alfred Goodman Gilman,
Diterjemahkan Oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi Itb, Penerbit Buku Kedokteran
Egc, Jakarta.
5. Loekman M. 2017. Teknik Dasar Pencabutan Gigi. J Ilm Dan Teknol Kedokt Gigi.
2017;3(3):82–4.
6. Malinda Y, Prisinda D. 2023. The Antibiotics Sensitivity Test On Staphylococcus And
Streptococcus From Chronic Apical Abscess. 9(1):130-37
7. Morgan, G.E. 1996. Pain Management, In: Clinical Anesthesiology 2 nd ed.
Stamford: Appleton and Lange. 274-316.
8. Sasiwi R. 2004. Hubungan Tingkat Keparahan Karies Gigi Dengan Status Gizi Anak
Di Kabupaten Kendal. Universitas Diponegoro. Fkm-Undip. Semarang.
9. Shu M, Wong L, Miller Jh, Sissons Ch. 2000. Development Of Multi- Species
Consortia Biofilms Of Oral Bacteria As An Enamel And Root Caries Model System.
Arch Oral Biol 2000;45:27-40.
10. Shweta, Krishna Prakash S. 2013. Dental Abscess: A Microbiological Review. Dental
Research Journal. Department Of Microbiology, Maulana Azad Medical College, New
Delhi, India
11. Siqueira Jf Jr, Rôças In. 2013. Microbiology And Treatment Of Acute Apical
Abscesses. Clin Microbiol Rev. 2;255-73.
12. Skolastika, P.S. 2021. Penanganan Abses Periapikal Kronis Palatal Anterior Pada Gigi
Insisif Lateral Rahang Atas. Jurnal Material Kedokteran Gigi.
13. Stephens Mb, Wiedemer Jp, Kushner Gm. 2018. Dental Problems In Primary Care.
Am Fam Physician. 98(11):654-660
14. Tarigan, R., (2012). Karies Gigi. Edisi 2. EGC, Jakarta.
15. Topazian Rg, Goldberg Mh. 2010. Oral And Maxillofacial Infections. Ed. Ke-4.
Philadelphia: W.B. Sauders.
16. Yuwono, Budi. 2010. Penatalaksanaan Pencabutan Gigi Dengan Kondisi Sisa Akar
(Gangren Radik). Stomatognatic (J.K.G Unej) Vol. 7 No. 2 2010: 89-95