Anda di halaman 1dari 33

STUDENT PROJECT

CLINICAL DENTAL SKILL V


“Case Report Unusual Case of Osseointegrated Dental Implant Migration
into Maxillary Sinus Removed 12 Years after Insertion”

Pembimbing: drg. Luh Wayan Ayu Rahaswanti, Sp. KGA


Penguji: drg. Eka Pramudita Ramadhany, Sp. Perio., Sert.KGI., FISID
Disusun Oleh:
SGD 2
Indah Vitasari (1702551010)
Ida Ayu Putu Indah Riana (1702551013)
Ni Putu Kristiana Pratiwi (1702551023)
Ni Kadek Andry Novita Wijaya (1702551024)
Ida Bagus Prayuda Jisnu (1702551025)
Fandy Kurniawan Susanto (1602551039)
Ni Kadek Natalia (1702551042)
Ni Made Ariyanti (1702551046)
Elon Liliana Orain (1702551047)

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI DAN PROFESI


DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan Student Project yang berjudul
“Case Report Unusual Case of Osseointegrated Dental Implant Migration into
Maxillary Sinus Removed 12 Years after Insertion” dengan baik.

Student Project ini disusun dalam rangka memenuhi penugasan tugas


akhir pada blok Clinical Dental Skill V. Dalam penyusunan student project ini,
berbagai bantuan, petunjuk, serta saran dan masukan penulis dapatkan dari banyak
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis berterimakasih kepada
beberapa pihak yang membantu melancarkan pembuatan dari Student Project ini,
yaitu:

1. Dosen pembimbing, drg. Luh Wayan Ayu Rahaswanti, Sp. KGA yang
telah membantu dan membimbing penulis dalam menyusun karya tulis ini.
2. Dosen-dosen pemberi materi pada blok Clinical Dental Skill V yang tidak
bisa disebutkan satu persatu namanya.
3. Orang tua, rekan-rekan seperjuangan di Universitas Udayana serta teman-
teman, atas dukungannya dalam penyusunan Student Project ini.

Penulis sadar bahwa Student Project ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu penulis berharap agar mendapatkan kritik dan saran yang
membangun demi penyempurnaan Student Project ini. Akhir kata semoga ini
dapat membantu berbagai pihak.

Denpasar, 9 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS...........................................................................3
BAB III KAITAN DENGAN TEORI...........................................................6
3.1 Dental Implant...................................................................................6
3.1.1 Definisi....................................................................................6
3.1.2 Penggunaan Implant dalam Kedokteran Gigi ........................8
3.1.3 Diagnosis dan Rencana Perawatan Dental Implant ...............9
3.1.4 Prosedur Penempatan Dental Implant ....................................11
3.1.5 Maintenance ...........................................................................17
3.2 Dental Implant Osseointegration......................................................17
3.2.1 Mekanisme Dental Implant Osseointegration........................18
3.2.2 Integrasi Jaringan Keras..........................................................18
3.3 Kegagalan Dental Implant ................................................................21
3.4 Penatalaksanaan Migrasi Dental Implant..........................................23
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN........................................................25
Kesimpulan..............................................................................................25
Saran .......................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................26

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. (a) (b) (c) (d) .....................................................................................3

Gambar 2. Gambaran klinis preoperatif maksila posterior kanan setelah


pelepasan protesa...................................................................................................4

Gambar 3. (a) (b) (c) (d) € (f) (g) .......................................................................4

Gambar 4. Implant menyerupai gigi asli..............................................................6

Gambar 5. Contoh Badan Implant.......................................................................7

Gambar 6. Contoh healing cup............................................................................8

Gambar 7. Contoh abutment................................................................................8

Gambar 8. Prosedur bedah untuk penempatan implant.......................................12

Gambar 9. Refleksi flap dan pemaparan tulang tempat implant ditempatkan.....13

Gambar 10. Panduan persiapan pengeburan di tulang kortikal...........................13

Gambar 11. Penempatan daerah pemasangan implant menggunakan pin


paralel....................................................................................................................13

Gambar 12. Pelebaran daerah pemasangan implant............................................13

Gambar 13. Penempatan masing-masing pin paralel...........................................14

Gambar 14. Tempat pemasangan implant berulir................................................14

Gambar 15. Pemasangan implant........................................................................14

Gambar 16. Dieratkan secara manual dengan kunci pas silinder........................15

Gambar 17. Penempatan sekrup penutup di atas implant....................................15

Gambar 18. Lokasi operasi setelah reposisi dan penjahitan flap.........................16

Gambar 19. Identifikasi posisi dan pemaparan implan. Sayatan sepanjang


panjang puncak alveolar .......................................................................................16

Gambar 20. Insersi Healing Abutment................................................................16

iv
Gambar 21. Gambaran mikrograf elektron implant.............................................19

Gambar 22. Kontak osteogenesis yang menunjukkan migrasi langsung sel.......20

Gambar 23. Jarak osteogenesis menunjukkan penyembuhan tulang...................20

v
BAB I

PENDAHULUAN

Kehilangan gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang


banyak muncul di masyarakat dan dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang.
Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh karies dan penyakit periodontal. Penderita
yang mengalami kehilangan gigi tidak hanya mengalami kesulitan dalam
mengunyah dan berbicara tetapi juga dapat membatasi aktivitas sosial dan
menghilangkan rasa percaya diri seseorang, terlebih lagi jika kehilangan gigi
anterior. Selain itu, kehilangan gigi juga dapat dihubungkan dengan tingkat sosial
ekonomi dan pendidikan. Seseorang yang memiliki sosial ekonomi dan
pendidikan yang baik akan lebih memahami pentingnya rutin melakukan
perawatan gigi dan mulut. Salah satu perawatan yang disarankan untuk masalah
kehilangan gigi adalah dental implant.

Implant secara umum adalah suatu bahan yang dimasukkan ke dalam


tubuh dengan tujuan menambah atau mengganti fungsi jaringan organ tubuh.
Begitu juga dalam dunia kedokteran gigi, perawatan yang dapat disarankan untuk
masalah kehilangan gigi adalah pemasangan implant atau dental implant. Dental
implant adalah suatu bahan yang ditanam ke dalam tulang alveolar melalui
tindakan pembedahan untuk menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang.

Dewasa ini, teknologi penggunaan dental implant sudah semakin


berkembang dan meluas serta telah menjadi salah satu alternatif sebagai
perawatan dalam menggantikan gigi yang hilang. Dental implant memberikan
keunggulan dalam kestabilan dan kenyamanan dibandingkan gigi tiruan lainnya
dimana prinsip dari dental implant umumnya serupa dengan jenis gigi tiruan
lainnya yaitu untuk memperbaiki fungsi pengunyahan, fungsi berbicara, dan
fungsi estetik. Prosedur perawatan dental implant memiliki tingkat keberhasilan
yang tinggi karena dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang meskipun tetap
ada risiko pemakaian dental implant dalam jangka panjang dan jangka pendek.
Risiko penggunaan dental implant yang sering terjadi adalah pada daerah maksila
posterior, karena pada daerah ini umumnya memiliki kepadatan tulang yang

1
2

rendah sehingga dapat menyebabkan kurangnya stabilitas penggunaan dental


implant (Laureti dkk, 2017).

Pengembangan osseointegrasi dental implant saat ini sangat cepat, dimana


dokter gigi akan menyediakan banyak jenis dental implant dengan tingkat prediksi
yang tinggi dalam keberhasilan perawatannya, desain yang dapat mempermudah
prosedur perawatan dan menghasilkan estetika yang tinggi, serta bahan dan desain
dental implant yang memiliki risiko komplikasi rendah. Osseointegrasi dental
implant menghasilkan struktur yang langsung menyatu secara fungsional antara
dental implant dengan tulang di sekitarnya. Oleh karena itu salah satu kriteria
keberhasilan dari penggunaan dental implant adalah tidak adanya mobilisasi
karena implant harus dipegang kuat di dalam tulang (Richard dkk, 2002). Selain
dari bagaimana teknologi dental implant itu sendiri, pengetahuan dan
keterampilan operator dalam melakukan prosedur perawatan serta pasien yang
kooperatif juga merupakan hal yang penting untuk menunjang keberhasilan dari
penggunaan dental implant. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis
tertarik untuk mengulas suatu kegagalan dental implant dalam jurnal case report
dengan judul “Case Report Unusual Case of Osseointegrated Dental Implant
Migration into Maxillary Sinus Removed 12 Years after Insertion”.
BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang wanita perokok berusia 61 tahun, di rujuk dari department


otolaryngologist, pasien tersebut didiagnosis sinusitis, karena terdapat benda asing
pada sinus maksilaris kanan. Hasil radiografi panoramik dan computed
tomoghrapy menunjukan adanya implant pada gigi 16 yang dislokasi ke sinus
maksilaris kanan. Protesa yang didukung implant tidak menunjukan mobilitas dan
mukosa oral terlihat normal tanpa fistula oroantral (gambar 2) (Laureti dkk.,
2017).

Berdasarkan riwayat medis, untuk menggantikan giginya yang hilang,


pasien melakukan sinus lift surgery dengan simultaneous implant placement pada
April 2003. Terdapat 3 implant yang dipasang pada rahang maxilaris posterior
yaitu: situs 1.4: ⌀4.1 × 12 mm; situs 1.6: ⌀4.8 × 10 mm; situs 1.7: ⌀4.8 × 10 mm.
Prosedur penempatan dilakukan dengan membuat lateral window approach
menggunakan native bone yang dicampur dengan xenograft yang berasal dari
tulang sapi dan membran kolagen babi dan ditempatkan untuk mempertahankan
lateral window rongga sinus. Setelah 6 bulan osseointegration, pasien dibuatkan
protesis sementara yang di dukung oleh implant, dan setelah 3 bulan berikutnya
dilakukan restorasi akhir yang terbuat dari bahan gold-platinum ceramic alloy.
Perawatan periimplantitis tidak dilakukan oleh dokter. Radiografi menunjukkan
kehilangan tulang peri-implant progresif dan perkembangan peri-implantitis yang
menyebabkan migrasi implant ke dalam rongga sinus (Laureti dkk., 2017).

Gambar 1. (a) Preoperative panoramic, (b) lateral cephalogram, (c,d) CT scan


radiographies menunjukan migrasi dental implant (Laureti dkk., 2017).

3
4

Gambar 2. Gambaran klinis preoperatif maksila posterior kanan setelah


pelepasan protesa (Laureti dkk., 2017).

Gambar 3. (a) Gambaran klinis setelah pembukaan flap (b) fotografi sinus
maksila kanan setelah pembukaan lateral window memperlihatkan sinusitis karena
dislokasi implant (c) Implant removal dengan forceps (d) Sinus Maksila setelah
pembedahan (e) Penampakan ekstraoral dari implant (f) Gambaran klinis setelah
5

flap dijahit dan protesa disementasi (g) Radiografi sinus maksila kanan setelah
pengambilan implant (Laureti dkk., 2017).

Implant dilepas dengan prosedur Caldwell-Luc (CL). Pasien dioperasi


dengan anestesi lokal dengan akses melalui lateral window sinus maksilaris.
Aspek bukal flap diangkat untuk mengakses dinding tulang anterior sinus
maksilaris. Alat bedah digunakan untuk menyelesaikan osteotomi dan
mendapatkan akses ke rongga sinus. Membran schneiderian dihilangkan dan sinus
maksilaris sepenuhnya ditinjau kembali setelah pengangkatan implant. Setelah
irigasi dengan larutan salin steril, flap ditutup dengan simple interrupted suture
dan setalah itu pasien diberikan terapi antibiotik (Amoxicillin dan Clavulanicacid
875 mg / 125 mg; Augmentin, GSK, Inggris) dan obat antiinflamasi nonsteroid
(Ibuprofen 600 mg, Brufen, Abbott, USA) diresepkan selama 7 hari setelah
operasi. Obat kumur Chlorhexidine (Corsodyl, GSK, UK) diberikan selama 2
minggu sampai pengangkatan jahitan. Pasien melaporkan tidak ada gejala sinusitis
setelah 12 bulan masa tindak lanjut, melalui konfirmasi oleh CT scan (Laureti
dkk., 2017).
BAB III
KAITAN DENGAN TEORI
3.1 Dental Implant
3.1.1 Definsi
Dental implant adalah suatu alat yang terbuat dari logam metal bebentuk
menyerupai akar gigi dan biasanya mempunyai ulir di bagian luar, dipasang
dengan cara menamam material tersebut secara bedah ke dalam jaringan lunak
atau ke dalam tulang rahang (rahang atas atau bawah) berfungsi untuk
menggantikan akar gigi asli yang hilang di dalam rongga mulut. Sistem ini
diperkenalkan sesuai perkembangan teknologi, khususnya dalam bidang ilmu
kedokteran gigi, untuk mengembalikan estetik, fungsi mastikasi, serta fungsi
fonetik pada waktu berbicara (McKinney, 1991).

Gambar 4. Implan menyerupai gigi asli (McKinney, 1991).

Keuntungan dental implant adalah restorasi tersebut sangat menyerupai


gigi asli karena tertanam di dalam jaringan sehingga memberikan manfaat
fungsional serta pengunyahan pasien dapat kembali sempurna dan estetika
pasien menjadi lebih baik dengan susunan gigi yang mirip dengan gigi aslinya.
Dental implant juga lebih rigid dan stabil sehingga nampak lebih alami dan
mempunyai kekuatan gigitan yang lebih baik (McKinney, 1991).
Pada prinsipnya dental implant memerlukan bahan yang dapat diterima
jaringan tubuh, cukup kuat dan dapat berfungsi bersama-sama dengan restorasi
protesa di atasnya. Menurut Boskar (1986) dan Reuther (1993), syarat dental
implant adalah:
1. Biokompatibel (non toksik, non alergik, non karsinogenik, tidak merusak
dan mengganggu penyembuhan jaringan sekitar serta tidak korosif).

6
7

2. Cukup kuat untuk menahan beban pengunyahan.


3. Resistensi tinggi terhadap termal dan korosi.
4. Elastisitasnya sama atau hampir sama dengan jaringan sekitar
5. Dapat dibuat dalam berbagai bentuk

Dental implant terdiri dari beberapa komponen yaitu:


- Badan Implant
Merupakan bagian implant yang ditempatkan dalam tulang (gambar 5)
Komponen ini dapat berupa silinder berulir atau tidak berulir, dapat
menyerupai akar atau pipih. Bahan yang digunakan bisa terbuat dari
titanium saja atau titanium alloy dengan atau tanpa dilapisi hidroksiapatit
(HA) (Mc Glumphy. EA dan Larsen, PE., 2003).

Gambar 5. Contoh Badan Implant (Mc Glumphy. EA dan Larsen, PE., 2003).
Permukaan implant yang paling banyak digunakan ada tiga tipe yaitu
plasma spray titanium dengan permukaan yang berbentuk granul sehingga
memperluas permukaan kontaknya, machine finished titanium yang
merupakan implant bentuk screw yang paling banyak digunanakan dan
tipe implant dengan lapisan permukaan hidroksi apatit untuk
meningkatkan osseointegrasi (Mc Glumphy. EA dan Larsen, PE., 2003).

- Healing
Merupakan komponen berbentuk kubah yang ditempatkan pada
permukaan implant dan sebelum penempatan abutment. Komponen ini
meiliki panjang yang bervariasi antara 2 mm sampai 10 mm (Mc
Glumphy. EA dan Larsen, PE., 2003).
8

Gambar 6. Contoh healing cup (Mc Glumphy. EA dan Larsen, PE., 2003).
- Abutment
Adalah bagian komponen implant yang disekrupkan dimasukan secara
langsung ke dalam badan implant. Dipasangkan menggantikan healling
cup dan merupakan tempat melekatnya mahkota. Memiliki permukaan
yang halus, terbuat dari titanium atau titanium alloy, panjang dari 1 mm
sampai 10 mm (Mc Glumphy. EA dan Larsen, PE., 2003).

Gambar 7. Contoh abutment (Mc Glumphy. EA dan Larsen, PE., 2003).


- Mahkota
Merupakan protesa gigi yang diletakkan pada permukaan abutment dengan
sementasi (tipe cemented) atau dengan sekrup (tipe screwing) sebagai
pengganti mahkota gigi (Mc Glumphy. EA dan Larsen, PE., 2003).

3.1.2 Penggunaan Implant dalam Kedokteran Gigi


Bahan implant yang biasa digunakan umumnya mengandung unsur logam
yang biasa terbuat dari titanium dengan segala variasi lapisan permukaannya
(surface coating). Karena titanium juga bersifat biologicaly innert pada
maksila dan mandibula.
9

Titanium dan logam paduannya (Ti-Al-V) memiliki lapisan oksida pada


permukaannya. Lapisan tersebut akan berikatan dengan reseptor yang terdapat
pada tulang dan pada area tersebut terjadi proses peletakan matriks tulang
secara in vivo. Mekanisme inilah yang menjadi salah satu faktor penting dalam
penggunaan titanium pada implant dental (TisKarasutisna, 2002).
Seperti umumnya pada tindakan bedah lain, pemasangan implant pada
pasien harus dievaluasi keadaan umum dan lokalnya sebelum dilakukan
pemasangan implant. Setelah melakukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
penunjang maka akan dapat menetapkan apakah pasien yang datang bisa
dipasang implant atau tidak.

3.1.3 Diagnosis dan Rencana Perawatan Dental Implant


Dalam memutuskan diagnosis dan rencana perawatan yang tepat dalam
dental implant memerlukan informasi dan pengetahuan yang cukup mengenai
pasien. Dental implant dapat dilakukan apabila pada situasi klinis pasien
datang sesuai dengan indikasi dilakukannya implant dan tidak terdapat
kontraindikasi (Palmer dkk, 2002). Pemasangan dental implant dapat dilakukan
apabila sesuai dengan indikasi berikut:
1. Pada pasien dengan ketebalan tulang rahang yang cukup.
2. Pasien dengan kebersihan rongga mulut yang baik.
3. Pasien yang kehilangan semua atau sebagian gigi geliginya, akan tetapi
sulit memakai gigi tiruan konvensional akibat adanya koordinasi otot
mulut yang kurang sehingga stabilitas gigi tiruan sulit tercapai atau
adanya refleks muntah sehingga sulit memakai gigi tiruan.
4. Pasien yang menolak gigi aslinya diasah untuk pembuatan gigi tiruan.
Kontra indikasi pemasangan dental implant:
1. Pada pasien dengan keadaan patologi pada jaringan lunak dan keras.
2. Luka ekstraksi yang baru.
3. Pasien dengan penyakit sistemik.
4. Pasien yang hipersensitif terhadap salah satu komponen implant.
5. Pasien dengan kebiasaan buruk seperti bruxsism, merokok dan alkohol.
6. Pasien dengan kebersihan mulut yang jelek.
10

Rencana perawatan dental implant yang dilakukan untuk melakukan penilaian


terhadap pasien yaitu seleksi pasien, pemeriksaan riwayat medis pasien,
pemeriksaan pasien dan pemeriksaan radiografi.

1. Seleksi pasien

Seleksi pasien dilakukan untuk mencegah hasil yang buruk dan


terjadinya komplikasi. Seleksi pasien ini dapat dilakukan dengan
melihat apakah pasien termasuk ke dalam indikasi dari pemasangan
implant (Palmer dkk, 2002).

2. Pemeriksaan riwayat medis

Detail dari riwayat medis pasien sangat diperlukan untuk


pertimbangan karena beberapa kondisi dapat membahayakan
kesuksesan perawatan dengan mengganggu penyembuhan, atau
meningkatkan faktor infeksi. Pada riwayat medis pasien kita dapat
mengetahui kondisi sistemik pasien yang akan dapat mempengaruhi
rencana perawatan implant (Drago, 2007).

3. Pemeriksaan pasien

Pemeriksaan pasien dapat dilakukan secara ekstra oral dan intra


oral. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan ekstra oral
yaitu simetri wajah, dimensi vertical oklusi, smile line, rentang gerak
mandibular. Sedangkan untuk pemeriksaan intra oral yang perlu
diperhatikan yaitu jumlah resorbsi dari edentulous ridge, ukuran dan
bentuk rahang edentulous, kualitas jaringan, interocclusal space,
hubungan rahang: Kelas I, II, atau III, dan patologi jaringan lunak.
Apabila pasien dengan edentulous sebagian, pemeriksaan intraoral yang
dilakukan juga harus memperhatikan indentifikasi gigi yang tersisa,
karies gigi, malposed teeth, analisis oklusal. Pertimbangan yang paling
penting dalam pemasangan implant ini adalah kualitas dan kuantitas
tulang serta bentuk alveolar ridge pada daerah implant (Drago, 2007).

Selain pemeriksaan intra dan ekstra oral, pemeriksaan kondisi


psikologis dari pasien juga diperlukan untuk rencana perawatan
11

implant. Penyakit mental yang serius merupakan kontraindikasi


perawatan implant dikarenakan permasalahan mental dapat
mengarahkan ke kegagalan dari perawatan implant (Palmer dkk, 2002).

4. Pemeriksaan radiografi

Pemeriksaan radiografi juga merupakan sesuatu yang penting


dalam melakukan penilaian dan untuk menemukan daerah implant
dengan dukungan tulang yang optimal. Tampilan standar yang
digunakan untuk radiografi implant yaitu dental pantomogram. Saat ini
telah banyak dental panoramic tomograph (DPT) yang memproduksi
film dengan pembesaran dan dapat mengukur dimensi tulang dengan
menggunakan penggaris dari manufakturirnya. Untuk daerah anterior
maksila dan mandibula dapat menggunakan lateral skull view. Tetapi
untuk menilai secara akurat jumlah tulang di daerah lainnya dapat
dilakukan tomogram sectional (Palmer dkk, 2002).

5. Persetujuan tindakan medis

Setelah melakukan penilaian apakah pasien tersebut sudah


memenuhi kriteria untuk dapat dilakukan perawatan implant,
persetujuan tindakan medis harus diperoleh dari pasien sebelum
perawatan dimulai. Suatu persetujuan tindakan medis harus mencakup:
a. Jumlah dan lokasi implant yang telah direncanakan
b. Operasi tambahan jika perlu
c. Prosedur anastesi
d. Potensi resiko dari operasi dan anastesi
e. Desain protesa dan restorasi akhir (McGlumphy EA & Larsen
PE. 2003)

3.1.4 Prosedur Pembedahan


Prosedur pembedahan terdiri dari dua tahap yaitu pertama adalah prosedur
bedah utama penanaman implant, sementara yang kedua memerlukan
pengaksesan implan dan pemasangan abutment pada implant, yang kemudian
12

akan mendukung pemulihan prostetik. Tahap pertama meliputi (Fragiskos,


2007):
 Pembuatan flap
Pada maksila yang edentulous, setelah pemberian anestesi blok, serta
anestesi infiltrasi pada bagian labial/bukal, sayatan dibuat pada bagian
labial atau bukal, pada dua pertiga ketinggian puncak alveolar atau pada
puncak alveolar. Flap dibuka ke permukaan tulang labial/bukal dan
palatal, sehingga ada visualisasi dan akses ke area bedah yang adekuat
(Fragiskos, 2007).
 Persiapan area penanaman Implant dengan High-speed Bur.
Bur pertama yang digunakan untuk menyiapkan tulang adalah round
guide bur. Bur ini awalnya digunakan untuk mengebor (dengan
kecepatan tinggi, sekitar 2000 rpm) semua lokasi penanaman implant
dengan sangat hati-hati, setelah mempertimbangkan anatomi dan
topografi area rahang. Pengeboran tulang dilakukan dengan irigasi
konstan menggunakan larutan saline, sedangkan bur harus bergerak ke
atas-bawah, sehingga larutan saline dapat mencapai kedalaman area
penanaman implant. Serpihan tulang dihilangkan dan dilakukan
pencegahan heat build-up yang dapat merusak tulang. Bur spiral
kemudian digunakan untuk menyiapkan area penanaman implant
(Fragiskos, 2007).

Gambar 8. Prosedur bedah untuk penempatan implant dengan dibuat penandaan


di rahang atas. Diagram ilustrasi statis (a) dan grafik klinis (b) menunjukkan
perencanaan untuk pembuatan flap yang sesuai (Fragiskos, 2007).
13

Gambar 9. Refleksi flap dan pemaparan tulang tempat implant ditempatkan


(Fragiskos, 2007).

Gambar 10. Panduan persiapan pengeburan di tulang kortikal menggunakan


round bur (Fragiskos, 2007).

Gambar 11. Penempatan daerah pemasangan implant menggunakan pin parallel


(Fragiskos, 2007).

Gambar 12. Pelebaran daerah pemasangan implant (Fragiskos, 2007).


14

Gambar 13. Penempatan masing-masing pin paralel pada daerah pemasangan


implant, dan pembuatan margin bevel atau countersink dengan bur kerucut
(Fragiskos, 2007).

Gambar 14. Tempat pemasangan implant berulir yang telah di preparasi dengan
sekrup tap bur (Fragiskos, 2007).

Gambar 15. Pemasangan implant (Fragiskos, 2007).

 Pemasangan Implant dan Penempatan cover screw.


Pada langkah ini, implant mount diadaptasikan ke implant mount
receiver, yang telah diletakkan pada handpiece low-speed contra-angle
dan dipindahkan ke lokasi penanaman implant (Fragiskos, 2007).
Setelah itu, kunci pas (wrench) silinder digunakan untuk
mengencangkan implant secara manual sampai bagian terdalam dari
lokasi penanaman implant. Implant mount dapat dilepas secara mekanis
dengan obeng yang terpasang pada handpiece low-speed kontra-angle.
15

Sebuah pin parallel dipasang di kanal implant. Pada langkah terakhir,


cover screw ditempatkan, yang menutupi permukaan horizontal
masing-masing implant, sehingga mencegah adanya intervensi atau
proliferasi jaringan mukosa di dalam implant. Irigasi dengan larutan
saline kemudian flap direposisi dan dijahit dengan teknik interrupted
sutures. Pada prosedur pembedahan, antibiotik diberikan secara
profilaksis (sebelum operasi), serta analgesik untuk mengurangi nyeri
pasca operasi. Jahitan dilepas setelah 7 hari (Fragiskos, 2007).

Gambar 16. Dieratkan secara manual dengan kunci pas silinder, hingga implant
mencapai bagian terdalam dari daerah pemasangan implant (Fragiskos, 2007).

Gambar 17. Penempatan sekrup penutup di atas implant, untuk mencegah


proliferasi jaringan mukosa di dalam implant (Fragiskos, 2007).
16

Gambar 18. Lokasi operasi setelah reposisi dan penjahitan flap


(Fragiskos, 2007).

 Pasca operasi
Fase penyembuhan bervariasi, tergantung pada stabilitas primer
implant dan rekonstruksi prostetik. Penempatan implant secara
immediate (segera) seringkali dapat dilakukan pada restorasi splinted
dan pada tulang keras mandibula. Biasanya waktu penyembuhan 8
minggu (Fragiskos, 2007).
 Perpautan Abutment
Setelah prosedur bedah tahap pertama, dilakukan fase kedua dari
prosedur bedah yang melibatkan eksposur implant dan penempatan
abutment pada implant (Fragiskos, 2007).

Gambar 19. Identifikasi posisi dan pemaparan implan. Sayatan sepanjang


panjang puncak alveolar (Fragiskos, 2007).

Gambar 20. Insersi healing abutment (Fragiskos, 2007).


17

3.1.5 Maintenance
Keberhasilan dari implant dipengaruhi dari osseointergrasi dengan
beberapa factor yaitu material implant yang biokompatibel, pemilihan implant
yang sesuai, serta kualitas dan kuantitas tulang yang tersedia (Rachmawat dkk.,
2019)
Setelah pemasangan prostesa maka harus melakukan pemeriksaan secara
teratur untuk melihat tanda-tanda keausan atau kerusakan pada sekitar protesa
atau gigi-geligi yang berdampingan. Selain itu lakukan pemeriksaan pada
restorasi permanen periksa semennya atau sekrup yang diinsersi, pemeriksa
sekrup yang menahan protesa, dan sekrup yang menahan abutment, dan
instruksikan pasien untuk menjaga kebersihan rongga mulut supaya proses
osseointegrasi dapat berhasil. Kegagalan integrasi jarang terjadi apabila
instruksi dokter diikuti dengan baik karena keberhasilan dental implant tidak
saja berkaitan dengan keterampilan operator melainkan kualitas serta kuantitas
tulang, dan kebersihan mulut pasien. Tetapi factor keberhasilan yang paling
penting yaitu stabilitas implant primer (Palmer dkk., 2002). Seperti yang sudah
dijelaskan dalam jurnal bahwa migrasi dental implant yang terlambat setelah
osseointegrasi adalah peristiwa yang sangat langka dan alasannya masih belum
diketahui. Stabilitas primer yang baik dan kualitas dan kuantitas tulang yang
cukup pada pemasangan implant adalah faktor penting untuk mencegah
perpindahan implant (Laureti dkk., 2017)

3.2 Dental Implants Osseointegration


Branemark pertama kali memperkenalkan konsep osseointegrasi pada
tahun 1952. Osseointegrasi adalah suatu proses terjadinya penyatuan dental
implant dengan tulang rahang. Jaringan ikat lunak dan ligament periodontal tidak
ditemui antara tulang dan implant, implant yang terosseointegrasi dengan baik
dapat berfungsi tanpa adanya mobilitas (Drago, C, 2007).
Proses osseointegrasi dental implant memerlukan waktu kurang lebih 3
sampai 6 bulan. Setelah terjadi osseointegrasi antara dental implant dengan tulang
rahang, baru kemudian protesa buatan dapat dipasang. Dental implant umumnya
terdiri dari screw dan crown yang terbuat dari bahan titanium.
18

3.2.1 Mekanisme Dental Implants Osseointegration


Perlekatan yang maksimum pada permukaan tulang yang berkontak
dengan implant menjadi kriteria keberhasilan pemasangan dental implant.
Keberhasilan pemakaian implant tergantung pada osseointegrasi yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor penting antara lain material implant yang
biokompatibel dan pemilihan tipe implant yang sesuai, kualitas dan kuantitas
tulang yang tersedia, dan beban pengunyahan yang dapat menyebabkan
implant goyang atau terganggu pada waktu proses penyembuhan tulang (Drago
C, 2007).
Osseointegrasi dental implant melibatkan berbagai proses yang relatif
kompleks terhadap penyembuhan dan pembentukan tulang kembali.
Osseointegrasi mengacu pada suatu kontak langsung tulang dengan implant
untuk mendukung protesa di bawah tekanan oklusal. Beberapa faktor berikut
telah terbukti memengaruhi osseointegrasi dental implant (Drago, C, 2007) :
1. Teknik bedah termasuk pencegahan panas berlebihan selama
pengeboran/drilling
2. Teknik steril
3. Unloaded healing of dental implants (tanpa gerakan mikro)
4. Desain, bentuk, panjang, topografi permukaan implant (microsurface atau
macrosurface)
5. Kesehatan sistemik pasien (Drago, C, 2007).

3.2.2 Integrasi Jaringan Keras


Pengeboran/drilling dengan trauma yang minimal dan prosedur bedah
untuk penempatan implant endosseous, tulang dan penyembuhan jaringan
lunak harus berlanjut ke terjadinya osseointegrasi. Aktivitas biologis yang
diperlukan untuk mencapai osseointegrasi meliputi tiga fase berikut: osteofilik,
osteokonduktif, dan osteoadaptif (Marx dll, 1996). Tiga fase ini juga disebut
fase inflammatory, proliferatif, dan pematangan (Drago, C, 2007).
Trauma jaringan dimulai dengan sayatan dan berlanjut sampai ke
osteotomi dan penempatan implant, awalan hasil yang jelas adalah pendarahan
segera. Beberapa sel dan jalur untuk peradangan dan penyembuhan dimulai
dari pembedahan pada tulang dengan persiapan osteotomi. Permukaan implant
19

yang tersisa kontak dengan cairan ekstra seluler dan sel. Bekuan darah
kemudian akan terbentuk pada permukaan antara implant dan tulang. Bekuan
darah tersebut mengandung banyak sitokin dan sel yang mengatur metabolisme
tulang. Selain itu bekuan darah juga menyediakan cadangan growth factor dan
sitokin yang berfungsi sebagai kerangka untuk migrasi sel. Adhesi trombosit
yang meningkat telah ditunjukkan terjadi lebih cepat pada permukaan implant
mikro bertekstur daripada permukaan implant yang halus (Drago, C, 2007).
Beberapa penelitian menyimpulkan implant dengan permukaan kasar memiliki
persentase kontak bone-to-implant yang lebih tinggi dan osseointegrasi yang
lebih cepat dan lebih kuat bila dibandingkan dengan machined surface titanium
implants (Trisi dll, 1999; De Leonardi dll, 1999; De Leonardi dll, 1997).
Kontak trombosit dengan topografi permukaan implant mikro dan makro
menyebabkan sekresi dari granula intraseluler dan membantu dalam
penyembuhan jaringan yang terluka. Setelah pembentukan bekuan darah,
dilanjutkan dengan proses inflamasi. Pada proses ini sel-sel inflamasi akan
terlepas menanggapi antigen asing dan trauma pembedahan, selanjutnya
bermigrasi ke lokasi terjadinya trauma/pembedahan. Dalam fase peradangan,
sel-sel ini akan mendukung pertumbuhan pembuluh darah. Pembentukan
pembuluh darah baru (angiogenesis) adalah langkah vital dalam penyembuhan
luka. Pertumbuhan pembuluh darah dimulai sekitar tiga hari setelah
penempatan implant dan berlanjut ke tiga minggu berikutnya. Untuk menjaga
aktivitas seluler selama perbaikan dan pembentukan tulang, angiogenesis harus
aktif. Selama fase osteofilik ini menghasilkan jaringan mature vascular selama
durasi sekitar satu bulan. Selanjutnya osteosit teraktivasi dan fase osteofilik
transisi ke fase osteokonduktif (Drago, C, 2007).
20

Gambar 21. Gambaran mikrograf elektron implant


yang menunjukkan aktivasi platelet (Drago, C, 2007).

Pembentukan tulang ditandai oleh polarisasi osteoblas dan produksi


protein. Matriks kolagen pada tulang/permukaan implant matang dan
termineralisasi. Awalan konstruksi tipe tulang disebut sebagai footplate atau
woven bone. Peletakan osteoid di sekitar permukaan implant berlangsung
selama tiga bulan selanjutnya. Proses ini dikenal sebagai fase osteokonduktif.
"Bone Callus" menutupi area permukaan implant. Tulang yang tidak
terorganisir kaya sel ini disebut sebagai woven bone. Pembentukan woven bone
mendominasi selama periode waktu ini (Drago, C, 2007).
Deposisi/endapan tulang diduga timbul dari dua mekanisme yang berbeda:
jarak osteogenesis dan kontak osteogenesis. Dua proses berbeda ini melibatkan
pembentukan tulang "de novo" (Davies, 2003). Jarak osteogenesis adalah
proses reparatif bertahap, sedangkan kontak osteogenesis terjadi pada
permukaan implant. Migrasi langsung sel osteogenik terjadi melalui matriks
bekuan ke permukaan implant. Deposisi tulang ke permukaan implant terjadi
terus menerus sampai mencapai kondisi stabil sekitar empat bulan. Dalam hal
ini jarak dan kontak osteogenesis bekerja bersamaan untuk mendapatkan
osseointegrasi (Drago, C, 2007).
21

Gambar 22. Kontak osteogenesis Gambar 23. Jarak osteogenesis


yang menunjukkan migrasi menunjukkan penyembuhan tulang ke
langsung sel melalui matriks dalam dari dinding osteotomi menuju
bekuan ke permukaan implant permukaan implan, tetapi tidak ke
(Drago, C, 2007). permukaan (Drago, C, 2007).

Fase terakhir dalam proses osseointegrasi adalah fase osteoadaptif. Fase


ini melibatkan pembentukan dari woven bone dengan vaskularisasi, matriks
jaringan ikat pada permukaan implant/tulang. Pembebanan oklusal dari
implant endosseous merangsang pematangan woven bone menjadi tulang
lamellar/tulang kompak. Perubahan ini secara langsung menanggapi tekanan
yang ditransmisikan dari implant ke permukaan. Woven bone secara bertahap
digantikan oleh tulang lamellar. Tulang lamellar yang baru terbentuk
menyediakan fiksasi yang kaku untuk implant berfungsi dibawah beban
oklusal. Setelah empat bulan, tidak terjadi peningkatan jumlah yang signifikan
pada tulang/kontak implant, namun demikian footplate menebal sebagai
respons terhadap beban oklusal (Drago, C, 2007). Albrektsson menyarankan
hasil klinis yang sukses dapat dicapai dengan osseointegrasi permukaan
implant 60% (Albrektsson dll, 1993).

3.3 Kegagalan Dental Implant


22

Pada suatu tindakan perawatan tentu tidak akan selalu berjalan lancar
tanpa adanya suatu masalah atau komplikasi, begitu pula halnya dengan
pemasangan dental implant. Sehingga hal ini menyebabkan operator harus lebih
waspada terhadap beberapa kegagalan atau permasalahan yang mungkin terjadi
pasca pemasangan dental implant. Adapun contoh kegagalan dental implant
adalah sebagai berikut :
a) Infeksi Dental Implant
Infeksi dapat terjadi saat jaringan lunak / tulang disekitar implant
mengalami peradangan sehingga hal ini menyebabkan kegagalan implant dan
kehilangan massa tulang yang berpengaruh pada proses osseointergrasi. Infeksi
dental implant bisa saja terjadi karena pasien tidak menjaga kebersihan rongga
mulut dengan baik, pada saat pemasangan implant kondisi daerah kerja tidak steril
sehingga menyebabkan kontaminasi mikroorganisme, serta posisi implant yang
tidak stabil sehingga menyebabkan implant bergerak dan melukai jaringan di
sekitarnya yang kemudian menjadi infeksi. Pada kasus infeksi dental implant
biasanya ditandai oleh munculnya abses dan rasa sakit atau tidak nyaman pada
daerah sekitar pemasangan implant (Pye dkk., 2009).
b) Penolakan oleh Jaringan Tubuh
Benda asing yang masuk kedalam tubuh tentunya akan mendapat respon
dari jaringan sekitarnya, bisa diterima dan bisa juga ditolak. Pada pemasangan
dental implant terkadang terjadi penolakan oleh jaringan tubuh dikarenakan tubuh
menganggap bahwa implant sebagai benda asing sehingga jika hal ini terjadi maka
akan mengganggu proses osseointergrasi atau penyatuan tulang dengan jaringan
sekitarnya dan mengarah pada kagagalan pemasangan implant. Akan tetapi hal ini
dapat diturunkan resikonya dengan cara melapisi dental implant menggunakan
lapisan hidroksiapatit (Misch, 2004).
c) Perpindahan Lokasi Dental Implant
Pemasangan dental implant idealnya dalam posisi yang tepat (rapat dan
tidak longgar) sehingga umumnya tidak akan bergerak dan berpindah lokasi.
Namun tidak menutup kemungkinan pasca pemasangan dental implant beberapa
bulan atau tahun, lokasi implant dapat berpindah dari posisi awalnya (Misch,
2004). Hal ini bisa saja disebabkan oleh kualitas tulang, kekuatan tulang serta
23

kondisi anatomis pasien terutama pada pemasangan dental implant posterior


rahang atas yang memiliki resiko implant bermigrasi ke sinus maksilaris (Laureti
dkk., 2017).
Seperti yang dibahas pada student project kali ini mengenai dental implant
yang mengalami perubahan lokasi atau migrasi ke sinus maksilaris dan
menimbulkan sinusitis. Hal ini merupakan salah satu contoh kegagalan dental
implant, yang dapat terjadi karena daerah maksila posterior merupakan daerah
paling dekat dengan sinus maksilaris dan adanya reabsorpsi ridge alveolar juga
dapat menyebabkan berkurangnya tinggi tulang maksila posterior sehingga
memerlukan perhitungan yang cukup matang sebelum pemasangan implant
dilakukan agar tidak terjadi perforasi ke dalam sinus maksilaris. Selain itu adanya
reaksi inflamasi pada implant yang disebabkan oleh infeksi serta perubahan
tekanan intrasinal dan hidung yang menghasilkan suction effect atau efek hisap
juga dapat menyebabkan implant migrasi ke dalam sinus dan menyebabkan
sinusitis (Laureti dkk., 2017).

3.4 Penatalaksanaan Migrasi Dental Implant


Migrasi dental implant ke dalam sinus maksilaris merupakan komplikasi
intraoperatif atau pasca operasi. Hal ini dapat mengganggu struktur anatomi di
sekitar sinus maksilaris dan menghambat clearance mukosiliar oleh silia pada
membran sinus. Selain itu dapat mengakibatkan penebalan mukosa dan berakhir
menjadi sinusitis. Migrasi dental implant dalam sinus maksilaris mengakibatkan
sinusitis kronis karena reaksi benda asing dan perlu diangkat melalui intervensi
bedah, bahkan jika pasien asimtomatik. Implant dalam sinus maksilaris ini dapat
bermigrasi ke struktur anatomi lain diatasnya seperti sinus paranasal, orbital floor,
atau fossa kranial karena perubahan tekanan udara rongga hidung, reaksi benda
asing dalam tubuh, dan nekrosis jaringan lokal (Jun-Hyeong dkk., 2017)
Pengangkatan benda asing dari dalam rongga sinus dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa teknik yaitu: ekstraksi melalui fistula intraoral,
secara langsung dengan membuat lateral window menuju sinus, dan operasi
endoskopi transnasal atau transoral. Sebagian besar kasus dislokasi yang
dilaporkan dalam literatur ditangani dengan prosedur Calwell-Luc (CL),
sedangkan pendekatan transnasal dengan operasi endoskopi fungsional (FESS)
24

terbukti tidak lebih agresif dan memungkinkan kontrol endoskopi serta treatment
sinus paranasal lainnya, yang dapat terlibat infeksi sekunder dari infeksi sinus
maksilaris. Prosedur secara langsung memungkinkan visualisasi yang lebih baik
dalam mengangkat benda asing dengan ukuran besar (6,5 mm diameter leher ×
10mm panjang) maka prosedur CL akan lebih baik untuk dipilih (Mauro dkk.,
2017).
Prosedur CL adalah penggantian mukosa yang terinflamasi atau rusak dari
sinus maksilaris dengan mukosa baru. Literatur mengutip banyak indikasi operasi
ini seperti sinusitis kronis dengan perubahan pada mukosa sinus yang tidak cukup
hanya dengan jalur manajemen medis atau operasi konservatif seperti FESS
(Datta dkk., 2016).
Pendekatan bedah CL adalah pendekatan sederhana untuk mengangkat
dislokasi implant pada sinus maksilaris. Teknik ini dilakukan karena
memungkinkan melakukan prosedur bedah dengan anestesi lokal dan visualisasi
secara langsung selama prosedur. Untuk menghindari masalah sistemik, implant
harus diangkat sesegera mungkin atau pasien harus dirujuk ke ahli bedah
maksilofasial untuk mengangkat implant. Pada kasus yang berhubungan dengan
sinus, pertemuan dengan ahli otorhinolaryngologist harus dilakukan untuk
mengevaluasi keadaan seluruh sinus paranasal (Bruniera dkk., 2015). Pada akhir
dari prosedur operasi pasien harus diberikan terapi antibiotik untuk menghindari
infeksi dan obat antiinflamasi, seperti pada kasus disini diberikan amoxicillin,
clavulanic acid 875mg/125mg dan ibuprofen 600 mg untuk 7 hari pasca operasi.
Selain itu juga diresepkan obat kumur chlorhexidine selama 2 minggu sampai
jahitan dibuka (Mauro dkk., 2017).
BAB IV
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dental implant merupakan indikasi perawatan untuk mengatasi
kehilangan beberapa gigi, umumnya serupa dengan jenis gigi tiruan lainnya yaitu
untuk memperbaiki fungsi pengunyahan, fungsi berbicara, dan fungsi estetik.
Keberhasilan dari perawatan implant dipengaruhi dari osseointergrasi dengan
beberapa faktor yaitu material implant yang biokompatibel, pemilihan implant
yang sesuai, serta kualitas dan kuantitas tulang yang tersedia.

3.2 Saran
Disarankan bagi operator sebelum melakukan pemasangan implant,
operator harus mempersiapan pasien dengan baik serta memilih implant yang
sesuai dengan anatomi pasien selain itu juga edukasi pasien untuk harus selalu
menjaga kebersihan rongga mulut dan intstruksikan pasien untuk melakukan
pemeriksaan perawatan implant secara teratur supaya dapat mencegah terjadinya
kegagalan osseointegration dan hal-hal lain yang tidak diinginkan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Albrektsson, T. 1993. On long-term maintenance of the osseointegrated response.


Aust Prosthet J 7:15-24.
Bruniera, J.F.B., Silva-Sousa, Y.T.C., and Faria, P.E.P., 2015 Case Report
Atypical Case of Three Dental Implants Displaced into the Maxillary Sinus.
Hindawi Publishing Corporation Case Reports in Dentistry;
http://dx.doi.org/10.1155/2015/896423
Datta, R.K., Viswanatha, B., Shree, H.M., 2016. Caldwell Luc Surgery: Revisited.
Indian J Otolaryngol Head Neck Surg, 68 (1), 90–93; DOI 10.1007/s12070-
015-0883-y
Davies, J. 2003. Understanding peri-implant endosseous healing. J Dent Ed
67:932–949.
De Leonardi, D, Garg, A, Pecra G. 1999. Osseointegration of rough acid-etched
titanium implants: five-year follow-up of placement of 100 minimatic
implants. Int J Oral Maxillofac Implants 14:384–391.
De Leonardi, D, Garg, A, Pecra, G. 1997. Osseointegration of rough acid-etched
titanium implants: one-year follow-up of placement of 100 minimatic
implants. Int J Oral Maxillofac Implants 12:65-73.
Drago, C. 2007. Implant Restorations: A Step-by-Step Guide. Edisi ke-2.
Gundersen Lutheran Medical Center, LaCrosse, Wisconsin. Blackwell
Munksgaard. Hal 227-229.
Jun-Hyeong, A., Sang-Hoon, P., Jeong Joon,H., Seunggon, J., Min-Suk, K.,
Hong-Ju, P.,and Hee-Kyun, O., 2017. Treatment of dental implant
displacement into the maxillary sinus. Maxillofacial Plastic and
Reconstructive Surgery: DOI 10.1186/s40902-017-0133-1
Karasutisna, T. 2002. Bahan Ajar Ilmu Bedah Mulut. Tinjauan Umum Dental
Implan dan Pengenalan Sistem Implan ITI. Bagian Bedah Mulut FKG
UNPAD.
Laureti, Mauro & Ferrigno, Nicola & Rosella, Daniele & Papi, Piero & Mencio,
Francesca & de Angelis, Francesca & Pompa, Giorgio & Di Carlo, Stefano.
(2017). Unusual Case of Osseointegrated Dental Implant Migration into

26
Maxillary Sinus Removed 12 Years after Insertion. Case Reports in
Dentistry. 2017. 1-6. 10.1155/2017/9634672.
Marx, R, Ehler, W, Peleg, M. 1996. Mandibular and facial reconstruction:
Rehabilitation of the head and neck cancer patient. Bone 19(1suppl):59s-
82s.
Mc Glumphy EA, Larsen PE. 2003. Contemporary implant dentistry. In : Peterson
LJ, Ellis E, Hupp JR, Tucker MR, eds. Contemporary oral and maxillofacial
surgery: Preprosthetic surgery and implant surgery. 4th ed. Missouri:
Elsevier; 14: 305-42.
Mc Kinney, R. V. 1991. Endosteal Dental Implan. 1st edition. Toronto: Mosby
year Book.
Misch, C. E. 2004. Dental Implant Prosthetics-E-Book. Elsevier Health Sciences.
Palmer, R.M., Smith, B.J., Howe, L.C. and Palmer, P.J., Implants in Clinical
Dentistry 2002. United Kingdom, Martin Dunitz Ltd, 38.
Pye, A. D., Lockhart, D. E. A., Dawson, M. P., Murray, C. A., & Smith, A. J.
2009. A Review of Dental Implants and Infection. Journal of Hospital
Infection, 72(2), 104-110.
Richard M. P, Brian J. S, Leslie C. H, Paul J. P. Implants in clinical dentistry.
United States and Canada: Thieme New York, 2002:4-6
Solderer, A., Al-Jazrawi, A., Sahrmann, P., Jung, R., Attin, T., Schmidlin, P.R.,
2019 Removal of failed dental implants revisited: Questions and answers.
Clin Exp Dent Res, 5, 712-724; doi.org/10.1002/cre2.234
Trisi, P, Rao, W, Rebaudi, A. 1999. A histometric comparison of smooth and
rough titanium implants in human low-density jawbone. Int J Oral
Maxillofac Implants 14:689-698.
Fragiskos, F. D. 2007. Oral surgery. Springer Science & Business Media.

27
LAMPIRAN

Pada Initiating the Session terdapat 2 poin utama yang harus


dilakukan yaitu : 
A)     Membangun hubungan awal dengan pasien
- Sambut pasien (senyum, sapa) dan dapatkan nama serta data diri
pasien
- Perkenalkan diri dan memperjelas peran sebagai dokter
- Tunjukan minat dan rasa hormat kepada pasien, untuk
memberikan kenyamanan fisik pada pasien
 
B)    Identifikasi masalah pasien atau masalah yang ingin ditangani oleh
pasien.
- Identifikasi alasan pasien ingin melakukan konsultasi, diawali
dengan pertanyaan pembuka yang sesuai
 (Misalnya : "Masalah apa yang membawa Anda ke rumah sakit?")
- Dengarkan pernyataan pembukaan pasien dengan penuh
perhatian, tanpa mengganggu atau mengarahkan respons pasien.
- Konfirmasi dan identifikasi ulang permasalahan yang sebelumnya
telah disampaikan oleh pasien 
 (Misalnya : "Baik, jadi tadi Anda mengatakan bahwa mengalami
sakit kepala dan sakit pada rahang bawah; apakah benar? Selain
itu apakah ada hal lain…?")
- Negosiasi agenda dengan mempertimbangkan kebutuhan pasien
dan dokter serta dari perspektif kedua belah pihak.
 
Sumber : 
Burt, J., Abel, G., Elmore, N., Campbell, J., Roland, M., Benson, J., &
Silverman, J. (2014). Assessing communication quality of consultations in
primary care: initial reliability of the Global Consultation Rating Scale,
based on the Calgary-Cambridge Guide to the Medical Interview. BMJ
open, 4(3), e004339.

Calgary Cambridge Observation Guide dalam Panduan Latihan


Ketrampilan Anamnesis BCS Semester 2 Tahun 2020 oleh Dr. Adiartha
Griadhi 

28

Anda mungkin juga menyukai