Anda di halaman 1dari 2

Cabai rawit (Capsicum frutescens L) adalah salah satu varietas cabai yang banyak dibudidayakan oleh para petani

di Indonesia karena memiliki nilai jual yang tinggi.


Selain memiliki kegunaan dan permintaan pasar sangat tinggi, buah cabai rawitmemilikisifat yang mudah mengalami
kemunduran mutu setelah panen. Jenis kerusakan dapat disebabkan oleh hama dan penyakit, pelukaan mekanis selama
pengangkutan, dan kerusakan dingin (chilling injury) saat penyimpanan dingin. Oleh karena itu penanganan pascapanen
cabai rawit harus dilakukan secara baik dan hati-hati (Rukmana, 2002). Periode pascapanen adalah mulai dari
produktersebut dipanen sampai produk tersebut dikonsumsi atau diproses lebih lanjut. Cabai rawit mudah mengalami
kerusakan baik secara fisiologis, mekanik, patologismaupun fisik (Mukarromah, 2013). Kerusakan yang terjadi
menyebabkan susut kuantitasmaupun susut kualitas. Menurut Nurdjannah (2014) penanganan cabai rawit secara
konvensional hanya dapat mempertahankan kesegarannya selama 2-3 hari pada suhu kamar.

Penggunaan disinfektan dapat memperlambat laju kemunduran mutu produk, terutama akibat dari infeksi
mikroorganisme. Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakanuntuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran
oleh jasad renik atau penggunaanobat untuk memusnahkan kuman penyakit (Riyadi, 2018). Pengertian lain dari disinfektan
adalah senyawa kimia yang bersifat toksik dan memiliki kemampuan membunuhmikroorganisme yang terdapat secara
langsung oleh disinfektan

Modifikasi atmosfher adalah hasil interaksi antara permeabilitas kemasan terhadap O2 dan CO2,metabolisme
produk dalam kemasandan kondisi lingkungan luar kemasan terutama tekanan gas O2 dan CO2 bahwa penggunaan plastik
film sebagai bahan kemasan buah-buahan dapat memperpanjang masa simpan produk hortikultura segar, dimana kemasan
film plastik memberikan perubahan gas-gas atmosfer dalam kemasan yang berbeda dengan atmosfer udara normal yang
dapat memperlambat perubahan fisiologis yang berhubungan dengan pemasakan dan pelayuan. Pengemasan pada produk
segar untuk memberikan perlindungan perubahan fisiologis memiliki beberapa persyaratan antara lain memiliki
permeabilitas tertentu terhadap gas O2, CO2 dan H2O, tembus pandang, dan tidak toksik . Pemberian perforasi pada
plastic dapat memberikan kondisi permeabilitas yang memungkinkan keluar masuknya uap air, O2 dan CO2, sehingga
mampu menurunkan laju respirasi dan transpirasi

Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dua faktor. Faktor pertama dengan konsentrasi disinfektan
(K) yaitu: 0 ppm, 75 ppm, 150 ppm. Sedangkan faktor kedua adalah konsentrasi lubang perforasi (P), yaitu: 0%, 2%, 4%
dan 6%: dengan masing-masing perlakuan terdapat 12 perlakuan dan tiap perlakuan di ulang sebanyak 3 kali ulangan.

Pembusukan

perlakuan larutan disinfektan dan kemasan terporasi berpengaruh nyata pada hari ke-4 sampai hari ke-16.
Perlakuan larutan disinfektan 0 ppm dan kemasan terperforasi 6% (K1P3) pada hari ke-4 sampai dengan pada hari ke 16
memiliki intensitas pembusukan tertinngi dengan nilai rata-rata pada hari ke 4 adalah sebesar 4,55%, pada hari ke 8
sebesar 6,06 %, pada hari ke 12 sebesar 9,09% dan pada hari ke 16 sebesar 12,63%, sedangkan perlakuan larutan
disinfektan 150 ppm dan kemasan terporasi 0% (K3P0) pada hari ke-4 sampai dengan pada hari ke-16 merupakan intesitas
pembusukan terendah. Dengan nilai rata-rata masing-masing perlakuan pada hari ke 4 sebesar 0,00%, pada hari ke 8
sebesar 2,53%, padahari ke 12 sebesar 3,54% dan pada hari ke 16 sebesar 6.06%. Hal ini dikarenakan kemasan PP
perforasi 0%, mampu untuk menahan daya masuk udara dan air dan dapat menghambat keluar masuknya gas sehingga
konsentrasi gas yang berada dalam kemasan PP 0% menjadi terkontrol dan mengurangi pertumbuhan mikroba. Selain itu
juga, perlakuan yang menggunakan klorin sebagai desinfektan dengan jumlah kadar larutan disinfektan sebesar 150 ppm
mampu memberikan efek mengurangi mikroba dibandingkan dengan perlakuan tanpa disinfektan K1 (0 ppm)
susut bobot
Rendahnya susut bobot yang terjadi pada perlakuan K3P0 dikarenakan aktivitas mikroorganisme yang terdapat
pada buah setelah dipanen dan selama masa penyimpanan terhambat oleh adanya penggunaan disinfektan. Hal ini berarti
bahwa penggunaan disinfektan efektif untuk mengurangi susut bobot buah cabai rawit pada hari ke-8 dan pada hari
ke-16. Menurut Sapers (2001) bahwa penggunaan larutan disinfektan pada pencucian buah dan sayuran segar, sangat
efektif untuk menekan susut bobot pada produk karena sifatnya yang mampu menghambat dan mebunuh pertumbuhan
mikroorgansme perusak. Penggunaan disinfektan pada pencucian buah dan sayuran segar, sangat eketif untuk menekan
susut bobotpada produk karena sifatnya yang mampu menghambat dan membunuh pertumbuhan mikroorganisme perusak
Kadar air
Pada table 4 menunjukan bahwa kadar air cabai rawit tertinggi dijumpai pada hari ke- 4 pada hari ke-8 sampai hari
ke-12 pada perlakuan larutan disinfektan 0 ppm dan pengemasan terperforasi 6% (K1P3) yaitu pada hari ke- sebesar 9.60
% dan pada hari ke-12 sebesar 9,54%, sedangkan pada har ke- 16 perlakuan tertinggi pada perlakuan larutan disinfektan
150 ppm dan pengemasan terperporasi 6%
(K3P3) yaitu sebesar 9,43%. Sedangkan kadar air terrendah pada hari ke-8 sampai pada hari ke-12
yaiu pada perlakuan larutan disinfektan 150 ppm dan pengemasan terperforasi 0% (K3P0), pada hari ke-8
yaitu sebesar 9,50% dan pada hari ke-12 yaitu sebesar 9,45%, sedangkan pada pada hari ke-16 nilai kadar
terrendah pada perlakuan larutan disinfektan 0 ppm dan pengemasan terperforasi 4 % (K1P2) yaitu sebesar
9,36 %.
Kadar vitamin c
Hal Ini mungkin terjadi karena pengemasan plastic PP dapat mencegah terjadinya penguapan dan perubahan
panas maupun udara karena memiliki permeabilitas yang tertingi terhadap uap air dan udara. hal ini dapat menghambat
proses respirasi, aktivitas enzim yang terhambat dapat mencegah proses oksidasi vitamin C sehingga penurunan kadar
vitamin C pada cabai rawit dapat dicegah (Wulandari, 2012). Menurut Trenggono (1992) bahwa penyimpanan buah-
buahan pada kondisi yang menyebabkan kelayuan akan menurunkan kadar vitamin C dengan cepat karena adanya
proses respirasi dan oksidasi. Penyimpanan cabai rawit dalam lemari pendingin menunjukan kadar vitamin C yang
sangat rendah jika dibandingkan dengan cabai rawit selama penyimpanan. Hal ini menunjukan bahwa penyimpanan
dingin dapat mencegah penurunan kadar vitamin C. Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat aktivitas
enzim dan memperlambat kecepatan reaksi metabolism sehingga dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-
jaringan di dalam bahan pangan tersebut

Anda mungkin juga menyukai