Anda di halaman 1dari 10

BAHAN PANGAN NABATI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM


PENGETAHUAN BAHAN PANGAN

Disusun oleh:
Winda Indriani 20.I1.0034
Belinda Margaretha Setiawan 20.I1.0035
Jonathan Alfredo Mulyono 20.I1.0036
Alfredo Matthew K 20.I1.0037
Nicholaus Aditya Bagus 20.I2.0007

Kelompok 7

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2021
1. PENDAHULUAN
1.1. Topik
Pada tanggal 27 Mei 2021 telah dilaksanakan Praktikum Pengetahuan Bahan Pangan
bab “Bahan Pangan Nabati” oleh kelompok 7 dengan bahan pangan berupa jamur tiram.
Praktikum dilaksanakan secara virtual disebabkan karena adanya pandemi. Pada
praktikum ini dilakukan percobaan untuk analisis kuantitatif dengan melakukan
penyimpanan jamur tiram dalam kemasan plastik polypropylene (PP) yang dapat
mempengaruhi laju respirasi dan susut bobotnya. Jurnal yang kami jadikan acuan adalah
jurnal “Karakteristik jamur tiram (Pleurotus ostreatus) selama penyimpanan dalam
kemasan plastik polipropilen (PP)”.

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum bab ini adalah mengetahui proses pengemasan yang dapat
digunakan dengan efektif guna memperpanjang umur simpan serta menjaga kualitas
jamur tiram. Keefektifan proses pengemasan dapat dilihat dari parameter yang ada
berupa laju respirasi dan susut bobot dari jamur tiram yang disimpan.

1
2. PEMBAHASAN
Jamur tiram merupakan salah satu bahan pangan nabati yang sering dikonsumsi oleh
masyarakat, namun jamur tiram tidak memiliki umur simpan yang cukup panjang
sehingga mudah mengalami kerusakan dalam jangka waktu yang cukup cepat.

2.1. Karakteristik Fisiko-Kimia Bahan Pangan


Untuk karakteristik fisiko-kimia, kami menggunakan SNI jamur merang. Jamur merang
yang baik memiliki (1) bobot 100-400 gram, (2) berbentuk bulat atau lonjong dan tidak
bertangkai, (3) memiliki lapisan luar yang halus dan berbulu tipis, (4) berwarna putih
bersih, (5) memiliki lapisan yang tebal, dan (6) tidak memiliki aroma.

Menurut Codex 38-1981 edible mushroom (jamur yang dapat dimakan) adalah buah
dari kelompok tumbuhan tertentu - jamur yang tumbuh liar atau dibudidayakan dan
setelah ditempatkan akan cocok untuk digunakan sebagai makanan. Jamur yang dapat
dimakan kering harus sehat, yaitu tidak busuk dari warna dan rasa yang sesuai untuk
spesies, bersih, yaitu bebas dari kotoran organik dan mineral, terhindar dari kerusakan
dan akibat adanya belatung yang disebabkan oleh serangga.

2.2. Analisis Karakteristik Bahan Pangan Secara Kuantitatif


Jamur tiram merupakan bahan pangan yang mutunya cepat menurun karena daya
simpannya yang pendek. Dalam kalangan masyarakat sudah banyak dilakukan berbagai
upaya untuk menjaga daya simpan dan mutu jamur tiram (Arianto, 2013). Salah satu
upayanya yaitu dengan pengemasan menggunakan plastik propylene (PP). Pada
percobaan, dilakukan pengamatan terhadap jamur tiram yang dikemas menggunakan
plastik propylene (PP). Pengemasan tersebut dilakukan dengan perlakuan yang berbeda
untuk menemukan perbedaan dari perlakuan yang dilakukan. Perlakuan pertama adalah
jamur tiram yang dikemas dalam plastik PP dan tidak diberi perforasi, perlakuan kedua
adalah jamur tiram yang dikemas dalam plastik PP dan diberi perforasi atau lubang di
bagian tengah plastik sebanyak 4 lubang yang memiliki jarak dari satu dengan yang
lainnya sekitar 1 cm dan memiliki diameter sebesar 0,24 mm, serta perlakuan ketiga
adalah jamur tiram yang tidak dikemas. Kemudian percobaan tersebut dilakukan
pengulangan sebanyak 3 kali dan disimpan pada suhu ruang. Percobaan pengemasan

2
3

plastik PP terhadap jamur tiram ini memiliki parameter penelitian yaitu laju respirasi
dan pengukuran susut bobotnya (SB). Pengukuran laju respirasi jamur tiram
menggunakan metode titrasi dan instrumen yang digunakan dalam pengukuran susut
bobot jamur tiram adalah timbangan analitik.

Setelah dilakukan analisis laju respirasi, jamur tiram yang dikemas dengan plastik PP
berperforasi dan jamur yang dikemas dengan plastik PP tidak berperforasi menunjukan
perbedaan yang tidak signifikan. Hal ini terjadi karena banyaknya oksigen atau O2
dalam kemasan terbatas sehingga menekan laju respirasinya dan mampu meningkatkan
daya simpan jamur tiram. Sedangkan jika jamur tiram yang dikemas oleh plastik PP
dibandingkan dengan jamur tiram yang tidak dikemas, laju respirasinya memiliki
perbedaan yang cukup signifikan. Hal ini terjadi karena respirasi dari jamur tiram yang
tidak dikemas mendapatkan oksigen atau O2 secara terus menerus dari lingkungan
sekitarnya sehingga respirasi menjadi lebih banyak. O2 yang melimpah pada jamur
tiram tentu saja memberikan dampak buruk bagi mutu kesegaran jamur tiram karena
mempercepat pematangan. Terbatasnya O2 pada bahan pangan seperti jamur tiram
mengakibatkan terhambatnya degradasi klorofil , rendahnya produksi C2H4, asam
karbonat yang dibentuk sedikit, perubahan asam lemak tak jenuh dan degradasi dari
pectin lambat sehingga umur simpan jamur tiram menjadi lebih lama (Arianto, 2013).

Hasil pengukuran dari susut bobot jamur tiram diperoleh dari perbandingan susut bobot
akhir dan susut bobot yang awal. Susut bobot yang dilakukan dalam percobaan ini
didapatkan bahwa jamur tiram yang dikemas dengan plastik PP tidak berperforasi dan
jamur tiram yang dikemas dengan plastik PP berperforasi memiliki perbedaan susut
bobot yang tidak signifikan karena kemasan dapat menghambat penguapan air dan
kemasan yang diberi lubang atau perforasi dapat membuat jamur tiram tidak menjadi
layu ataupun lemas. Kemasan plastik PP juga melindungi jamur tiram dari suhu
lingkungan yang tinggi serta menjaga kelembaban di dalamnya tetap terjaga sehingga
proses transpirasi dapat dibatasi. Sedangkan susut bobot jamur tiram yang dikemas
dengan plastik PP memiliki perbedaan susut bobot yang signifikan dengan jamur tiram
yang tidak dikemas. Hal ini terjadi karena suhu jamur tiram tidak dapat dikendalikan
karena dipengaruhi oleh suhu di lingkungan dan kelembabannya pun menjadi rendah,
4

suhu yang tinggi dan kelembaban yang rendah tentu dapat menunjang terjadinya
transpirasi yang lebih cepat. Proses transpirasi adalah salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi susut bobot jamur tiram, karena ketika transpirasi menjadi lebih cepat
maka air didalam jamur tiram pun akan hilang lebih cepat juga sehingga jamur akan
jauh menjadi lebih layu dan lebih berkerut dibanding kondisi awalnya.

Hasil pengukuran susut bobot pada jamur tiram yang dikemas maupun tidak dikemas
memberikan perbandingan yang signifikan. Pengukuran susut bobot ini juga
menunjukan mutu maupun tingkat kesegaran dari jamur tiram. Namun secara tidak
langsung, hasil pengukuran dari susut bobot menunjukan pula indikasi dari parameter-
parameter yang lainnya. Jika susut bobot yang diperoleh dari percobaan adalah besar,
maka dapat disimpulkan pula bahwa susut bobot memberikan pengaruh kepada
parameter lain seperti derajat putih jamur tiram, penurunan kekerasan atau tekstur, serta
penampakan dari jamur tiram tersebut (Arianto, 2013).

2.3. Nilai Gizi Bahan Pangan


Jamur tiram dipercaya dan diyakini dapat diolah menjadi banyak olahan pangan yang
menyehatkan. Dari segi gizinya, jamur tiram dapat dijadikan makanan yang memiliki
kandungan protein cukup tinggi di dalamnya. Selain memiliki kandungan protein yang
tinggi, jamur tiram juga memiliki banyak kandungan mineral anorganik dan masuk
dalam bahan pangan yang rendah lemak. Jamur tiram merupakan sumber protein yang
lebih baik jika dibandingkan dengan kacang-kacangan karena jamur tiram memiliki
kadar protein sekitar 20% hingga 40% dari berat keringnya. Asam amino yang terdapat
di dalam jamur tiram merupakan asam amino esensial yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh yaitu seperti lisin dan leusin. Kandungan mineral makro dan mikro seperti
kalsium, natrium, kalium, magnesium, mangan, dan seng di dalam jamur tiram juga
didapati dalam jumlah yang cukup signifikan. Jamur tiram juga dapat menjadi sumber
vitamin terutama vitamin B kompleks dan vitamin. Karbohidrat adalah kandungan yang
paling banyak didapati di dalam jamur tiram karena kandungan karbohidrat dapat
mencapai sekitar 50% hingga 60%. Jamur tiram pun dapat dimanfaatkan sebagai
antikanker, anti kolesterol, antioksidan, dan antitumor karena memiliki senyawa lektin
5

didalamnya (Sumarsih, 2010). Kalori jamur tiram dapat dikatakan cukup rendah karena
didapati sekitar 28 k / Cal setiap 100 gramnya (Papaspyridi, 2012).

2.4. Keamanan Pangan


Penetapan syarat keamanan pangan sangat dibutuhkan baik untuk ketika bahan pangan
disimpan maupun setelah didistribusi. Jamur tiram menjadi salah satu bahan pangan
yang menjadi sumber devisa dari sektor pertanian karena menjadi komoditas ekspor
(Kadir, 2013). Hal ini membuat penanganan pasca panen terhadap jamur tiram harus
diperhatikan lebih lanjut, sehingga kualitas dari jamur tiram masih tetap terjaga hingga
proses pendistribusian yang dilakukan. Standar keamanan pangan yang dilakukan harus
mempertahankan kualitas jamur tiram tanpa mengurangi atau merubah sifat fisiko-kimia
yang terdapat didalamnya seperti kadar air, pH, kadar lemak, kadar protein, sifat
organoleptik dan kadar karbohidratnya. Salah satu upaya yang sering dilakukan untuk
kualitas dari jamur tiram pada saat proses penyimpanan adalah dengan menggunakan
teknologi iradiasi (Kadir, 2013).

Teknologi Iradiasi diteliti dapat memberikan peningkatan sanitasi dan memperbaiki


daya simpan bahan pangan terutama pada sayuran. Hal ini tentu dibutuhkan karena
jamur tiram adalah bahan pangan yang dapat rusak dengan mudah atau biasa disebut
perishable (Sulistyanto, 2018). Penggunaan teknologi iradiasi pada jamur tiram yang
dikemas oleh kemasan plastik propylene (PP) sudah pernah dilakukan dan menunjukan
bahwa iradiasi mampu menghambat pertumbuhan dari mikroba yang terdapat pada
jamur tiram (Kadir, 2013).. Pertumbuhan mikroba yang terhambat ini jelas memberikan
kualitas higienik yang bagus bagi jamur tiram dan sesuai dengan standar pengelolaan
keamanan pangan yang tidak mengurangi atau merubah sifat fisiko-kimianya.

2.5. Peranan Bahan Pangan dalam Proses Pengolahan Pangan


Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan gizi
sebagai berikut seperti protein dalam bentuk asam amino esensial seperti lisin dan
leusin, mineral (P, Ca, Fe, K, dan Na) dan vitamin (tiamin, riboflavin, asam folat, dan
niasin) (Parikh et al, 2005 and Pedneault et al,2007). Jamur tiram menjadi jamur
pangan (edible mushroom) dapat dijadikan salah satu alternatif sumber makanan nabati
6

yang yang rasanya enak dan mempunyai manfaat terhadap kesehatan karena kandungan
protein dan seratnya yang cukup baik. Berbagai jenis produk konsumsi seperti siomay,
nugget, sosis, penyedap rasa, abon, kerupuk, minuman kesehatan dan lain-lain dapat
diproduksi dengan bahan jamur tiram.
3. KESIMPULAN
● Pengemasan mempengaruhi laju respirasi dan susut bobot jamur tiram.
● Jamur tiram yang dikemas dengan PP berperforasi dan tidak berperforasi tidak
memiliki perbedaan yang cukup signifikan pada laju respirasi dan susut bobotnya.
● Jamur tiram yang dikemas dengan PP dan jamur tiram yang tidak dikemas dengan PP
memiliki perbedaan yang sangat signifikan pada laju respirasi dan susut bobotnya.
● Jamur tiram yang tidak dikemas dengan PP memiliki laju respirasi yang jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan jamur tiram yang dikemas dengan PP.
● Jamur tiram yang tidak dikemas dengan PP memiliki susut bobot yang jauh lebih
besar dibandingkan dengan jamur tiram yang dikemas dengan PP.
● Pengemasan dengan PP sangat efektif untuk memperpanjang umur daya simpan dan
menjaga kualitas jamur tiram.

Semarang, 27 Mei 2021


Praktikan Asisten Praktikum
Winda Indriani 20.I1.0034
Belinda Margaretha Setiawan 20.I1.0035
Jonathan Alfredo Mulyono 20.I1.0036
Alfredo Matthew K 20.I1.0037
Nicholaus Aditya Bagus 20.I2.0007
Kelompok 7
Graciela Marcellina S. S.

7
4. DAFTAR PUSTAKA
Arianto, D. P., Supriyanto, S., & Muharrani, L. K. (2013). Karakteristik jamur tiram
(Pleurotus ostreatus) selama penyimpanan dalam kemasan plastik polipropilen
(PP). Agrointek, 7(2), 68-77.
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2003. Jamur Merang (Volvariella Volvacea)
segar. SNI 01-6945-2003.
https://youtu.be/CkqLO0hkpA0 (Diakses tanggal 26 Mei 2021)
Kadir, Idrus. 2013. Pemanfaatan Iradiasi untuk Memperpanjang Daya Simpan Jamur
Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Kering. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan
Radiasi 6(1), 86-103.
Papaspyridi, L.M., Aligiannis, N., Topakas, E., Christakopoulos, P., Skaltsounis, A. L.,
Fokialakis, N. (2012) . Submerged fermentation of the edible mushroom Pleurotus
ostreatus in a batch-stirred tank bioreactor as a promising alternative for the
effective production of bioactive metabolites. Molecules, 17(27), 14-24.
Parikh P, McDaniel MC, Ashen D, Miller JI, Sorrentino M, Chan V, Blumenthal RS,
Sperling LS. 2005 “ Diets and cardiovascular disease an evidence-based
assessment “, J Am College Cardiol; 45: 1379-87.
Pedneault K, Angers P, Avis TJ, Gosselin A, Russell J, Tweddell RJ. 2007 “Fatty acid
profiles of polar and nonpolar lipids of Pleurotus ostreatus and P. cornucopiae
var. citrinopileatus grown at different temperatures“, Mycol Res , 111: 1228- 34.
Standard For Dried Edible Fungi CODEX STAN 39-1981. Page 1-4
Sulistyanto, M, P, T., Pranata, K, B., Solikhan., Ghufron, M. 2018. Pemberdayaan
Kelompok Petani Jamur Tiram Desa Duyung Kecamatan Trawas Kabupaten
Mojokerto. Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(3), 108-116.
Sumarsih, Sri. (2010). Untung Besar Usaha Bibit Jamur Tiram. Jakarta: Penebar
Swadaya.

8
5. LAMPIRAN
5.1. Plagscan
Gambar 1. Plagscan

Anda mungkin juga menyukai