Disusun Oleh :
Revinca Wiwaha 1614349021
Klemen Wahyu Kurniadi 161434022
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh variasi lama waktu pengeringan
jamur tiram putih menggunakan metode kombinasi sinar matahari dan oven dengan durasi
waktu 24, 48 dan 72 jam terhadap kandungan protein jamur tiram putih.Penelitian ini
menggunakan perbandingan lama waktu pengeringan dengan 2 perlakuan yaitu K= 48 Jam,
P1= 24 Jam, P2 = 72 Jam. Pemberian bahan yang pada masing – masing perlakuan yaitu jenis
jamur, usia panen, media tanam jamur tiram putih, jamur tiram putih pada panenan pertama,
nampan stainles dan penempatan jamur pada nampan stainles.
Analisa data yang digunakan adalah korelasi regresi yang digunakan untuk mencarai
hubungan dan pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent.Hasil penelitian
berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa ada pengaruh lama waktu pengeringan jamur
terhadap kadar kandungan protein jamur tiram putih. data pada grafis kolerasi didapatkan
bahwa R2 : 0,8547, R2 : 0,85217 menunjukkan bahwa kandungan protein pada jamur tiram
putih dipengaruhi oleh lama waktu sebesar : 85%, sedangkan 15% dipengaruhi oleh faktor
lain seperti pembusukan, kualitas jamur.
Kata Kunci: Jamur tiram putih, Lama waktu pengeringan, kandungan protein.
2
Bab 1 Latar Belakang
Berdasarkan data dari Kementan (2015), konsumsi jamur perkapita di Indonesia dari
tahun 2013 ke 2014 mengalami peningkatan sekitar 300 gram per kapita. Peningkatan
kebutuhan masyarakat tidak sebanding dengan produksi yang fluktuatif sehingga diperlukan
upaya peningkatan produksi jamur. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi DIY
(BPS DIY) produksi jamur, mengalami fluktuasi produksi dari tahun 2014 - 2017 dengan
hasil panen 1.396,296 ton mengalami penurunan menjadi 36,94 ton. Menurut data yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik Nasional produksi jamur pada tahun 2017 mengalami
penurunan dibandingkan produksi tahun 2016. Pada tahun 2016 dapat memproduksi jamur
sebanyak 40.914,331 Ton mengalami penurunan menjadi 3.701,956 ton pada tahun 2017.
Berdasarkan uraian data di atas penurunan produksi jamur tiram putih dipengaruhi
oleh beberapa hal seperti pengelolaan panen dan pasca panen yang kurang baik. Suriawiria
(2001) mengemukakan bahwa Penurunan produksi jamur tiram putih segar disebabkan oleh
serangga dan mikroba pembusuk dan perusak. Maulana (2012) juga mengemukakan bahwa
penyebab penurunan produksi jamur tiram putih disebabkan pada pengelolaan panen dan
pascapanen yang kurang optimal.
Jamur ini memiliki kandungan nutrisi vitamin, mineral, karbohidrat, dan protein.
Jamur ini memiliki kandungan vitamin B1, vitamin B2, vitamin C, vitamin B3 dan vitamin
B5. Menurut (Suriawiria.2001) komposisi nilai gizi jamur tiram putih memiliki kandungan
air 90,8%, protein kasar 30,4%, lemak 2,2%, karbohidrat 57,6%, abu 9,8%, dan serat 8,7%.
Menurut (Maulana.2012), jamur tiram tidak hanya memiliki kandungan gizi, tetapi juga
senyawa pleuran yang bermanfaat sebagai antitumor, menurunkan kolestrol, dan antioksidan.
Jamur tiram putih dapat dijadikan solusi sebagai pengganti sumber protein non
hewani karena harganya lebih terjangkau dibanding beberapa sumber protein hewani. Dari
uraian kandungan gizi tersebut maka perlu dilakukan pengelolaan pasca panen yang baik agar
3
kualitas gizi dalam jamur tiram putih tidak mengalami penurunan kualitas. Beberapa cara
pengelolaan pasca panen antara lain seperti pengeringan, pengasapan dan pengawet agar
tidak terjadi pengurangan kandungan gizi pada jamur tiram putih.
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
4
Manfaat penelitian
a. Bagi Peneliti
1. Mengembangkan penelitian yang sudah ada
2. Mengetahui perlakuan pascapanen yang optimal terhadap kandungan gizi pada
jamur tiram putih
b. Bagi Pendidikan
1. Menambahkan pengetahuan dalam pembelajaran mengenai kandungan gizi
serta faktor – faktor yang mempengaruhinya
2. Mengenalkan kepada peserta didik mengenai kandungan gizi yang optimal
pada jamur tiram putih.
5
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Jamur disebut juga cendawan atau fungi merupakan makhluk heterotrof karena tidak
menghasilkan klorofil dan tumbuh pada bahan atau media tumbuh yang mengandung nutrisi
yang dibutuhkannya. Jamur tiram atau hiratake (Pleurotus sp.) termasuk dalam jenis jamur
konsumsi yang hidup di kayu-kayu yang telah lapuk.
C A
Gambar 1. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Keterangan gambar : (A. Tangkai
jamur, B. Tudung jamur, C. Medium serbuk gergaji).
6
Tubuh buah jamur tiram menyerupai cangkang kerang, memiliki tudung halus,
berdiameter 5 – 15 cm dengan panjang tangkai 3 – 10 cm. Saat muda tudung jamut
tiram berbentuk seperti kancing, kemudian berkembang menjadi bulat pipih dengan
sisi yang bergerigi. Tangkai pada jamur tiram yang tumbuh vertikal lebih panjang
ketimbang yang tumbuh horizontal (Maulana, 2012).
Tabel 2.2 Komposisi vitamin dan mineral jamur tiram kering per 100 gram
No Kandungan Kadar (mg)
1 Thiamin 4,8
2 Riboflavin 4.7
7
3 Niasin 108,7
4 Kalsium 33
5 Fosfor 134,8
6 Besi 15,2
7 Natrium 83,7
8 Vitamin C 0
B. Pasca Produksi
Jamur merupakan bahan pangan yang mudah rusak seperti buah dan sayuran lainnya.
Jamur termasuk komoditas hasil pertanian yang akan cepat layu atau membusuk, apabila
disimpan tanpa perlakuan yang tepat. Setelah beberapa hari pemanenan, jamur sebagai bahan
pangan akan mengalami perubahan-perubahan atau kerusakan sehingga pada akhirnya tidak
dapat diterima, baik untuk dipasarkan maupun dikonsumsi. Kelayuan, perubahan teksture
menjadi lunak, serta aroma dan rasa yang berubah merupakan kerusakan fisik yang segera
nampak dan terjadi setelah panen. Jamur memerlukan penanganan lebih lanjut setelah
dipanen guna menjaga ataupun memperpanjang masa simpan jamur sehingga masih dapat
dan layak untuk dikonsumsi. Penanganan lebih lanjut atau perlakuan yang tepat harus
dilakukan sesegera mungkin setelah panen, agar tidak mendatangkan kerugian bagi petani
(pembudidaya jamur tiram). Secara garis besar, pengolahan pasca panen jamur terbagi dua,
yaitu jamur untuk dikonsumsi segar dan awetan jamur.
1. Sortasi
Jamur yang sudah dipanen harus ditangani dengan hati-hati agar mutunya
tetap terjaga dan baik sampai ke tangan konsumen. Jamur umumnya mempunyai
8
karakteristik yang berbeda dengan jenis sayuran lain, karena jika tidak segera diberi
perlakuan, maka jamur tiram akan segera layu, mengeluarkan lendir dan jika terlalu
basah akan berubah menjadi gelap.
Langkah pertama yang dilakukan setelah panen jamur tiram adalah sortasi
awal, yaitu untuk memisahkan jamur tiram dari kotoran-kotoran lainnya yang terbawa
pada saat panen, seperti tanah, pasir, kerikil, daun, dan lain-lain. Umumnya kegiatan
sortasi awal dilakukan bersamaan dengan pemanenan untuk menjaga kondisi jamur
tiram agar tetap segar. Sortasi dilakukan dengan memisahkan jamur-jamur yang cacat
ke dalam wadah yang terpisah, sedangkan jamur yang sehat dimasukkan ke dalam
wadah lainnya, dimana wadah ini dapat menjaga jamur agar tetap mendapatkan aerasi
yang baik dan mengurangi kelembaban yang dapat menyebabkan kerusakan jamur.
2. Pembersihan
Jamur tiram segar dibersihkan dari kotoran yang menempel pada bagian akar
dan buah jamur sehingga daya simpan jamur akan lebih lama. Pembersihan dilakukan
dengan memotong akar dan pangkal tangkai jamur dengan pisau tajam dan bersih,
lalu kotoran, spora dan air media yang menempel pada permukaan tubuh buah
dibersihkan. Setelah dilakukan sortasi awal dan pembersihan, maka dilakukan grading
berdasarkan kualitas hasil panen jamur tiram sebagai berikut :
3. Pengeringan
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air suatu bahan sampai
tingkat kadar air tertentu, dimana jamur, enzim, mikroorganisme, dan serangga yang
bersifat merusak tidak dapat aktif lagi dan kelembab- an jamur pun akan berkurang.
Pengeringan merupakan metode yang digunakan untuk mengawetkan jamur tiram
karena prosesnya yang relatif mudah diaplikasikan pada berbagai skala industri jamur
9
tiram (Muhandri, 2017). Pengeringan jamur biasanya dalam bentuk slices (irisan-
irisan), dapat dikeringkan dengan sinar matahari selama 3-4 hari dengan
meletakkannya diatas anyaman bambu atau plastik. Untuk mempercepat proses
penjemuran, maka dilakukan pembalikan jamur. Pengeringan juga dapat dilakukan
dengan oven gelombang mikro ( microwave oven ) dengan menggunakan suhu sekitar
50 – 70⁰C dengan daya 80 Watt dengan waktu 200-240 menit, dimana waktu
pengeringan ini tergantung pada kualitas jamur tiram itu sendiri, jika jamur sudah
mengalami penyimpanan yang sudah cukup lama di udara bebas maka waktu
pengeringan yang dibutuhkan lebih lama dan hasilnya pun berkurang mutu
kualitasnya.
10
Pengemasan jamur tiram putih yang digunakan untuk perdagangan di kalangan
masyarakat terdapat beberapa bentuk pengemasan diantara lain:
b. Kemasan Kaleng
11
Komponen Vinil, merupakan pelapis yang memiliki daya adhesi dan
fleksibilitas terhadap asam dan basa, tetapi tidak tahan pada suhu tinggi
saat proses sterilisasi. Bahan ini digunakan untuk pengemasan bir, juice
dan minuman berkarbonasi.
Phenolic Lacquers, merupakan pelapis yang tahan terhadap asam dan
komponen sulfida, digunakan untuk pengemasan produk daging, ikan,
buah, sop dan sayuran
Butadiene Lacquers, merupakan pelapis yang tahan terhadap panas
tinggi dan mencegah terjadinya kehilangan warna yang digunakan untuk
pengemasan bir dan minuman ringan
Acrylic lacquers, merupakan pelapis yang murah dan digunakan untuk
pelapus luar.
Oleoresinous Lacquers, digunakan untuk berbagai pelapis warna
keemasan yang digunakan untuk pengemasan bir, minuman sari buah
dan sayuran.
c. Kemasan Plastik
Kemasan plastik memiliki kelebihan dalam pengemasan yaitu ringan, fleksibel,
multiguna, kuat, tidak bereaksi, tidak karatan dan bersifat termoplastis, dapat diberi
warna dan harga yang terjangkau. Kelemahan dari plastik adalah zat monomer dan
molekul kecil plastik dapat kontaminasi ke dalam bahan pangan yang dikemas.
Komposisi dalam pembuatan plastik antara lain; monomer, kopolimer, bahan
pemlastis, antistatik, Pelumas, bahan penyerap cahaya, bahan pengisi dan penguat.
Jenis – jenis plastik dan sifat kemasan plastik antara lain (Mareta, 2011) :
Polietilen merupakan polimer dari monomer etilen yang dibuat dengan proses
polimerisasi adisi dari gas etilen yang diperoleh dari hasil samping industi
minyak dan batubara. Polietilen memiliki sifat permeabilitasnya rendah dan
sifat mekaniknya yang baik sehingga digunakan untuk pengemasan bahan
makanan.
Polietilen Treptalat merupakan plastik hasi kondensasi polimer etilen glikol
dan asam treptalat. Sifat – sifat plastik PET adalah tembus pandang,
permeabilutasnya terhadap uap air dan gas rendah, tahan terhadap pelarut
organik seperti asam – asam organik dari buah-buahan, sehingga dapat
digunakan untuk mengemas minuman sari buah
12
Polipropilen merupakan plastik yang polimernya dari propilen dan termasuk
jenis plastik olefin. Sifat- sifat plastik polipropilen mudah dibentuk , ringan,
permeabilitasnya terhadap uap air rendah, dan polipropilen tahan lemak, asam
kuat dan basa, sehigga baik untuk kemasan minyak dan sari buah , tetapi tidak
baik untuk bahan pangan yang mudah rusak oleh oksigen.
5. Penyimpanan
Penyimpanan adalah usaha untuk mempertahankan daya guna suatu produk,
dimana responnya sangat bergantung pada karakteristik produk. Daya simpan juga
dipengaruhi secara simultan oleh kriteria panen, perlakuan pascapanen, dan rasio
berat jamur per kemasan. Teknik penyimpanan jamur tiram kering dapat dilakukan
pada media tertutup pada suhu ruang ataupun ruang pendingin dengan lama
penyimpanan bisa sampai 6 bulan.
Untuk eksport, biasanya dilakukan dengan meletakkan jamur tiram pada bahan
penyimpanan yang sudah dilengkapi dengan fasilitas pendingin (Indartiyah. 2011).
Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat
bervariasi. Disamping berat molekul yang berbeda-beda, protein mempunyai sifat yang
berbeda-beda pula. Ada protein yang mudah larut dalam air, tetapi ada juga yang sukar
larut dalam air. Sebagai contoh, rambut dan kuku adalah suatu protein yang tidak larut
dalam air dan tidak mudah bereaksi, sedangkan protein yang terdapat dalam bagian putih
telur mudah larut dalam air dan mudah bereaksi (Anonim, - ). Penurunan kadar
proteinseiring bertambah tingginya suhu dan jangka waktu pemanasan. Keadaan tersebut
dapat terjadi karena dengan semakin tingginya suhu pemanasan maka energi kinetik akan
semakin meningkat yang menyebabkan getaran molekul menjadi semakin cepat dan
keras, sehingga mengakibatkan putusnya ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik
(Elviani, 2013).
13
D. Metode Titrasi Formol
Prinsip metode ini adalah dengan adanya larutan protein dinetralkan dengan basa
(NaOH), kemudian ditambahkan formalin yang akan membentuk dimethilol. Dimethilol
berarti gugus amino sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam
(gugus karboksil) dengan basa NaOH. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein,
akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang
dalam 30 detik (Sudarmadji, dkk., 1989). Titrasi formol ini kurang tepat untuk
menentukan kadar protein dam lebih tepat digunakan untuk menunjukkan proses
hidrolisis protein (Estiasih, dkk., 2012).
F. Kerangka Berfikir
Jamur tiram putih termasuk golongan organisme yang tidak memiliki klorofil
sehingga dapat disebut heterotrof. Tetapi peningkatan kebutuhan masyarakat tidak sebanding
dengan produksi jamur tiram putih salah satunya disebabkan pengelolaan panen dan
pascapanen yang kurang optimal. Penangan pascapanen perlu diperhatikan untuk mengurangi
kerusakan dan kehilangan hasil jamur. Perlakuan pascapanen bertujuan untuk meningkatkan
daya simpan jamur tiram segar agar menekan laju respirasi dan transpirasi untuk
mempertahankan kualitas jamur tiram putih.
14
Beberapa cara pengelolaan pasca panen seperti pengeringan agar tidak terjadi
pengurangan kandungan gizi pada jamur tiram putih. Pengeringan pada dasarnya mengurangi
kandungan air dalam jamur putih agar tidak digunakan untuk kehidupan mikroba perusak.
Pengeringan dengan sinar matahari dan oven digunakan untuk mengawetkan jamur tiram
putih karena prosesnya mudah diaplikasikan pada berbagai skala industri jamur tiram putih.
Dalam juranal penelitian Widyastuti telah disinggung pengeringan jamur tiram menggunakan
cahaya matahari dan oven tetapi hanya sebatas tampilan. Oleh sebab itu penelitian ini
diharapkan sebagai tindak lanjut penelitian sebelumnya untuk mendalami tentang kandungan
protein total setelah pengeringan.
Kerangka berfikir tersebut dapat dilihat pada gambar diagram alur pada Gambar 2. 2.
15
G. Hipotesis
16
BAB III Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental, dengan
memberikan perlakuan untuk mengetahui kandungan protein jamur tiram putih
terhadap lama waktu pengeringan dengan menggunakan kombinasi sinar matahari dan
oven. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak
lengkap, dengan 3 perlakuan dan masing – masing perlakuan memiliki 5 kali
ulangan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh lama waktu
pengeringan terhadap kandungan protein jamur tiram putih. Adapun tiga variabel
yang ada pada penelitian ini, sebagai berikut;
1.Variabel bebas dari penelitian ini adalah lama waktu pengeringan
menggunakan sinar matahari dan oven dengan berbagai tingkatan yang telah
ditentukan. lama waktu pengeringan jamur tiram putih disajikan pada tabel
berikut;
Tabel 3.1 Lama waktu pengeringan jamur tiram putih
Perlakuan Lama waktu pengeringan
Perlakuan (P1) 24 jam
Perlakuan (P2) 48 jam
Perlakuan (P3) 72 jam
B. Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini, diperlukan batasan penelitian agar lingkup penelitian tidak
terlalu luas sehingga didapatkan hasil yang mengarah pada rumusan masalah.
Berikut ini batasan masalah dalam dalam penelitian;
17
2. Waktu perlakuan lama pengeringan jamur menggunakan sinar matahari
dimulai pukul 11.00 sampai 15.00
3. Berat basah jamur tiram putih berkisar minimal :200, maksimal: 800 gram.
4. Nitrogen organik lain dalam jamur diabaikan
C. Alat dan Bahan Penelitian
ALAT
Alat Ukuran Merk
Oven - Memmert
Erlen Meyer 100 mL Iwaki TE- 32
labu ukur 100 mL Iwaki TE- 32
Gelas ukur 100 mL Iwaki TE- 32
Waterbath - -
Cawan porselen - -
kertas saring - -
Pipet Volume 10 mL -
BAHAN
Bahan Ukuran Merk
Jamur Tiram putih 200 Gram -
Aquadest 100 ml -
NaOH 0,1 N pekat p.a (merck)
Kalium oksalat 0,4 ml pekat p.a (merck)
Indikator 1 ml pekat p.a (merck)
Indikator PP - pekat p.a (merck)
Formaldehida 40 % 2 ml pekat p.a (merck)
18
D. Cara Kerja
1. Persiapan Sampel
a. Sampel jamur tiram putih (Pleorotus Ostreatus) yang diambil dari
petani jamur .
b. Sampel jamur diambil saat panen pertama.
c. Membersihkan jamur dari sisa – sisa media tanam dan kotoran yang
melekat dengan menggunakan pisau
d. Melakukan seleksi antara jamur yang rusak dan baik. Jamur tiram
putih yang baik memiliki ciri – ciri tudung jamur besar, kering, dan
berwarna putih bersih dan dicuci sampai bersih
e. Meletakkan jamur pada ruang terbuka
f. Menghindari penyampuran jamur dengan tanaman lainnya
2. Perlakuan
a. Pengeringan menggunakan sinar matahari
1) Diambil jamur tiram putih segar yang sudah dipanen
2) Disiapkan wadah stanless dan kain hitam untuk meletakan jamur yang
akan di jemur
3) Diletakkan jamur tiram pada wadah stanless secara merata, lalu ditutup
dengan kain hitam
4) Diletakkan jamur tiram putih yang sudah diletakkan dalam wadah ke
dalam green house untuk dikeringkan dengan terpapar cahaya matahari
5) Dikeringkan jamur tiram putih selama 4 jam
b. Pengeringan menggunakan oven
1) Diambil jamur tiram putih yang sudah dijemur selama 4 jam.
2) Disiapkan wadah stanless untuk meletakkan jamur yang akan di oven
3) Letakkan jamur tiram putih pada wadah stanless secara merata dilapisi
dengan kain putih
4) Dimasukkan jamur tiram putih yang sudah diletakkan dalam wadah ke
dalam oven
5) Dikeringkan jamur tiram putih selama 24, 48 , dan 72 jam dengan suhu
50 ºC
c. Uji Kandungan Protein jamur tiram putih
19
Penentuan kandungan protein dilakukan dengan menggunakan metode
titrasi formol . Berikut ini langkah – langkah menentukan analisa kandungan
protein dengan cara titrasi formol Menurut Sudarmadji et al.,1997 dalam
Gozalli. (2015):
1. 5 gram sampel dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, lalu ditambahkan
60 ml aquadest dan dipanaskan dalam waterbath selama 5 menit.
2. Labu ukur didinginkan kemudian ditambah dengan aquadest sampai tanda
tera kemudian dilakukan penyaringan.
3. Filtrat yang diperoleh dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan dalam
erlenmeyer
4. Kemudian ditambahkan 20 ml aquadest, 3 tetes indikator pp dan dititrasi
dengan NaOH 0,1 N sampai berwarna merah jambu
5. Hasil titrasi ditambah dengan 2 ml formaldehid 40% dan dititrasi kembali
dengan NaOH 0,1 N sampai berwarna merah jambu
6. Dilakukan pula titrasi blanko dengan cara diatas tetapi tanpa sampel
7. Dilakukan perhitungan % N- Amino, sebagai berikut:
Keterangan
d. Pengambilan Data
20
Ulangan Kandungan Protein
24 48 72
1
2
3
4
5
rata- rata
Analisis data yang digunakan adalah uji Korelasi dan regresi dengan α = 0,05
menggunakan aplikasi SPSS 25. Uji anova untuk mengetahui hubungan antara
masing-masing variabel independen mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen
21
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Hasil penelitian
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data sebagai berikut:
Ulangan Kandungan protein
24 jam 48 jam 72 jam
1 0,74 0,42
0,6
2 0,56 0,74
0,56
3 0,66 0,6
0,56
4 0,42 0,52
0,52
5 0,66 0,74
0,66
rata- rata 0,608 0,604 0,58
N 15
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Negative -,126
22
Grafik distribusi normal dari gabungan perlakuan
Berdasarkan hasil uji normalitas diketahui Nilai signifikasi 0,200 ≤ 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa nilai residual berdistribusi normal dan data atau titik menyebar berada
disekitr garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
23
Hasil uji Correlations
N 15 15
N 15 15
0,615
0,61
0,605
kandungan protein
0,6
0,595
Series1
0,59 Linear (Series1)
0,585
y = -0,0006x + 0,6253
0,58 R² = 0,8547
0,575
0 20 40 60 80
jam
Grafik Korelasi
24
B. Pembahasan
Berdasarkan data pada grafis diatas didapatkan bahwa R2 : 0,8547, R2 : 0,85217
menunjukkan bahwa kandungan protein pada jamur tiram putih dipengaruhi oleh lama waktu
sebesar : 85%, sedangkan 15% dipengaruhi oleh faktor lain seperti pembusukan, kualitas
jamur. Protein adalah zat makanan yang mengandung nitrogen yang diyakini sebagai faktor
penting untuk fungsi tubuh, sehingga tidak mungkin ada kehidupan tanpa protein Protein
adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi. Disamping
berat molekul yang berbeda-beda, protein mempunyai sifat yang berbeda-beda pula. Sifat
fisikokimia setiap protein tidak sama, tergantung pada jumlah dan jenis asam aminonya.
Protein memiliki berat molekul yang sangat besar sehingga bila protein dilarutkan dalam air
akan membentuk suatu dispersi koloidal. Protein dapat dihidrolisis oleh asam, basa, atau
enzim tertentu dan menghasilkan campuran asam-asam amino.
Sebagian besar protein bila dilarutkan dalam air akan membentuk dispersi koloidal dan
tidak dapat berdifusi bila dilewatkan melalui membran semipermeabel. Beberapa protein
mudah larut dalam air, tetapi ada pula yang sukar larut. Namun, semua protein tidak dapat
larut dalam pelarut organik seperti eter, kloroform, atau benzena. protein sangat peka
terhadap pengaruh-pengaruh fisik dan zat kimia, sehingga mudah mengalami perubahan
bentuk. Perubahan atau modifikasi pada struktur molekul protein disebut denaturasi. Protein
yang mengalami denaturasi akan menurunkan aktivitas biologi protein dan berkurangnya
kelarutan protein, sehingga protein mudah mengendap. Molekul protein mempunyai gugus
amino (-NH2) dan gugus karboksilat (-COOH) pada ujung-ujung rantainya, menyebabkan
protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter, yaitu dapat bereaksi
dengan asam dan basa.
25
disebut koagulasi. Cara koagulasi digunakan untuk memisahkan protein yang tidak
diinginkan dari suatu campuran.
a. Penyebab fisik
1. Panas
Larutan protein dipanaskan secara bertahap di atas suhu kritis, protein mengalami
transisi dari keadaan asli ke terdenaturasi. Mekanisme suhu menginduksi denaturasi
protein cukup kompleks dan menyebabkan destabilisasi interaksi nonkovalen di
dalam protein. Ikatan hidrogen, interaksi elektrostatik, dan gaya van der Waals
bersifat eksotermis, sehingga mengalami destabilisasi pada suhu tinggi dan
mengalami stabilisasi pada suhu rendah. Sebaliknya, interaksi hidrofobik bersifat
endotermis, sehingga mengalami destabilisasi pada suhu rendah dan mengalami
stabilisasi pada suhu tinggi. stabilitas interaksi hidrofobik tidak dapat meningkat
secara tajam dengan meningkatnya suhu. Hal tersebut disebabkan setelah melewati
suhu tertentu, struktur air secara bertahap pecah dan menyebabkan denaturasi
interaksi hidrofobik.
2. Tekanan
protein mengalami denaturasi pada tekanan 1-12 kbar. Tekanan dapat menyebabkan
denaturasi protein karena protein bersifat fleksibel dan dapat dikompresi. Protein
bersifat dapat dikompresi dan terjadi penurunan volume protein. Penurunan volume
tersebut disebabkan rongga yang hilang dalam struktur protein dan hidrasi protein.
Denaturasi akibat tekanan bersifat reversibel.
3. Pengadukan
Pengadukan mekanik kecepatan tinggi seperti pengocokan, pengulenan, dan
pembuihan menyebabkan protein terdenaturasi. Denaturasi terjadi akibat inkorporasi
udara dan adsorpsi molekul protein ke dalam antarmuka udara-cairan. Energi untuk
antarmuka udara-cairan lebih besar dibandingkan fase curah sehingga protein
mengalami perubahan konformasi dipengaruhi oleh fleksibilitas protein. Ketika
pengadukan tinggi dilakukan menggunakan pengaduk berputar maka akan terbentuk
kavitasi. Keadaan ini menyebabkan protein mudah terdenaturasi. Pengadukan yang
lebih cepat menyebabkan tingkat denaturasi yang lebih tinggi.
26
b. Penyebab Kimia
1. pH
Protein bersifat lebih stabil pada pH di titik isolelektrik dibandingkan pH lain. pH
netral protein bermuatan negatif dan hanya sedikit yang bermuatan positif. Rendahnya
gaya tolak elektrostatik dibandingkan interaksi yang lain, menjadikan kebanyakan
protein bersifat stabil pada pH mendekati netral. pH ekstrem, gaya tolak elektrostatik
dalam molekul protein yang disebabkan muatan tinggi mengakibatkan struktur protein
membengkak dan terbuka. Derajat terbukanya struktur protein lebih besar pada pH
alkali dibandingkan pada pH asam. Denaturasi protein akibat pH kebanyakan bersifat
reversibel. Akan tetapi, pada sejumlah kasus hidrolisis ikatan peptida secara parsial,
deamiadase residu asparagin dan glutamin, dan kerusakan gugus sulfihidril pada pH
alkali dapat menyebabkan denaturasi protein yang bersifat irreversibel
2. Pelarut Organik
Pelarut organik mempengaruhi stabilitas interaksi hidrofobik protein, ikatan hidrogen,
dan interaksi elektrostatik yang mengakibatkan interaksi hidrofobik menjadi
melemah. Sebaliknya, stabilitas dan pembentukan ikatan hidrogen antarikatan peptida
meningkat pada lingkungan dengan permisivitas rendah maka sejumlah pelarut
organik dapat meningkatkan atau memperkuat pembentukan ikatan hidrogen
antarikatan peptida.
3. Senyawa Organik
Sejumlah senyawa organik seperti urea dan guanidin hidroksida menyebabkan
denaturasi protein. Urea dan guanidin akan menyebabkan Rusaknya ikatan hidrogen
antarmolekul air menjadikan air sebagai pelarut yang baik untuk residu nonpolar.
Dampaknya adalah struktur protein terbuka dan terjadi pelarutan residu nonpolar dari
bagian dalam molekul protein.
4. Garam
Garam mempengaruhi stabilitas struktural protein, dikarenakan garam memiliki
kemampuan untuk mengikat air secara kuat dan mengubah sifat hidrasi protein. Pada
konsentrasi rendah, garam menstabilkan struktur protein karena meningkatkan hidrasi
protein dan terikat lemah pada protein. Sebaliknya, garam juga dapat menyebabkan
ketidakstabilan struktur protein karena menurunkan hidrasi protein dan berikatan kuat
dengan protein.
27
C. Hambatan dan Keterbatasan Penelitian
Dalam peneliti ini penulis menyadari ada beberapa faktor yang menjadi Hambatan
dan keterbatasan pada saat penelitian. Antara lain faktor biaya,laboratorium, waktu
dan pengetahuan analisa data.
1. Biaya pada dasarnya merupakan hal yang esensial dalam melaksanakan
penelitian. Keterbatasan biaya operasional dalam penelitian ini menjadi
kendala tersendiri sehingga peneliti perlu membatasi penelitian yang akan
dilakukan.
2. Laboratorium menjadi kendala dalam penelitian ini, karena kurang
memadahinya alat dan bahan di laboratorium biologi universitas Sanata
Dharma.
3. Keterbatasan waktu penelitian yang harus dihadapi, sebagai peneliti harus
menyiasatinya dengan membuat batasan–batasan penelitian.
4. Selain biaya, laboratorium dan keterbatasan waktu yang menjadi kendala
dalam penelitian ini yaitu, pengetahuan berkaitan dengan pengoperasian
aplikasi statistika termasuk ada di dalamnya. Latar belakang penulis sendiri
tidak diajarkan untuk menjalankan program aplikasi statistika. Maka hal
tersebut penulis tanggapi dengan banyak belajar dari internet seperti tutorial
yang ada di youtube atau di situs–situs lainnya yang relevan.
28
BAB VI Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa;
1. pengaruh variasi lama waktu pengeringan jamur menggunakan metode kombinasi
sinar matahari dan oven dengan durasi waktu 24, 48 dan 72 jam terhadap kandungan
protein jamur tiram putih, dapat dilihat dengan adanya hubungan antara lama waktu
dan kandungan protein jamur tiram putih sangat kuat dengan R2 : 0,8547, R2 :
0,85217 yang menunjukkan bahwa kandungan protein pada jamur tiram putih
dipengaruhi oleh lama waktu sebesar : 85%, sedangkan 15% dipengaruhi oleh faktor
lain seperti pembusukan, kualitas jamur.
2. pengaruh variasi lama waktu pengeringan yang terbaik terhadap kandungan protein
jamur tiram putih tidak ada karena lama waktu pengeringan yang sangat lama dapat
merusak kandungan protein yang sangat besar sehingga tidak diperoleh kadar protein
yang baik.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka ada beberapa saran yang diajukan
sebagai berikut;
29
DAFTAR PUSTAKA
Mareta, Dea Tio dan Shofia Nur A. 2011. Pengemasan Produk Sayuran dengan Bahan
Kemasan Plastik pada Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu Dingin. Diunduh dari
https://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/index.php/Mediagro/ article/view/530 pada
tanggal 1 Juni 2019.
Suriawiria, Unus. 2001. Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu. Depok: Penebar Swadaya.
30
Lampiran
LAMPIRAN KEGIATAN PENELITIAN
31
Lampiran Data Hasil Penelitian
Titrasi Blanko : 0,1 mL 8 0,6
9 0,5
Data Hasil Penelitian Perlakuan 24 jam
10 0,4
No Kandungan Protein 11 0,5
1 0,7 12 0,5
2 0,6 13 0,5
3 0,,6 14 0,5
4 0,6 15 0,6
5 0,4
6 0,5 Data Hasil Penelitian Perlakuan 72 Jam
7 0,6
8 0,5 No Kandungan Protein
9 0,6 1 0,6
10 0,3 2 0,5
11 0,4 3 0,5
12 0,5 4 0,5
13 0,6 5 0,5
14 0,6 6 0,5
15 0,5 7 0,4
8 0,5
9 0,6
Data Hasil Penelitian Perlakuan 48 Jam
10 0,4
No Kandungan Protein 11 0,5
1 0,4 12 0,5
2 0,4 13 0,6
3 0,4 14 05
4 0,5 15 0,6
5 0,7
6 0,7
7 0,5
32