Anda di halaman 1dari 3

Ma’asyirol muslimin rohimakumullah

Dalam bulan Dzulhijjah, umat islam diseluruh penjuru dunia dianjurkan untuk menjalankan dua
amalan ibadah, disamping ibadah wajib yang dilakukan setiap harinya, yakni Ibadah Haji dan
Ibadah Kurban.

Pertama ibadah haji. Secara hukum, Ibadah haji merupakan hal yang wajib bagi yang mampu.
Ibadah Haji merupakan ibadah mahdlah dan bersifat fisik. Pelajaran yang bisa diambil dari
ibadah ini adalah bahwa saat kita berkumpul dengan jutaan orang di tanah yang luas, kita merasa
kecil. Dalam kondisi seperti itu, tidak pantas bagi kita untuk sombong. Kita membutuhkan orang
lain agar bisa membantu kita, dan agar orang lain tidak menyakiti kita. Tolong menolong dan
saling pengertian dibutuhkan dalam upaya kita beribadah kepada Allah. Karena kita tdk bisa
beribadah dengan baik,tanpa ada sikap tolong menolong.

Sedangkan secara spiritual apa yang bisa kita rasakan, alami dan refleksikan di tanah suci, saat
kita betul-betul merasa dekat kepada Allah, semestinya bisa berpengaruh kepada sikap dan
perilaku kita terutama dalam kehidupan bermasyarakat saat kita kembali lagi ke tanah air.
Dengan begitu, ibadah haji yang kita jalankan akan memompa kita untuk lebih giat lagi dalam
berjuang demi tegaknya kesejahteraan dan keadilan di tengah-tengah masyarakat dan bangsa

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-baqoroh 197

ۗ‫َاْلَح ُّج َاْش ُهٌر َّم ْع ُلْو ٰم ٌت ۚ َفَم ْن َفَر َض ِفْيِهَّن اْلَح َّج َفاَل َر َفَث َو اَل ُفُسْو َق َو اَل ِج َد اَل ِفى اْلَح ِّج‬
‫َو َم ا َتْفَع ُلْو ا ِم ْن َخ ْيٍر َّيْع َلْم ُه ُهّٰللاۗ َو َتَز َّو ُد ْو ا َفِاَّن َخ ْيَر الَّز اِد الَّتْقٰو ۖى َو اَّتُقْو ِن ٰٓيُاوِلى اَاْلْلَباِب‬
al-ḥajju asy-hurum ma'lụmāt, fa man faraḍa fīhinnal-ḥajja fa lā rafaṡa wa lā fusụqa wa lā jidāla
fil-ḥajj, wa mā taf'alụ min khairiy ya'lam-hullāh, wa tazawwadụ fa inna khairaz-zādit-taqwā
wattaqụni yā ulil-albāb

(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah)
haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan
bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah
mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan
bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat
Ma’asyirol muslimin rohimakumullah

Yang kedua, ibadah kurban

rezeki manusia dan makhluk di dunia sudah ditentukan oleh Allah. Rezeki tidak akan tertukar
karena Allah telah membagi-bagi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki. Allah Ta’ala
berfirman,

‫ِاَّن َهّٰللا َيْر ُز ُق َم ْن َّيَش ۤا ُء ِبَغْيِر ِح َس اٍب‬


Sesungguhnya Allah memberi rizki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS.
Ali ‘Imran [3]: 37).

Segala hal terkait dengan rezeki yang sudah didapatkan haruslah disyukuri. Dengan syukur, kita
tidak akan lagi selalu menghitung-hitung jumlah harta yang kita miliki. Perlu kita sadari, rezeki,
harta adalah washilah saja untuk kita bisa beribadah dengan istiqamah kepada Allah. Harus kita
semua ingat bahwa tugas utama kita hidup di dunia ini adalah beribadah menyembah Allah
SWT.

‫َو َم ا َخ َلْقُت اْلِج َّن َو اِإْل ْنَس ِإاَّل ِلَيْعُبُد وِن‬


“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
(QS. Adz Dzariyat: 56).

Di antara wujud wujud bersyukur adalah dengan bersedekah dan berbagi rezeki kepada orang
lain. Dalam bulan Dzulhijjah saat ini, wujud syukur dan pendekatan diri kepada Allah melalui
berbagi rezeki dapat diwujudkan dalam ibadah kurban. berkurban bisa benar-benar sangat besar
manfaatnya bagi yang menerima. Bagi yang sulit dalam mencari kebutuhan pangan, kurban bisa
menjadi solusi meringankan kebutuhan hidup. Dengan beberapa hal ini kita bisa mengetahui
bahwa berkurban memiliki dua dimensi hikmah.
Yang Pertama, dimensi vertikal dalam bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT untuk
mendapatkan keridhaan-Nya. Ini juga bisa diketahui dari kata kurban itu sendiri berdasarkan
etimologi yang berasal dari bahasa Arab qoruba – yaqrubu – qurban wa qurbanan wa qirbanan,
yang artinya dekat.

Yang Kedua, dimensi horizontal atau sosial di mana dengan kurban akan mampu
menggembirakan orang-orang yang membutuhkan pada Hari Raya Idul Adha. Rasulullah
bersabda melalui hadits yang diriwayatkan dari Aisyah R.A.,

‫َم ا َع ِمَل آَد ِمٌّي ِم ْن َع َم ٍل َيْو َم الَّنْح ِر َأَح َّب ِإَلى ِهَّللا ِم ْن ِإْهَر اِق الَّد ِم ِإَّنَها َلَتْأِتي َيْو َم اْلِقَياَم ِة‬
‫َأْظ‬
‫ِبُقُروِنَها َو َأْش َع اِرَها َو اَل ِفَها َو َأَّن الَّد َم َلَيَقُع ِم ْن ِهَّللا ِبَم َك اٍن َقْبَل َأْن َيَقَع ِم ْن اَأْلْر ِض‬
‫َفِط يُبوا ِبَها َنْفًسا‬
“Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang
lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari
kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan
sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk
melakukannya.” (HR. Imam at-Tirmidzi)

Hadirin

Demikian khutbah singkat ini, semoga bermanfaat, dan mudah-mudahan Allah SWT menjadikan
kita sebagai jiwa-jiwa yang dekat dengan Allah SWT dan memiliki kepekaan sosial dengan
saling berbagi pada sesama.

Anda mungkin juga menyukai