Anda di halaman 1dari 4

Khutbah Idul Fitri 1443 H.

Imam Fadlli, S.IP., M.Si

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Seiring perayaan Idul Fitri pagi ini, pertama sekali kami ucapkan....

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima seluruh amal ibadah Kita selama bulan
Ramadhan yang telah kita lalui : Puasa Kita, Tarawih Kita, Shodaqah Kita, Doa dan
Dzikir Kita, Zakat Fitrah Kita, Takbir dan Tahmid Kita sehingga Kita termasuk orang-
orang yang kembali ke Fitrah, termasuk orang-orang yang beruntung dan mendapatkan
kebaikan sepanjang tahun yang akan datang.

Wonten ing kesempatan ingkang bahagia lan kebak barokah meniko, sak wulan muput kito
ibadah ing wulan Romadhon, mongko wonten ing injing meniko kito dumugi ing dinten Idul Fitri.
Mulai wingi dalu ngantos sak niki umat Islam sami ngumandangaken takbir, sedoyo ngeraos
bahagia lan remen manahipun sak mantune kito berjuang wonten ing wulan Romadhon.

Berjuang nahan ngelak, luwe, ngekang nafsu lan ndepe-ndepe marang gusti kang murbeng
dumadi. Sedoyo meniko saget kito lampahi kelawan manah ingkang ikhlas supados angsal
Ridhonipun Allah SWT. Pramilo, kito kedah syukur atas sedoyo nikmat ingkang sampun
kaparingaken dumateng kito sedoyo
Hadirin Sholat ‘Idul Fitri Rahimakumullah

Indonesia dengan aneka budaya dan adat istiadat menyebabkan tumbuh berkembangnya
berbagai pemahaman, kebiasaan, keyakinan dan kesyukuran di tengah-tengah masyarakat.
Bahkan banyak diantara budaya tersebut dapat dijadikan untuk membangun kebersamaan di
tengah perbedaan ras, suku dan agama. Diantara sekian banyak budaya tersebut yang sudah
tersohor secara nasional adalah kegiatan halal bihalal yang dilakukan setelah berpuasa di bulan
Ramadhan.

Kalau melihat asal muasal dari kata halal bihalal berasal dari Bahasa Arab, walaupun sebenarnya
orang Arab sendiri tidak mengenal istilah halal bihalal. Kata halal berasal dari kata halla yahillu
halalan yang artinya ‘singgah’, ‘memecahkan’, ‘melepaskan’, ‘menguraikan’, dan ‘mengampuni’.
Dari makna-makna ini dapat kita uraikan menjadi pemahaman yang utuh dan saling berkaitan
yaitu sebagai ajang untuk saling singgah dan menjalin keakraban, memecahkan dan
menguraikan masalah bersama, melepas amarah dan kebencian, serta saling mengampuni atau
memaafkan kesalahan.

Penggagas istilah "halal bi halal" ini adalah KH Abdul Wahab Chasbullah. Ceritanya begini:
Setelah Indonesia merdeka 1945, pada tahun 1948, Indonesia dilanda gejala disintegrasi bangsa.
Para elit politik saling bertengkar, tidak mau duduk dalam satu forum. Sementara pemberontakan
terjadi dimana-mana, diantaranya DI/TII, PKI Madiun. <> Pada tahun 1948, yaitu dipertengahan
bulan Ramadhan, Bung Karno memanggil KH Wahab Chasbullah ke Istana Negara, untuk
dimintai pendapat dan sarannya untuk mengatasi situasi politik Indonesia yang tidak sehat.
Kemudian Kiai Wahab memberi saran kepada Bung Karno untuk menyelenggarakan Silaturrahim,
sebab sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri, dimana seluruh umat Islam disunahkan bersilaturrahmi.
Lalu Bung Karno menjawab, "Silaturrahmi kan biasa, saya ingin istilah yang lain".

"Itu gampang", kata Kiai Wahab. "Begini, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka
saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak
punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling
memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah 'halal bi halal'",
jelas Kiai Wahab. Dari saran Kiai Wahab itulah, kemudian Bung Karno pada Hari Raya Idul Fitri
saat itu, mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri
silaturrahmi yang diberi judul 'Halal bi Halal' dan akhirnya mereka bisa duduk dalam satu meja,
sebagai babak baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa. Sejak saat itulah, instansi-
instansi pemerintah yang merupakan orang-orang Bung Karno menyelenggarakan Halal bi Halal
yang kemudian diikuti juga oleh warga masyarakat secara luas, terutama masyarakat muslim di
Jawa sebagai pengikut para ulama. Jadi Bung Karno bergerak lewat instansi pemerintah,
sementara Kiai Wahab menggerakkan warga dari bawah. Jadilah Halal bi Halal sebagai kegaitan
rutin dan budaya Indonesia saat Hari Raya Idul Fitri seperti sekarang. Kalau kegiatan halal bihalal
sendiri, kegiatan ini dimulai sejak KGPAA Mangkunegara I atau yang dikenal dengan Pangeran
Sambernyawa. Setelah Idul Fitri, beliau menyelenggarakan pertemuan antara Raja dengan para
punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana.

Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.
Kemudian budaya seperti ini ditiru oleh masyarakat luas termasuk organisasi keagamaan dan
instansi pemerintah.akan tetapi itu baru kegiatannya bukan nama dari kegiatannya. kegiatan
seperti dilakukan Pangeran Sambernyawa belum menyebutkan istilah "Halal bi Halal", meskipun
esensinya sudah ada.

Setelah kita melihat berbagai makna dari halal bihalal ini, tentu sangat bermanfaat dan tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Inti dari acara halal bihalal ini adalah melakukan kegiatan
untuk saling memaafkan dan meminta agar menghalalkan segala bentuk kesalahan yang telah
diperbuat selama ini. Hal ini sesuai dengan perintah dalam sebuah hadits;

َ ‫َمنْ َكا َن ْت لَ ُه َم ْظلَ َم ٌة َأِل َح ٍد مِنْ عِ ْرضِ ِه َأ ْو‬


ٌ ‫ش ْي ٌء َف ْل َي َت َحلَّ ْل ُه ِم ْن ُه ا ْل َي ْو َم َق ْبل َ َأنْ الَ َي ُك ْونَ ِد ْي َنا ٌر َوالَ د ِْر َه ٌم ِإنْ َكانَ لَ ُه َع َمل‬
‫صاحِبِ ِه َف ُح ِمل َ َعلَ ْي ِه‬
َ ‫ت‬ َ ْ‫ات ُأخ َِذ مِن‬
ِ ‫س ِّيــــَئ ا‬ َ ‫صالِ ٌح ُأ ِخ َذ ِم ْن ُه بِ َقدْ ِر َم ْظلَ َمتِ ِه َوِإنْ لَ ْم َي ُكنْ لَ ُه َح‬
ٌ ‫س َن‬ َ

“Barangsiapa yang telah menganiaya kepada orang lain baik dengan cara menghilangkan
kehormatannya ataupun dengan sesuatu yang lain maka mintalah halalnya pada orang tersebut
seketika itu, sebelum adanya dinar dan dirham tidak laku lagi (sebelum mati). Apabila belum
meminta halal sudah mati, dan orang yang menganiaya tadi mempunyai amal sholeh maka
diambilah amal sholehnya sebanding dengan penganiayaannya tadi. Dan apabila tidak punya
amal sholeh maka amal jelek orang yang dianiaya akan diberikan pada orang yang menganiaya”.
(HR. Al Bukhori)

Menurut hadits ini ternyata momen halal bihalal setelah ‘idul fitri sangat penting untuk kita
lakukan. Secara hamblum minallah mungkin telah maksimal kita lakukan selama bulan suci
Ramadhan melalui ibadah puasa, shalat tarawih, tadarus Al Quran, membaca istigfar dan
kegiatan religi lainnya. Tentu ini semua dapat menambah pahala sekaligus menghapus dosa kita
kepada Allah. Tetapi berbeda dengan dosa kepada manusia yang terkait hamblum minannas,
mesti kita datang berkunjung ke rumahnya atau datang pada acara halal bihalal yang diadakan
oleh instansi/lembaga tertentu untuk meminta maaf dari hati-kehati.

Sungguh indah sekali rasanya bila halal bihalal ini terus diupayakan selama bulan Syawal ini.
Walaupun suasana masih pandemi, tetapi janganlah ini dijadikan sebagai suatu penghalang yang
dapat membuat terbengkalainya tradisi halal bihalal yang sangat bagus ini, tentu dengan
menggunakan protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Disamping kegiatan
halal bihalal ini sebagai sarana untuk saling memaafkan, juga mengandung nilai shilaturrahim
yang sangat besar manfaatnya untuk memperoleh kelapangan rizki dan umur yang panjang. Hal
ini disebutkan dalam sebuah hadits yang sering disampaikan oleh para ulama dan guru-guru kita;

ِ َ‫سَأ لَهُ فِي َأثَ ِر ِه فَ ْلي‬


ُ‫ص ْل َر ِح َمه‬ َ ‫سطَ َعلَ ْي ِه فِي ِر ْزقِ ِه َوَأنْ يُ ْن‬
َ ‫ب َأنْ يُ ْب‬
َّ ‫َمنْ َأ َح‬
“Barangsiapa ingin dilapangkan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya ia
menghubungkan tali persaudaraan (silaturrahim).” (HR. Bukhori).

Berdasarkan penelitian tim analisis Brigham Young University, Utah, Amerika Serikat, dipimpin
pakar psikolog Hold Lunstad, silaturahim atau hubungan sosial bisa memperpanjang usia hingga
50 persen. Orang yang bersilaturahim lebih mampu menghadapi stres. Karena itu, menjalin
silaturahim sama baiknya dengan menjaga kesehatan, seperti berhenti merokok atau
berolahraga. Sedangkan bagi orang yang tidak bersilaturahim atau menutup diri, memiliki angka
kematian lebih tinggi 3 kali dari orang yang bersosialisasi.

Praktik halal bi halal dalam masyarakat: Seseorang datang kerumah saudara, sanak
famili, tetangga yang muslim, dan kenalan-kenalanya. Ia datang menyampaikan
maksudnya, yaitu menyatakan bahwa ia mempunyai kesalahan, melanggar hak-hak
adami kepada orang yang didatangi itu, baik dengan disengaja maupun tidak. Dan
untuk itu, ia memohon dengan hormat agar dosa-dosa dan kesalahan terhadapnya itu
dimaafkan.

Dan sesudah yang didatangi itu menyatakan memberi maaf, sebaliknya, ia


pun merasa punya banyak kesalahan terhadap tamunya. Untuk itu, ia juga memohon
kepadanya agar kesalahan dan dosa-dosanya itu dimaafkan.

Kedua, sebagai tuan rumah, ia berusaha memuliakan tamunya, menjamu dengan apa
yang ada tersedia. Setelah merasa cukup, sang tamu akan memohon pamit untuk
meneruskan halal bi halal kepada teman dan tetangga yang lain.

Allahu Akbar… Allahu Akbar…

Alangkah indahnya bentuk asli halal bi halal yang telah mereka praktikan. Dan
ternyata, sepenuhnya merupakan tuntunan Islam yang benar.

Mekaten khutbah singkat ing riyadin firti meniko, mugi-mugi wontwn guna lan manfaatipun.
Aamiin Allahhumma. Aamiin

َ ‫الذ ْك ِر‬
‫الح ِك ْي ِم‬ ِّ ‫ت َو‬ ِ ‫م َونَفَ َع‬3ِ ‫آن ال َع ِظ ْي‬
ِ ‫ني َواِيّا َ ُك ْم بِ َمافِ ْي ِه ِمنَ اآليَا‬ ِ ‫بَا َركَ هللاُ لِ ْي َولَ ُك ْم فِ ْي القُ ْر‬
ْ ‫ َوقُ ْل َر ِّب ا ْغفِ ْر َو‬.‫س ِم ْي ُع ال َعلِ ْي ُم‬
َ‫ار َح ْم َواَ ْنتَ َخ ْي ُر ال َّرا ِح ِميْن‬ َّ ‫َوتَقَبَّ َل ِمنِّ ْي َو ِم ْن ُك ْم تِالَ َوتَهُ اِنَّهُ ُه َو ال‬

Anda mungkin juga menyukai