Anda di halaman 1dari 17

BAB III

KONDISI SOSIAL GEOGRAFIS DAN PETA PEMIKIRAN


KEBERAGAMAAN ULAMA DESA NANGGELA
KEC. GREGED KAB. CIREBON

A. Sejarah Desa Nanggela


Sekitar tahun 1747 ada sebuah perdukuhan yang terletak di blok jati, dimana
para pekerja penanaman pohon jati diperdukuhan tersebut dipekerjakan oleh
pemerintahan Hindia-Belanda dalam kurun waktu beberapa tahun kemudian
penduduk mulai berkembang lebih banyak, untuk mengatur perdukuhan tersebut
maka diangkatlah seorang pemimpin, yang mana pemimpin tersebut sampai saat
ini diakui keberadaannya oleh kesultanan.
Pemimpin pertama perdukuhan tersebut seorang wanita yang disebut Nyi
Mas Ratu Fuani. Seiring perkembangan waktu maka nama perdukuhan
disempurnakan menjadi sebuah desa yaitu “NANGGELA”, nama tersebut diambil
dari sebuah pusaka (senjata cakra tapak Nanggela), selanjutnya pada masa
tersebut penguasa perdukuhan terjadi sebanyak 5 (lima) kali, pergantian secara
berkelanjutan oleh keturunannya, lima pengusa perdukuhan itu adalah :
1. Nyi Mas Ratu Fuani
2. Ki Buyut Suraja
3. Ki Buyut Pugur
4. Ki Buyut Jago
5. Ki Buyut Rangga
Dalam masa suasana pemerintahan Hindia-Belanda sebelum tahun 1945
Desa Nanggela telah dilalui 3 (tiga) pemimpin yang saat itu mendapat sebutan
Kuwu yaitu :

1. Kuwu Jangkung
2. Kuwu Dahir

48
49

3. Kuwu Djamari

Dari tahun 1946 setelah Indonesia merdeka hingga sekarang, Desa Nanggela
telah mengalami beberapa kali pergantian Kuwu/Kepala Desa diantaranya sebagai
berikut :

DAFTAR TABEL NAMA-NAMA KUWU/KEPALA DESA NANGGELA

NO PERIODE NAMA KETERANGAN

1 1946 - 1965 Sukra Atmaja Kuwu

2 1966 - 1967 Nurtaman Pejabat Kuwu

3 1968 - 1982 Suparsa Kuwu

4 1983 - 1984 E. Tasyama Pejabat Kuwu

5 1985 - 1993 Tjasra Kuwu

6 1994 - 1995 Samsul Bahri Pejabat Kuwu

7 1996 - 2003 Tjasra Kuwu

8 2003 - 2013 Samsudin Kuwu

9 2013 Syaeful Rokhman Pejabat Kuwu

10 2013 - Sekarang Mamat Kuwu


50

B. Gambaran Umum Desa Nanggela Kecamatan Greged


1. Letak Geografis
Nanggela adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Greged
Kabupaten Cirebon, dimana masyarakat tersebut masih sangat kental dengan adat
istiadat yang turun temurun masih melekat hingga saat sekarang ini. Hubungan
kekerabatan yang sangat erat antara penduduk yang satu dengan yang lain,
menimbulkan adanya rasa solidaritas antara penduduk cukup baik, hal ini
merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam menunjang kerjasama dan
menjalin hubungan dalam proses kehidupan bermasyarakat. Desa ini terletak di
sebalah timur Kabupaten Cirebon. dengan luas wilayah 314,10 Ha yang terdiri
dari :
a. Pemukiman Penduduk : 109,00 Ha
b. Perkebunan : 1,90 Ha
c. Persawahan : 53,30 Ha
d. Pekarangan : 66,25 Ha
e. Perkantoran : 0,70 Ha
f. Kuburan : 1,90 Ha
g. Prasarana Lainnya : 25,45 Ha
Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :
a. Sebelah utara : Desa Sinarancang
b. Sebelah selatan : Desa Sindang Kempeng
c. Sebelah barat : Desa Jati Pancur
d. Sebelah timur : Desa Gumulung Lebak
2. Keadaan penduduk
Desa Nanggela memiliki jumlah kepala keluarga sebanyak 1.826 KK
dengan jumlah penduduk 6468 jiwa. Pembagian penduduk Desa Nanggela
sebagai berikut :
51

Tabel I
Jumlah Penduduk
Menurut Kelompok Umur Tahun 2015
No Kelompok Umur Jumlah

1 0 – 4 tahun 647

2 5 – 9 tahun 702

3 10 – 14 tahun 634

4 15 – 19 tahun 692

5 20 – 24 tahun 473

6 25 – 29 tahun 489

7 30 – 39 tahun 853

8 40 – 49 tahun 845

9 50 – 59 tahun 738

10 60 + tahun 363

Jumlah 6468

Tabel II
Jumlah Penduduk
Menurut Jenis Kelamin Tahun 2015
No Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki-laki 3297
2 Perempuan 3171
Jumlah 6468
52

3. Mata Pencaharian
Masyarakat yang ada di desa Nanggela pada umumnya bermata
pencaharian pada sektor pertanian. Sebagai masyarakat yang banyak
menggantungkan hidupnya dari mata pencaharian sebagai petani/buruh tani,
secara mutlak kondisi eknominya banyak dipengaruhi oleh sektor alam
sebagai pencari nafkah, kehidupan masyarakat Nanggela berdasarkan
ekonomi petani/buruh tani sering mengalami ketidak seimbangan karena
tingkat penghasilan yang tidak terlalu besar, dan musim yang ekstrim
sekarang-sekarang ini sering terjadi memaksa para petani/buruh tani harus
mencari pekerjaan lain sebagai upaya mencari nafkah untuk menyambung
hidup keluarganya.
Tabel V
Jumlah Penduduk
Menurut Mata Pencaharian Tahun 2015
(Bagi umur 10 tahun ke atas)
No Pekerjaan Jumlah

1 Petani sendiri 179

2 Buruh tani 986

3 Pedagang 176

4 Buruh bangunan 324

5 Pegawai negeri 16

6 Lain-lain 1509

Jumlah 3290
53

4. Pendidikan
Perkembangan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya
manusianya serta kualitas intelektual masyarakatnya, salah satu bentuk usaha
dalam pengembangan sumber daya manusia ini adalah meningkatkan mutu
pendidikan. Masyarakat yang ada di Desa Nanggela merupakan bagian dari
tuntutan yang telah dikemukakan sebelumnya mengingat bahwa pendidikan
merupakan hal yang terpenting bagi masa depan yang baik untuk setiap
orang.
Kenyataannya tingkat pendidikan yang ada di desa Nanggela tidak
seperti yang diharapkan sebab di desa tersebut hanya memiliki sarana
pendidikan di tingkat SD saja selain itu juga masyarakat yang ada di desa
tersebut tidak mementingkan dunia pendidikan terlihat di tabel 3 (tiga) yang
masih minimnya jumlah lulusan perguruan tinggi dan masih adanya warga
yg tidak sekolah. Ini juga dapat disebabkan karena tidak tersedianya sarana
dan prasarana yang lengkap atau memadai pada desa tersebut. Seperti terlihat
pada tabel 4 (empat) distribusi penduduk Desa Nanggela berdasarkan tempat
pendidikan yang hanya memiliki sarana pendidikan hanya di tingkat dasar,
yang hanya terdapat dua SD dan dua TK saja.
Tabel III
Jumlah Penduduk
Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2015
(Bagi umur 5 tahun ke atas)
No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Tamat Akademik/PT 63

2 Tamat SLTA 201

3 Tamat SLTP 415


54

4 Tamat SD 1365

5 Tidak tamat SD 249

6 Belum tamat sekolah 945

7 Tidak sekolah 41

Jumlah 4280

Tabel IV
Jumlah Sekolah
(Tempat Pendidikan) Tahun 2015
No Tempat Pendidikan Jumlah
1 TK & RA 2
2 SD 2
3 Madrasah Ibtidaiyah -
Jumlah 4

5. Agama dan Kepercayaan


Masyarakat Desa Nanggela memiliki sarana peribadatan yaitu satu
Masjid dan tiga belas Mushola, dimana masyarakat Desa Nanggela mayoritas
menganut agama islam, pada setiap kegiatan keagamaan salah satunya
majelis ta’lim masyarakat desa tersebut aktif dalam melakukan setiap
kegiatan, karena menurut mereka bahwa agama dan kepercayaan merupakan
unsur yang paling utama yang harus dijalankan dalam kehidupan masyarakat.
55

Tabel VI
Jumlah Tempat Ibadah Tahun 2015
No Tempat Ibadah Jumlah

1 Masjid 1

2 Mushola 13

3 Greja -

4 Kuil -

Jumlah 14

6. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat


Bidang ekonomi merupakan salah satu bidang yang amat penting
dalam proses pembangunan potensi ekonomi yang dimiliki oleh masing-
masing individu cukup berpengaruh pada perekonomian itu sendiri, sesuai
kondisi geografisnya, sebagian besar masyarakat Desa Nanggela Kecamatan
Greged bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Dilihat dari
penghasilannya kebanyakan dari mereka adalah masyarakat dari kelas
ekonomi menengah kebawah. Berdasarkan pengamatan penulis para istri di
desa Nanggela sebagian besar bekerja ikut membantu memenuhi kebutuhan
rumah tangga yang mengakibatkan para istri tersebut meimiliki peran ganda,
disamping harus bekerja memenuhi kebutuhan rumah tangga, mereka juga
dituntut untuk mengurus anak dan rumah tangganya.
56

7. Bidang Pemerintahan dari Kemasyarakatan

Tabel VII
Jumlah Sarana Pemerintahan Tahun 2015
No Jenis Sarana Jumlah

1 Balai Desa / Kelurahan 1

2 Kantor kelurahan 1

3 Tanah Bengkok Pamong Desa


a. Sawah
b. Kering
c. Tambak/kolam
d. Tanah Bengkok

Jumlah

Dalam mewujudkan Visi dan Misi Desa Nanggela, maka dibutuhkan


kondisi kehidupan masyarakat yang aman dan terpelihara. Kondisi ini telah
tercipta melalui proses sejarah yang tercermin dari nilai-nilai sosial budaya
dalam etos kerja masyarakat Desa Nanggela kecamatan Greged Kabupaten
Cirebon, yang meliputi:
Gotong royong, yang merupakan suatu budaya kerja orang Indonesia
pada umumnya dan masyarakat Desa Nanggela khususnya sejak zaman
dahulu sampai sekarang masih tetap dilaksanakan, dan nilai budaya ini perlu
untuk dikembangkan dan dilestarikan serta diterapkan, karena budaya kerja
secara bersama-sama akan memperoleh hasil yang lebih baik dari pada
57

bekerja sendiri-sendiri. Efektif dan Efisien, pembangunan suatu daerah akan


berhasil apabila aspek efektif dan efisien selalu diperhatikan baik dalam
penggunaan sumber daya maupun dalam proses pemanfaatan hail. Hal inilah
yang dilakukan pada masyarakat Desa Nanggela Kecamatan Greged
Kabupaten Cirebon. Akuntabilitas, yang merupakan salah satu aspek/nilai
penting dalam pelaksanaan kebijkan program pembangunan sehingga hasil
kinerjanya harus dapat dibertanggung jawabkan kepada semua pihak.
Transparansi, dengan berhembusnya reformasi pembangunan di segala
bidang, maka aspek/nilai keterbukaan dari setiap program/kegiatan
pembangunan perlu untuk disosialisasikan, sehingga setiap program/kegiatan
dapat diketahui oleh masyarakat luas. Etos Kerja, yang merupakan kunci
keberhasilan dalam pembangunan, dimana etos kerja dibutuhkan bagi semua
stakeholder pertanian mulai dari petani, keluarga tani, kelompok tani, serta
petugas dan peneliti. Nilai Religius, yang sangat berperan penting dalam
pembangunan mental dan spiritual masyarakat. Serta besarnya peran
pimpinan golongan agama dalam membina masyarakat. 88

C. Peta Pemikiran Keberagamaan Ulama Desa Nanggela Kec. Greged Kab.


Cirebon
Mayoritas ulama Desa Nanggela merupakan ulama yang masih memegang
teguh tradisi-tradisi pendahulunya, pola pemikirin para ulama desa nanggelapun
masih terkesan klasik/tradisional, hal ini dipengaruhi oleh kondisi geografis
pedesaan dan latar belakang saat dulu mereka belajar di pesantren-peantren yang
didirikan oleh ulama NU dimana mengikuti mazhab Syafi’iah. Yang demikian itu
dapat dimengerti karena secara riil pesantren merupakan sebuah lembaga
pendidikan yang melestarikan pengajaran kitab-kitab klasik yang mengikuti pola
bermazhab. Oleh karenanya wajar jika tradisi-tradisi pesantren sangat dominan

88
Arsip Desa Nanggela
58

mempengaruhi santrinya baik dari sisi budaya berpikir, bersosialisasi dan


sebagainya.
Pola bermazhab seperti ini di dasarkan pada beberapa alasan. Pertama,
empat mazhab tersebut memiliki cara istinbat al-ahkam yang hampir sama, yang
masing-masing mempunyai validitas tersendiri serta tidak didapatkan dalam
mazhab lainnya. Kedua, mengikuti salah satu dari mazhab empat berarti
mengikuti golongan terbesar atau mayoritas, seperti yang dianjurkan oleh nabi.
Ketiga, empat mazhab tersebut dan empat imam ahli fikihnya memiliki kualifikasi
keilmuan sebagai mujtahid mutlak atau mujtahid mustaqi89.
Mayoritas ulama Desa Nanggela bisa disebut sebagai kaum Islam
tradisional, dimana mereka cendurung memegang teguh tradisi lama dan sulit
untuk menerima pembaharuan, hal ini terbukti dengan pemasangan speaker di
Masjid oleh aparat desa yang mengakibatkan pro dan kontra antar aparat Desa
dan ulama desa nanggela, ulama tradisional tidak menyutujui penggunaan speaker
di masjid karena merupakan hal yang baru tidak digunakan di zaman Nabi,
sedangkan aparat Desa memasang speaker tersebut dengan alasan agar
memudahkan dalam menyeru umat untuk beribadah.
Dalam menuntaskan masalah yang ada ditengah-tengah masyarakat,
istinbath hukum yang mereka gunakan tidak jauh berbeda dengan ulama NU yang
lain dikarenakan hal tersebut diajarkan oleh kyai–kyai dimana beliau belajar dan
mazhab yang mereka ikuti, yaitu dengan cara mencari dalam kitab-kitab klasik
dan pendapat ulama terdahulu kemudian untuk memperkuatnya dicari dalam al-
Qur’ān dan Hadits. Menurut mereka, segala persoalan umat telah diselesaikan
secara tuntas oleh para ulama terdahulu, jadi mereka tinggal mengikutinya saja,
dan mereka sebut ini dengan taklid.
Kaum tradisionalis meyakini syari’ah sebagai hukum Tuhan yang dipahami
dan dipraktekkan semenjak beberapa abad silam dan sudah terkristal dalam

89
http://excellent165.blogspot.co.id/2014/12/organisasi-nu-bahsul-masail-dan.html diakses
pada tanggal 20 Februari pada pukul 23.00
59

beberapa mazhab fiqh. Dalam bahasa Fazlur Rahman yang dikutip oleh Hamidi
Ilhami mengatakan bahwa, mereka lebih cenderung memahami syari’ah
sebagaimana yang telah diperaktekkan oleh ulama terdahulu. 90
Ciri-ciri Islam Tradisional:91
1. Eksklusif (tertutup) tidak mau menerima pemikiran, pendapat, dan saran yang
berasal dari luar, terutama dalam bidang keagamaan karena memandang
bahwa hanya kelompoknya saja yang benar, sedangkan kelompok yang
lainnya tidak benar.
2. Tidak membedakan antara hal-hal yang bersifat ajaran dengan non ajaran.
3. Berorientasi ke belakang. Menilai berbagai keputusan hukum para ulama di
masa lampau lebih agung dan menjadi contoh ideal, yang tidak mungkin
dikalahkan oleh para ulama atau sarjana yang muncul kemudian.
4. Cenderung tekstualitas-literalis tanpa melihat latar belakang dan situasi sosial
yang menyebabkan ayat al-Qur`an itu diturunkan, serta pesan yang
terkandung di balik satu ayat. Maka mereka meniru segala macam yang
dicontohkan Nabi dan ulama masa lampau seperti pola busana nabi yang
mengenakan jubah, berjanggut, memakai sorban, makan dengan tangan, tidak
menggunakan produk-produk teknologi modern, cenderung kembali ke alam.
5. Tidak membatasi waktu, misalnya belajar di pesantren tanpa batas waktu
tertentu.
6. Cenderung tidak mempermasalahkan tradisi masyarakat lokal setempat
sebelum agama Islam diterima, yang penting menentramkan hati dan perasaan
umat.

90
Hamidi Ilhami, Dinamika Islami Tradisional : Potret Praktik Keagamaan Umat Islam
Banjarmasin Pada Bulan Ramadhan 1431 H, Jurnal Darussalam, Volume 11, No.2, Juli – Desember
2010 , hal. 74.
91
http://www.sabda.org/publikasi/40hari/2008/16 diakses pada hari hari sabtu tanggal 23
Januari 2016 pukul 22.05
60

7. Cenderung lebih mengutamakan perasaan dari pikiran. Kegiatan ritual


keagamaan lebih diperbanyak seperti zikir, berdoa, mengadakan selamatan
bersama, istighosyah bersama, pergi ziarah dan sebagainya.
8. Cenderung bersifat jabariah dan teosentris. Tunduk dan patuh pada Tuhan,
pasrah pada takdir.
9. Kurang tertarik pada ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
10. Cenderung puas dengan apa yang sudah ada, tidak tertarik pada persaingan
global.
Kesimpulan sementara yang bisa penulis ambil dari peta pemikiran ulama
Desa Nanggela ini mayoritas pemikiran ulama desa nanggela masih tradisional
dimana tradisi-tradisi pendahulunya masih erat dipegang hingga sekarang, dan
taklid terhadap apa yang dikatakan oleh mazhab yang dianutnya. Hal ini
mempengaruhi pemikiran keagamaannya yang bisa dibilang menolak
pembaharuan dan memegang teguh tradisi lama.
Adapun ulama yang penulis jadikan narasumber adalah empat ulama dengan
kriteria yaitu memiliki santri, mengajarkan ngaji, menjadi panutan masyarakat,
memahami al-Qur’an, Hadits dan Kitab-kitab kuning, bisa menuntaskan masalah
yang terjadi di tengah masyarakat dengan menggali hukum dari al-Qur’an, Hadits
dan kitab kuning.
Berikut adalah ulama yang menjadi narasumber penulis :
1. Bapak Yusuf
Bapak Yusuf lahir di Cirebon pada tanggal 15 April 1975, Riwayat
pendidikan formal beliau hanya sebatas SD, untuk pendidikan non formal
beliau banyak mengahabiskan waktu untuk belajar di pesantren salaf dari
mulai pesantren Lengkong Kuningan, pesantren di Purwakarta, pesantren di
Sukabumi, hingga yang terakhir pesantren di Tanggerang. Beliau kini menjadi
pengasuh di pondok pesantren Hidayatus solihin yang memiliki santri sekitar
61

50 orang santri putra dan santri putri. Fokus pengajaran beliau adalah al-
Qur’an, dan kitab-kitab kuning nahwu dan sorof.92
2. Bapak Ahmad Jahid
Bapak Jahid lahir di Cirebon 03 September 1951, beliau merupakan
salah satu sesepuh Desa Nanggela, pendidikan formal beliau hanya sampai
SD akan tetapi pendidikan non formal beliau yaitu menimba ilmu di pesantren
dari mulai pesantren di Cianjur kemudian pesantren di Purwakarta dan yang
terkahir adalah pesantren di Kali Wungu Kendal Jawa Tengah, semua
pesantren yang beliau timba ilmunya adalah pesantren salaf dengan ajaran
utamanya adalah al-Qur’an dan kitab kuning. Beliau kini hanya mengajar
ngaji di Mushola depan rumahnya dan muridnya adalah anak-anak dari sekitar
tempat kediaman beliau atau bisa disebut dengan santri kalong. 93
3. Bapak Junaidi
Bapak Junaidi lahir di Cirebon pada tanggal 27 November 1964, riwayat
pendidikan formal beliau adalah SD Nanggela, MTs di Lirboyo, MAN di
Kediri dan UIT di Kediri pada Jurusan Hukum Keluarga Fakultas Syariah,
adapun pendidikan non formal beliau adalah menimba ilmu di pesantren dari
mulai MTs hingga tamat kuliah. Kini beliau menjadi penghulu/lebe di Desa
Nanggela Kecamatan Greged Kabupaten Cirebon.94
4. Bapak Fauzi
Bapak Fauzi lahir pada tanggal 19 Juni 1974, Riwayat pendidikan
formal beliau hanya sebatas SD, pendidikan formal beliau menimba ilmu di
pesantren Lengkong Kuningan dan pesantren di Purwakarta, beliau
merupakan satu angkatan dengan bapak Yusuf ketika belajar di peantren,
beliau kini mengajar ngaji di mushola dekat kediamannya dengan muridnya
92
Wawancara dengan bapak Yusuf (tokoh ulama Desa Nanggela) pada hari Sabtu tanggal 27
Februari 2016 pukul 16.00 WIB
93
Wawancara dengan bapak Ahmad Jahid (tokoh ulama Desa Nanggela) pada hari Sabtu
tanggal 27 Februari 2016 pukul 17.00 WIB
94
Wawancara dengan bapak Junaidi (Penghulu/Lebe Desa Nanggela) pada hari Minggu
tanggal 28 Februari 2016 pukul 10.00 WIB
62

adalah anak-anak dan memimpin pengajian-pengajian yang diselenggarakan


oleh warga sekitar tempat kediamannya. 95

D. Wanita Karir di Desa Nanggela Kec. Greged Kab. Cirebon


1. Keluarga Ibu Kulsum (Pedagang Sayuran)
Berdasarkan hasil wawancara, suami ibu Kulsum bekerja sebagai buruh
bangunan yang lebih seringnya diluar kota. Ia berpenghasilan kurang lebih
Rp. 80.000,00 per hari yang belum dipotong uang makan dan uang roko, total
bersih pengahasilan suami ibu kulsum setip hari hanya sekitar Rp. 40.000,00.
Suami ibu kulsum merantau sebulan sekali dan jika dikalikan penghasilan
suami Ibu Kulsum sekitar Rp. 1.200.000,00 akan tetapi pekerjaan tersebut
tidaklah tetap dan hanya menunggu ketika mandor mengajak saja, jika tidak
ada pekerjaan tersebut maka suami Ibu Kulsum hanya menganggur. Hal ini
dikarenakan minimnya tingkat pendidikan suami ibu Kulsum sehingga
memiliki kemampuan yang terbatas. ibu Kulsum memiliki lima orang anak
yang semuanya masih serumah belum ada yang berumah tangga.
Dengan keadaan sulit seperti itu ibu Kulsum memutar otak untuk mencari
penghasilan guna mencukupi kebutuhan keluarga, ibu kulsum akhirnya
berdagang sayuran di pasar Jagasatru, profesi tersebut telah ibu Kulsum
lakukan selama kurang lebih 7 tahun dengan penghasilan rata-rata sekitar Rp.
30.000,00 bersih ia kantongi.
Dengan demikian jelas bahwa ibu Kulsum menjadi tulang punggung
keluarga, terlebih ketika suami menganggur. Berdasarkan penuturan Ibu
Kulsum :
”Awalnya saya bingung, suami kerja ga tetap malah lebih sering
nganggur, malah sampe pernah listrik rumah di cabut PLN karena ga
bisa bayar, akhirnya saya nyoba jualan dipasar modalnya minjem ke

95
Wawancara dengan bapak Fauzi (tokoh ulama Desa Nanggela) pada hari Sabtu tanggal 27
Februari 2016 pukul 20.10 WIB
63

tetangga alhamdulilah bisa jualan sampe sekarang, karna kalau


ngandelin suami aja ga bakal cukup sedangkan anak banyak.”96

2. Keluarga Ibu Ilah (Pedagang Jajanan Anak-anak)


Lain halnya dengan keluarga ibu Ilah, suami ibu Ilah pekerja buruh
kayu meubeul di Jakarta, suami Ibu Ilah pulang dari Jakarta sekitar satu bulan
sekali dan menjatah ibu Ilah Rp. 1.000.000,00 tiap bulan, ibu Ilah sendiri
memiliki tiga orang anak, dua diantara masih mengenyam sekolah dasar kelas
tiga dan satu sedangkan yang terkecil berusia 4 tahun.
Dengan jatah dari suami Rp. 1.000.000,00 ibu Ilah menggunakannya
untuk keperluan makan, uang jajan ketiga anaknya dan keperluan lainnya,
dengan kebutuhan hidup yang semakin tinggi jatah dari suamipun ia rasa tidak
cukup maka ibu Ilah mencoba untuk berjualan jajanan anak-anak didepan
rumahnya seperti otak-otak, gorengan, ciki, dan lain-lain. Hal ini ia tekuni
selama 2 tahun sampai sekarang.
“Mau gimana lagi penghasilan suami saya cuma segitu buat hidup
sebulan, belum buat makan, buat jajan si puji, si riki, si april, terus
juga sekarang beras mahal, minyak mahal, semuanya serba mahal,
engga cukup uang segitu buat sebulan, malah buat makan aja engga
cukup, ya mending aja kalo saya jualan mah walaupun ga ada lebihnya
pas buat makan aja.97

3. Keluarga Ibu Uus (Pedagang Serabi)

Suami ibu Uus adalah seorang pengangguran. Berdasarkan hasil


wawancara, suami ibu Uus sudah satu tahun tidak memiliki pekerjaan. Suami
ibu Uus dulunya adalah satpam di pabrik mobil daerah Astanamukti Cirebon,
setelah keluar dari pekerjaan tersebut suami ibu Uus tidak lagi bekerja, Hal ini
adalah yang menjadi faktor mengapa ibu Uus berjualan Serabi di kota
Cirebon.

96
Wawancara dengan Ibu Kulsum pada hari Minggu tanggal 28 Februari 2016 pukul 13.00
WIB
97
Wawancara dengan ibu Ilah pada hari Minggu tanggal 28 Februari 2016 pukul 14.00 WIB
64

Ibu Uus memiliki lima anak dua diantaranya telah berumah tangga dan
tiga lainnya masih bersekolah, dengan keadaan suami yang tidak bekerja
penghasilan keluarga tidak ada sedangkan kebutuhan makan dan biaya
sekolah harus dipenuhi, beranjak dari situlah ibu Uus mencoba mencari
pekerjaan dari mulai menjadi pembantu rumah tangga sampai akhirnya ibu
Uus berjualan serabi, penghasilan ibu Uus dari berjualan serabi cukup untuk
kebutuhan biaya makan, sekolah dan masih bisa menyimpan sekitar Rp.
20.000,00 – Rp. 30.000,00.
Berdasarkan penuturan Ibu Uus :

“Sebenernya cape banget, saya banting tulang sendirian, suami saya


nganggur aja paling kerjaannya motongin kayu buat saya jualan,
nganterin sama ngejemput aja, tapi semuanya kaya saya sendiri yang
ngerjain. apa lagi kalo malam minggu saya jualan dua kali sore sama
pagi ga tidur semaleman buat nyiapin adonan ngegoreng gorengan.
Saya pengennya ya suami saya kerja biar ga cuma saya aja sendiri. 98

Dengan keadaan seperti itulah menyebabkan hubungan Ibu Uus


dengan suami kurang harmonis, sehingga sering terjadi pertengkaran akibat
dari menganggurnya suami.

98
Wawancara dengan ibu Uus pada hari Minggu tanggal 28 Februari 2016 pukul 16.20 WIB

Anda mungkin juga menyukai